Anda di halaman 1dari 7

Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional dan Metode pembelajaran

modern (tajdid). Metode tradisional yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan


menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan.

Macam macam metode tradisional:

1. Metode sorogan, yaitu merupakan suatu metode yang biasa digunakan pondok pesantren
pada zaman dahulu yang santri nya berjumlah sedikit, dilakukan dengan cara guru
menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual, biasanya metode ini di lakukan di
Mushola, masjid atau terkadang di rumah-rumah.

Metode ini juga di khususkan untuk kelompok santri pada tingkat rendah yaitu santri yang
baru menguasai pembacaan al Qur’an. Para pengajar di tuntut untuk menerapan metode
sorogan ini kepada santri dengan kesabaran dan keuletan, sedangkan Santri dituntut untuk
memiliki disiplin tinggi, metode ini kurang efektif dan efisien karna membutuhkan waktu
yang cukup lama.

2. Metode wetonan atau yang disebut juga bandongan yaitu metode tradisional yang paling
utama di lingkungan pesantren. metode ini di lakukan dengan cara guru membaca,
menerjemahkan, menerangkan serta menelaah buku-buku Islam, sedangkan para santri
mendengarkan kemudian mencatat point point penting yang guru terangkan..

Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri bersikap tidak aktif, karena santri hanya
mendengarkan tidak dilatih mengekspresikan daya kritisnya, metode ini juga santri bebas
mengikuti pelajaran karena tidak diabsen seperti biasanya.

3. Metode muhadharah yaitu metode latihan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa


arab. Kegiatan ini biasanya diwajibkan disetiap Pondok Pesantren kepada para santrinya
selama mereka di Pondok Pesantren. Metode ini untuk melatih Percakapan antar sesama
santri atau santri dengan ustadznya, kyainya pada waktu tertentu. Pada metode ini guru
memberikan kosa kata bahasa arab atau bahasa inggris kepada santri untuk dihafalkan sedikit
demi sedikit, setelah banyaknya santri menguasai kosa kata tersebut, mereka sudah
diwajibkan untuk menggunakan bahasa arab dan inggris dalam percakapan sehari-hari.

4. Metode hiwar atau musyawarah,metode ini sama dengan metode diskusi yang biasa pada
umumnya. Bedanya metode ini dilaksanakan dalam rangka pendalamkan materi yang sudah
di kuasai santri. Metode ini berciri khas yaitu santri dan guru terlibat dalam sebuah forum
perdebatan untuk memyelesaikan masalah yang di perdebatkan.

5. Metode hafalan atau tahfidz yang diterapkan di pesantren-pesantren, umumnya dipakai


untuk menghafalkan kitab-kitab tertentu atau juga sering juga dipakai untuk menghafalkan
Al-Qur’an, baik surat-surat pendek maupun secara keseluruhan. Dalam metode hafalan para
santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan tertentu dalam jangka aktu tertentu.
Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian di “setorkan” dihadapan kyai atau ustadznya secara
priodik atau insidental tergantung kepada petunjuk sebelumnya. Dengan metode ini santri
mampu mengucapkan atau melafalkan sekumpulan materi pembelajaran secara lancar dengan
tanpa melihat atau membaca teks.

6. Metode Halaqoh, dikenal juga dengan istilah munazaharah, Sistem ini merupakan diskusi
untuk memahami isi kitab , bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya apa-
apa yang diajarkanoleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oeh kitab.
Metode ini dimaksudkan sebagai penyajian bahan pelajaran dengan cara murid atau santri
membahasnya bersama-sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah
tertentu yang ada dalam kitab kuning.

7. Metode pembelajaran modern (tajdid), yakni metode pembelajaran hasil pembaharuan


kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode yang berkembang pada masyarakat
modern, walaupun tidak diikuti dengan menerapkan sistem modern, seperti sistem sekolah
atau madrasah.
Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional, yaitu model sorogan
dan model bandongan. Baik dengan model sorogan maupun bandongan keduanya dilakukan
dengan pembacaan kitab yang dimulai dengan pembacaan tarjamah, syarah dengan analisis
gramatikal, peninjauan morfologi dan uraian semantik. Kyai sebagai pembaca dan
penerjemah, bukanlah sekadar membaca teks, melainkan juga memberikan pandangan-
pandangan (interpretasi) pribadi, baik mengenai isi maupun bahasanya. Kedua model
pengajaran ini oleh sementara pakar pendidikan dianggap statis dan tradisional.

Secara teknis, model sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap guru seorang demi
seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Sedangkan model bandongan (weton)
lebih bersifat pengajaran klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling
Kyai menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadwal.

Kurikulum di Pondok Pesantren

Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh setiap guru

selalu bermula dari dan bermuara pada komponen-komponen

pembelajaran yang tersurat dalam kurikulum. Pernyataan ini

didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan pembelajaran yang

diselenggarakan oleh setiap guru merupakan bagian utama dari

pendidikan formal yang syarat mutlaknya dalah adanya kurikulum

sebagai pedoman. Dengan demikian, guru dalam merancang program

pembelajaran akan selalu berpedoman pada kurikulum.

Pada lembaga pendidikan formal kurikulum adalah merupakan

salah satu bagian utama yang digunakan sebagai barometer

menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme

pendidikan, serta tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil


pendidikan. Oleh karena itu keberadaan kurikulum dalam sebuah

lembaga pendidikan sangat penting.

Dalam konteks pendidikan di pondok pesantren seperti yang

diungkapkan oleh Nurcholis Madjid bahwa istilah kurikulum tidak

terkenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan), walaupun

sebenarnya materi pendidikan sudah ada didalam pesantren, terutama

pada praktek pengajran bimbingan rohani dan latihan kecakapan hidup

di pesantren. Oleh karena itu, kebanyakan pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan
pesantren secara eksplisit atau

mengimplementasikannya dalam kurikulum. Di samping itu tujuan

pendidikan pesantren sering hanya ditentukan oleh kebijakan kyai,

sesuai dengan perkembangan pesantren tersebut.8

Dalam perkembangannya dewasa ini dan juga untuk

menghadapi tantangan modernitas khususnya pendidikan islam,

Pesantren dengan jenis dan corak pendidikan yang dilaksanakan

dalam proses pencapaian tujuan instruksional selalu mengunakan

kurikulum, sehingga kemudian tidak ada keterasingan istilah

kurikulum di dunia pesantren.

Sebagaimana disinggung diatas bahwa kurikulum merupakan

salah satu komponen atau instrument dari suatu lembaga pendidikan,

termasuk pendidikan pesantren. Kurikulum merupakan pengantar

materi yang dianggap efektif dan efisien dalam menyampaikan misi

dan pengoptimalisasian sumber daya manusia (santri). Dalam upaya

mencapai tujuan pendidikan sebagaimana tujuan didirikannya

pesantren yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim


dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta

mengamalkannya dalam masyarakat.

Tentang kurikulum itu sendiri banyak ahli yang

mendefinisikan kurikulum ini, ada yang mengandung makna luas dan

ada yang mengandung makna terbatas. Nasution mengemukakan

pandangannya bahwa kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan

sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai wahana belajar
mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai

dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesua

dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat.9

Sedangkan

menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional di Indonesia pasal 36 ayat (2) dijelaskan bahwa kurikulum

dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan

pendidikan, potensi daerah dan peserta didik pada semua jenjang dan

jenis pendidikan.

Kurikulum yang dikembangkan di pesantren dapat dibedakan

menjadi dua jenis sesuai dengan jenis pola pesantren itu sendiri, yaitu:

1. Pesantren Salaf (tradisional); kurikulum pesantren salaf yang

statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal hanya

mempelajari kitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, tafsir, hadis,

ushul fiqh, tasawuf, bahasa arab (Nahwu, sharaf, balaghah dan

tajwid), mantik, akhlak. Pelaksanaan kurikulum pesantren ini

berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang

dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal, menengah dan tingkat
lanjutan

2. Pesantren Modern; Pesantren jenis ini yang mengkombinasikan

antara pesantren salaf dan juga model pendidikan formal dengan

mendirikan satuan pendidikan semacam SD/MI,SMP/MTs,

SMA/SMK/MA bahkan sampai pada perguruan tinggi. Kurikulum

yang digunakan adalah kurikulum pesantren salaf yang

diadaptasikan dengan kurikulum pendidikan islam yang disponsori oleh Departemen Agama
dalam sekolah (Madrasah). Sedangkan

kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau

mungkin diterapkan melalui kebijaksanaan sendiri. Gambaran

kurikulum lainnya adalah pada pembagian waktu belajar, yaitu

mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di

perguruan tinggi (madrasah) pada waktu kuliah. Sedangkan waktu

selebihnya dengan jam pelajaran yang padat dari pagi sampai

malam untuk mengkaji keilmuan islam khas pesantren (pengajian

kitab klasik).10

Kurikulum pendidikan pesantren modern yang merupakan

perpaduan antara pesantren salaf dan sistem sekolah diharapkan akan

mampu memumculkan output pesantren berkualitas yang tercermin

dalam sikap aspiratif, progresif dan tidak “ortodok”, sehingga santri

bisa secara cepat dan beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan

peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, karena

bukan golongan ekslusif dan memiliki kemampuan yang siap pakai.


Ridwan Abawihda, Kurikulum Pendidikan Pesantren dan Tantangan Perubahan Global
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar),

Anda mungkin juga menyukai