PENDAHULUAN
memfokuskan pada ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tauhid, nahwu, shorof, fiqh,
hadits, tafsir, dan ilmu-ilmu yang menyangkut aqidah, hokum-hukum, dan ilmu
alat lainnya. Berrsamaan daripada hal itu, islam memandang pendidikan adalah
sebagai dasar utama seseorang diutamakan dan dimuliakan. Hal ini sebagaimana
dalil-dalil itulah yang membuat kita menjadi semangat untuk mengkaji dan
sebab hal itulah akan menjadi pedoman hidup seorang hamba yang mengharapkan
1
hidayah dan kebahagiaan di dunia dan akhirat serta sebagai penopang semangat
kyai yang mengamalkan ilmunya kepada orang lain. Untuk ,encapai tujuan
nahwu, shorof, ilmu bayan, mantiq, dan lain sebagainya. Dan kitab-kitab yang
dipakai kebanyakan kitab zaman kuno atau kitab klasik yang lebih dikenal di
masyarakat adalah kitab gundul atau lebih populernya disebut kitab kuning. Kitab
menggunakan bahasa arab tanpa memakai makna dan harokat yang dengan
Penggunaan kitab kuning merupakan tradisi keilmuan yang melekat dalam sistem
pesantren, kitab kuning telah menjadi jati diri (identity) dari pesantren (salafiyah)
itu sendiri. Karena itu, keberadaan kitab kuning identik dengan eksistensi
1
Dadan Nurul Haq dan Ari Kurniawan.2020.Metode Sorogan Peningkatan kemampuan
Santri Dalam Membaca Kitab Kuning. Purwokerto : Amerta Media. Hal.2
2
Dalam mempelajari isi kitab kuning ini masih banyak pondok pesantren
madrasah atau sekolah. Pelaksanaan pembelajaran kitab ini secara bertahap dari
digunakan dalam kegiatan pembelajaran kitab kuning atau kitab klasik. Di antara
metode yang digunakan adalah sebagai berikut: Hafalan , Sorogan, Wetonan atau
memakai dua sistem. Pertama sistem sorogan (individual) dan sistem wetonan
(kolektif). Kedua sistem ini masih tetap dilakukan sampai sekarang untuk
Apabila kita mendengar kata kitab, maka kita langsung terfokus pada
Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok berasal dari
pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu,
2
Abuddin Nata. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Angkasa: Bandung, hal.179
3
atau berasal dari kata arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama. Pesantren
berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti
tempat tinggal santri.3 Bertitik tolak pada pengertian metode pengajaran yaitu
suatu cara penyampaian bahan pelajaran untuk mencapai tujuan yang ditetapkan,
maka fungsi metode mengajar tidak dapat diabaikan, karena metode mengajar
tresebut turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dan
metode dimana seorang santri menghadap kiyai seorang demi seorang dengan
kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh Kyai. Pada
mungkin seperti yang dilakukan oleh gurunya. Dengan cara demikian para santri
mengetahui baik maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab.5
seorang guru yang membacakan beberapa baris kitab-kitab bahasa Arab dan
3
Zamakhsyari Dhofier. 2011. Tradisi Pesantren. (Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia). PT. LP3ES: Jakarta.hal.41
4
M. Basyiruddin Usman. 2002. Metodelogi Pembelajaran Agama Islam. Ciputat Press:
Jakarta.hal.31
5
Zamakhsyari Dhofier.1994. Tradisi Pesantren. PT. LP3ES: Jakarta.hal.28
4
Indonesia. Pada gilirannya murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata
sedemikian rupa sehingga para murid diharapkan mengetahui baik arti maupun
fungsi kata dalam bahasa Arab. Dengan demikian murid-murid dapat belajar tata
pendidikan dasar ini. Disamping itu, banyak diantara mereka yang tidak
menyadari bahwa mereka seharusnya mematangkan diri pada tingkat sorogan ini
hanya murid-murid yang telah menguasai metode sorogan sajalah yang dapat
permulaan bagi seorang santri yang baru belajar kitab kuning dan bercita-cita
menguasai bahasa arab. Metode membaca kitab dilakukan oleh pondok pesantren
guna mengetahui sejauh mana kemampuan santri dalam membaca kitab kuning
atau kitab gundul.. Pondok Pesantren Wali Songo adalah pondok pesantren yang
Zamakhsyari Dhofier. 2011. Tradisi Pesantren. (Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
6
5
masih melestarikan budaya pesantren yang tradisional. Dengan sistem mengaji
bandongan dan sorogan, pondok pesantren ini tidak terbawa arus modernisasi.
seseorang sudah di cap sebagai santri, karena setelah keluar dari Pondok
Pesantren seorang santri mempunyai banyak tuntutan dari masyarakat dari arah
kitab kuning atau kitab gundul karangan para ulama terdahulu. Untuk itu di
akan tetapi kemampuan santri masih belum maksimal, misalnya dalam membaca
kitab kuning masih banyak kekeliruan mengenai arti atau makna kitabnya belum
Madrasah Diniyah Wali Songo pada hari Rabu, 2 September 2020 di Pondok
Pesantren Wali Songo, cara membaca kitab masih menggunakan cara lama yaitu
bandongan dan sorogan. Hal ini dilakukan guna santri pondok pesantren Wali
Songo dapat membaca kitab dengan lancar, dengan baik dan benar.7 Seorang
yang mudah faham, ada pula yang sulit memahaminya. Namun diakui secara
umum, penjelasan bisa dapat di terima dengan mudah bila menggunakan metode
tertentu, Gunanya agar santri mudah memahami cara membaca kitab yang baik
7
Observasi awal (Wawancara) pada tanggal 2 September 2020 pukul : 20.00 WIB
6
Kemudian ditemukan satu masalah yaitu mengenai kemampuan membaca
kitab kuning di Pondok Pesantren Wali Songo. Faktanya, banyak santri yang
ditemukan santri yang kurang bisa membaca kitab dengan lancar. Sementara itu,
metode yang digunakan untuk santri adalah metode sorogan. Metode sorogan ini
Metode sorogan juga dipakai oleh Pondok Pesantren Wali Songo. Hal ini
dilakukan karena metode sorogan membuat para santri dapat membaca kitab
B. Fokus Masalah
meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning pada santri kelas Wustho Tsalis
C. Rumusan Masalah
7
1. Apa sajakah yang dilakukan dalam pelaksanaan metode sorogan dalam
2020/2021 ?
2020/2021?
D. Tujuan Penelitian
2020/2021
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. PENGERTIAN MEMBACA
sendiri ialah kemampuan memahami, mengenali dan memahami isi sesuatu yang
8
tertulis (lambang-lambang tertulis) dengan melafalkannya atau mencernanya di
dalam hati. Pada hakikatnya, membaca adalah proses komunikasi antara pembaca
dengan penulis teks yang ditulisnya, maka secara langsung, didalamnya terjadi
ajarkan oleh malaikat Jiblil kepada nabi Muhammad, karena membaca adalah
sumber dari berbagai ilmu, bukan hanya untuk mempelajari ilmu al-Qur’an,
yang terkemas dalam berbagai kitab yang di sebut kitab kuning. Oleh karnanya,
jelaslah sudah bahwa membaca sangat penting dan perlu sekali adanya metode
yang efektif demi tercapainya kemampuan membaca yang baik dan benar.
yang bisa diterapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan perkembangan
wali songo khususnya di kelas wustho tsalis ini masih sangat kurang yang
9
disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kurang efektifnya menerapkan metode
yang ada.8
B. KITAB KUNING
pesantren sekitar dua dasawarsa yang silam dengan nada merendahkan. Dalam
pandangan mereka kitab kuning dianggap sebagai kitab yang berkadar rendah,
ketinggalan zaman dan menjadi salah satu penyebab terjadinya stagnasi berfikir
umat. Pada mulanya sangat menyakitkan memang, tapi kemudian nama kitab
kuning diterima sebagai salah satu istilah teknis dalam studi kepesantrenan.9
namun masih terdapat sebagian yang lain yang mempersoalkan istilah kitab
kuning tersebut. Kelompok yang terakhir ini mengusulkan istilah lain yang lebih
apresiatif untuk menyebut kitab kuning, misalnya dengan sebutan kitab klasik.
berbahasa arab atau berhuruf arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama masa
lampau (salaf) yang ditulis dengan format khas pra modern, sebelum abad ke-17
an Masehi. Mereka memberikan definisi secara lebih rinci bahwa yang termasuk
kitab kuning adalah kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama asing tapi secara
8
Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Affandi Mochtar 2009. Kitab Kuning & Tradisi Akademik Pesantren.Bekasi: PUSTAKA
9
ISFAHAN. Hal.32
10
turun menurun menjadi referensi yang dipedomani oleh para ulama Indonesia.
Atau ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang independen dan
istilah untuk menyebut kategori karya-karya ilmiah berdasarkan kuru atau format
modern). Perbedaan yang pertama dari yang kedua antara lain dicirikan oleh cara
bahasanya yang berat.dan klasik. Apa yang disebut kitab kuning pada dasarnya
mengacu pada kategotori yang pertama, Al-Kutub Al-Qodimah. Selain itu, karena
tidak dilengkapi dengan sandangan, kitab kuning juga kerap disebut oleh kalangan
pesantren sebagai “kitab gundul”, dank arena tentang waktu sejarah yang sangat
jauh dari kemunculannya sekarang, kitab kuning itu pun tidak luput dari sebutan
kitab kuno.
terdiri dari dua bagian. Yang pertama disebut bagian matan ( teks asal atau inti)
dan yang kedua bagian syarah (komentar atau teks penjelasan dari matan). Dalam
pembagian semacam ini, matan selalu diletakkan di bagian pinggir ( baik sebelah
kanan atau kiri ). Sementara syarah karena penuturannya jauh lebih banyak dan
panjang lebar kertas yang digunakan kitab kuning umumnya kira-kira 26 cm.
10
Abdurrahman Wahid. 1999. Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren. Bandung : Pustaka Hidayah hal.222.
11
Ciri khas lainnya terletak pada penjilidannya yang tidak total, artinya tidak
dijilid seperti buku. Ia hanya dilipat setiap kelompok halaman yang secara teknis
dikenal dengan istilah korasan. Jadi, dalam satu kitab kuning terdiri dari beberapa
korasan yang memungkinkan salah satu atau beberapa korasan itu dibawa secara
korasan tertentu saja sebagai bagian yang akan dipelajari bersama sang Kyai.11
Selain itu, yang membedakan kitab kuning dari yang lainnya adalah
metode mempelajarinya. Sudah dikenal, bahwa ada dua metode yang berkembang
dan metode bandongan. Cara yang pertama, santri membacakan kitab kuning di
hadapan sang Kyai, dan sang Kyai langsung menyaksikan keabsahan bacaan
santri baik dari konteks makna maupun bahasa ( nahwu dan shorf ). Sedangkan
cara yang kedua, santri secara kolektif mendengarkan bacaan dan bacaan sang
Tabel I
Affandi Mochtar 2009. Kitab Kuning & Tradisi Akademik Pesantren.Bekasi: PUSTAKA
11
12
Mubtada’ م Utawi
13
2) Fiqih
3) Ushul fiqh
4) Hadits
5) Tafsir
6) Tauhid
7) Akhlak tasawuf
8) Tarikh
baik berupa ide ide gagasan dan pokok pikiran yang dikehendaki oleh
penulis
14
Setelah santri mampu membaca dengan tepat, santri diminta untuk
bacaan
Jika tes mendengar berkaitan erat dengan bahasa verbal atau artikulasi bunyi,
sedangkan tes kemampuan membaca berdasarkan bahasa non verbal atau simbol
tertulis.
15
Menentukan tema atau judul bacaan
pada dasarnya adalah mengukur kemampuan memahami teks bacaan bahasa arab.
membaca yang meliputi: kebenaran dalam membaca dari segi pengucapannya dan
terdapat bebrapa tes yang dapat digunakan antara lain adalah sebagi berikut :
Disini siswa diminta untuk membaca teks bacaan bahasa arab yang telah
dilihat pada saat siswa membaca teks yang telah ditetapkan, sedangkan untuk
mengetahui kebenaran bacaan dari segi nahwu dan shorof dapat dilihat pada saat
siswa membaca atau dapat juga melalui pertanyaan yang berkaitan dengan nahwu
dan shorofnya, seperti : siswa diminta untuk menentukan fail, nubtada, maf’ul bih
16
dan lain-lain pada teks yang dibaca, atau siswa diminta untuk menentukan
beberapa bentuk teks yang dapat digunakan antara lain : pilihan ganda, benar
C. METODE SOROGAN
menyodorkan (Ridlwan Nasir, 2005: 110). Secara istilah metode ini disebut
sorogan karena santri menghadap kyai atau ustadz pengajar satu per satu dan
menyodorkan kitab untuk dibaca atau dikaji bersama dengan kyai atau ustadz
system modul, belajar individual, belajar tuntas, dan maju berkelanjutan (Ali
Anwar,2011:89)
tradisional karena dianggap efektif dalam mendidik para santri untuk lebih aktif,
karena dalam metode ini, murid menghadap kepada gurunya satu per satu
kemampuan seorang murid terhadap suatu materi yang digunakan untuk sorogan.
Dengan cara ini bisa diketahui kemampuan murid dari berbagai aspeknya. Metode
17
sorogan ini juga memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan
diantaranya :
kecepatan belajar para santri sehingga ada kompetisi sehat antar santri,
pelajarannya. Metode ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi
12
Dadan Nurul Haq dan Ari Kurniawan.2020.Metode Sorogan Peningkatan kemampuan
Santri Dalam Membaca Kitab Kuning. Purwokerto : Amerta Media. Hal. 20
18
Banyak menuntut kesabaran, kerajinan, ketekunan, keuletan dan
atas meja atau bangku kecil yang berada diantara mereka berdua.
pencatatan-pencatatan seperlunya.
19
depan, bisa juga pengulangan ini dilaksanakan pada pertemuan
BAB III
PEMBAHASAN
Sukajadi
13
Departemen Agama 2003:9
20
Pelaksaaan adalah proses, cara, pembuatan, dan melaksanakan rancangan
Sukajadi khususnya di kelas wustho tsalis yaitu “ suatu interaksi antara guru dan
kuno atau baru yang berbahasa arab yang bertujuan memberi wawasan intelektual
bagi murid agar mampu menguasai kajian-kajian keislaman dengan metode yang
kyai atau ustadz. Mereka inilah yang memberikan bimbingan pada santri dalam
umtuk menyalurkan khasanah ilmu serta mengkaji karya ulama dan cendikia
muslim yang dilakukan oleh pesantren-pesantren. Hal ini amatlah baik bagi
perkembangan dan pemikiran serta moral para santri dikemudian hari, misalnya :
mengenai masalah kedokteran, santri dapat mempelajari kitan karya Ibnu Sina.
Mengenai masalah akhlak, santri dapat mempelajari kitab karya Imam Al-Ghazali.
Dan mengenai masalah fiqih, santri dapat mempelajari kitab karya Imam As-
Syafi’I dan masih banyak lagi kitab-kitab kuno karangan ulama-ulama terdahulu
misalnya belajar di pesantren harus menempuh waktu tiga, empat atau lima tahun.
Tapi diserahkan kepada santri itu sendiri. Sehingga tolak ukur dan daya serap
diserahkan pada masing-masing pihak. Jika seandainya santri itu sudah cukup
21
dengan apa yang dia dapat selama di pondok pesantren maka dia boleh pulang
menuliskan arti yang dibacakan oleh ustadz (jawa: maknai) ke kitabnya masing-
kepada murid untuk menambah wawasan tentang pembelajaran kitab yang dikaji.
bahwasannya sebagai tugas rutin seorang murid setiap minggunya. Seorang murid
diminta menghafalkan apa saja materi yang telah dibacakan guru atau ustadz
tetapi memakai kitab guru atau ustadz yang masih kosong atau belum ada
maknanya atau biasa disebut dengan kitab gundul. Seorang murid membaca di
depan guru dan guru menyimak dan membenarkan ketika ada bacaan yang kurang
pas atau salah. Kemudian selanjutnya seorang guru menanyai tentang tarokib dari
materi yang dibaca murid sebagai evaluasi seberapa kemampuan murid dalam
22
Tujuan pelaksanaan pembelajaran metode sorogan di Pondok Pesantren
Wali Songo Sukajadi adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada
indikator pencapaian santri dalam membaca kitab kuning seperti yang telah
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik
kekurangan dalam proses belajar yang telah ditempuh. Dari sini dapat diketahui
berhasil atau tidaknya guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Apabila
hasilnya kurang baik, maka guru menentukan tindak lanjut dari hasil penilaian,
belajar murid yang biasanya diberikan dalam bentuk raport. Selain itu juga,
23
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu maka hasil yang didapatkan juga
Songo Sukajadi
lapangan diantaranya :
murid
kuning untuk tidak berhenti belajar karena ada kompetensi yang harus
dicapai
24
Waktu menjadi tidak terkendali karena memaksimalkan setiap individu,
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
25
Pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren Wali Songo Sukajadi
dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning pada santri kelas
diantaranya: aspek kerjasama dan pendukung antara pihak pendidik dan murid
serta semua pihak yang bersangkutan terhadap proses kegiatan belajar mengajar
santri. Mulai dari waktu yang kurang disiplin dalam menentukan kegiatan sorogan
dimulai sampai kepada guru yang terkadang tidak hadir dalam proses
hasil penelitian menunjukkan ada aspek yang kurang optimal diantaranya dari segi
26
B. Lampiran
27
DAFTAR PUSTAKA
Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia). PT. Jakarta: LP3ES
28
29