Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

berazazkan keagamaan dan lebih mementingkan dan mengutamakan keakhiratan

yang memiliki cirri-ciri khusus yaitu mengenai kurikulumnya yang lebih

memfokuskan pada ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tauhid, nahwu, shorof, fiqh,

hadits, tafsir, dan ilmu-ilmu yang menyangkut aqidah, hokum-hukum, dan ilmu

alat lainnya. Berrsamaan daripada hal itu, islam memandang pendidikan adalah

sebagai dasar utama seseorang diutamakan dan dimuliakan. Hal ini sebagaimana

firman Allah SWT dalam al-qur’an surah Al-mujadalah ayat 11 :

       


        
       
       

Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:


"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Alllah SWT sangat banyak sekali menjelaskan dalam al-Qur’an tentang

keutamaan-keutamaan menuntut ilmu, terutama ilmu agama islam. Karena dengan

dalil-dalil itulah yang membuat kita menjadi semangat untuk mengkaji dan

mempelajari serta mendalami kitabullah dan hadis-hadis Rosulullah saw. Dengan

sebab hal itulah akan menjadi pedoman hidup seorang hamba yang mengharapkan

1
hidayah dan kebahagiaan di dunia dan akhirat serta sebagai penopang semangat

untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi.

Tujuan didirikan pondok pesantren ialah mencetak kader-kader ulama dan

kyai yang mengamalkan ilmunya kepada orang lain. Untuk ,encapai tujuan

tersebut pesantren mengajarkan al-Qur’an, hadits, tafsir, fiqh, tarikh, akhlak,

nahwu, shorof, ilmu bayan, mantiq, dan lain sebagainya. Dan kitab-kitab yang

dipakai kebanyakan kitab zaman kuno atau kitab klasik yang lebih dikenal di

masyarakat adalah kitab gundul atau lebih populernya disebut kitab kuning. Kitab

kuning merupakan karya-karya ulama islam terdahulu yang ditulis dengan

menggunakan bahasa arab tanpa memakai makna dan harokat yang dengan

mempelajarinya kita harus mempelajari ilmu-ilmu alat dan bahasa, diantaranya ;

ilmu nahwu, sharaf, mantiq, ilmu bayan, dan lain sebagainya.1

Kitab kuning adalah sebutan untuk literatur yang digunakan sebagai

rujukan umum dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan Islam tradisional

pesantren. Kitab kuning digunakan secara luas di lingkunngan pesantren, terutama

pesantren yang masih menggunakan metode pengajaran dalam bentuk halaqoh.

Penggunaan kitab kuning merupakan tradisi keilmuan yang melekat dalam sistem

pendidikan di pesantren. Sebagai elemen utama dalam sistem pendidikan Islam di

pesantren, kitab kuning telah menjadi jati diri (identity) dari pesantren (salafiyah)

itu sendiri. Karena itu, keberadaan kitab kuning identik dengan eksistensi

pesantren, terutama pesantren salafiyah

1
Dadan Nurul Haq dan Ari Kurniawan.2020.Metode Sorogan Peningkatan kemampuan
Santri Dalam Membaca Kitab Kuning. Purwokerto : Amerta Media. Hal.2

2
Dalam mempelajari isi kitab kuning ini masih banyak pondok pesantren

yang menggunakan sistem tradisional khususnya pondok-pondok pesantren salaf,

yang menggunakan metode wetonan (halaqoh) dan bandongan. Walaupun dalam

perkembangannya sekarang sudah banyak pesantren yang menggunakan sistem

madrasah atau sekolah. Pelaksanaan pembelajaran kitab ini secara bertahap dari

kurikulum tingkat dasar yang mengajarkan kitab-kitab sederhana, kemudian

tingkat lanjutan dan takhasus. Dalam pembelajaran ini menggunakan beberapa

metode. Secara umum pesantren memiliki beberapa macam metode yang

digunakan dalam kegiatan pembelajaran kitab kuning atau kitab klasik. Di antara

metode yang digunakan adalah sebagai berikut: Hafalan , Sorogan, Wetonan atau

Bandongan, Mudzakarah atau Musyawarah, dan Lalaran.

Dari kelima metode tersebut di pondok pesantren pengajaran kitab kuning

memakai dua sistem. Pertama sistem sorogan (individual) dan sistem wetonan

(kolektif). Kedua sistem ini masih tetap dilakukan sampai sekarang untuk

mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikan di pondok

pesantren. Walaupun sebagian besar pondok pesantren berorientasi modern,

namun tetap berusaha mengabadikan sejarah dan mengintegrasikan sistem salafi

dan sekolah formal (madrasah).2

Apabila kita mendengar kata kitab, maka kita langsung terfokus pada

pondok pesantren. Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di

Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok berasal dari

pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu,

2
Abuddin Nata. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Angkasa: Bandung, hal.179

3
atau berasal dari kata arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama. Pesantren

berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti

tempat tinggal santri.3 Bertitik tolak pada pengertian metode pengajaran yaitu

suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan,

maka fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan, karena metode mengajar

tresebut turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan

merupakan bagian integral dalam suatu system pengajaran.4

Wawan Sardjito memaparkan Penerapan metode sorogan ialah suatu

metode dimana seorang santri menghadap kiyai seorang demi seorang dengan

membawa kitab yang akan di pelajari. Kiyainya membacakan kitab berbahasa

arab secara kalimat demi kalimat, kemudian menerjemahkannya dan menerangkan

maksudnya. Zamakhsyari Dhofier berpendapat metode sorogan ialah Santri

menyimak dan mengesahkan (Jawa; ngesahi) dengan memberi catatan pada

kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh Kyai. Pada

giliranya Santri mengulangi dan menterjemahkanya kata demi kata sepersis

mungkin seperti yang dilakukan oleh gurunya. Dengan cara demikian para santri

mengetahui baik maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab.5

Pengkajian diberikan secara individual. Seorang murid mendatangi

seorang guru yang membacakan beberapa baris kitab-kitab bahasa Arab dan

menerjemahkan kedalam bahasa daerah masing-masing diseluruh wilayah

3
Zamakhsyari Dhofier. 2011. Tradisi Pesantren. (Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia). PT. LP3ES: Jakarta.hal.41
4
M. Basyiruddin Usman. 2002. Metodelogi Pembelajaran Agama Islam. Ciputat Press:
Jakarta.hal.31
5
Zamakhsyari Dhofier.1994. Tradisi Pesantren. PT. LP3ES: Jakarta.hal.28

4
Indonesia. Pada gilirannya murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata

persis seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem penerjemahan dibuat

sedemikian rupa sehingga para murid diharapkan mengetahui baik arti maupun

fungsi kata dalam bahasa Arab. Dengan demikian murid-murid dapat belajar tata

bahasa Arab langsung dari kitab-kitab tersebut.6

Metode sorogan pembelajaran kitab kuning merupakan bagian yang paling

sulit dari keseluruhan metode pendidikan pesantren, sebab metode sorogan

menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi guru dalam

membimbing murid. Kebanyakan murid-murid mengkaji di pedesaan gagal dalam

pendidikan dasar ini. Disamping itu, banyak diantara mereka yang tidak

menyadari bahwa mereka seharusnya mematangkan diri pada tingkat sorogan ini

sebelum mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren, sebab pada dasarnya

hanya murid-murid yang telah menguasai metode sorogan sajalah yang dapat

memtik keuntungan dari metode bandongan dipesantren.

Metode sorogan terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama atau

permulaan bagi seorang santri yang baru belajar kitab kuning dan bercita-cita

menjadi seorang alim. Metode ini memungkinkan seorang guru mengawasi,

menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seseorang dalam

menguasai bahasa arab. Metode membaca kitab dilakukan oleh pondok pesantren

guna mengetahui sejauh mana kemampuan santri dalam membaca kitab kuning

atau kitab gundul.. Pondok Pesantren Wali Songo adalah pondok pesantren yang

Zamakhsyari Dhofier. 2011. Tradisi Pesantren. (Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
6

Mengenai Masa Depan Indonesia). PT. LP3ES: Jakarta.hal.53

5
masih melestarikan budaya pesantren yang tradisional. Dengan sistem mengaji

bandongan dan sorogan, pondok pesantren ini tidak terbawa arus modernisasi.

Perlunya kelancaran membaca kitab kuning menjadi penting ketika

seseorang sudah di cap sebagai santri, karena setelah keluar dari Pondok

Pesantren seorang santri mempunyai banyak tuntutan dari masyarakat dari arah

manapun. Sedangkan mayoritas ilmu di pondok pesantren tercover dalam kitab-

kitab kuning atau kitab gundul karangan para ulama terdahulu. Untuk itu di

Pondok Pesantren menerapkan metode sorogan untuk menyampaikan materi dari

kitab-kitab kuning mengenai hukum-hukum islam, akhlak, fiqih, dan lain-lain,

akan tetapi kemampuan santri masih belum maksimal, misalnya dalam membaca

kitab kuning masih banyak kekeliruan mengenai arti atau makna kitabnya belum

terlihat dengan baik penguasaan terkait penjelasan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustadz Ali Fauzi, seorang Kepala

Madrasah Diniyah Wali Songo pada hari Rabu, 2 September 2020 di Pondok

Pesantren Wali Songo, cara membaca kitab masih menggunakan cara lama yaitu

bandongan dan sorogan. Hal ini dilakukan guna santri pondok pesantren Wali

Songo dapat membaca kitab dengan lancar, dengan baik dan benar.7 Seorang

santri mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam membaca kitab. Ada

yang mudah faham, ada pula yang sulit memahaminya. Namun diakui secara

umum, penjelasan bisa dapat di terima dengan mudah bila menggunakan metode

tertentu, Gunanya agar santri mudah memahami cara membaca kitab yang baik

dan benar, menurut dirinya sendiri.

7
Observasi awal (Wawancara) pada tanggal 2 September 2020 pukul : 20.00 WIB

6
Kemudian ditemukan satu masalah yaitu mengenai kemampuan membaca

kitab kuning di Pondok Pesantren Wali Songo. Faktanya, banyak santri yang

mempunyai kemampuan baik dalam membaca kitab, Tetapi masih banyak

ditemukan santri yang kurang bisa membaca kitab dengan lancar. Sementara itu,

metode yang digunakan untuk santri adalah metode sorogan. Metode sorogan ini

telah digunakan sejak awal mendirikan pondok-pondok pesantren di Indonesia.

Metode sorogan juga dipakai oleh Pondok Pesantren Wali Songo. Hal ini

dilakukan karena metode sorogan membuat para santri dapat membaca kitab

dengan baik dan benar.

Berangkat dari latar belakang masalah yang di paparkan diatas, penulis

tertarik untuk mengangkat judul tentang “Penerapan Metode Sorogan Dalam

Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning Pada Santri Kelas Wustho

Tsalis Madrasah Diniyah Wali Songo Tahun Ajaran 2020/2021 ”

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka penulis

memfokuskan masalah penelitian ini pada metode sorogan dalam rangka

meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning pada santri kelas Wustho Tsalis

Madrasah Diniyah Wali Songo Tahun Pelajaran 2020/2021

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini ada 2 pertanyaan :

7
1. Apa sajakah yang dilakukan dalam pelaksanaan metode sorogan dalam

rangka meningkatkan kemampuan santri dalam membaca kitab kuning

di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Wali Songo tahun ajaran

2020/2021 ?

2. Apa sajakah yang dilakukan dalam penilaian metode sorogan dalam

rangka meningkatkan kemampuan santri dalam membaca kitab kuning

di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Wali Songo tahun ajaran

2020/2021?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan metode sorogan

dalam mempelajari kitab kuning di Madrasah Diniyah Pondok

Pesantren Wali Songo tahun ajaran 2020/2021

2. Untuk memperoleh gambaran tentang penilaian metode sorogan dalam

rangka meningkatkan kemampuan santri dalam membaca kitab kuning

di Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Wali Songo tahun ajaran

2020/2021

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. PENGERTIAN MEMBACA

Berbicara tentang kemampuan membaca santri, pengertian membaca itu

sendiri ialah kemampuan memahami, mengenali dan memahami isi sesuatu yang

8
tertulis (lambang-lambang tertulis) dengan melafalkannya atau mencernanya di

dalam hati. Pada hakikatnya, membaca adalah proses komunikasi antara pembaca

dengan penulis teks yang ditulisnya, maka secara langsung, didalamnya terjadi

hubungan kognitif antara bahasa lisan dengan tulisan.

Mengenai pentingnya kemampuan membaca sudah jelas diterangkan

dalam Al-Qur’an surah Al-alaq ayat 1-5:

Menurut dalil di atas, membaca adalah pelajaran paling awal yang di

ajarkan oleh malaikat Jiblil kepada nabi Muhammad, karena membaca adalah

sumber dari berbagai ilmu, bukan hanya untuk mempelajari ilmu al-Qur’an,

kemampuan membaca juga sangat dibutuhkan dalam memahami ilmu-ilmu agama

yang terkemas dalam berbagai kitab yang di sebut kitab kuning. Oleh karnanya,

jelaslah sudah bahwa membaca sangat penting dan perlu sekali adanya metode

yang efektif demi tercapainya kemampuan membaca yang baik dan benar.

Dalam mempelajari bahasa ada berbagai macam metode pembelajaran

yang bisa diterapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan perkembangan

zaman. Dari beragam metode pembelajaran tersebut tujuannya adalah memudah

kegiatan belajar mengajar supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kemudian

menurut observasi awal, kemampuan membaca kitab kuning di madrasah diniyah

wali songo khususnya di kelas wustho tsalis ini masih sangat kurang yang

9
disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kurang efektifnya menerapkan metode

yang ada.8

B. KITAB KUNING

1. Pengertian Kitab Kuning

Istilah kitab kuning pada mulanya diperkenalkan oleh kalangan luar

pesantren sekitar dua dasawarsa yang silam dengan nada merendahkan. Dalam

pandangan mereka kitab kuning dianggap sebagai kitab yang berkadar rendah,

ketinggalan zaman dan menjadi salah satu penyebab terjadinya stagnasi berfikir

umat. Pada mulanya sangat menyakitkan memang, tapi kemudian nama kitab

kuning diterima sebagai salah satu istilah teknis dalam studi kepesantrenan.9

Meskipun sebagian besar kalangan pesantren sudah bisa menerimanya,

namun masih terdapat sebagian yang lain yang mempersoalkan istilah kitab

kuning tersebut. Kelompok yang terakhir ini mengusulkan istilah lain yang lebih

apresiatif untuk menyebut kitab kuning, misalnya dengan sebutan kitab klasik.

Sementara pengertian yang umum beredar dikalangan pemerintah masalah

kepesantrenan adalah bahwa kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan

berbahasa arab atau berhuruf arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama masa

lampau (salaf) yang ditulis dengan format khas pra modern, sebelum abad ke-17

an Masehi. Mereka memberikan definisi secara lebih rinci bahwa yang termasuk

kitab kuning adalah kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama asing tapi secara

8
Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020

Affandi Mochtar 2009. Kitab Kuning & Tradisi Akademik Pesantren.Bekasi: PUSTAKA
9

ISFAHAN. Hal.32

10
turun menurun menjadi referensi yang dipedomani oleh para ulama Indonesia.

Atau ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang independen dan

sebagai komentar atau terjemahan atas kitab karya ulama asing.10

Dalam tradisi intelektual islam, khususnya di Timur Tengah, dikenal dua

istilah untuk menyebut kategori karya-karya ilmiah berdasarkan kuru atau format

penulisannya. Kategori pertama disebut Al-Kutub Al-Qodimah (kitab-kitab

klasik). Sedangkan kategori kedua disebut Al-Kutub Al-Ashriyyah (kitab-kitab

modern). Perbedaan yang pertama dari yang kedua antara lain dicirikan oleh cara

penulisannya yang tidak mengenal pemberhentian, tanda baca, dan kesan

bahasanya yang berat.dan klasik. Apa yang disebut kitab kuning pada dasarnya

mengacu pada kategotori yang pertama, Al-Kutub Al-Qodimah. Selain itu, karena

tidak dilengkapi dengan sandangan, kitab kuning juga kerap disebut oleh kalangan

pesantren sebagai “kitab gundul”, dank arena tentang waktu sejarah yang sangat

jauh dari kemunculannya sekarang, kitab kuning itu pun tidak luput dari sebutan

kitab kuno.

Spesifikasi kitab kuning secara umum terletak pada formatnya, yang

terdiri dari dua bagian. Yang pertama disebut bagian matan ( teks asal atau inti)

dan yang kedua bagian syarah (komentar atau teks penjelasan dari matan). Dalam

pembagian semacam ini, matan selalu diletakkan di bagian pinggir ( baik sebelah

kanan atau kiri ). Sementara syarah karena penuturannya jauh lebih banyak dan

panjang dibandingkan dengan matan, dia diletakkan di tengah halaman. Ukuran

panjang lebar kertas yang digunakan kitab kuning umumnya kira-kira 26 cm.
10
Abdurrahman Wahid. 1999. Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren. Bandung : Pustaka Hidayah hal.222.

11
Ciri khas lainnya terletak pada penjilidannya yang tidak total, artinya tidak

dijilid seperti buku. Ia hanya dilipat setiap kelompok halaman yang secara teknis

dikenal dengan istilah korasan. Jadi, dalam satu kitab kuning terdiri dari beberapa

korasan yang memungkinkan salah satu atau beberapa korasan itu dibawa secara

terpisah. Biasanya, ketika berangkat ke majlis pengkajian, santri hanya membawa

korasan tertentu saja sebagai bagian yang akan dipelajari bersama sang Kyai.11

Selain itu, yang membedakan kitab kuning dari yang lainnya adalah

metode mempelajarinya. Sudah dikenal, bahwa ada dua metode yang berkembang

di lingkungan pesantren untuk mempelajari kitab kuning, yaitu metode sorogan

dan metode bandongan. Cara yang pertama, santri membacakan kitab kuning di

hadapan sang Kyai, dan sang Kyai langsung menyaksikan keabsahan bacaan

santri baik dari konteks makna maupun bahasa ( nahwu dan shorf ). Sedangkan

cara yang kedua, santri secara kolektif mendengarkan bacaan dan bacaan sang

Kyai sambil masing-masing memberikan cacatan pada kitabnya. Penjelasan itu

bias berupa makna mufrodat atau penjelasan (keterangan tambahan). Penting

ditegaskan bahwa kalangan pesantren terutama salafi, memiliki cirri khas

membaca tersendiri yang dikenal dengan cara utawi-iki-iku. Sebuah cara

membaca dengan pendekatan grammar (nahwu dan shorof) yang ketat.

2. Pedoman Membaca Kitab Kuning

Tabel I

Jabatan Simbol Cara Membaca

Affandi Mochtar 2009. Kitab Kuning & Tradisi Akademik Pesantren.Bekasi: PUSTAKA
11

ISFAHAN. Ibid. Hal 34

12
Mubtada’ ‫م‬ Utawi

Khobar ‫خ‬ Iku

Fa’il ( pelaku fi’il) ‫فا‬/‫ف‬ Opo/sopo

Maf’ul bih ‫مف‬ Ing

Na’at ‫ص‬ Kang

Dzorof ‫ظ‬ Ing ndalem

Maf’ul mutlaq ‫مط‬ Kelawan

Maf’ul li ajlih ‫ع‬ Kerono

Badal ‫بد‬ Rupane

Hal ‫حلى‬ Hale

Tamyis ‫تم‬ Opone

3. Pengajaran Kitab Kuning

Pada masa lalu, pengajaran kitab-kuning terutama karangan-karangan

ulama yang menganut faham syafi’i, merupakan satu-satunya pengajaran formal

yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Yujuan utamanya ialah untuk

mendidik calon-calon ulama. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di

pesantren dapat digolongkan kedalam 8 kelompok jenis pengetahuan, yakni :

1) Nahwu dan shorof

13
2) Fiqih

3) Ushul fiqh

4) Hadits

5) Tafsir

6) Tauhid

7) Akhlak tasawuf

8) Tarikh

4. Indikator Membaca Kitab Kuning

Adapun indikator keberhasilan atau kemampuan membaca kitab kuning

adalah ebagai berikut :

1. Ketepatan Dalam Membaca

Ketepatan dalam membaca kitab kuning didasarkan atas kaidah

kaidah aturan membaca diantaranya santri mengetahui dan menguasai

kaidah kaidah nahwiyah dan shorfiyah sebagaimana diutarakan dan

dirumuskan oleh Taufiqul Hakim dalam Amsilati.

2. Pemahaman Mendalami Isi Bacaan

Aktivitas membaca tidaklah hanya membaca teks tertulis

melainkan membaca yang disertai dengan memahami teks tertulis tersebut,

baik berupa ide ide gagasan dan pokok pikiran yang dikehendaki oleh

penulis

3. Dapat Mengungkapkan Isi Bacaan

14
Setelah santri mampu membaca dengan tepat, santri diminta untuk

mengungkapkan isi bacaan dengan bahasa sendiri karena idealnya adalah

mampu membaca kitab kuning disertai juga mampu mengungkapkan isi

bacaan

5. Tes Kemampuan Membaca Kitab Kuning

Pelaksanaan tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengetahui

tingkat kemampuan membaca, mengukur pertumbuhan dan perkembangan

kemampuan membaca, serta mengetahui hasil pengajaran membaca kitab kuning.

Jika tes mendengar berkaitan erat dengan bahasa verbal atau artikulasi bunyi,

sedangkan tes kemampuan membaca berdasarkan bahasa non verbal atau simbol

tertulis.

Ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki untuk mengembangkan

keterampilan membaca kitab kuning antara lain adalah sebagai berikut :

 Kemampuan membedakan huruf dan kemampuan mengetahui

hubungan antara lambang dan bunyinya.

 Memahami makna kata sesuai konteks

 Memahami makna nyata sebuah kata

 Mengetahui susunan kata/ tarkib dalam bacaan

 Memahami nahwu dan shorof serta kaidah-kaidahnya

 Memahami gaya bahasa penulis

 Menemukan informasi tersurat maupun tersirat dalam bacaan

 Ketelitian dan kelancaran membaca

15
 Menentukan tema atau judul bacaan

 Menemukan ide pokok dalam bacaan.

Yang dimaksud dengan mengukur kemampuan membaca kitab kuning

pada dasarnya adalah mengukur kemampuan memahami teks bacaan bahasa arab.

Tetapi ada juga yang menambahnya dengan mengukur kemampuan kebenaran

membaca yang meliputi: kebenaran dalam membaca dari segi pengucapannya dan

kebenaran nahwu dan shorofnya,

Untuk mengukur kemampuan membaca dan memahami teks bacaan,

terdapat bebrapa tes yang dapat digunakan antara lain adalah sebagi berikut :

1. Membaca dengan suara keras

Disini siswa diminta untuk membaca teks bacaan bahasa arab yang telah

dipilih dan diseleksi disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Untuk

menghindari penilaian yang subjektif, maka dibuatkan pedoman penilaian yang

menjelaskan tentang unsur-unsur kemampuan yang akan dinilai dengan memberi

skor yang telah ditetapkan. Seperti : kelancaran dalam membaca, kebenaran

pengucapan huruf dan kalimat, kebenaran bacaan nahwu dan shorof.

Untuk mengukur kebenaran pelafalan kata dan kalimat dapat langsung

dilihat pada saat siswa membaca teks yang telah ditetapkan, sedangkan untuk

mengetahui kebenaran bacaan dari segi nahwu dan shorof dapat dilihat pada saat

siswa membaca atau dapat juga melalui pertanyaan yang berkaitan dengan nahwu

dan shorofnya, seperti : siswa diminta untuk menentukan fail, nubtada, maf’ul bih

16
dan lain-lain pada teks yang dibaca, atau siswa diminta untuk menentukan

kedudukan atau jabatan beberapa kata (i’rob).

2. Memahami teks bacaan

Untuk mengukur kemampuan memahami teks bacaan bahasa arab, ada

beberapa bentuk teks yang dapat digunakan antara lain : pilihan ganda, benar

salah, isian singkat, dan menjodohkan.

C. METODE SOROGAN

1, Pengertian Metode Sorogan

Sorogan berasal dari bahasa Jawa “sorog” yang memiliki arti

menyodorkan (Ridlwan Nasir, 2005: 110). Secara istilah metode ini disebut

sorogan karena santri menghadap kyai atau ustadz pengajar satu per satu dan

menyodorkan kitab untuk dibaca atau dikaji bersama dengan kyai atau ustadz

tersebut (Imam Banawi, 1993:97). Metode ini menitikberatkan pada

pengembangan kemampuan perseorangan yang mengandung prinsip-prinsip

system modul, belajar individual, belajar tuntas, dan maju berkelanjutan (Ali

Anwar,2011:89)

Metode sorogan masih digunakan di sebagian besar pondok pesantren

tradisional karena dianggap efektif dalam mendidik para santri untuk lebih aktif,

karena dalam metode ini, murid menghadap kepada gurunya satu per satu

sehingga gurunya bisa mengetahui sampai dimana tingkat kepahaman dan

kemampuan seorang murid terhadap suatu materi yang digunakan untuk sorogan.

Dengan cara ini bisa diketahui kemampuan murid dari berbagai aspeknya. Metode

17
sorogan ini juga memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan

mengembangkan kemampuan santri dalam menguasai materi pembelajaran.12

2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan

Berikut dijelaskan kelebihan dan kekurangan metode sorogan, yakni

diantaranya :

a. Kelebihan Metode Sorogan

Kemajuan individu lebih terjamin karena setiap santri dapat

menyelesaikan program belajarnya sesuai dengan kemampuan individu

masing-masing. Dengan demikian, kemajuan individual tidak terhambat

oleh keterbelakangan santri yang lain. Memungkinkan perbedaan

kecepatan belajar para santri sehingga ada kompetisi sehat antar santri,

memungkinkan seorang guru mengawasi dan membimbing secara

maksimalterhadap kemampuan seorang murid dalam menguasai

pelajarannya. Metode ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi

seorang santri untuk belajar ilmu agama.

b. Kelemahan Metode Sorogan

Bila dipandang dari segi waktu dan tenaga mengajar kurang

efektif, karena membutuhkan waktu yang relative lama apalagi bila

santri yang belajar sangat banyak akan membutuhkan waktu yang

sangat Panjang dan banyak mencurahkan tenaga untuk mengajar.

12
Dadan Nurul Haq dan Ari Kurniawan.2020.Metode Sorogan Peningkatan kemampuan
Santri Dalam Membaca Kitab Kuning. Purwokerto : Amerta Media. Hal. 20

18
Banyak menuntut kesabaran, kerajinan, ketekunan, keuletan dan

kedisiplinan pribadi seorang kyai. Tanpa ada sifat-sifat tertentu

tersebut, maka proses pembelajaran dengan menggunakan metode

sorogan tidak akan tercapai secara maksimal. System sorogan dalam

pembelajaran ini merupakan bagian paling sulit dari keseluruhan

system Pendidikan islam tradisional. (Muhtar Mubarok, 2012:11).

3. Teknik Pembelajaran Sorogan

Teknik Pembelajaran Sorogan bisa dijelaskan sebagai berikut :

a. Seorang santri yang mendapatkan giliran menyodorkan kitabnya

menghadap langsung secara tatap muka kepada ustadz pengampu

kitab tersebut. Kitab yang menjadi media sorogan diletakkan di

atas meja atau bangku kecil yang berada diantara mereka berdua.

b. Ustadz atau kyai membacakan teks dalam kitab dengan

menggunakan pedoman-pedoman membaca kitab yang telah

dipelajari. Kemudian memberikan makna perkata dengan Bahasa

yang mudah difahami.

c. Santri dengan tekun mendengarkan apa yang dibacakan ustadz atau

kyai dan mencocokkan dengan kitab yang dibawanya. Selain

mendengarkan dan menyimak, santri terkadang juga melakukan

pencatatan-pencatatan seperlunya.

d. Setelah selesai pembacaannya oleh ustadz atau kyai, santri

kemudian menirukan kembali apa yang telah di sampaikan di

19
depan, bisa juga pengulangan ini dilaksanakan pada pertemuan

selanjutnya sebelum memulai pelajaran baru. Dalam hal ini ustadz

atau kyai melakukan monitoring dan koreksi terhadap kesalahan

bacaan sorogan santri.13

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Wali Songo

Sukajadi

13
Departemen Agama 2003:9

20
Pelaksaaan adalah proses, cara, pembuatan, dan melaksanakan rancangan

atau keputusan. Sebagaimana menurut pengertian tersebut, maka yang peneiti

maksud dengan pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Wali songo

Sukajadi khususnya di kelas wustho tsalis yaitu “ suatu interaksi antara guru dan

murid dalam mempelajari khazanah keilmuan yang terkandung dalam kitab-kitab

kuno atau baru yang berbahasa arab yang bertujuan memberi wawasan intelektual

bagi murid agar mampu menguasai kajian-kajian keislaman dengan metode yang

dirancang dapat diterima oleh murid”.

Pelaksanaan pembelajaran kitab kuning tidak terlepas dari peran seorang

kyai atau ustadz. Mereka inilah yang memberikan bimbingan pada santri dalam

mempelajari kitab kuning. Pembelajaran kitab kuning adalah sebagai wahana

umtuk menyalurkan khasanah ilmu serta mengkaji karya ulama dan cendikia

muslim yang dilakukan oleh pesantren-pesantren. Hal ini amatlah baik bagi

perkembangan dan pemikiran serta moral para santri dikemudian hari, misalnya :

mengenai masalah kedokteran, santri dapat mempelajari kitan karya Ibnu Sina.

Mengenai masalah akhlak, santri dapat mempelajari kitab karya Imam Al-Ghazali.

Dan mengenai masalah fiqih, santri dapat mempelajari kitab karya Imam As-

Syafi’I dan masih banyak lagi kitab-kitab kuno karangan ulama-ulama terdahulu

yang dapat dipelajari.

Pembelajaran pesantren tidak dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu,

misalnya belajar di pesantren harus menempuh waktu tiga, empat atau lima tahun.

Tapi diserahkan kepada santri itu sendiri. Sehingga tolak ukur dan daya serap

diserahkan pada masing-masing pihak. Jika seandainya santri itu sudah cukup

21
dengan apa yang dia dapat selama di pondok pesantren maka dia boleh pulang

untuk melanjutkan belajarnya dirumah masing-masing begitu juga sebaliknya.

Pola pendidikan pesantren menuntut para santri untuk menanamkan secara

kuat nilai-nilai keikhlasan dalam segala tahapan pendidikan-pendidikan yang ada

di pesantren. Karena nilai tersebut berdampak serius dalam proses pendidikan di

pesantren. Pelaksanaan metode sorogan di pondok pesantren Wali Songo Sukajadi

dikolaborasikan dengan metode bandongan. Diawal pemebelajaran seorang ustadz

membacakan materi pembelajaran dengan metode bandongan, seorang santri

menuliskan arti yang dibacakan oleh ustadz (jawa: maknai) ke kitabnya masing-

masing. Kemudian ustadz menjelaskan kandungan isi yang dibacakan tersebut

kepada murid untuk menambah wawasan tentang pembelajaran kitab yang dikaji.

Kemudian metode sorogan dilakukan setelah adanya pembelajaran awal.

Metode sorogan ini secara teknis disampaikan ketika pembelajaran awal

bahwasannya sebagai tugas rutin seorang murid setiap minggunya. Seorang murid

diminta menghafalkan apa saja materi yang telah dibacakan guru atau ustadz

sebelumnya kemudian pertemuan selanjutnya diminta untuk membaca ulang

tetapi memakai kitab guru atau ustadz yang masih kosong atau belum ada

maknanya atau biasa disebut dengan kitab gundul. Seorang murid membaca di

depan guru dan guru menyimak dan membenarkan ketika ada bacaan yang kurang

pas atau salah. Kemudian selanjutnya seorang guru menanyai tentang tarokib dari

materi yang dibaca murid sebagai evaluasi seberapa kemampuan murid dalam

menguasai nahwu shorof.

22
Tujuan pelaksanaan pembelajaran metode sorogan di Pondok Pesantren

Wali Songo Sukajadi adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada

santri setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Yakni memenuhi indikator-

indikator pencapaian santri dalam membaca kitab kuning seperti yang telah

diuraikan pada kajian teori sebelumnya..

B. Penilaian Metode Sorogan di Pondok Pesantren Wali Songo Sukajadi


Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,

menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik

yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi

informasi yang bermakna dalam mengambil keputusan. Adapun tujuan dari

penilaian metode sorogan di Pondok Pesantren Wali Songo adalah

mendeskripsikan kecakapan belajar sehingga dapat diketahui kelebihan dan

kekurangan dalam proses belajar yang telah ditempuh. Dari sini dapat diketahui

berhasil atau tidaknya guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Apabila

hasilnya kurang baik, maka guru menentukan tindak lanjut dari hasil penilaian,

yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan pembelajaran yang selanjutnya.

Penilaian disini berfungsi sebagai alat untuk mengetahui seberapa berhasil

kan proses belajar-mengajar yang terjadi. Juga sebagai laporan kemampuan

belajar murid yang biasanya diberikan dalam bentuk raport. Selain itu juga,

penilaian membantu murid untuk merealisasikan dirinya guna mencapai

kompetensi yang seharusnya dicapai. Jika telah mendapatkan nilai yang

diharapkan, penilaian juga membantu murid mendapatkan kepuasan terhadap apa

yang telah dikerjakannya. Menumbuhkan keyakinan bahwa bila mereka

23
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu maka hasil yang didapatkan juga

aakan bagus dan memuaskan.

C. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Wali

Songo Sukajadi

Sesuai dengan kajian teori yang telah disebutjan sebelumnya, peneliti

menemukan beberapa kelebihan dan kelemahan metode sorogan yang terjadi di

lapangan diantaranya :

1. Kelebihan metode sorogan

 Kemampuan masing-masing individu terlihat jelas

 Kemajuan setiap individu dalam membaca kitab kuning di kelas wustho

tsalis Madrasah Diniyah Wali Songo terlihat nyata

 Menumbuhkan semangat bersaing untuk berkompetisi siapa yang paling

jauh dalam membaca kitab kuning

 Seorang guru menjadi sanagat faham atas kemampuan membaca setiap

murid

 Membangun mental santri yang merasa kesulitan dalam membaca kitab

kuning untuk tidak berhenti belajar karena ada kompetensi yang harus

dicapai

 Guru dapat menekankan dengan maksimal kepada setiap individu santri

untuk kompetensi yang harus dicapai sesuai kemampuan masing-masing

2 Kelemahan metode sorogan

24
 Waktu menjadi tidak terkendali karena memaksimalkan setiap individu,

metode sorogan ini membutuhkan waktu yang cukup panjang

 Tenaga dalam mengajar harus ekstra,

 Membutuhkan banyak kesabaran, ketekunan, kedisiplinan dan keuletan

dalam menghadapi setiap individu yang memiliki perbedaan kemampuan

 Santri banyak yang mengantuk ketika menunggu giliran sorogan

dikarenakan waktu yang cukup lama

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

25
Pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Wali Songo Sukajadi

dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning pada santri kelas

wustho tsalis Madrasah Diniyah Wali Songo. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan adanya aspek yang belum optimal dalam proses pembelajarannya,

diantaranya: aspek kerjasama dan pendukung antara pihak pendidik dan murid

serta semua pihak yang bersangkutan terhadap proses kegiatan belajar mengajar

santri. Mulai dari waktu yang kurang disiplin dalam menentukan kegiatan sorogan

dimulai sampai kepada guru yang terkadang tidak hadir dalam proses

pembelajaran begitupun murid yang sering membolos. Jika dibiarkan maka

selamanya kegiatan sorogan di Pondok Pesantren Wali Songo tidak akan

terlaksana dengan baik.

Penilaian metode sorogan dalam rangka meningkatkan kemampuan santri

dalam membaca kitab kuning di Madrasah Diniyah Wali Songo. Berdasarkan

hasil penelitian menunjukkan ada aspek yang kurang optimal diantaranya dari segi

langkah-langkah penilaiannya. Jika dibiarkan maka penilaian dalam metode

sorogan selamnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.

26
B. Lampiran

Kegiatan Sorogan Kitab Fathul Qorib Kelas Wustho Tsalis

27
DAFTAR PUSTAKA

Dhofier , Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren. (Studi Pandangan Hidup

Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia). PT. Jakarta: LP3ES

Dhofier ,Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren. Jakarta : PT. LP3ES

Mochtar ,Affandi.2009. Kitab Kuning & Tradisi Akademik Pesantren.

Bekasi: PUSTAKA ISFAHAN

Nata ,Abuddin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Angkasa: Bandung,

Nurul Haq, Dadan dan Kurniawan, Ari.2020.Metode Sorogan Peningkatan

kemampuan Santri Dalam Membaca Kitab Kuning. Purwokerto : Amerta Media.

Wahid, Abdurrahman. 1999. Pesantren Masa Depan, Wacana

Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Bandung : Pustaka Hidayah

28
29

Anda mungkin juga menyukai