Anda di halaman 1dari 9

TUGAS METODOLOGI PEMBELAJARAN PAI

PONDOK PESANTREN KH ALI MAKSUM

KRAPYAK YOGYAKARTA

Tujuan

Pendekatan pesantren di era globalisasi adalah untuk mengetahui peran pondok pesantren
dalam pengembangan paendidikan Islam. Pembahasan ini menggunakan pendekatan kualitatif
dan metode studi literatur. Tujuan Pendidikan pesantren adalah dalam rangka membina
kepribadian Islami, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Alloh SWT. Berakhlak
mulia, bermanfaat dan berkhidmat kepada umat (khadim al-ummah). Pesantren telah lama
menjadi Lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa.
Pondok pesantren bukan hanya sebagai Lembaga keagamaan. Pondok pesantren berperan juga
sebagai Lembaga Pendidikan, keilmuan, pelatihan, pengembangan masyarakat, basis perlawanan
penjajahdan sekaligus sebagai simpul budaya.

Pendidikan adalah proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan
hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan Islam membimbing anak didik dalam perkembangan
dirinya, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama pada anak
didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum Islam. Pendidikan Agama ini dapat
membentengi kepribadian dan pembekalan untuk menghadapi era globalisasi. Dalam era
globalisasi , Indonesia harus melakukan reformasi terhadap proses pendidikan, dengan tekanan
menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para lulusan
dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global. Di samping itu, pendidikan
harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya untuk tercapainya kehidupan
masyarakat yang sukses.
Metode

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Oemar Hamalik menjelaskan pembelajaran merupakan suatu
kombinasiyang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Tiga Metode
pembelajaran adalah cara-cara yang digunakan pengajar atau instruktur untuk menyajikan
informasi atau pengalaman baru, menggali pengalaman peserta belajar, menampilkan unjuk
kerja peserta belajar, dan lain-lain4. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa metode belajar
adalah suatu cara yang ditempuh dalam menyajikan materi atau pelajaran yang akan disampaikan
untuk mencapai tujuan tertentu. Pentingnya penggunaan metode dalam mengajar adalah 5 karena
metode merupakan salah satu komponen dari pada proses pendidikan, metode merupakan alat
mencapai tujuan yang didukung oleh alat-alat bantu mengajar, dan metode merupakan alat
kebulatan dalam suatu sistem pendidikan diantaranya:

1) Metode Bandongan Metode pembelajaran ini biasanya berlangsung satu jalur (monolog),
yakni kiyai membacakan, menerjemahkan, dan kadang- kadang memberi komentar, sedang
santri atau anak didik mendengarkan penuh perhatian sambil mencatat makna harfiah (sah-
sahan)-nya dan memberikan simbol-simbol I’rob (kedudukan kata dalam struktur
kalimatnya).Bahasa daerahsetempat,kiyai membaca, menerjemahkan, menerangkan kalimat demi
kalimat kitab yang dipelajarinya, santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh
kiyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya masing-masing dengan kode-
kode tertentu sehingga kitabnya disebut kitab jenggot karena banyaknya catatan yang
menyerupai jenggot seorang kiyai.

2) Metode Sorogan Metode sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seorang
atau beberapa orang santri kepada kiyainya untuk diajari kitab tertentu, pengajian sorogan
biasanya hanya diberikan kepada santri- santri yang cukup maju, khususnya yangberminat
hendak menjadi kiyai. Zamakhsyari Dhofier menjelaskan Metode sorogan adalah seorang murid
mendatangi guru yang akan membacakan beberapa baris Al- Quran atau kitabkitab bahasa arab
dan menerjemahkan kata demi kata kedalam bahasa tertentu yang pada giliranya murid
mengulangi dan menerjemahkan kata perkata sepersis mungkin seperti yang dilakukan gurunya.
3) Metode Diskusi Metode diskusi dapat diartikan sebagai jalan untuk memecahkan sesuatu
permasalahan yang memerlukan jawaban alternatif yang dapat mendekati kebenaran dalam
proses belajarmengajar.Didalamforum diskusi atau munadhoroh ini, para santri biasanya mulai
pada jenjang menengah, membahas atau mendiskusikan suatu kasus dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari untuk kemudian dicari pemecahanya secara fiqih. Dan pada dasarnya para
santri tidak hanya belajar memetakan dan memecahkan suatu permasalahanhukum namun
didalam forum tersebut para santrijuga belajar berdemokrasi dengan menghargai pluralis
pendapat yang muncul dalam forum.
4) Metode Hafalan Suatu teknik yang dipergunakan oleh seorang pendidik dengan menyerukan
anak didiknya untuk menghafalkan sejumlah kata-kata (mufrodad), atau kalimat-kalimat maupun
kaidah-kaidah. Tujuan teknik ini adalah agar anak didik mampu mengingat pelajaran yang
diketahui serta melatih daya kognisinya, ingatan dan fantasinya.
5) Metode Klasikal Metode klasikal di pondok pesantren merupakan penyesuaian dari
perkembangan sekolah formal modern. Metode ini hanya mengambil sistem sekolah umum
dengan model berjenjang sepertiSekolah Dasar (Madrasah Diniyah Ibtidaiyah), Sekolah
Menengah Pertama (Madrasah Diniyah Tsanawiyah), Sekolah Menengah Atas (Madrasah
Diniyah Aliyah) dan Perguruan Tinggi (mahad Ali). Akan tetapi materi yang diajarkan pada
pesantren tetap menggunakan kitab kuning

6) Metode Tanya Jawab Suatu metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya dan murid
menjawab tentang materi yang akan di bahas

7.Metode Ceramah Metode ceramah adalah penerangan atau penuturan secara lisanoleh guru
terhadap kelas.Metodeinilah yang selama ini seringdigunakan dalam pengajaran di dalam kelas
pada pesantren.Metode ceramah dalam pengajaran kitab kuning di lembaga pendidikan formal
dapat digunakan apabila guru ingin menyampaikan hal-hal baru yang merupakan penjelasan
atau generalisasi darimateri/bahan pengajaran yang disampaikan. Menurut Nana Sudjana,
metode ceramah ini wajar digunakan apabila guru ingin mengajarkan topik baru, tidak ada
sumber bahan pelajaran pada siswa, dan menghadapi sejumlah siswa yang cukup banyak.
Hasil

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami,


menghayati, dan menga-malkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral
agama Islam sebagai pedoman hidup ber-masyarakat sehari-hari.Salah seorang informan yang
merupakan pengurus pesantren mengungkapkan pendapatnya mengenai tugas dan fungsi
pesantren di era modernisasi saat ini, beliau mengungkapkan bahwa Pesantren Najaahaan
berusaha ikut berperan da-lam menyediakan layanan pendidikan bagi masyarakat dalam bentuk
pen-didikan formal bernuansa keislaman. Fungsi tarbiyah atau fungsi pendidikan, ikhtiar yang
dilakukan oleh pesantren Najaahaan untuk mewujudkan fungsi ini dengan tetap melaksanakan
pendidikan kepesantrenan sekaligus mulai merin-tis pendidikan formal dengan men-jadikan
SDIT dan SMPIT Najaahaan sebagai langkah awal untuk ikut me-menuhi kebutuhan masyarakat
akan pendidikan formal tanpa menghilangkan pendidikan keagamaan sejak dini kepada anak-
anak.

Fungsi religius. Pesantren Najaahaan konsisten mengedukasi masyarakat dengan


pembiasaan kegiatan-kegiatan keagamaan untuk menjadikan masyarakat lebih religius memaknai
status keagamaannya serta menjadikan Pesantren Najaahan se-bagai pusat kegiatan keagamaan
masyarakat sekitar. Fungsi sosial. Salah satu fungsi sosial dari pesantren mencetak ulama. Dalam
hal ini pesantren Najaahaan sebagaimana yang diungkapkan pengurus kepada peneliti melalui
wawancara bahwa untuk fungsi yang satu ini pesantren Najaahaan secara terbuka menyam-
paikan tidak terlalu menargetkan hal ini, sebagaimana diketahui bahwa tid-ak semua individu
yang belajar di pondok pesantren memiliki cita-cita menjadi seorang ulama, tidak jarang mereka
yang masuk ke pondok justru dianggap anak atau individu yang bermasalah di lingkungannya.
Oleh karena itu ditegaskan bahwa yang ter-penting pesantren Najaahaan dapat bermanfaat bagi
santri nya dan masyarakat di sekitarnya.
Pembahasan

Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Jogjakarta didirikan oleh KH Ali Maksum pada
tahun 1952. Sebelumnya, KH Ali Maksum adalah santri di Pondok Pesantren Al-Hidayah di desa
Soditan, Lasem, Rembang yang diasuh oleh ayahnya sendiri, KH M Munawwir. Setelah ayahnya
wafat, KH Ali Maksum sempat mengajar di pesantren tersebut selama beberapa tahun. Namun,
karena pesantren tersebut tidak berkembang, ia kemudian memutuskan untuk mendirikan
pesantren sendiri di Krapyak, Yogyakarta. Lokasi pesantren ini berdekatan dengan Panggung
Krapyak, yakni bangunan serupa benteng. Sebelum mendirikan pesantren, KH Ali Maksum
sempat menimba ilmu di berbagai tempat, antara lain di Makkah. KH Ali Maksum (w. 1989)
adalah Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta periode II
(1942-1989). KH Ali Maksum meneruskan estafet kepemimpinan pesantren bersama-
sama dengan KHR. Abdullah Afandi Munawwir dan KHR. Abdul Qodir Munawwir
setelah KH. Munawwir bin Abdulloh Rosyad, sang pendiri Pondok Pesantren
Krapyak wafat (1942).

Kiai Ali juga dikenal sebagai seorang tokoh reformasi sistem pendidikan Islam
di pondok pesantren dengan model madrasi atau madrasah dengan menerapkan sistem
penjenjangan di pondok pesantren. Hal ini telah sejatinya telah Ia lakukan ketika
mencari menuntut ilmu di Tremas. Sebagaimana disebutkan Prof A. Mukti Ali dalam
bukunya Mukhdlor berjudul KH. Ali Maksum: Perjuangan dan Pemikiran-
Pemikirannya yang menyatakan, selama di Tremas Kiai Ali-lah yang menjadi
penggerak modernisasi pondok pesantren Tremas menjadi sistem madrasi pada tahun
1932. Setelah delapan tahun di Tremas, Ia menyerahkan amanah selama di Tremas
kepada keluarga kiai dan pengurus pondok. Madrasah yang telah dirintisnya
diserahkan kepada KH. Hamid Dimyati sebagai direktur, dan Mukti Ali sebagai wakil
direktur. Mukti Ali kelak menjadi Menteri Agama Republik Indonesia (1971-1978
M). Kesuksesan Kiai Ali dalam sistem pendidikan Pesantren Tremas barangkali
menjadi ciri khas perhatian Kiai Ali terhadap sistem pendidikan pesantren di Krapyak.
Selama Kiai Ali mengasuh pesantren Krapyak, tercatat beberapa pendidikan madrasah
telah beliau didirikan. Mulai dari madrasah diniyah pesantren hingga lembaga
pendidikan modern. Hingga kini pendidikan berbasis madrasi yang diwariskan Kiai
Ali Maksum Krapyak terus tumbuh dan berkembang pesat. Selain sebagai figur
pemimpin tertinggi di pondok pesantren, Kiai Ali juga aktif dalam organisasi
Konstituante Nahdlatul Ulama. Kiai Ali pada tahun 1975-1981 tercatat menjabat
sebagai Rais Syuriah PWNU DIY. Status dan peran Kiai Ali berhasil membentuk
jaringan yang sangat penting di kemudian hari. Ia benar-benar menjadi sentris
simbolisme dari berbagai jaringan baik kiai, santri, pejabat, akademisi, dan lainnya.
Kesimpulan

Merujuk pembahasan-pembahasan yang mengelaborasi beberapa rumusan masalah yang


menjadi fokus penelitian tesis ini, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai penegasan
hasil penelitian, yaitu : 1. Kemudahan melakukan apa saja di era globalisasi, banyak disebabkan
oleh pesatnya perkembangan sains dan teknologi, di satu sisi memberikan kemudahan hubungan
dan terbukanya aneka ragam informasi yang memungkinkan individu dalam masyarakat meniru
gaya hidup kosmopolit, dan pada sisi lain dapat menimbulkan perubahan-perubahan dan
pergeseran nilai. Pengaruh globalisasi terhadap pondok pesantren nilai-nilai substantif Islam
lewat pembelajaran kitab-kitab kuning yang terwujud dalam interaksi internal elemen-elemen
pondok pesantren Purba Baru ; (b) mengubah kepemimpinan kharismatik menjadi
kepemimpinan kolektif, sebagai upaya menjaga kontinuitas kehidupan pondok pesantren.
Lampiran
Harapan

pesantren juga dapat dipandang sebagai lembaga dakwah yang berperan besar dalam
pengembangan agama Islam di Indonesia. Pondok pesantren memandang pentingnya pendidikan
moral dan agama yang dimanifestasikan dalam prilaku dan aktivitas kehidupan sehari-hari
sebagai ibadah kepada tuhan. Pendidikan pondok pesantren terpusat pada pendalaman dan
penghayatan agama dengan lebih menekankan pada prilaku idealis normatif menurut rambu-
rambu hukum agama (fikih), dari perilaku meterialistis dan relevansinya dengan pengalaman
hidup keduniawian.

Pertama, transmisi ilmu dan keterampilan keagamaan Islam. Jadi alumni pesantren harus
memiliki ilmu dan terampil mengerjakan ibadah agama Islam,” ungkap ini saat menjadi
narasumber dalam Seminar Nasional “Harapan dan Tantangan Pesantren di Masa Depan” yang
diadakan oleh Pusat Kajian Pemikiran,kedua yakni merawat tradisi Islam, sesuai dengan teologi
Asy’ariah yang berada di tengah antara Khawarij dan Mu’tazilah, fikih Syafi’i yang menjadi
penengah antara yang golongan literal dan rasional, serta tasawuf al Ghazali.Ketiga, tambahnya,
pesantren juga sebagai tempat reproduksi ulama, walaupun nanti pada akhirnya tidak semua
santrinya menjadi ulama. “Karena di Indonesia, ulama itu bukan hanya soal ilmu namun dengan
pengakuan pula oleh masyarakat atau social recognition. Jadi kalau enggak diakui sebagai kiai,
maka enggak juga walaupun ilmunya dalam soal Islam,” papar pakar sejarah itu.

Anda mungkin juga menyukai