Anda di halaman 1dari 9

METODE PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DI PONDOK

PESANTREN AL MUQRI AS-SALAFI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab

Dosen Pengampu: Abdul kirom, M.Pd

Disusun oleh:

Mukhlisin: 20219604024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN

SUMENEP

2022
PENDAHULUAN

Pondok Pesantren berasal dari dua kata, yaitu Pondok dan Pesantren.
Pondok berasal dari bahasa Arab "Funduq" yang berarti tempat tinggal, atau
asrama. Sedangkan pesantren berasal dari bahasa tamil, dari kata santri, ditambah
dengan awalan pe dan tambahan -a yang mengandung pengertian ilmu
pengetahuan.1 Seperti yang ditunjukkan oleh istilah sekolah pengalaman hidup
Islam adalah "lembaga pendidikan Islam konvensional untuk meninjau,
memahami, menyelidiki, menghargai dan melatih pelajaran Islam dengan
menggarisbawahi pentingnya etika yang ketat sebagai aturan untuk perilaku
sehari-hari". Istilah umum dalam bahasa Arab untuk menyebut pesantren adalah
“al-Ma’had”, dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan “Life experience School”
atau “Islamic Live-in School”. Pesantren secara etimologis berasal dari kata santri
yang memiliki awalan pe dan akhiran – a sehingga berubah menjadi santri yang
berarti “shastri” dan yang berarti murid. Sementara C.C. Berg. berpendapat bahwa
istilah pesantren berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti orang
yang mengetahui kitab-kitab suci agama Hindu, atau seorang peneliti yang ahli
dalam kitab-kitab suci Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti
kitab-kitab surgawi, kitab-kitab suci yang ketat atau kitab-kitab tentang ilmu
pengetahuan. Penilaian lain mengatakan bahwa kata santri berasal dari kata
Cantrik (Sansekerta, atau mungkin Jawa) dan itu berarti orang-orang yang
umumnya mengikuti pendidik, yang kemudian dikembangkan oleh Sekolah
Taman Siswa dalam kerangka lingkungan yang disebut Pawiyatan. Istilah santri
juga ada dalam bahasa Tamil, dan itu berarti pendidik Alquran.2
Sebagaimana dikemukakan oleh M. Ridwan Nasir, ada lima penokohan
sekolah live-in Islam, lebih spesifiknya:
1. Sekolah-sekolah Live-in Islam Salaf gaya lama, lebih spesifiknya Sekolah-
sekolah pengalaman hidup Islami yang di dalamnya terdapat kerangka
Salaf (weton dan sorongan) dan kerangka tradisional (madrasah).

1
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud. Lembaga–Lembaga Islam di
Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 145
2
Mohammad Takdir, Moderenisasi kurikulum Pesantren(DIVAPres), Hlm 22
2. Sekolah-sekolah Islam semi-ciptaan, khususnya sekolah pengalaman
hidup Islami yang di dalamnya terdapat sistem persekolahan (weton dan
salaf sorongan) dan kerangka tradisional rahasia (madrasah) dengan
program pendidikan 90% ketat dan 10% umum .
3. Sekolah pengalaman hidup Islami masa kini, yang menyerupai sekolah
live-in, hanya memiliki organisasi instruktif yang lebih lengkap di
dalamnya.3
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Ada pun data yang diperoleh merupakan hasil dari studi kasus dan
observasi langsung di Pondok Pesantren Al-Muqri as-Salafi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sebagaimana dijelaskan di atas, sekolah Islam semua inklusif dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu sekolah salafiyah, khalafiyah, dan
campuran pengalaman hidup Islam. yang menjadi salah satu karakter sekolah
pengalaman hidup Islami. Maka bahasa Arab untuk sekolah Islam semua inklusif
menjadi bahasa yang paling mendasar dan harus dikembangkan oleh setiap santri.
Perbedaan pembelajaran bahasa Arab di sekolah salafiyah, khalafiyah, dan
campuran pengalaman hidup Islam terletak pada aksentuasinya.

Yang pasti, pesantren al murri as-salafi ini adalah pesantren yang


menggunakan strategi pertunjukan salaf konvensional (al qiro'ah). Meski
demikian, di samping unsur-unsur keberadaan lingkungan sekitar, pesantren
membuka jalur pelatihan yang tepat dengan menggabungkan komponen-
komponen contoh non-syar'i atau informasi umum yang sering disebut. Terlepas
dari permulaan pengajaran formal, pesantren ini sebenarnya berpusat pada teknik
dasar, khususnya salaf. Hal ini harus terlihat dari kesungguhan Pesantren dalam
mengikuti dan -bi idzni-Llāh wa bi masyī-atiHī-berusaha untuk secara konsisten
lebih mengembangkan adat pesantren ala para senior dengan mengkonsolidasikan
3
Imam Bawani, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-
Ikhlas),8
ilustrasi tentang tauhid, fiqh, tajwid, etika, dan ilmu ālat dengan referensi buku. -
buku-buku tradisional, misalnya, 'Aqīdah al-'Awām, Sullam al-Taufīq, Safīnah
an-Najāh, Ta'līm al-Muta'allim, Taqrīb, dll pada setiap tingkat pelatihan
konvensional wajib. Sementara itu, dalam kegiatan pendidikan diniyah (pagi sore,
di luar jam kerja formal), pesantren ini justru menggunakan kitab-kitab standar
pesantren gaya lama, misalnya 'Aqīdah al-'Awām, mengikuti Nūr adz-Dzalām,
Amtsilatus Tashrif, Jurmiyah-Imrithi-Alfiyah Ibni Mālik, Kaylāniy, Taqrib, Fath
al-Qarīb, Fath al-Mu'īn, Safīnah an-Najā dan Kāsyifah as-Sajā, Sullam at-Taufq
and Mirqāt Shu'd at-Tashdā Ta'līm al-Muta'allim, Tafsr al-Jalālain, dengan
perluasan buku-buku pendukung lainnya seperti Qawā'id al-I'lāl, Arba'īn
Nawawiyah, Lubāb al-Hadits, dll.4

ْ
1. Pengertian Metode Qiro’ah (‫القراة فهم‬ ‫)طريقة‬

Kemampuan membaca dengan teliti merupakan salah satu kemampuan


berbahasa yang utama, tanpa membaca maka hidup seseorang akan statis dan
kurang. “Dalam pembelajaran bahasa pada umumnya, termasuk bahasa Arab,
beratnya kemampuan membaca tidak perlu dipertanyakan lagi, sehingga
menunjukkan membaca adalah salah satu latihan langsung yang harus
dipikirkan”.5 Kata Qira‟ah berasal dari akar kata Qara‟a-Yaqra‟u, Qira‟atan
yang berarti meneliti, meneliti. Secara fonetis kata ini berasal dari
pengulangan prinsip pengungkapan Al-Qur'an, khususnya "Iqra'". "Iqra'"
dalam pengulangannya adalah "fiil amr" dan itu menyiratkan perintah untuk
membaca dengan teliti. Perintah Iqra ini diikuti oleh kalimat berikut,
khususnya Bismirabbikalladzi Khalaq, Khalaqal Insana Min Alaq. Khusus
membaca dengan premis atau struktur "Ismi Rabb" (Tuhan sebagai Rabb).
Jadi Iqra‟/Qira‟ah dalam reff tidak dibatasi dalam arti sebenarnya membaca
sebuah artikel (hanya), tetapi permintaan untuk membaca, meneliti, dan
memahami. Sedangkan pasal yang harus ditelaah adalah tentang manusia
sebagai binatang dan Allah sebagai khaliq (Rabb). Dengan demikian, urutan
4
Didapatkan dari Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muqri Prenduan
5
Abdul Hamid, Mengukur Kemampuan Bahasa Arab, (Malang: UIN-Maliki
Press, 2010), hlm 63
qira'ah seperti yang ditunjukkan oleh bait tersebut menyimpulkan cara yang
paling umum untuk membaca, menjelajahi (merenung) dan menggenggam
(mengetahui) semuanya tanpa batas.6

Strategi Qira‟ah (membaca) adalah sebuah pendekatan untuk


memperkenalkan ilustrasi dengan membaca dengan teliti baik dengan
membaca dengan teliti atau dengan membaca dengan tenang. “Strategi
Qira‟ah adalah teknik yang menitikberatkan pada kemampuan memahami”.
Seperti yang diungkapkan oleh Ulin Nuha, mengungkapkan: Alasan
penggunaan strategi Qira‟ah adalah anggapan bahwa bahasa adalah metode
untuk menyampaikan data. Untuk sementara, satuan bahasa yang paling kecil
adalah jargon. Setiap signifikansi jargon akan menentukan pentingnya
kalimat.7

2. Latar Belakang Metode Qira’ah ‫))جلفيّة طريقة القرأة‬

Menurut Acep Hermawan, menyatakan: Strategi langsung menuju


awal abad kedua puluh yang digunakan di sekolah-sekolah tambahan di Eropa
mulai berkurang. Apa yang muncul saat itu adalah penggunaan teknik
langsung yang telah diperbarui. Upaya modifikasi ini menghasilkan penafsiran
yang menggabungkan metode strategi langsung dengan latihan yang diarahkan
secara sintaksis. Kemasyhuran bentuk tertentu pada abad itu memotivasi para
ahli bahasa terapan di AS untuk mencoba mengembangkan terjemahan yang
benar di sekolah menengah negara itu. Teknik panduan yang kurang fokus
terhadap kemampuan membaca dan mengarang, mendorong instruktur dan
ahli etimologi untuk mencari strategi baru. Saat itu ada penilaian di kalangan
pendidik bahwa menunjukkan dialek yang tidak dikenal dengan tujuan
mendominasi semua kemampuan bahasa adalah hal yang mustahil.8 Metode
6
Syaiful Gala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005) hlm
134.
7
Ulin Nuha, Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta:
DIVA Press, 2012), hlm. 188
8
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 192
langsung yang kurang memberikan perhatian kepada kemahiran membaca dan
menulis, mendorong para guru dan ahli bahasa untuk mencari metode baru.
Pada waktu itu berkembang opini di kalangan para guru bahwa mengajarkan
bahasa asing dengan target penguasaan semua keterampilan berbahasa adalah
sesuatu yang mustahil.

Guru Coleman et al., mencatat: Sebuah laporan yang ditulis pada tahun
1929 mengusulkan penggunaan strategi dengan tujuan pertunjukan yang lebih
praktis, yang umumnya dibutuhkan siswa, untuk menjadi kemampuan
pemahaman khusus. Teknik yang kemudian dinamai "Strategi Pemahaman"
ini digunakan di sekolah menengah dan universitas di seluruh Amerika dan
berbagai negara di Eropa. Meskipun dikenal sebagai "Teknik Memahami",
tidak berarti bahwa latihan mendidik dan belajar hanya terbatas pada kegiatan
pemahaman. Latihan menulis dan berbicara juga diberikan meskipun dalam
segmen terbatas.9

Bahasa Arab sepanjang hadirnya pembangunan, mengingat bagi


Indonesia memiliki kedudukan yang luar biasa dan memiliki kedudukan yang
fundamental, khususnya bagi umat Islam. Budaya Indonesia dengan penduduk
Muslim terbesar di dunia membuat bahasa Arab benar-benar eksis dan
terkonsentrasi saat ini. Menurut Fathul Mujib, mengungkapkan: Belajar
bahasa Arab bagi masyarakat Indonesia adalah membaca informasi untuk
sesuatu yang penting, mengingat ada banyak sumber data Islam yang
memanfaatkan bahasa Arab. Bahasa Arab telah menjadi sebuah kebutuhan
yang tidak hanya pada sisi spekulatif, namun juga terletak pada maknanya
yang berharga untuk benar-benar memahami cara berpikir memperluas
keberadaan negara Indonesia tanpa henti.10

3. Macam - Macam Metode Qira’ah (‫)متنؤج طريقة القرأة‬

9
Ibid 46
10
Fathul Mujib, Rekonstruksi Pendidikan Bahasa Arab, (Yogyakarta: PT Bintang
Pustaka Abadi, 2010), hlm 46
Metode Qira‟ah secara umum memiliki beberapa macam, diantaranya adalah
sebagai berikut:

a. Metode (‫)حرفيّة‬, yaitu guru memulai pelajaran dengan mengajarkan


huruf Hijaiyah satu per satu. Sedangkan siswa di sini membacanya
dengan lambat karena cenderung membacanya huruf per huruf bukan
kesatuan kata. Contoh, huruf ‫ َ س‬diajarkan dengan huruf ‫سين‬.
b. Metode (‫وطيّة‬j‫)ص‬, khususnya menginstruksikan yang dimulai dengan
huruf, kemudian suku kata, lalu kata. Ini tidak sama dengan strategi
menuntut dalam cara huruf-huruf itu dididik. Susunan strategi
sauthiyah dimulai dengan menunjukkan huruf-huruf yang berhuruf
fathah, dhammah, kasrah, kemudian pada titik tersebut sukun. Sejak
saat itu, ubahlah menjadi huruf yang memiliki arti penting fathatain,
dhammatain, kasratain. Selanjutnya adalah huruf tasydid yang
disambung dengan harakat fathah, dhammah, dan kasrah.
Kesimpulannya, adalah huruf tasydid yang digabungkan dengan vokal
fathatain, dhammatain, dan kasratain. Sepanjang baris ini, setiap huruf
memiliki 13 vokal. Seperti diketahui, dalam bahasa Arab ada 28 huruf.
Dengan asumsi bahwa 28 digandakan dengan 13, hasilnya adalah 364.
Selanjutnya, dalam strategi sauthiyah, 364 suara dididik. Kelemahan
dari teknik ini adalah kadang-kadang menghalangi keakraban atau
kecepatan membaca siswa karena mereka terbiasa membaca huruf
hijaiyah.
c. Metode suku kata, yaitu siswa terlebih dahulu belajar suku kata,
kemudian merangkai suku kata tersebut menjadi kata. Selain itu, huruf
mad pula diajarkan ‫ا‬.‫ي‬.‫و‬
d. Strategi kata, yaitu memperoleh dari kata-kata, kemudian mempelajari
huruf-huruf yang membentuk kata tersebut. Dalam melakukan teknik
ini, seorang pendidik menunjukkan kata dengan gambar yang tepat,
kemudian mengucapkan kata itu lebih dari satu kali dan diikuti oleh
siswa. Tahap selanjutnya, instruktur mengucapkan kata tanpa gambar
sehingga siswa dapat mengingatnya, membacanya, memeriksanya, dan
mengurai huruf-hurufnya.
e. Strategi kalimat, di mana instruktur menunjukkan kalimat pendek pada
kartu atau papan tulis, kemudian, pada saat itu, membaca dengan teliti
beberapa kali, dan siswa meniru. Kemudian, tambahkan kata lain, lalu,
pada saat itu, bacalah yang diikuti oleh siswa. Instruktur memikirkan
kedua kalimat tersebut sehingga diketahui perbedaan dan
persamaannya. Demikian juga, instruktur juga menguraikan kata
menjadi huruf-huruf yang membentuknya. Permintaan untuk teknik ini
adalah dari kalimat ke kata, kemudian, pada saat itu, ke huruf.
f. Strategi gabungan, secara spesifik memadukan semua teknik dengan
berfokus pada sisi hebatnya, dan tidak berfokus pada strategi tertentu.
Karena, semua teknik menikmati manfaat dan kelemahannya sendiri.11

DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud. Lembaga–Lembaga Islam di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)

Mohammad Takdir, Moderenisasi kurikulum Pesantren(DIVAPres), Hlm 22


Imam Bawani, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas)

Didapatkan dari Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muqri Prenduan


Abdul Hamid, Mengukur Kemampuan Bahasa Arab, (Malang: UIN-Maliki Press,
2010)

Syaiful Gala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005) hlm

Ulin Nuha, Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta:


DIVA Press, 2012)

Fathul Mujib dan Nailur Rahmawati, Permainan Edukatif Pendukung


11

Pembelajaran Bahasa Arab (2), (Yogyakarta: DIVA Press, 2012), hlm.72-74


Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2014)

Fathul Mujib, Rekonstruksi Pendidikan Bahasa Arab, (Yogyakarta: PT Bintang


Pustaka Abadi, 2010)

Fathul Mujib dan Nailur Rahmawati, Permainan Edukatif Pendukung


Pembelajaran Bahasa Arab (2), (Yogyakarta: DIVA Press, 2012)

Anda mungkin juga menyukai