Anda di halaman 1dari 112

Hadist Tarbawi

Program Studi Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT PESANTREN


KH. ABDUL CHALIM

Agustus 2017
Penyusun: Muhammad Anas Ma`arif, M.Pd
Email: anasdt16@gmail.com

1
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
KATA PENGANTAR

Dalam Rangka proses kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi,


khususnya di Prodi Pendidikan Agama Islam Institut KH. Abdul Chalim
(IKHAC) Pacet. Perlu adanya pedoman bagi mahasiswa di dalam mata kuliah
Hadist tarbawi. apakah itu buku paket, modul dan lain sebagainya.

Mata kuliah Hadist Tarbawy berguna untuk mahasiswa sebagai pedoman


sebelum mengabdi pada masyarakat yang berfokus pada pendidikan baik
formal, informal atau non-formal. Tujuan umum dari mata kuliah ini adalah
agar mahasiswa terbekali tentang keguruan yang sekarang menjadi trending
pembahasan dalam dunia pendidikan. Mahasiswa agar bisa menjadi guru yang
professional sesuai dengan tujuan pendidikan islam yaitu memanusiakan
manusia.

Tujuan kusus mata kuliah hadist tarbawi mahasiswa mampu memahami,


menjelaskan dan mengimplementasikan hadis-hadis yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan, metode pendidikan, etika hubungan guru dan murid,
pendidikan diri, pendidikan anak, pendidikan keluarga, dan pendidikan
masyarakat. Mampu merencanakan, melaksanakan, proses pembelajaran
penuh dengan kasih sayang dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan tugas
sebagai pendidik yang profesional

Modul ini ditulis dan diharapkan menjadi literature mahasiswa dalam


mengambil mata kuliah Profesi Keguruan di Institut Pesantren KH. Abdul
Chalim (IKHAC) pada khususnya, dan tidak tertutup kemungkinan ada
faedahnya bagi pembaca di luar lingkungan Institut KH. Abdul Chalim (IKHAC)
pada umunya.

Mojokerto, 30 Oktober 2017

Rektor Institut Pesantren Kh


Abdul Chalim Pacet Mojokerto

Mauhibur Rahman, Lc. MIRKH

2
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
DAFTAR ISI
Kata Pengantar»»1
Daftar Isi »»2
Modul Hadis Tarbawi »»4
Pendahuluan»»4
Kegiatan Belajar 1 »»6
Metodologi dan Ruang Lingkup Hadist Tarbawi dan sisten Pendidikan»»6
Kegiatan Belajar 2»»16
Hadist Kewajiban Belajar dan Hakikat Pendidikan»»16
Kegiatan Belajar 3»»20
Hadist Tujuan Pendidikan Islam»»20
Kegiatan Belajar 4»»26
Hadist Materi Pendidikan Islam»»26
Kegiatan Belajar 5»»33
Hadist Pendidik/Guru»»33
Kegiatan Belajar 6»»38
Hadist Peserta didik/ Siswa»»38
Kegiatan Belajar 7»»46
Hadist Metode Pendidikan»»46
Kegiatan Belajar 8»»52
Hadist Media Pendidikan Islam»»52
Kegiatan Belajar 9»»59
Hadist Lingkungan Pendidikan Islam»»59
Kegiatan Belajar »»10
Hadist Pendekatan Dalam Pendidikan Islam»»64
Kegiatan Belajar 11»»71
Hadist Evaluasi Pendidikan Islam»»71
Kegiatan Belajar 12»»86
Hadist Pendidikan Keluarga»»86
Kegiatan Belajar 13»»92
Hadist Pedidikan Masyarakat»»92

3
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
Kegiatan Belajar 14»»103
Idelisme Guru/ Profesionalisme Guru»»103
Daftar Referensi»»108

4
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
MODUL HADIST TARBAWIE

MODUL I

Pendahuluan

Perkuliahan pertama ini difokuskan penjelasan pada mahasiswa tentang


deskripsi mata kuliah yaitu mengkaji hadist-hadist tentang pendidikan Islam
seperti kewajiban belajar, hakikat pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam,
kurikulum pendidikan Islam, pendidik/guru, peserta didik, metode pendidikan
Islam, media pendidikan Islam, lingkungan penidikan Islam, pendekatan
pendidikan Islam, dan evaluasi pendidikan Islam.

Capaian pembelajaran Mata Kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu


memahami, menjelaskan dan mengimplementasikan hadis-hadis yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, metode pendidikan, etika hubungan guru
dan murid, pendidikan diri, pendidikan anak, pendidikan keluarga, dan
pendidikan masyarakat. Mampu merencanakan, melaksanakan, proses
pembelajaran penuh dengan kasih sayang dapat dijadikan dasar dalam
mengembangkan tugas sebagai pendidik yang profesional.

Mata kuliah ini sangat penting dengan harapan memberikan bekal bagi
mahasiswa untuk memahami dan memiliki kemampuan untuk menerapkan
ajaran Islam berupa hadist pendidikan Islam sebagai pedoman dalam
mengkonsep pendidikan islam serta sebagai aplikasi dalam dunia pendidikan
sehingga nilai-nilai Islam dalam pendidikan semakin berkembang dan berjaya
di muka bumi.

Untuk membantu Anda dalam mempelajari modul ini, ada baiknya


diperhatikan beberapa petunjuk belajar berikut.

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda


memahami betul apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul ini;
2. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan
kata-kata yang Anda anggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata
kunci dalam istilah teknis pada modul ini atau dalam kamus yang ada;
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui

5
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa lain atau dengan
tutor Anda;
4. Terapkan pengertian-pengertian hadist tarbawi secara imajiner (dalam
pikiran) dan dalam situasi terbatas melalui simulasi sejawat (peer-group
simulation) pada saat tutorial;
5. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman
simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal pada saa tutorial;
6. Untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber lain yang
relevan. Anda dapat menemukan bacaan dari berbagai sumber, termasuk
dari internet

6
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
Kegiatan Belajar 1

METODOLOGI DAN RUANG LINGKUP HADIST SERTA SYSTEM


PENDIDIKAN
a. Pengertian Hadits Tarbawi Secara Umum
Hadits secara etimologi berarti cara atau jalan hidup yang biasa di
peraktikkan, baik ataupun buruk. Secara terminologi Hadits adalah segala
sesuatu yang dinisbahkan(disandarkan) kepada nabi SAW. Baik perkataan
(Qauli), perbuatan (Fi‟li), sikap/ketetapan (Taqriri) maupun sifat fisikis
rasul SAW.
‫ب‬ٛٞ‫ ٗؾ‬ٝ‫شا أ‬٣‫ روش‬ٝ‫ كؼال أ‬ٝ‫ال أ‬ٞ‫عِْ ه‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫ ط‬٠ّ ‫ٓب أػق ُِ٘ج‬
Untuk memberikan pengertian tentang tarbawi, maka perlu di ketahui
dari mana asal kata tersebut. Kata ‘‘Tarbawi‘‘ adalah terjemahan dari
bahasa arab,yakni Rabba Yurabbi Tarbiyyah. kata tersebut bermakna;
pendidikan, pengasuhan dan di pemeliharaan. Taqiyuddin M. Menyebut
potensi manusia ini berupa seperangkat instrumen dan content,
pendidikan yaitu akal pikiran, hatinurani dan panca indra. Melalui
seperangkat instrumen dan content pendidikan itulah sehingga begitu
manusia di lahirkan di atas bumi ini ia tetap siap menerima ajaran dari
alam atau dari manusia lain yang telah lebih dulu ada.
Berkaitan hal di atas, Longevel seperti yang di kutip Taqiyuddin M.
Mengklasifikasikan manusia ke dalam tiga golongan, yaitu; Pertama,
educable animal yaitu makhluk yang dapat di didik. Kedua, animal
educandum yaitu makhluk yang harus di didik. Ketiga homo education
yaitu makhluk Allah yang dapat menerima dan sekaligus memberikan
materi pendidikan.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan,
manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan kelebihannya
manusia ada yang bisa di ajar, da bimbing, di bina dan di latih sehingga
perulaki sosialnya menjadi baik. Inilah yang di maksud bahwa pungsi
pendidikan adalah mengarahkan perkembangan manusian ke arah yang
lebih baik. Dan dengan kelemahanang manusia tidak henti hentanya

7
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
berfikir, bertindak,belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya
demi mencapai tujuan yang di kehendakinya.
Menurut Sayyid Quthb bahwa apabila manusia merenungkan
penciptanya dan bantuk tubuhnya,panca indra dan anggota anggota
tubuhnya, kekuatan serta pengetahuannya,maka dia pasti mengakui
bahwa Allah adalah maha pencipta, karena tidak ada seorangpun selain
Allah yang mampu menciptakan alam semesta ini, baik yang kecil
maupum yang besar.
Yang dimaksud dengan bersyukur ialah menggunakan alat alat
tersebut untuk memperhatikan bukti bukti kebesaran dan keesaan
Tuhan,yang dapat membawa mereka beriman kepada Allah s.w.t serta taat
dan patuh kepada Nya kaum musyrikin memang tidak berbuat
demikian.Ayat ini juga menjelaskan tentang potensi yang di berikan Allah
SWT kepada manusia berupa pendengaran,penglihatan dan hati(akal)
supaya di jadikan alat untuk memperhatikan bukti bukti kebesaran dan
kekuasaan Allah SWT.
Untuk dapat mengembangkan potensi yang di miliki, maka manusia
perlu pendidikan. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena
pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk Allah yang di bekali dengan berbagai
kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan,
kemampuan mancari kebenaram dan kemampuan lainnya. Kemampuan
kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak
mendapatkan pendidikan.
Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk ‗‘Iqra‘‘dalam surat
Al Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rasulullah SAW. Iqra‟
di sini tidak bisa di artikan secara sempit sebagai bacalah, tetapi dalam arti
luas agar manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan
kemampuan yang telah Allah SWT berikan sebagai khalifah filardl.
Sehinnga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan dan
perwujudan tugas manusia Diriwayatkan oleh Adh Dhahhak bahwa Ibnu
Abbas bercerita mengenai ayat ini,bahwa tatkala Allah mengutus
Muhammad sebagai Rasul, banyak di antara orang orang arab yang tidak

8
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
mau menerima kenyataan itu dan beranggapan bahwa lebih agung untuk
mengutus seorang manusia sebagai RasulNya.
Menurut ilmu merupakan kewajiban kita selaku umat muslim,
sebagai mana sabda Rasulullah SAW yang artinya; Mencari ilmu itu wajib
bagi muslim dan muslimat dari kandungan sampai liang lahat.
Dalam Tafsir Al Misbah kata ‖attabi‟uka‘‘mengandung makna
sungguhan dalam upaya mengikuti itu.Ucapan Nabi Musa as,berikutnya
sungguh sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk di ajar tetapi
permintaannya di anjurkan dalam bentuk pertanyaan,‘‘Bolehkah aku
mengikutimu?‘‘kemudian beliau menamai pengajaran yang di
harapkannya itu sebagai ikutan,yakni beliau menjadikan diri beliau sebagi
pengikut dan pelajar.Disisi lain,beliau mengisaratkan keluasan ilmu
hamba yang shaleh itu sehingga Nabi Musa as.hanya mengharap kiranya
dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah di ajarkan kepadanya.Dalam
kontes itu,Nabi Musa as,tidak menyatakan‖,‗‘apa yang engkau ketahui
wahai hamba Allah‘‘,karena beliau sepenuhnya sadar bahwa ilmu itu harus
bertekad untuk bersungguh sungguh terhadap apa yang akan kita
pelajari.pepatah mengatakan‟‟Man jada wajadda‟‟ (barang siapa yang
bersungguh sungguh dalam mengerjakan sesuatu,maka pasti akan
berhasil).
Di dalam QS Al-Tahrim ayat 6 memberikan pelajaran bagi kita bahwa
kita harus menjaga diri kita dan keluarga dari siksa api neraka.Ayat ini
juga mengisaratkan tentang pentingnya pendidikan dalam keluarga
merupakan pendidikan yang pertama dan utama.
Adapun pendidikan yang di perankan oleh keluarga menurut Hasan
Langgulung ada tujuh bidang pendidikan,yaitu:
a.pendidikan jasmani
b.kesehatan
c.akal (intelektual)
d.keindahan
e.emosi dan psikologi
f.agama dan spiritual
g.akhlak

9
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
h.sosial dan politik
Orang tua dalam keluarga harus sejak dini memberikan pendidikan
agama kepada anak-anaknya.seperti sabda Rasulullah SAW yang
menyatakan:
‫ مرو اوالدكم بالصالة وهم أبداء سبع سنين واضربوهم عليها‬.‫قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
) ‫( رواه المسلم‬.‫وهم أبناء عسر وفرقو بينهم فى المضاجع‬

Artinya:‟‟perintahkanlah anak kalian melakukan sholat,apabila telah


mencapai usia tujuh tahun dan mencapai sepuluh tahun maka pukullah
karena dia meninggalkan sholat dan pisahkan mereka dari tempat
tidur‘‘(HR Muslim)
Mengapa orang tua di tuntut untuk memerintahkan anak yang
masih kecil untuk melakukan sholat? maksudnya,agar anak itu terbiasa
sehingga kelak sudah balegh, sholat itu menjadi kebiasan yang sulit di
tinggalkan.
Dalam terjemahan singkat tafsir ibnu kasir ada tiga sahabat yang
menafsirkan ayat ini yaitu:
A. Berkata ibnu abbas :‟‟tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu
semua kemedan perang dan meninggalkan rasulloh saw seorangn
diri ‗‘.
B. Berkata Qaatadah:‟‟jika rasulullah saw mengirim pasukan,maka
hendaklah sebagai pergi ke medan perang,sedangkan sebaian lain
tinggal bersama rasulullah saw.untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama,kemudian dengan pengetahuan yang
meraka peroleh itu, hendaklah mereka kembali kepada kaumnya
untuk memberi pringatan kepada mereka‘‘.
C. Berkata Adh-dhahhak:‘‘ jika Rasulullah saw mengajak berjihad
(perang total) maka tidak boleh tinggal di belakang kecuali mereka
yang beruzur. Akan tetapi jika Rasulullah Saw menyerukan
sebuah‟‟sariyyah‟‟(perang terbatas), maka hendaklah segolongan
pergi ke medan perang dan sebagian tinggal bersama rasulullah
saw memperdalam pengetahuannya tentang agama,untuk di
ajarkan kepada kaumnya apabila kembali‘‘.

10
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
Ayat ini mengigatkan orang tua dalam keluarga agar mementingkan
pendidikan agama anak-anaknya.Orang tua boleh kemana saja
menyekolahkan anak-anaknya (mencari ilmu umum) tapi jangan lupa
dibekala ilmu dan pengalaman agama. Orang tua hendaknya menjadikan
anak-anaknya sebagai orang intelek.Hal ini akan tercapai apabila
mempunyai ke dua ilmu tersebut,yakni ilmu pengetahuan umum dan ilmu
pengetahuan agama.Nabi pernah bersabda:
‫اآلخ َز ِة فَ َعلَ ْي ِه ِباْل ِع ْل ِم َو َمنْ أَ َرا َد هُ َما فَ َعلَ ْي ِه ِباْل ِع ْل ِم‬
ِ ْْ ‫من أَ َرا َد ال ُّد ْن َيا فَ َعلَ ْي ِه ِباْل ِع ْل ِم َو َمنْ أَ َرا َد‬
Artinya: Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan
dengan dunia,wajib memiliki ilmunya dan barang siapa yang ingin
selamat dan bahagia di akhirat wajib ia mengetahui ilmunya
pula,Barang siapa yang menginginkan ke dua-duanya wajib memiliki
ilmu ke dua-duanya.
Menurut Miftahurrobbani bahwa salah satu pokok kelemahan
ummat islam adalah kebodohan putra-putri ummat islam akan agamanya.
Hal ini dapat kita pahami,karna orang tua kadang-kadang menyadari
keseimbangan pendidikan terhadap anak-anaknya.Orang tua mendidik
anak agar dapat membaca koran, tetapi lupa untuk mendidik anak
membaca Al Qur‘an.Orang tua mengajar anak agar dapat menghormati
temen,tetapi lupa mengajar anak agar menghormati tuhan.
Pendek kata, orang tua menyekolahkan anaknya agar pandai dalam
pengetahuan umum,tetapi lupa menyekolahkan anaknya agar pandai
dalam pengetahuan agama.
b. Ruang Lingkup Hadits Tarbawi
Ilmu pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,karna di
dalamnya penuh dengan segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung. Objek ilmu pendidikan ialah
situasi pendidikan yang terdapat pada dunia pengalaman. Adapun Ruang
linngkup pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Pekerjaan Mendidik
Yang di maksud dengan pekerjaan mendidik disini ialah seluruh
kegiatan,tindakan atau perbuatan dan sikap yang di lakukan oleh
pendidik sewaktu menghadapi/mengasuh anak didik atau dengan

11
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
istilah yang lain yaitu sikap atau tindakan yang
menuntun,membimbing,memberikan pertolongan dari seorang
pendidik kepada anak didik untuk menuju pendidikan islam.
2) Pendidikan Dan Etik Mendidik
Subjek yang melaksanakan pendidikan islam,dan pendidik ini
mempunyai peranan penting terhadap berlangsungnya
pendidikan.baik atau buruknya pendidikan berpengaruh besar
terhadap hasil pendidikan islam dikelak kemudian hari.Dalam
pendidikan islam, pendidikan sering di sebut mu‘allim, muhazib,
ustaz, kiyai dan sebagainya. Disamping itu ada pula yang
menyebutnya dengan istilah mursyid, artinya yang memberi
petunjuk, karena mereka memang memberikan petunjuk-petunjuk
kepada anak didiknya.
3) Peserta Didik Dan Etikanya
Pihak yang merupakan objek terpenting dalam pendidikan. Hal ini
di sebabkan perbuatan atau tindakan pendidik itu di adakan atau di
lakukan hanyalah untuk membawa anak didik kearah tujuan
pendidikan islam yang kita cita-citakan. Dalam pendidikan islam
anak didik ini sering di sebut dengan istilah yang bermacam-
macam, antara lain santri, talib, muta‘allim, muhazab, tilmiz.
4) Kurikulum Pendidikan
Bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar ilmu agama
islam yang di susun sedemikian rupa ( dengan susunan yang lazim
tetapi logis) untuk di sajikan atau di sampaikan kepada anak didik.
Dalam pendidikan ini sering di sebut dengan istilah maddatut
tarbiyah.
5) Dasar Dan Tujuan Pendidikan
Landasan yang menjadi fondamen serta sumber dari segala
kegiatan pendidikan islam itu dilakukan. Maksudnya,pelaksanaan
pendidikan islam harus berlandasan atau bersumber dari landasan
tersebut.Dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan ialah Al
Qur‘an dan Al Hadits. Sedangkan tujuan pendidikan islam yaitu
arah kemana anak didik ini akan di bawa.Secara ringkas,Tujuan

12
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
pendidikan islam yaitu ingin membentuk anak didik menjadi
manusia (dewasa) Muslim yang takwa kepada Allah swt atau secara
ringkes, kepribadian manusia.
6) Metode Pendidikan
Cara yang paling tepat di lakukan oleh pendidik untuk
menyampaikan bahan atau materi pendidikan kepada anak didik.
Metode ini sini mengemukakan bagai mana mengolah,menyusun
dan menyajikan materi pendidikan agar materi pendidikan tersebut
dapat dengan mudah di terima dan di miliki oleh anak didik. Dalam
pendidikan islam pendidikan ini di sebut dengan istilah tariqatut
tarbiyah atau tariqatut tahzib.
7) Media Pendidikan
Media yang dapat di gunakan selama melaksanakan pendidikan
islam.agar pendidikan islam tersebut lebih berhasil
8) Evaluasi Pendidikan
Memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi/penilaian
terhadap hasil bejar anak didik.tujuan pendidikan islam umumnya
tidak dapat di capai sekaligus,melainkan melalui proses atau
pentahapan tertantu. Oleh karna itu untuk mencapai tujuan
pendidikan islam sering kali dilakukan evaluasi/penilaian pada
tahap atau fase dari pendidikan islam tersebut.
9) Lingkungan dan kejiwaan serta pengaruhnya di dalam proses
pendidikan yang di maksud dengan pendidikan disini ialah keadaan
yang ikut berpengaruh dalam pelaksanaan serta hasil pendidikan.
Lingkungan pendidikan sangat beser pengaruhnya dalam
membentuk kepribadian anak didik, olehnya itu hendakdi upayakan
agar lingkungan belajar senantiasa tercipta sehingga mendorong
anak didik untuk lebih giat belajar.
Dari uraian tersebut dapat di simpulkan,bahwa ruang lungkup
ilmu pendidikan itu sangat luas,sebab meliputi segala aspek yang
menyangkup penyelenggaraan pendidikan islam.
Adapun mengenai ilmu pendidikan Islam dapat di bedakan
menjadi objek materi dan objek formal. Objek materi ilmu pendidikan

13
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
islam yaitu anak didik yang masih dalam proses pertumbuhan, ia memiliki
berbagai kemungkinan untuk dituntun dan dikembangkan kearah tujuan
yang diinginkan. Sedangkan objek formal ilmu pendidikan islam yaitu
perbuatan mendidik yang ditujukan kepada anak didik untuk membawa
anak kearah tujuan pendidikan islam.

14
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
Modul II
Pendahuluan
Pada pertemuan kedua ini di harapkan mahasiwa mampu
mendiskripsikan, menganalisis serta mengkaji dan memahami hadist-
hadist tentang kewajiban mencari ilmu, hakikat pendidikan, keutaman
belajar, dan urgensi pendidikan Islam. Dalam pertemuan ini adalah dasar
dalam menjelaskan ilmu yang penting untuk di pelajari.
Mahasiswa mengkaji hakikat pendidikan dari berbagai hadist,
mengidentifikasi dasar pendidikan berdasarkan sifat baik buruk yang
dimiliki manusia atau fitrah manusia, menganalisis konteks pendidikan
yang ada, kenakalan remaja, dan menganalisis isu-isu pendidikan yang ada
kaitanya dengan hadist yang akan di kaji dalam tema kewajiban belajar.
Penyiapan media pembelajaran dalam perkululiahan ini sangat
penting. Perkuliahan ini memerlukan media pembelajaran berupa LCD
dan laptop sebagai salah satu media pembelajaran yang dapat memberikan
kemudahan bagi mahasiswa dalam perkuliahan.
Untuk membantu Anda dalam mempelajari modul ini, ada baiknya
diperhatikan beberapa petunjuk belajar berikut.

1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda


memahami betul apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul ini;
2. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan
kata-kata yang Anda anggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata
kunci dalam istilah teknis pada modul ini atau dalam kamus yang ada;
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui
pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa lain atau dengan
tutor Anda;
4. Terapkan pengertian-pengertian hadist tarbawi secara imajiner (dalam
pikiran) dan dalam situasi terbatas melalui simulasi sejawat (peer-group
simulation) pada saat tutorial;
5. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman
simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal pada saa tutorial;

15
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
6. Untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber lain yang
relevan. Anda dapat menemukan bacaan dari berbagai sumber, termasuk
dari internet

16
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
Kegiatan Belajar Ke-2
KEWAJIBAN BELAJAR DAN HAKIKAT PENDIDIKAN

Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai


kebahagiaan hidup. Baik di dunia ataupun di akhirat. Sehubungan dengan
itu Allah mengajarkan kepada Nabi Adam dan semua keturuananya.
Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya
dalam kehidupan ini baik tugas khalifah atau tugas ubudiyyah. Oleh
karena itu, Rasulallah menyuruh menganjurkan dan memotivasi umatnya
agar mencari ilmu, sehubungan dengan itu ditemukan beberapa hadist
berikut:
َ‫ الَ َؽ َغ َذ ِإال‬: ِْ‫ع‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫ ط‬٢ َّ ٍَ ‫ هَب‬: ٍَ ‫ هَب‬ٚ٘‫ هللا ػ‬٢‫د سػ‬ُْٞ ‫َػ ْٖ َػ ْج ِذ هللاِ ْث ِٖ َٓ ْغؼ‬
ُ ‫اُٖ ِِث‬
َٞ َُٜ‫ُ هللاُ ْاُ ِؾ ٌْٔخَ ك‬ٙ‫ َسعَُ أَرَب‬َٝ ,ِِ ‫ن‬
ّ ‫ اَُؾ‬٢‫ك‬ َ ِ‫ُ هللاُ َٓب الا كَظِّ ُُِؾَ َػ‬ٙ‫ َسعَُ أَرَب‬: ِٖ ٤ْ َ‫ ْاصَ٘ز‬٢‫ِك‬
ِ ِٚ ‫ََِ ٌِز‬ٛ ٠
(١‫ اُجغبس‬ٙ‫ا‬ٝ‫َب (س‬ُٜٔ ِِ ‫ُ َؼ‬٣َٝ ‫َب‬ٜ‫ ِِث‬٠‫ؼ‬ ِ ‫َ ْو‬٣
Artinya :
Dari Abdullah bin Mas‟ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda
:”Janganlah ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini.
Pertama orang yang diberi Allah kekayaan berlimpah dan ia
membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah al-
Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya
kepada orang lain (HR Bukhari)
Hadits di atas mengandung pokok materi yaitu seorang muslim
harus merasa iri dalam beberapa hal. Memang iri atau perbuatan hasud
adalah perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam, tetapi ada dua hasud
yang harus ada pada diri seorang muslim, yaitu pertama menginginkan
banyak harta dan harta itu dibelanjakan di jalan Allah seperti dengan
berinfaq, shadaqah dan lainnya. Harta ini tidak digunakan untuk berbuat
dosa dan maksiat kepada Allah, kedua menginginkan ilmu seperti yang
dimiliki orang lain, kemudian ilmu itu diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari, juga diajarkan kepada orang lain dengan ikhlash.
Hukum mencari ilmu itu wajib, dengan rincian, pertama
hukumnya menjadi fardhu „ain untuk mempelajari ilmu agama seperti

17
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
aqidah, fiqih, akhlak serta Al-Qur‘an. Ilmu-ilmu ini bersipat praktis,
artinya setiap muslim wajib memahami dan mempraktekkan dalam
pengabdiannya kepada Allah. Fardu „ain artinya setiap orang muslim
wajib mempelajarinya, tidak boleh tidak.
Dan kedua hukumnya menjadi fardu kifayah untuk mempelajari
ilmu pengetahuan umum seperti : ilmu sosial, kedokteran, ekonomi serta
teknologi. Fardu Kifayah artinya tidak semua orang dituntut untuk
memahami serta mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut, boleh hanya
sebagian orang saja.
Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits nabi, yaitu :
ِ ٣‫ؽََِتُ ْاُ ِؼ ِْ َْ كَ ِش‬
‫ ُٓ ْغِِ َٔخ‬َٝ ِِْ‫ ًُ َِّ ُٓ ْغ‬٠َِ‫ْؼخ َػ‬
)‫ إثٖ ػجذ اُجش‬ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬

Artinya :
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”
(HR. Ibnu Abdil Bari)
Secara jelas dan tegas hadits di atas menyebutkan bahwa menuntut
ilmu itu diwajibkan bukan saja kepada laki-laki, juga kepada perempuan.
Tidak ada perbedaan bagi laki-laki ataupun perempuan dalam mencari
ilmu, semuanya wajib. Hanya saja bahwa dalam mencari ilmu itu harus
tetap sesuai dengan ketentuan Islam.
Kewajiban menuntut ilmu waktunya tidak ditentukan sebagimana
dalam shalat, tetapi setiap ada kesempatan untuk menuntutnya, maka kita
harus menuntut ilmu. Menuntut ilmu tidak saja dapat dilaksanakan di
lembaga-lembaga formal, tetapi juga dapat dilakukan lembaga non formal.
Bahkan, pengalaman kehidupanpun merupakan guru bagi kita semua, di
mana kita bisa mengambil pelajaran dari setiap kejadian yang terjadi di
sekeliling kita. Begitu juga masalah tempat, kita dianjurkan untuk
menuntut ilmu dimana saja, baik di tempat yang dekat maupun di tempat
yang jauh, asalkan ilmu tersebut bermanfaat bagi kita. Nabi pernah
memerintahkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu walaupun sampai
di tempat yang jauh seperti negeri China.

18
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
Selain itu menuntut ilmu itu tidak mengenal batas usia, sejak kita
terlahir sampai kita masuk kuburpun kita senentiasa mengambil pelajaran
dalam kehidupan, dengan kata lain Islam mengajarkan untuk menuntut
ilmu sepanjang hayat dikandung badan. Sebagaimana tercantum dalam
hadits nabi :
ْ ُ‫أ‬
( ِْ‫ ٓغ‬ٙ‫ا‬ٝ‫ْذ (س‬َُِّٜ‫ ا‬٠َُِ‫ؽُِتُ ا ُْ ِؼ ِْ َْ ِٓ َٖ ا ُْ َٔؾْ ِذ إ‬
Artinya
“Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat”(HR. Muslim)
Hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang
menuntut ilmu
Rasulullah bersabda tentang keutamaan menuntut ilmu sebagai
berikut :
(ِْ‫ ٓغ‬ٙ‫ا‬ٝ‫ ْاُ َغَّ٘ ِخ (س‬٠
َ ُ‫واب ِِإ‬٣ْ ‫ُ ؽَ ِش‬َُٚ ُ‫َّ ََ هللا‬ٜ‫ ِػ ِْ أب َع‬ِٚ ٤ْ ‫ِزَ ِٔظُ ِك‬٣ْ َِ ‫واب‬٣‫ي ؽَ ِش‬
َ َِ‫َٖٓ َع‬
Artinya: Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut
ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga (HR Muslim)
Hadits di atas memberi gambaran bahwa dengan ilmulah surga itu
akan didapat. Karena dengan ilmu orang dapat beribadah dengan benar
kepada Allah Swt dan dengan ilmu pula seorang muslim dapat berbuat
kebaikan. Oleh karena itu orang yang menuntut ilmu adalah orang yang
sedang menuju surga Allah.
Mencari ilmu itu wajib, tidak mengenal batas tempat, dan juga tidak
mengenal batas usia, baik anak-anak maupun orang tua. Kewajiban
menuntut ilmu dapat dilaksanakan di sekolah, pesantren, majlis ta‘lim,
pengajian anak-anak, belajar sendiri, penelitian atau diskusi yang
diselenggrakan oleh para remaja mesjid.
Ilmu merupakan cahaya kehidupan bagi umat manusia. Dengan
ilmu, kehidupan di dunia terasa lebih indah, yang susah akan terasa
mudah, yang kasar akan terasa lebih halus. Dalam menjalankan ibadah
kepada Allah, harus dengan ilmu pula. Sebab beribadah tanpa didasarkan
ilmu yang benar adalah sisa-sia belaka. Oleh karena itu dengan
mengamalkan ilmu di jalan Allah merupakan ladang amal (pahala) dalam

19
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
kehidupan dan dapat memudahkan seseorang untuk masuk ke dalam
surga Allah.
Allah sangat mencintai orang-orang yang berilmu, sehingga orang
yang berilmu yang didasarkan atas iman akan diangkat derajatnya oleh
Allah, sebagaimana firman-Nya di atas dalam Q.S Al-Mujadallah : 11
Keutamaan lainnya dari ilmu adalah dapat mencapai kebahagiaan
baik di dunia ataupun di akhirat. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam
hadits nabi :
ِْ ِْ ‫ُؼ‬
ِ ْ‫ ثِب‬ِٚ ٤ْ َِ‫ُ َٔب كَ َؼ‬ٛ ‫ َٓ ْٖ أَ َسا َد‬َٝ ِْ ِْ ‫ ثِبُْ ِؼ‬ِٚ ٤ْ َِ‫ ِخ َش ِح كَ َؼ‬٥‫ َٓ ْٖ أَ َسا َد ِْا‬َٝ ِْ ِْ ‫ ثِبُْ ِؼ‬ِٚ ٤ْ َِ‫َب كَ َؼ‬٤ْٗ ‫َٓ ْٖ أَ َسا َد اُ ُّذ‬
(٢ٗ‫ اُطجشا‬ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬
Artinya :
Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, mak ia harus
memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan
akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang
menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu (HR.
Thabrani)
Kebahagian di dunia dan akhirat akan dapat diraih dengan syarat
memiliki ilmu yang dimanfa‘tkan. Manfa‘at ilmu pengetahun bagi
kehidupan manusia, antara lain :
1. Ilmu merupakan cahaya kehidupan dalam kegelapan, yang akan
membimbimg manusia kepada jalan yang benar
2. Orang yang berilmu dijanjikan Allah akan ditinggikan derajatnya
menjadi orang yang mulia beserta orang-orang yang beriman
3. Ilmu dapat membantu manusia untuk meningkatkan taraf hidup
menuju kesejahteraan, baik rohani maupun jasmani
4. Ilmu merupakan alat untuk membuka rahasia alam, rahasia
kesuksesan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

20
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
Kegiatan Belajar ke-3
HADIST TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

Tujuan pendidikan agama Islam ialah membentuk karakter


mukmin yang berkualitas agar dapat mengolah bumi dengan baik sebagai
khalifah Allah. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan Islam maka kita
harus merujuk pada dasar agama Islam yaitu Al-Qur‘an dan Hadist Nabi
SAW. Sebagaimana yang di-khabarkan oleh Nabi melalui para perawi
hadist maka tujuan pendidikan Islam diantaranya ialah bertakwa kepada
Allah, beriman dan berilmu serta berakhlak mulia.
Dalam buku Hadist Tarbawi yang ditulis oleh Bukhari Umar M.Ag
menyebutkan konsep tujuan pendidikan Islam menurut Umar Muhammad
At-Taumi Ash-Shaibani ialah ―perubahan yang diinginkan melalui proses
pendidikan, baik dalam tingkah laku individu pada kehidupan pribadi,
kehidupan masyarakat, dan alam sekitar maupun pada proses pendidikan
serta pengajaran itu sendiri. proses itu sebagai suatu aktivitas asasi dan
sebagai proporsi dari profesi asasi dalam masyarakat‖. (Umar Dalam Ash-
Shaibani : 2012). Konsep tujuan pendidikan Islam oleh umar ini
menunjukkan bahwa proses pendidikan akan dikatakan berhasil apabila
terjadi atau adanya berubahan tingkah laku pada setiap diri para peserta
didik selesai dari program pendidikan yang diberikan.
Tujuan dalam bahasa Inggris disebut goal atau objektif. Tujuan
adalah hasil yang diinginkan untuk waktu tertentu. Bedanya dengan misi
ialah tujuan memiliki cakupan lebih kecil dan merupakan bagian dari misi.
Jika misi disebut tugas, maka tujuan adalah tugas-tugas kecil yang
merupakan bagian dari misi.
Tujuan pendidikan Islam tentu sangat luas bahasannya karena itu
untuk mengukur tujuan apa saja yang ingin dicapai, diperlukan rumusan
tujuan pendidikan Islam yang jelas agar dapat menjadi bekal bagi para
pendidik untuk dapat mengolah model belajar yang tepat bagi para peserta

21
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
didik. Rumusan pendidikan Islam tentu dapat diambil dari sumber hukum
utamanya yaitu Al-Qur‘an dan Hadist Nabi Saw.
Berikut ini akan dikemukakan hadist-hadist yang merujuk pada
tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai. Di antaranya ialah:
A. Bertaqwa Kepada Allah SWT
‫ ٖٓ اًشّ اُ٘بط‬.ِْ‫ع‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫ٍ هللا ط‬ٞ‫ عئَ سع‬ٚ٘‫ هللا ػ‬٠‫شح سػ‬٣‫ش‬ٛ ٠‫ػٖ اث‬
) ٟ‫ اُجخبس‬ٙٝ‫ ( س‬.‫ْ هلل‬ٜ‫هبٍ ارو‬

Dari Abu Hurairah Radhiallahu „anhu meriwayatkan bahwa


Rasulullah Shallallahu‟alaihi wa sallam ditanya tentang siapa orang
yang paling mulia. Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa
kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa manusia yang paling mulia
adalah yang paling tinggi tingkat ketakwaannya. Sikap takwa
mengalahkan semua indikasi kemuliaan martabat yang lain. Simbol-
simbol kemodernan dan kesejahteraan yang dimiliki oleh seseorang
tidak dapat mengalahkan sikap takwa. Itu berarti bahwa kendatipun
seseorang memiliki keterampilan menggunakan tenologi mutakhir dan
memiliki kekayaan yang melimpah, tetapi apabila ia tidak bertakwa
kepada Allah, maka ia sesungguhnya belum dapat dimasukkan ke
dalam kategori orang yang paling mulia.
Diriwayatkan pula dari Abu Malik Al-Asy‘ari, ia berkata bahwa
Rasulullah Shallallahu ‗alaihi wa Sallam bersabda, ―Sesungguhnya
Allah tidak memandang pangkat kalian, nasab kalian, fisik kalian, dan
harta kalian. Akan tetapi, Dia memandang hatimu. Barangsiapa
mempunyai hati yang shaleh, maka Allah akan berbelas kasih
kepadanya. Kalian tidak lain adalah anak cucu Adam. Yang dicintai
Allah di antara kalian adalah yang paling bertakwa.
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu”.
(Qs. Al-Hujurat: 13)
Ayat diatas menjelaskan bahwasannya yang paling mulia di sisi
Allah Azza wa Jalla dan paling tinggi kedudukannya di sisi-Nya di

22
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
dunia dan akhirat adalah yang palig bertakwa. Jadi, jika engkau
hendak berbangga maka banggakanlah takwamu. Artinya, barang
siapa yang ingin memperoleh derajat yang tinggi maka hendaklah ia
bertakwa kepada-Nya.
B. Beriman dan Berilmu

ِْ ِْ ‫ُؼ‬
ِ ْ‫ ثِب‬ِٚ ٤ْ َِ‫ُ َٔب كَ َؼ‬ٛ ‫ َٓ ْٖ أَ َسا َد‬َٝ ِْ ِْ ‫ ثِبُْ ِؼ‬ِٚ ٤ْ َِ‫ ِخ َش ِح كَ َؼ‬٥‫ َٓ ْٖ أَ َسا َد ِْا‬َٝ ِْ ِْ ‫ ثِبُْ ِؼ‬ِٚ ٤ْ َِ‫َب كَ َؼ‬٤ْٗ ‫َٓ ْٖ أَ َسا َد اُ ُّذ‬
“Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka
dengan ilmu. Barangsipa yang menghendaki kebaikan di akhirat
maka dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki keduanya
maka dengan ilmu” (HR. Bukhori dan Muslim)
Jadi pada intinya hadits diatas menjelaskan bahwa jika
seseorang menginginkan kebaikan di dunia, di akhirat dan kedua-
duanya, harus dengan ilmu. Maka dari itu ilmu sangatlah penting
bagi setiap orang. Dengan berilmu kita bisa mendapatkan kedua hal
tersebut.
Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Orang-
orang yang berilmu kemudian dia memanfaatkan ilmu tersebut
(bagi orang lain) akan lebih baik dari seribu orang yang beribadah
atau ahli ibadah. (H.R Ad-Dailami).
Hadits diatas menjelaskan bahwa seseorang yang berilmu,
mengamalkan ilmunya, berarti dia lebiha baik dari seribu orang yang
beribadah atau ahli ibadah.
ٚ٘‫ال ال اعأٍ ػ‬ٞ‫ االعالّ ه‬٠‫ ك‬٢ُ َ‫ٍ هللا ه‬ٞ‫ب سع‬٣ ‫ هبٍ هِذ‬٠‫بٕ ثٖ ػجذ هللا اُضول‬٤‫ػٖ عل‬
. ْ‫أؽذا ثؼذى هبٍ هَ أٓ٘ذ ثبهلل كبعزو‬

Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi meriwayatkan bahwa ia


berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, katakanlah kepada saya
sesuatu tentang Islam yang tidak akan saya tanyakan lagi sesudah
engkau.” Nabi berkata, “Katakanlah, „saya beriman kepada Allah.‟
Lalu tetapkanlah pendirianmu.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Dari hadist di atas maka kita dapat melihat bahwa beriman
kepada Allah serta istiqamah pada pengakuan keimanan adalah suatu

23
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
hal yang cukup dan memadai bagi seorang muslim. Beriman menjadi
suatu tujuan dalam pendidikan Islam seorang guru harus mampu
merancang model belajar agar peserta didik memiliki iman yang kuat
dan serta teguh pendiriannya untuk dapat selalu melaksankan tututan
iman tersebut. oleh karena itu segala aktivitas pendidikan agar di
arahkan meenuju terbentuknya pribadi-pribadi yang beriman. Karena
seoarng beriman akan memperoleh drajat yang tinggi baik di dunia
terlebih di akhirat, sebagaimana hadist berikut:
Abu Sa‘id Al-Khudrhi ra meriwayatkan Nabi saw bersabda,
―Sesungguhnya penduduk surga melihat penghuni tempat yang
tinggi di atas mereka seperti mereka melihat bintang yang berada di
penjuru Timur dan Barat karena keutamaan mereka.” Sahabat
bertanya, “Ya Rasulullah apakah itu tempat para nabi yang tidak
bisa dicapai oleh orang lain?” Beliau menjawab, “Bisa, demi Dzat
Yang Menggenggam diriku. Mereka itu adalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan membenarkan para Rasul.‖ (HR. Al-
Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan Ahmad)
Dari hadist ini kita dapat menyimpulkan betapa Allah akan
memuliakan hamba-hambanya yang memiliki keimanan serta
sungguh-sungguh dalam menjaga dan meningkatkan keimanannya
kepada-Nya dan kepada rasul-Nya.
Dalam beberapa surah Al-Qur‘an Allah menerangkan ciri-ciri
hamba yang beriman, diantanya dalam surah Al-Anfal (8): 2-3, 74;
An-Nur (24): 62; Al- Mu‘minun (23); 2-9, dan Al-Hujurat (49); 15.
Ciri-ciri itu ialah, hatinya bergetar saat mendengar Nama Allah,
imannya bertambah dengan mendengar ayat-Nya, bertawakkal hanya
kepada-Nya, mendirikan shalat dengan khusyuk, menunaikan zakat,
sopan dan patuh kepada kepada Rasulullah, menjaga kehormatan dari
yang haram, memelihara amanah, menepati janji, menjauhkan diri
dari perkataan dan perbuatan sia-sia, membantu orang-orang yang
beriman serta suka berinfak.
Dengan begitu kita dapat mengetahui Seorang yang beriman
dan kuat keimanannya akan memperoleh kemuliaan di dunia dan di

24
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
akhirat. Maka dari itu beriman menjadi suatu tujuan dasar yang harus
diusahakan bagi setiap pendidik agar segala proses dan aktifitas
pendidikan dapat berorientasi pada terbentuknya pribadi-pribadi
muslim yang beriman.
C. Berakhlak Mulia

Berkenaan dengan akhlak mulia sebagai tujuan pendidikan,


dapat dilihat dari hadis- hadis berikut
‫ إنما بعثت ألتمم مكارم‬.‫م‬.‫عن أبى هريرة رضي هللا عنه قال قال رسول هللا ص‬
‫األخالق‬
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi)
Jabir bin Abdullah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
―sesungguhnya Allah mengutusku dengan tugas membina
kesempurnaan akhlak dan kebaikan pekerjaan.‖ (HR. Ath-Thabrani)
Abdullah bin Amru berkata, “Nabi saw bukan seseorang yang
keji dan tidak bersikap keji,” Beliau bersabda , “Sesungguhnya yang
terbaik di antara kamu adalah yang paling baik akhlaqnya.” (HR.
Al-Bukhari).
Abdullah bin Amru berkata, “Nabi saw bukan seseorang yang
keji dan tidak bersikap keji,” Beliau bersabda , “Sesungguhnya yang
terbaik di antara kamu adalah yang paling baik akhlaqnya.” (HR.
Al-Bukhari).
Dari hadits tersebut dengan tegas bahwa misi utama Rasulullah
memperbaiki akhlak manusia. Dengan kata lain dapat di pahami
bahwa pemimpin cermat ialah pemimpin yang dapat mencetak
pemimpin yang baik, dengan maksud inilah Rasulullah menanamkan
dan menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia dan menganjurkan
agar umatnya senantiasa menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu penanaman tujuan pendidikan itu sendiri
menjadi penting, agar dapat tercapainya insan yang sesuai dengan
harapan tujuan pendidikan itu sendiri. Hubungan yang dapat kita

25
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
ketahui, ketika tali hubungan dengan Allah swt terjalin dengan baik,
maka dapat diterjemahkan secara nyata menjadi tali hubungan dengan
manusia. Dapat di terjemahkan ketika penanaman tujuan pendidikan
mengenai bertakwa kepada Allah maka berdampak juga pada akhlaq
mulia sesama manusia dalam artian menebarkan tingkah laku yang
baik. Tak bisa di pungkiri lagi bahwa, akhlaq merupakan cerminan
dari keimanan seseorang.

1) Tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya insan kamil


yang di dalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu
menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifaan dan
pewaris para nabi.
2) Rumusan tujuan hasil keputusan seminar pendidikan Islam
se-Indonesia tanggal 7 s.d. 11 Mei 1960 di Cipayung, Bogor;
Tujuan pendidikan Islam adalah menampakkan takwa,
akhlak, serta menegakkan kebenaran dalam rangka
membentuk manusia yang berpribadi dan berbudi luhur
menurut ajaran islam.
3) Rumusan tujuan pendidikan Islam yang dihasilkan dari
Seminar Pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad
bahwa pendidikan seharusnya bertujuan mencapai
pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia
secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan, rasio,
perasaan, dan panca indra. Oleh karena itu, pendidikan
seharusnya melayani pertumbuhan manusia dalam segala
aspek yang meliputi aspek spiritual, intelektual, imajinasi
fisik, ilmiah, serta linguistik – baik secara individu maupun
kolektif, sekaligus memotivasi semua aspek tersebut menuju
kebaikan dan kesempurnaan. Adapun tujuan akhir
pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan
kepada Allah baik dalam tingkat individu, komunitas,
maupun manusia secara luas.

26
Modul Hadist Tarbawi IKHAC Mojokerto/ Muhammad Anas Ma`arif
Kegiatan Belajar Ke-4

HADIST MATERI PENIDIKAN ISLAM

1. Pendidikan Akidah
Pendidikan Aqidah ialah proses pembinaan dan pemantapan kepercayaan
dalam diri seseorang sehingga menjadi yang kuat dan benar. Proses tersebut
dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran, bimbingan dan latihan. Dalam
penerapannya pendidik dapat menerapkan dengan berbagai metode yang
relavan dengan tujuan yang ingin dicapai. Sehubungan dengan itu terdapat
dalam hadist berikut:

‫َ٘ب‬٤ْ َِ‫ّ اِ ْر ؽََِ َغ َػ‬ْٞ َ٣ َ‫ َعَِّ َْ راد‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬


ّ ٠ِّ‫ط‬ َ ‫هللا‬ ّ ٍَ ُْٞ ‫َ٘ َٔب َٗؾْ ُٖ ِػْ٘ َذ َسع‬٤ْ َ‫ة هَب ٍَ ث‬ِ ‫َػ ْٖ ُػ َٔ َش ْث ِٖ اُ َخطَب‬
‫ظ‬َ َِ‫ َع‬٠َّ‫ُ َِّٓ٘ب اَ َؽذ َؽز‬ُُٜٚ‫ْشك‬ِ ‫َؼ‬٣ ‫ َال‬َٝ ‫ أَصَ ُش اُ َّغلَ ِش‬ِٚ ٤ْ َِ‫ َػ‬ٟ‫ُ َش‬٣ َ‫ْش ال‬ ِ ‫َب‬٤ِّ‫َبعُ اُض‬٤َ‫ْذ ث‬٣‫َسعَُ َش ِذ‬
ِ ‫ا ِد اُ َّشؼ‬َٞ َ‫ ُذ ص‬٣ْ ‫ة َش ِذ‬
‫َب‬٣ ٍَ ‫هَب‬َٝ ِٚ ٣ْ ‫ كَ ْخ َز‬٠َِ‫ َػ‬ِٚ ٤ْ َّ‫ػ َغ ًَل‬ َ َٝ َٝ ِٚ ٤ْ َ‫ ُس ًْجَز‬٠َُِ‫ ا‬ِٚ ٤ْ َ‫ َعَِّْ كَب َ ْعَ٘ َذ ُس ًْجَز‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
ّ ٠ِّ‫ط‬َ ٢ِّ‫ اَُّ٘ ِجج‬٠َ‫اُِى‬
‫أَ َّٕ ُٓ َؾ َّٔذاا‬َٝ ُ‫َ اِ َّالهللا‬َُِٚ‫َ َذ أَ ْٕ َالا‬ٜ‫ َعَِّ َْ أَ ْٕ رَ ْش‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
ّ ٠ِّ‫ط‬
َ ‫هللا‬ ّ ٍَ ُْٞ ‫ َػ ِٖ ا ِإل ْعالَ ِّ كَوَب ٍَ َسع‬٢ِٗ ْ‫ُٓ َؾ َّٔذ أَ ْخ ِجش‬
ِٕ ‫ْذَ ِإ‬٤َ‫رَ ُؾ َّظ اُج‬َٝ ٕ‫ب‬ َ ‫ؼ‬َ َٓ ‫ ُّ َس‬ُْٞ ‫رَظ‬َٝ َ‫ اُ َّض ًَبح‬٠ َ ‫رُ ْؤر‬َٝ َ‫ َْ اُظ ََّالح‬٤ْ ِ‫رُو‬َٝ َْ َِّ‫ َع‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬ ّ ٠ِّ‫ط‬ َ ‫هللا‬ ّ ٍَ ُْٞ ‫َسع‬
ْٕ َ‫بٕ هَب ٍَ أ‬ ِ ِٖ ‫ َػ‬٢ِٗ ْ‫ُ هَب ٍَ كَب َ ْخ ِجش‬ُٚ‫ظذِّره‬
ِ َٔ ٣ْ ‫اإل‬ َ َ٣َٝ َُُُٚ‫َغْأ‬٣ َُٚ ‫ط َّذ ْهذَ هَب ٍَ كَ َؼ َغ ْجَ٘ب‬ َ ٍَ ‫ هَب‬.ُ‫ال‬٤ْ ‫ َع ِج‬ِٚ ٤ْ َُِ‫ا ْعزَطَؼْذَ ا‬
٢ِٗ ْ‫ط َّذ ْهذَ هَب ٍَ كَأ َ ْخ ِجش‬َ ٍَ ‫ هَب‬ِٙ ِّ‫ َشش‬َٝ ِٙ ‫ ِْش‬٤‫رُ ْؤ ِٓ َٖ ِث ْبُوَ ْذ ِس َخ‬َٝ ‫ ِّ األَ ِخ ِش‬ْٞ َ٤ُ‫ ْا‬َٝ ِٚ ِِ‫ ُس ُع‬َٝ ِٚ ‫ًز ِج‬َٝ ِٚ ِ‫ َٓ َالئِ ٌَز‬َٝ ‫بهلل‬
ِ َّ ‫رُ ْؤ ِٓ َٖ ِث‬
َ ََّٗ‫هللاَ ًَأ‬
َ ‫َ َشا‬٣ َُِّٚٗ‫ كَئ‬ٙ‫ُ كَئِ َّٕ َُ ْْ رَ ٌُ ْٖ رَ َشا‬ٙ‫ي رَ َشا‬
‫ى‬ ّ ‫اإلؽْ َغب ِٕ هَب ٍَ أَ ْٕ رَ ْؼجُ َذ‬
ِ ِٖ ‫َػ‬
Artinya:
―Umar ibn al-Khatthâb meriwayatkan: pada suatu hari ketika kami
berada di dekat Rasulullah saw., tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-
laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat
padanya tanda-tanda dalam perjalanan dan tidak seorang pun di antara kami
yang mengenalnya. Sampai ia duduk di dekat Nabi SAW. lalu ia
menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua
tangannya di atas paha Nabi, lantas berkata, "Hai Muhammad! Beritahukan
kepada saya tentang Islam! Rasulullah saw. bersabda: Islam itu
adalah pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan salat, membayarkan zakat, berpuasa pada
bulan Ramadan, dan menunaikan haji bagi orang yang sanggup. Lelaki itu
berkata: Engkau benar. Umar berkata, 'kami tercengang melihatnya, ia
bertanya dan ia pula yang membenarkannya'. Selanjutnya laki-laki itu

27
berkata lagi: Beritahukan kepada saya tentang iman! Rasulullah
saw. menjawab: Iman itu adalah keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat dan qadar baik dan buruk.
Laki-laki itu berkata: Engkau benar. Selanjutnya, ia berkata lagi: Beritahukan
kepada saya tentang ihsan! Rasulullah saw. menjawab: ihsan itu
adalah Engkau menyembah Allah seakan-akan Engkau melihatnya. Jika
kamu tidak bisa melihat-Nya, maka rasakanlah bahwa Dia melihatmu.” (H.R.
Al-Bukhari, Muslim. Abu Dawud, dan An-Nasa‟i)
Dari hadis dapat di ambil beberapa pelajaran penting mengenai
pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1) Dalam hadits di atas dinyatakan bahwa Jibril datang mengajarkan agama
kepada sahabat Nabi. Dalam proses ini, Jibril berfungsi sebagai guru, Nabi
sebagai narasumber, dan para sahabat sebagai peserta didik.
2) Dalam proses pembelajaran, Jibril sebagai guru menggunakan metode
Tanya-jawab. Metode ini efektif untuk menarik minat dan memusatkan
perhatian para peserta didik.
3) Materi pengajaran agama islam dalam hadis tersebut meliputi aspek-aspek
pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Dari
ketiganya, aspek yang di dahulukan adalah akidah. Ajaran Islam diajarkan
secara integral, tidak secara parsial.
2. Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah yang dimaksud di sini adalah proses pengajaran,
pelatihan dan bimbingan dalam pengamalan ibadah khusus.
Dalam hadits,
ْْ ًُ ‫الَ َد‬ْٝ َ‫ا أ‬ُْٝ ‫ َعَِّ َْ ُٓش‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللا َػ‬
ِ َّ ٠َِّ‫ط‬ ِ َّ ٍُ ُْٞ ‫ هَب ٍَ هَب ٍَ َسع‬ِٙ ‫َػ ْٖ َع ِّذ‬
َ ‫هللا‬ ِٚ ٤ْ ‫ْت َػ ْٖ اَ ِث‬٤‫ش َؼ‬ُ ُْٖ ‫َػ ْٖ ُػ َٔ ُش ث‬
ٙٝ‫بع ِغ ( س‬ ِ ‫ؼ‬ َ َٔ ُ‫ ا‬٢ْ ‫ُ ْْ ِك‬َٜ٘٤ْ َ‫ا ث‬ُٞ‫كَ ِّشه‬َٝ ‫ُ ْْ أَ ْثَ٘ب ُء َػ ْشش‬َٛٝ ‫َب‬ٜ٤ْ َِ‫ُ ْْ َػ‬ُٜ‫اػْ ِشث‬َٝ َْٖ ٤ِ٘ ‫ُ ْْ أَ ْثَ٘ب ُء َع ْج َغ ِع‬َٛٝ ‫ظالَ ِح‬
َّ ُ‫ِثب‬
) ‫د‬ٝ‫ دا‬ٞ‫اث‬

Dari Umar bin syu‘aib berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Perintahkanlah


kepada anak-anak kalian untuk sholat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah
mereka ketika mereka berumur 10 tahun bila mereka enggan menunaikannya,
dan pisahkanlah mereka dari ranjang-ranjangnya‖. (Abu Daud)
Kandungan Pendidikan hadits tersebut adalah:

28
1) Dari hadist diatas sudah jelas yaitu perintah untuk memerintahkan salat
atau pendidikan ibadah diberikan sejak dini sehingga ketika usia baligh
maka mereka dapat mengamalkannya.
2) Para guru dan orang tua hendaknya menjelaskan kepada anak-anak dengan
penjelasan yang sangat sederhana tentang pentingnya berbagai bentuk
ibadah, lengkap dengan rukun-rukunnya, seperti shalat, zakat, dan haji.
Selain itu, emosional anak harus di siapkan saat membicarakan berbagai
bentuk ibadah sehingga mereka merindukan ikatan dengan Allah Swt dan
beribadah kepadaNya dengan cara yang benar.
3. Pendidikan Hati
Pendidikan hati merupakan bagian dari pembinaan rohani yang
ditekankan pada upaya pengembangan potensi jiwa manusia agar senantiasa
dekat dengan Allah Swt, cenderung kepada kebaikan, dan menghindar dari
kejahatan. Sehubungan dengan ini terdapat hadis, antara lain:

ْٖ ٌِ ََُٝ ْْ ٌُ ُِ ‫ا‬َٞ ْٓ َ‫ا‬َٝ ْْ ًُ ‫ ِس‬َٞ ‫ط‬ َ ُ‫َ ْ٘ظُ ُش ِإ‬٣ َ‫هللاَ ال‬
ُ ٠ ّ َّٕ ‫ َعَِّ َْ ِإ‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
َّ ٠َِّ‫ط‬ ِ َّ ٍُ ُْٞ ‫ هَب ٍَ َسع‬،ٍَ ‫ َشحَ هَب‬٣ْ ‫ُ َش‬ٛ ٢‫َػ ْٖ أَ ِث‬
َ ‫هللا‬
ْْ ٌُ ُِ ‫أَ ْػ َٔب‬َٝ ْْ ٌُ ‫ ِث‬ْٞ ُُِ‫ ه‬٠َُ‫َ ْ٘ظُ ُش ِإ‬٣
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: sesunggunya Allah tidak
memandang bentuk dan hartamu, tetapi dia melihat perkerjaanmu (amalmu)
dan hatimu.”
Dalam hadis ini, rasullullah menegaskan bahwa Allah lebih menghargai
hati yang bersih dan amal sholeh daripada bentuk tubuk yang cantik, gagah dan
harta yang banyak. Keadaan hati seseorang sangat menentukan semua
kondisinya yang meliputi perkataan, sikap, dan perbuatan. Rasulullah
memberikan motivasi yang sangat besar kepada umatnya untuk berusaha
membersihkan hati dari segala sifat yang buruk sekaligus menghiasinya dengan
sifat yang baik. Cara membersihkan hati yaitu dengan banyak mengingat mati
dan banyak membaca Al-quran.
4. Penidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dan pendidikan total yang
mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani, mental,
sosial, serta emosional bagi masyarakat dengan wahana aktivitas jasmani.
Diantara tujuan pendidikan jasmani adalah menjaga dan memelihara
kesehatan badan termasuk organ-organ pernapasan, peredaran darah, danj

29
pencernaan, meliputi otot-otot dan urat saraf, serta melatih kecekatan dan
ketangkasan. Sehubungan ini, ditemukan beberapa hadis sebagai berikut:
a. Memanah

ْْ َُُٜ‫ا‬ٝ‫أَ ِػ ُّذ‬َٝ ٍُ ْٞ ُ‫َو‬٣ ‫ ا ُْ ِٔ ْ٘جَ ِش‬٠َِ‫ َػ‬َٞ َُٛٝ َْ َِّ‫ َع‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
ّ ٠ِّ‫ط‬ َ ‫هللا‬ ّ ٍَ ُْٞ ‫ْذ َسع‬ ُ ‫ ٍُ َع ِٔؼ‬ْٞ ُ‫َو‬٣ ‫َػ ْٖ ُػ ْوجَخَ ْث ِٖ َػب ِٓش‬
ُ ْٓ ‫حَ اُ َّش‬َّٞ ُ‫ أَالَ ِإ َّٕ ا ُْو‬٢
٢٤٤ ُ ٤٤ْٓ ‫حَ اُ َّش‬َّٞ ُ‫ أَالَ ِإ َّٕ ا ُْو‬٢
ُ ٤٤ْٓ ‫حَ اُ َّش‬َّٞ ُ‫ح أَالَ ِإ َّٕ ا ُْو‬َّٞ ُ‫َٓبا ْعزَطَ ْؼزُ ْْ ِٓ ْٖ ه‬

Uqbah bin Amir berkata, “ saya mendengar Rasulullah Saw bersabda


ketika beliau sedang berada atas mimbar, “Siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah,
Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah. (HR.
Muslim)
b. Berkuda
Sehubungan dengan olahraga berkuda, ditemukan riwayat dari
Rasulullah Saw. Diantaranya hadits berikut:

‫ا‬ْٞ ُٓ ْ‫اَ ْٕ رَش‬َٝ ‫ا‬ُْٞ ‫اسْ ًَج‬َٝ ‫ا‬ْٞ ُٓ ْ‫ َعِّ َْ اس‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
ّ ٠ِّ‫ط‬ َ ‫هللا‬ِ َّ ٍُ ُْٞ ‫ هَب ٍَ َسع‬،ٍَ ‫ هَب‬٢ِّ َِٜ٘‫َػ ْٖ ُػ ْوجَخَ ْث ِٖ َػب ِٓش ْاُ ُغ‬
ُٚ‫ُ كَ َش َع‬َٚ‫َج‬٣‫رَأْ ِد‬َٝ ِٚ ‫ ِع‬ْٞ َ‫َخَ اُ َّشع َُِ ثِو‬٤ْٓ ‫ اُ َّش ُع َُ ثَب ِؽَ إِالّ َس‬ِٚ ِ‫ ث‬ُْٞ ِْٜ َ٣ ‫ْئ‬٤‫إِ ْٕ ًُ ََّ َش‬َٝ ‫ا‬ُْٞ ‫ ِٓ ْٖ أَ ْٕ رَشْ ًَج‬٢
َّ َُِ‫أَ َؽتُّ ا‬
.َُٚ‫ُ ا ْٓ َشأَر‬َٚ‫ ُٓ َال ِػجَز‬َٝ
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhani bahwa Rasulullah Saw bersabda,
“Memanahlah dan kendarailah olehmu (kuda). Namun, memanah lebih aku
sukai daripada berkuda. Sesungguhnya setiap hal yang menjadi seseorang
adalah batil, kecuali yang memanah dengan busurnya, mendidik atau
melatih kudanya, dan bersenang-senang dengan istrinya.” (HR. Ibnu
Majah)
Dapat dipahami dari hadis diatas bahwa berkuda dan memanah
termasuk olahraga yang disukai oleh Rasulullah. Dalam konteks kehidupan
sekarang, anjuran mengendarai kuda dapat pula diterjemahkan sebagai
anjuran menguasai penggunaan teknologi transportasi. Hal ini sangat
dibutuhkan oleh umat Islam.

30
c. Menjaga Pola Makan
Pola makan seseorang akan berpengaruh kepada
kesehatan jasmaninya, selain bahan makanan yang memenuhi
persyaratan, polanya harus baik, yaitu tidak berlebihan. Hal ini sesuai dengan
firman Allah di Surah Al-A‘raf: 31 yang berbunyi:

ِ ‫ ُِؾتُّ ا ُْ ُٔغ‬٣ ‫ ِا َّٕ ّهللَ َال‬،‫ا‬ْٞ ُ‫ْشك‬


َْٖ ٤‫ْش ِك‬ ِ ‫الَ رُغ‬َٝ ‫ا‬ُْٞ ‫ا ْش َشث‬َٝ ‫ا‬ْٞ ًُُِ َّٝ ‫َ٘زَ ٌُ ْْ ِػ ْ٘ َذ ًُ َِّ َٓ ْغ ِغذ‬٣ْ ‫ا ِص‬ْٝ ‫ اَ َد َّ ُخ ُز‬٢ِ٘ َ‫َج‬٣
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.(QS. Al-A‘raf: 31)
Ayat diatas, didukung dengan hadits yang berbunyi:
َُ ًُ ْ‫َأ‬٣ ‫ا ُْ ٌَبكِ ُش‬َٝ ‫ا ِؽذ‬َٝ ٠‫ ِٓؼا‬٢ِ‫َأْ ًُ َُ ك‬٣ ُٖ ِٓ ‫ َعَِّ َْ ا ُْ ُٔ ْؤ‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
ّ ٠ِّ‫ط‬ ّ ٍَ ُْٞ ‫ هَب ٍَ َسع‬،ٍَ ‫َػ ِٖ ا ْث ِٖ ُػ َٔ َش هَب‬
َ ‫هللا‬
‫ َع ْج َؼ ِخ أَ ْٓ َؼب ُء‬٢ِ‫ك‬
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Orang
beriman itu makan dengan satu usus(perut), sedangkan orang kafir makan
dengan tujuh usus.” (HR. Al-Bukhari)
Perbedaan usus dalam matan hadis tersebut menunjukkan perbedaan
atau sikap atau pandangan dalam menghadapi nikmat Allah, termasuk tatkala
makan. Orang beriman memandang makan bukan sebagai tujuan hidup,
sedangkan orang kafir menempatkan makan sebagai bagian dari tujuan
hidupnya.
d. Menjaga Kebersihan
Kebersihan sangat berpengaruh kepada kesehatan dan keadaan
jasmani seseorang. Oleh sebab itu, Rasulullah sangat memperhatikan masalah
ini. Wujud perhatian beliau dapat dilihat dalam hadis berikut.

ِ ْ ‫ ُس َشط ُش‬ُْٞ ّٜ‫ َعَِّ َْ اُط‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬


ِٖ َٔ ٣ْ ‫اإل‬ ّ ٠ِّ‫ط‬ ّ ٍَ ُْٞ ‫ هَب ٍَ َسع‬،ٍَ ‫ هَب‬١
َ ‫هللا‬ ِّ ‫ َٓب ُِي ْاألَ ْش َؼ ِش‬٢‫َػ ْٖ اَ ِث‬
Abu Malik Al-Asy‘ari bercerita bahwa Rasulullah Saw bersabda,
“Kebersihan itu sebagian dari iman.‖ (HR. Muslim)
Rasulullah menyenagi keteraturan, kebersihan dan pemandangan yang
indah. Beliau membenci ketidakteraturan, kekotoran, pemandangan yang
buruk, dan bau busuk.

31
Bukti perhatian rasulullah terhadap kebersihan dapat dilihat dalam
hadis.Beliau telah memberikan keteladanan dalam hal menjaga kebersihan,
seperti menggosok gigi, mandi, dan beristinja‘ sehabis buang hajat.
e. Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial adalah proses pembinaan kesadaran sosial, sikap
sosial, dan keterampilan sosial agar anak dapat hidup dengan baik serta wajar
di tengah-tengah lingkungan masyarakatnya. Sehubungan dengan ini,
terdapat hadis –hadis sebagai berikut:
1) Orang Beriman Harus Bersatu

ِ َ٤ْ٘ ُ‫ َعَِّ َْ هَب ٍَ اِ َّٕ ا ُْ ُٔ ْؤ ِٓ َٖ ُِ ِْ ُٔ ْؤ ِٓ ِٖ ًَب ُْج‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬


ُ ‫َ ُش ُّذ ثَ ْؼ‬٣ ٕ‫ب‬
ُٚ‫ؼ‬ ّ ٠ِّ‫ط‬
َ ٢ِّ ِ‫ َػ ِٖ اَُّ٘ج‬٠‫ َع‬ْٞ ُٓ ٠ِ‫َػ ْٖ اَث‬
َ َ‫ي أ‬
ُٚ‫طبثِ َؼ‬ َ َّ‫ َشج‬َٝ ‫ثَ ْؼؼاب‬
Dari Abu Musa, Nabi Saw bersabda, ―Sesungguhnya seorang mukmin bagi
mukmin yang lain laksana satu bangunan, sebagiannya menguatkan
sebagian yang lain.” Beliau pun memasukkan jari-jari tangannya satu
sama lain. (HR. Al-Bukhori)
Dalam hadis ini, Rasulullah memberikan motivasi dalam hal persatuan
antara sesama orang beriman dengan metode perumpamaan yang sangat
sederhana dan mudah dipahami oleh siapa saja.
2) Orang beriman Harus Saling Mencintai
َ ِ َّ‫ُ ِؾت‬٣ ٠َّ‫ ُْؤ ُِٖٓ اَ َؽ ُذ ًُ ْْ َؽز‬٣ ‫ َعَِّ َْ هَب ٍَ َال‬َٝ ِٚ ْ٤َِ‫هللاُ َػ‬
ِٚ ‫ُ ِؾتُّ َُِ٘ ْل ِغ‬٣ ‫ َٓب‬ِٚ ٤ْ ‫أل ِخ‬ ّ ٠ِّ‫ط‬
َ ٢ِّ ‫ػ َْٖ اََٗظ َػ ِٖ اَُّ٘ ِج‬
Dari Anas, Nabi Saw Bersabda, ―Tidak beriman salah seorang kamu
sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.‖ (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadis ini, Rasulullah menegaskan bahwa kesempurnaan iman
seseorang belum diperoleh apabila ia tidak mencintai saudaranya. Itu
berarti bahwa beliau memberikan motivasi yang sangat besar kepada
umatnya agar memiliki rasa dan perilaku sosial yang baik.
3) Orang beriman Harus Saling Membantu
ِ ‫ظ َػ ْٖ ُٓ ْؤ ِٖٓ ًُشْ ثَخا ِٓ ْٖ ًُ َش‬
‫ة‬ َ َّ‫ َعَِّ َْ َٓ ْٖ َٗل‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
َّ ٠َِّ‫ط‬
َ ‫هللا‬ ِ َّ ٍُ ُْٞ ‫ هَب ٍَ َسع‬،ٍَ ‫ َشحَ هَب‬٣ْ ‫ُ َش‬ٛ ٢ِ‫َػ ْٖ أَث‬
‫َب‬٤ْٗ ‫ اُ ُّذ‬٢ِ‫ ك‬ِٚ ٤ْ َِ‫َ َّغ َشهللاُ َػ‬٣ ‫ ُٓ ْؼ ِغش‬٠َِ‫َ َّغ َش َػ‬٣ ْٖ َٓ َٝ ‫َب َٓ ِخ‬٤ِ‫ ِّ ْاُو‬ْٞ َ٣ ‫ة‬ ّ ‫ظ‬
ِ ‫ُ ًُشْ ثَخا ِٓ ْٖ ًُ َش‬ْٚ٘ ‫هللاُ َػ‬ َ َّ‫َب َٗل‬٤ْٗ ‫اُ ُّذ‬
ِٕ ْٞ ‫ َػ‬٢ِ‫بٕ ا ُْ َؼ ْج ُذ ك‬
َ ًَ ‫ ِٕ ا ُْ َؼ ْج ِذ َٓب‬ْٞ ‫ َػ‬٢ِ‫هللاُ ك‬
ّ َٝ ‫ ِخ َش ِح‬٥‫ ْا‬َٝ ‫َب‬٤ْٗ ‫ اُ ُّذ‬٢ِ‫ َٓ ْٖ َعزَ َش ُٓ ْغِِ أب َعزَ َشهللاُ ك‬َٝ ‫ ِخ َش ِح‬٥‫ ْا‬َٝ
.ِٚ ٤ْ ‫أَ ِخ‬

32
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, ― Siapa yang
melapangkan seorang mukmin dari satu kesulitan dunia, Allah akan
melapangkannya dari satu kesulitan hari kiamat. Siapa yang
memudahkan dari kesulitan, Allah akan memudahkan dari kesulitan
dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang mukmin, Allah akan
menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong
hambanyaselama hamba itu menolong saudaranya.‖ (HR. Muslim)
Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak mampu hidup sendiri. Dalam
berbagai hal, manusia membutuhkan bantuan orang lain. Oleh sebeb itu,
manusia harus hidup secara sosial. Ia tidak boleh mementingkan diri
sendiri. Untuk itu, Rasulullah mendidik umatnya agar menjadi makhluk
sosial dengan metode ganjaran atau motivasi yang besar.

33
Kegiatan Belajar Ke-5
HADIST PENDIDIK/GURU
A. Pengertian Kompetensi Guru
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai
dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. McAshan
mengemukakan bahwa kompetensi ―… is a knowledge, skills, and abilities or
capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the
exent her or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and
psychomotor behaviors”. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang
telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-
perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Padanan
kata yang berasal dari bahasa Inggris ini cukup banyak dan yang lebih relevan
dengan pembahasan ini adalah kata proficiency dan ability yang memiliki arti
kurang lebih sama yaitu kemampuan. Hanya, proficiency lebih sering digunakan
untuk menyatakan kemampuan berperingkat tinggi.[2]
Adapun kompetensi guru menurut Barlow ialah The ability of a teacher to
responsibly perform his or her duties appropriately. Artinya, kompetensi guru
merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-
kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi guru dapat
diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi
keguruannya. Artinya, guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat
disebut sebagai guru yang kompeten dan professional.
B. Kompetensi Pedagogis Guru
Kompetensi pedagogis merupakan kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan

34
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[3]
Menurut Majmudin bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogis
adalah kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan
penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik.
RPP tentang Guru merumuskan kemampuan yang harus dimiliki seorang
guru dalam menjalani kompetensi pedagogis meliputi hal-hal berikut:
1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
2. Pemahaman terhadap peserta didik
3. Pengembangan kurikulum atau silabus
4. Perancangan pembelajaran
5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran
7. Evaluasi hasil belajar
8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya
C. Hadits-Hadits Terkait Dengan Kompetensi Pedagogis Guru
1. Hadits 1
Dalam hadits yang diriwayatkan at-Turmudzi, Rasulullah SAW
memerintahkan untuk menyampaikan segala apa yang dimiliki walaupun
sedikit. Dan secara tersurat, hadits itu juga menyatakan ancaman bagi
seseorang yang berbuat dusta.
ِ ‫ْ ثَبَٕ ػ َْٖ َؽ َّغبَٕ ث ِْٖ ػ‬َٞ‫ذ ث ِْٖ ص‬
َ‫َّخ‬٤‫َط‬ ِ ِ‫ َػ ْج ُذ اُشَّؽْ َٔ ِٖ ثُْٖ صَبث‬َٞ ُٛ َٕ‫ْ ثَب‬َٞ‫عُقَ ػ َِٖ اث ِْٖ ص‬ُٞ٣ ُْٖ‫ َؽ َّذصََ٘ب ُٓ َؾ َّٔ ُذ ث‬٠َ٤‫َ ْؾ‬٣ ُْٖ‫َؽ َّذصََ٘ب ُٓ َؾ َّٔ ُذ ث‬
‫ا‬ُٞ‫ َؽ ِّذص‬َٝ ‫َ اخ‬٣‫ْ آ‬ََُٞٝ ٠ِّ٘‫ا َػ‬ٞ‫ َثِِّ ُـ‬-ِْ‫ع‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫ط‬- ‫هللا‬ ِ َّ ٍُ ُٞ‫ هَب ٍَ هَب ٍَ َسع‬ٝ‫هللا ْث ِٖ َػ ْٔش‬ ِ َّ ‫ ػ َْٖ َػ ْج ِذ‬٠ِّ ُُِِٞ‫ ًَ ْج َشخَ اُ َّغ‬٠‫ػ َْٖ أَ ِث‬
َ ٖ‫ش َؽ َغ‬٣‫َ َزا َؽ ِذ‬ٛ ٠‫ َغ‬٤‫ ِػ‬ُٞ‫ هَب ٍَ أَث‬.‫بس‬ ْ
-‫ؼ‬٤‫ط ِؾ‬ ِ َُّ٘‫ُ َِٖٓ ا‬ٙ‫َّأ َٓ ْو َؼ َذ‬َٞ‫َزَج‬٤ِْ َ‫ ُٓزَ َؼ ِّٔذاا ك‬٠
َّ َِ‫ة َػ‬
َ ‫ َٓ ْٖ ًَ َز‬َٝ ‫الَ َؽ َش َط‬َٝ ََ ٤ِ‫ إِع َْشائ‬٠َِ٘‫ػ َْٖ ث‬
١‫اُزشٓز‬
Menceritakan kepada kami Muhammad bin yahya, menceritakan
kepada kami Muhammad bin Yusuf dari Ibnu Tsauban. Dia Abdurrahman
bin Tasbit bin Tsauban dari Hassan bin „Athiyyah dari Abi Kabsyata As-
Saluliy dari „Abdillah bin „Amr berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat, dan beritakanlah tentang Bani
Isra‟il dan janganlah berbuat kesalahan. Dan barang siapa yang berdusta
atas namaku (muhammad) dengan sengaja, maka disediakan tempat
baginya di neraka.

35
Maksud sampaikanlah ilmu atau pelajaran dari Nabi SAW walaupun
sedikit sesuai dengan kemampuan atau sesuai dengan ilmu yang
diketahuinya. Menyampaikan ilmu wajib dan menyimpannya perbuatan dosa
yang disebutkatim al-ilmi. Ancaman orang yang berdusta dalam pemberitaan
dari Nabi seperti membuata hadits palsu adalah neraka. Tugas guru adalah
penyampai ilmu, penyampai ayat, penyampai hadits, tidak boleh
menyimpannya.[4]
Dari matan hadits di atas, dapat dipahami beberapa pokok bahasan
yang harus diimplementasikan oleh seorang guru (pendidik), diantarnya:
1. Seseorang guru adalah seorang yang menyampaikan ilmu (pengetahuan)
kepada orang lain, walaupun hanya sedikit.
2. Seorang guru harusnya mencegah dirinya dari berbuat kesalahan, karena
guru dipahami sebagai uswatun hasanah(teladan) bagi semua elemen
masyarakat khususnya peserta didiknya.
3. Seorang guru tidak boleh berbuat dusta atas nama Nabi Muhammad.
Dalam kaitannya ini berdusta atas nama Nabi Muhammad bisa diperluas
maknanya (dilalatu an nash) dengan berdusta atas nama Allah. Oleh
karena itu konsekuensi logisnya (dilalatu al-isyarat) seseorang harus
berbuat jujur dalam setiap kondisi apapun.
Menurut Athiyah Al-Abrasyi seorang pendidik Islam itu harus memiliki
sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapu
sifat-sifat itu ialah[5]:
1. Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena
mencari keridhaan Allah semata.
2. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat riya‘,
dengki, permusuhan, perselisihan dan sifat tercela lainnya.
3. Ikhlas dalam kepercayaan, keikhlasan dan kejujuran seorang guru di
dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya di
dalam tugas dan sukses murid-muridnya.
4. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap murid, ia sanggup
menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, sabar.
5. Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya kepada
anak-anaknya sendiri, dan memikirkan keadaan mereka seperto
memikirkan anak-anaknya sendiri.

36
6. Seorang guru harus mempunyai tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan,
rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam mendidik
muridnya.
7. Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya,
serta memperdalam pengetahuannya, tentang itu sehingga mata
pelajaran itu tidak akan bersifat dangkal.

a) Hadits 2
Sifat guru yang tergambar dalam hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Imam Ad-Daramiy adalah menerangkan untuk takut
kepada Allah, tidak sombong, dzikir, serta memohon ampun kepada Allah.
‫ ِث ْبُ َٔشْ ِء‬٠َ‫ ًَل‬: ٍَ ‫م هَب‬ُٝ‫ش َػ ْٖ ُٓ ْغِِْ َػ ْٖ َٓ ْغش‬ ِ َٔ ‫هللا َؽ َّذصََ٘ب صَائِ َذحُ َػ ِٖ األَ ْػ‬ ِ َّ ‫أَ ْخجَ َشَٗب أَؽْ َٔ ُذ ث ُْٖ َػ ْج ِذ‬
ْٕ َ‫ن أ‬٤ِ‫ ْاُ َٔشْ ُء َؽو‬: ‫م‬ُٝ‫هَب ٍَ َٓ ْغش‬َٝ ٍَ ‫ هَب‬.ِٚ ِٔ ِْ ‫ت ثِ ِؼ‬َ ‫ُ ْؼ َغ‬٣ ْٕ َ‫الا أ‬ْٜ ‫ ِث ْبُ َٔشْ ِء َع‬٠َ‫ ًَل‬َٝ ، َ‫هللا‬ َّ ٠‫َ ْخ َش‬٣ ْٕ َ‫ِػ ِْٔب ا أ‬
٢ٓ‫ اُذاس‬-َ‫هللا‬ َّ ‫َ ْغزَ ْـ ِل ُش‬٤َ‫ُ ك‬َٚ‫ث‬ُٞٗ‫َ ْز ًُ ُش ُر‬٤َ‫َب ك‬ٜ٤‫ ِك‬ُِٞ‫َ ْخ‬٣ ُ‫ُ َٓ َغب ُِظ‬َُٚ َٕٞ ٌُ َ‫ر‬
“Menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdullah, menceritakan
kepada kami Zaidah dari Al- A‟masy dari Muslim dari Masruq berkata:
Cukup bagi seseorang yang berilmu untuk takut kepada Allah. Dan cukup
bagi seorang yang bodoh untuk membanggakan ilmunya. Muslim Berkata,
dan Masruq berkata: seseorang yang benar adalah apabila dia dalam
majlis yang kosong didalamnya, maka ia akan mengingat dosanya dan
memohon ampun kepada Allah”.
Hadits diatas memberikan gambaran, bahwa seorang guru harus
mempunyai sifat takut, yang bisa diperluas dengan menggunakan kata taqwa.
Taqwa disini dimaksudkan agar guru senantiasa merasa takut untuk berbuat
yang dilarang, agar anak didiknya tidak meniru apa yang dilakukan oleh
gurunya. Hal semacam ini yang penting untuk diterapkan oleh guru. Karena
tugas seorang guru bukan hanya mengajar atau mentransfer ilmu. Akan tetapi
sangat jauh dari pada itu, seorang guru adalah pendidik dari semua aspek
yang ada pada manusia baik dari sisi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Selain takut kepada Allah, hadits diatas juga melarang untuk
menyombongkan diri dengan ilmu, dan senantiasa mengingat dosa atau

37
kesalahannya lalu meminta ampun kepada Allah SWT. Matan hadits diatas
hendaknya dilaksanakan dengan baik dalam menjalankan tugasnya sebagai
pendidik.
b) Hadits 3
Sebagaimana di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas:
‫ قال رسول هللا صلي هللا عليه و سلم طلب العلم فزيضة علي كل‬: ‫عن ا نس رضي ا هلل عنه قال‬
.‫مسلم ووا ضع العلم عند غيز اهله كمقلد الجنزيز الجوهز واللؤلؤ والذهب‬

Artinya : Dari Anas (Semoga Allah Meridoi kepadanya) ia berkata:


Rosulah SAW telah bersabda: mencari ilmu itu wajib hukumnya kepada
seluruh muslim. Dan mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya seperti
mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas.[6]
Dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa apabila seseorang
mendapatkan ilmu bukan dari ahlinya seperti mengalungi babi dengan
permata, mutiara dan emas. Apakah tidak rugi mengalungi babi dengan
permata, mutiara dan emas. Walaupun permata, mutiara dan emas adalah
benda termahal, terindah dan menawan akan tetapi ketika dipakaikan kepada
babi maka permata, mutiara dan emas tersebut tidak akan menjadi daya tarik
kepada orang lain.
Pengertian dari kalimat mendapatkan ilmu bukan pada ahlinya, hal
ini dapat diartikan sebagai mendapatkan ilmu dari seorang guru yang bukan
pada bidangnya. Hal ini menuntut seorang guru agar mengajarkan kepada
peserta didik materi pembelajaran yang memang bidangnya.
Sedangkan kalimat permata, mutiara dan emas dapat diartikan
sebagai Ilmu. Permata, mutiara dan emas adalah barang yang sangat indah,
mahal dan menawan. Akan tetapi ketika permata, mutiara dan emas tersebut
dikalungi kepada babi, maka benda tersebut akan menjadi sia-sia dan tidak
berarti. Begitu pula dengan ilmu, Ilmu sangat berharga, bermanfaat dan
berguna. Akan tetapi ketika ilmu itu salah maka akan menjadi sia-sia, bahkan
bisa sampai berbahaya.
Dengan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa mendapatkan
ilmu bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara
dan emas. Hal ini membuktikan bahwa mencari ilmu kepada ahlinya

38
merupakan sebuah keharusan, agar tidak terjadi hal yang sia-sia dan
berbahaya.
Begitu pula dengan seorang guru, seharusnya seorang guru
mengajarkan apa yang memang ia ahli dalam bidang tersebut agar ia tidak
mengajarkan materi yang salah. Perintah Rosul tersebut seharusnya menjadi
motivasi bagi para guru dalam terus mencari ilmu dan menguasai materi yang
diajarkan agar tidak manjadi hal yang sia-sia dan salah dalam mengajar.
Dengan perintah dari Rosullah tersebut membuktikan bahwa
pemahaman seorang guru terhadap materi yang diajarkan sudah dianjurkan
didalam Konsep Pengajaran Islam.

Kegiatan Belajar Ke-6


HADIST PESERTA DIDIK

Peserta didik adalah ucapan yang bersifat umum untuk orang yang
sedang menuntut ilmu. Peserta didik ada juga yang disebut siswa, murid,
pelajar, anak didik, mahasiswa. dalam bahasa inggris di sebut student, dalam
bahasa arab ada yang disebut thalib, biasanya untuk mahasiswa. Tilmidz,
untuk murid tingkat TK sampai SMA.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Abudin nata mengatakan, bahwa peserta didik diartikan
dengan orang yang telah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan
pengarahan.
Sehubungan dengan itu, samsul nizar memberikan kriteria peserta didik
kepada lima kriteria:
1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasatetapi memiliki dunia
sendiri.
2. Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan pertmbuhan.
3. Peserta didik adalah makhluk allah yang memiliki perbedaan individu
baik di sebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungandimana ia
berada.

39
4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rihani, unsur
jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memiliki daya akal, hati
nurani dan nafsu.
5. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang
dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Sementara di pihak lain,
Oemar Hmalik mengemukakan beberapa aspek yang perlu
diketahuiuntuk mengenal peserta didik.
1. Latar belakang masyarakat.
2. Latar belakang keluarga
3. Tingkat inteligensi.
4. Hasil belajar.
5. Kesehatan badan.
6. Hubungan-hubungan antar pribadi.
7. Kebuthan-kebutuhan emosiional.
8. Sifat-sifat kepribadian.
9. Bermacam-macam minat belajar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah
setiap orang yang meluangkan waktunya untuk belajar kepada seorang
pendidik. Peserta didik adalah orang yang berada dalam fase pertumbuhan
dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikis. Dengan demikian ia
tidak bisa disamakan dengan orang dewasa yang berukuran kecil karena
mempunyai spesifikasi tersendiri.
Rasulullah SAW, sangat memberikan perhatian terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga ditemukan hadits-hadits yang
membicarakan tentang mencari ilmu pengetahuan. Perhatian yang demikian
tinggi, karena rasulullah juga menyatakan dirinya sebagai pendidik.
Rasulullah lebih mengutamakan majlis orang yang belajar dari pada majlis
ahli ibadah. Diantara hadits yang membicarakan tentang peserta didik adalah
sebagai berikut.

ٍ‫ؽذص٘ب ٓغذد هب‬,ٍ‫ؽذص٘ب ثشش هب‬, ٕٞ‫ؽذص٘ب اثٖ ػ‬, ٖ٣‫ػٖ اثٖ عجش‬, ٚ٤‫ ثٌشح ػٖ اث‬٢‫ػٖ ػجذ اُشؽٖٔ ثٖ اث‬... ٍ‫هب‬
٢‫اُ٘ج‬,

40
"ِْ‫ثبُزؼ‬ ِْ‫اُؼ‬ ‫اٗٔب‬ٝ ‫هللا‬ ٜٚ‫لو‬٣ ‫شا‬٤‫خ‬ ٚ‫ث‬ ‫هللا‬ ‫شد‬٣ ٖٓ." (١‫اُجخبس‬ ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬
Artinya : menceritakan kepada kami musaddad, berkata menceritakan kepada
kami bysr, ia berkata, menceritakan kepada kami ibn ‗aub, dari ibn sirin, dari
abdurrahman ibn abu bakrah dari ayahnya. Nabi SAW bersabda, “ barang
siapa dikehendaki baik dari allah, maka ia dikaruniai kepahaman agama.
Sesungguhnya ilmu itu hanya diperoleh dengan belajar.(HR. Bukhari)

ٍ‫ذ هب‬٤ٔ‫ؽذص٘ب اُؾ‬, ٍ‫بٕ هب‬٤‫ؽذص٘ب عل‬, ٍ‫ هب‬١‫ش‬ٛ‫ اُض‬ٙ‫ش ٓب ؽذص٘ب‬٤‫ ؿ‬٠ِ‫ خبُذ ػ‬٠‫َ ثٖ اث‬٤‫ اعٔبػ‬٢٘‫ؽذص‬, ٖ‫عٔؼذ ث‬
ٍ‫ ؽبصّ هب‬٢‫ظ ثٖ اث‬٤‫ه‬, ٍ‫دهب‬ٞ‫عٔؼذ ػجذ هللا ثٖ ٓغؼ‬, ِْ‫ع‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫ ط‬٢‫هبٍ اُ٘ج‬," ٖ٤‫ اص٘ز‬٢‫الؽغذ إال ك‬: َ‫سع‬
‫ اُؾن‬٢‫ ك‬ٚ‫ٌِز‬ٛ ٠ِ‫ هللا ٓب ال كغِؾ ػ‬ٙ‫ارب‬, ‫ب‬ِٜٔ‫ؼ‬٣ٝ ‫ب‬ٜ‫ ث‬٠‫وؼ‬٣ٜٞ‫ هللا اُؾٌٔخ ك‬ٙ‫سعَ ارب‬ٝ." (١‫ اُجخبس‬ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬

Artinya : menceritakan kepada kami humaid, ia berkata, menceritakan


kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku isma‘il ibn abu khalid
atas selain yang kami ceritakan olehnya al-zuhriy, ia berkata, ― aku mendengar
ibn qais ibn abu hazim, ia berkata, aku mendengar ‗abdullah ibn mas‘ud
berkata, nabi SAW bersabda,‖ tidak boleh iri hati kecuali dua hal, yaitu
seorang laki-laki yang diberi harta oleh allah lalu harta itu di kuasakan
penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki di beri hikmah oleh
allah dimana ia memutuskan perkara dan mengajar dengannya.‖ (HR.
Bukhari)

ٍ‫خ هب‬٣‫ ٓش‬٠‫ذ ثٖ اث‬٤‫ؽذص٘ب عؼ‬, ‫اخجشٗب ٗبكغ ثٖ ػٔش‬, ٍ‫هب‬, ‫ٌخ‬٤ِٓ ٢‫ اثٖ اث‬٠٘‫ؽذص‬, ‫ هللا‬٠ِ‫ ط‬٢‫عخ اُ٘ج‬ٝ‫إ ػبئشخ ص‬
ِْ‫ع‬ٝ ٚ٤ِ‫ػ‬, ٚ‫رؼشك‬ ٠‫عز‬ ٚ٤‫ك‬ ‫ساعؼذ‬ ‫إال‬ ‫ئب‬٤‫ش‬ ‫الرغٔغ‬ ‫ًبٗذ‬... (ٟ‫اُجخبس‬ ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬

Artinya : menceritakan kepada kami sa‘id ibn abi maryam, ia berkata,


memberitakan kepada kami na‘fi ibn umar, ia berkata, menceritakan
kepadaku ibn abu mulaikah, bahwasanya ‗Aisyah istri Nabi SAW, tidak pernah
mendengar sesuatu yang tidak diketahuinya melainkan ia mengulangi lagi
sehingga ia mengetahuinya benar-benar (HR. Bukhari).
ٍ‫عق هب‬ٞ٣ ٖ‫ؽذص٘ب ػجذ هللا ث‬, ٍ‫ هب‬٢٘‫ؽذص‬, ٍ‫ش هب‬٤ُِ‫ ا‬٢٘‫عذص‬, ‫ذ‬٤‫ عؼ‬٢٘‫ؽذص‬, ‫ؼ‬٣‫ شش‬٠‫ػٖ اث‬, ‫ذ‬٤‫ثٖ عؼ‬ٝ‫ هبٍ ُؼٔش‬ٚٗ‫ا‬
___ ‫ ٌٓخ‬٠ُ‫س ا‬ٞ‫جؼش أُجؼ‬٣ٞٛٝ."‫ش‬٤ٓ‫ب اال‬ٜ٣‫ ا‬٢ُ ٕ‫ائز‬, ّٞ٣ ٖٓ‫عِْ اُـذ‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫ ط‬٢‫ اُ٘ج‬ٚ‫ال هبّ ث‬ٞ‫اؽذس ه‬
‫اُلزؼ‬, ١‫ ارٗب‬ٚ‫عٔؼز‬, ٢‫ هِج‬ٙ‫ػب‬ٝٝ, ١‫٘ب‬٤‫ ػ‬ٚ‫اثظشر‬ٝ, ٚ٤ِ‫ ػ‬٠٘‫اص‬ٝ ‫ ؽٔذ هللا‬ٚ‫ٖ رٌِْ ث‬٤‫ؽ‬, ٍ‫صْ هب‬, " ‫ب هللا‬ٜٓ‫إ ٌٓخ ؽش‬
‫ب ُِ٘بط‬ٜٓ‫ؾش‬٣ ‫ال‬ٝ, ‫غلي دٓب‬٣ ٕ‫ّ االخش ا‬ٞ٤ُ‫ا‬ٝ ‫ؤ ٖٓ ثبهلل‬٣ ‫ء‬ٟ‫ؾَ ألٓش‬٣ ‫كال‬, ‫ب شغشح‬ٜ‫ؼؼذ ث‬٣ ‫ال‬ٝ, ‫كئٕ اؽذ‬
‫بس‬ٜٗ ٖٓ ‫ب عِؼخ‬ٜ٤‫عِْ ك‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫ا هللا ط‬ٞ‫رشخض ُوزبٍ ُشع‬, ‫ب ثبألٓظ‬ٜ‫ّ ًؾشٓز‬ٞ٤ُ‫ب ا‬ٜ‫صْ ػبدد ؽشٓز‬, ‫جِؾ‬٤ُٝ

41
‫اُـبئت‬ ‫ذ‬ٛ‫اُشب‬." (ٟ‫اُجخبس‬ ٙ‫)سصا‬.

Artinya : menceritakan kepada kami ‗Abdullah ibn yusuf, ia berkata,


menceritakan kepadaku laits, ia berkata, menceritakan kepadaku sa‘id dari
abu suraih, bahwanya ia berkata, kepada amr bin sa‘id, ketika ia mengirim
pasukan ke makkah, ―izinkanlah saya wahai amir untuk menyampaikan
kepadamu suatu pekerjaan yang di sabdakan nabi SAW. Pada pagi hari
pembebasan (mekah). Sabda beliau itu terdengar oleh kedua telinga saya, dan
hati saya memeliharanya, serta dua mata saya melihat ketika beliau
menyabdakannya. Beliau memuja allah dan menyanjungNya, kemudian
beliau bersabda, ―sesungguhnya makkah itu di mulyakan oleh allah ta‘ala dan
manusia tidak memulyakannya, maka tidak halal bagi seseorang yang
beriman kepada allah dan hari akhir menumpahkan darah di makkah, dan
tidak halal menebang pepohonan di sana. Jika seseornag memandang ada
kemurahan (untuk berperang) berdasarkan peperangan rasulullah SAW.
Disana, maka katakanlah [kepadanya], sesungguhnya allah telah mengizinkan
bagi rasulNya, tetapi tidak mengizinkan bagimu, dan allah hanya mengizinkan
bagikusesaat di suatu siang hari, kemudian kembali kemuliaannya
(diharamkannya) pada hari itu seperti haramnya kemarin.‖ Orang yang hadir
hendaklah menyampaikannya kepada yang tidak hadir (ghaib). (HR. Bukhari)

ٍ‫ ثٖ ػجذ هللا هب‬٢ِ‫ؽذص٘ب ػ‬, ٍ‫بٕ هب‬٤‫ؽذص٘ب عل‬, ٍ‫ هب‬ٝ‫ؽذص٘ب ػٔش‬, ٚ‫ت ثٖ ٓ٘ج‬ٛٝ ٢ٗ‫أخجش‬, ٍ‫ هب‬ٚ٤‫ػٖ اخ‬, ‫عٔؼذ اثب‬
ٍٞ‫و‬٣ ‫شح‬٣‫ش‬ٛ, "٢٘ٓ ٚ٘‫ضب ػ‬٣‫عِْ اؽذ اًضشؽذ‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫ ط‬٢‫ٓبٖٓ أطؾبة اُ٘ج‬, ٖ‫إالٓب ًِٖ ٖٓ ػجذ هللا ث‬
ٟ‫ػٔش‬, ‫أًزت‬ ‫ال‬ٝ ‫ٌزت‬٣ ٕ‫ًب‬ ٚٗ‫كئ‬." (ٟ‫اُجخبس‬ ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬.

Artinya : menceritakan kepada kami ali ibn abdullah, ia berkata,


menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku umar,
ia berkata, memberitakan kepadaku wahabibn munabbih, ia berkata, aku
mendengar abu hurairat berkata, ― tiads eorangpun dari sahabat nabi SAW
yang lebih banyak meriwayatkan hadits yang diterima dari beliau SAW dari
pada saya, melainkan apa yang didapat dari abdullah bin amr, sebab ia
mencatat hadits sedang saya tidak mencatatnya,‖ (HR. Bukhari)

ٍ‫ٖ هب‬٤ً‫ْ اُلؼَ ثٖ د‬٤‫ ٗؼ‬ٞ‫ؽذص٘ب اث‬, ٕ‫جب‬٤‫ؽذص٘ب ش‬, ٚٓ‫ عب‬٠‫ ػٖ اث‬٠٤‫ؾ‬٣ ٖ‫ػ‬, ‫شح‬٣‫ش‬ٛ ٠‫ػٖ اث‬: ... ٖٓ َ‫كغبء سع‬

42
ٖٔ٤ُ‫َ ا‬ٛ‫ا‬, ٍ‫كوب‬, ٍ‫ٍ هللا كوب‬ٞ‫بسع‬٣ ٢ُ ‫اًزت‬, " ٕ‫ كال‬٢‫ االث‬ٞ‫اًزج‬." (ٟ‫ اُجخبس‬ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬

Artinya : menceritakan kepada kami abu nu‘aim fadhlu ibn dukain, ia


berkata, menceritakan kepada kami syaiban dari yahya, dari abi salamat, dari
abu hurairat:.... seorang laki-laki datang dari yaman, dan berkata, ―tuliskan
untukku ya rasulullah! Rasulullah SAW bersabda, ―tuliskanlah untuk ayah si
fulan.‖ (HR. Bukhari).

ٍ‫ؽذص٘ب ٓغذد هب‬, ٍ‫ؽذص٘ب ثشش هب‬, ٕٞ‫ؽذص٘ب اثٖ ػ‬, ٖ٣‫ش‬٤‫ػٖ اثٖ ع‬, ٚ٤‫ ثٌشح ػٖ اث‬٢‫ػٖ ػجذ اُشؽٖٔ ثٖ اث‬... ٖٓ
‫اُغ٘خ‬ ٠ُ‫ا‬ ‫وب‬٣‫ؽش‬ ُٚ ‫هللا‬ َٜ‫ع‬ ‫ػِٔب‬ ٚ٤‫ك‬ ‫ِزٔظ‬٣ ‫وب‬٣‫ؽش‬ ‫(عِي‬ٟ‫اُجخبس‬ ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬

Artinya : menceritakan kepada kami musaddad, ia berkata,


menceritakan kepada kami bisyr, ia berkata, menceritakan kepada kami ibn
‗Aub, dari Ibn sirin, dari abdurrahman ibn abu bakrah dari ayahnya...
rasulullah bersabda, ― siapa yang berusaha mencari ilmu, allah akan
memudahkan baginya jalan menuju syurga.‖ (HR. Bukhari)

ٍ‫ ٓظؼت هب‬ٞ‫ ثٌش اث‬٢‫ؽذ ص٘باؽٔذ اثٖ اث‬, ‫٘بس‬٣‫ْ ثٖ د‬٤ٛ‫ؽذ ص٘ب ٓؾٔذ ثٖ اثشا‬, ‫ رئت‬٢‫ػٖ ثٖ اث‬, ١‫ذ أُوجش‬٤‫ػٖ عؼ‬,
ٍ‫شح هب‬٣‫ش‬ٛ ٢‫ػٖ اث‬, ‫هِذ‬, ٍ‫؟ هب‬ٙ‫شا اٗغب‬٤‫ اعٔغ ٓ٘ي ؽذ ص٘ب ًض‬٢ٗ‫ٍ هللا ا‬ٞ‫ثب سع‬, " ‫"اثغؾ سداءى‬. ٚ‫كجغطز‬.... ْ‫ص‬
ٍ‫هب‬: "ٚٔ‫"ػ‬ ‫كؼٔٔخ‬, ٙ‫ثؼذ‬ ‫ئب‬٤‫ش‬ ‫ذ‬٤‫ٗغ‬ ‫كٔب‬." (ٟ‫اُجخبس‬ ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬

Artinya : menceritakan kepada kami ahmad ibn abu bakar al-shiddiq


abu masg‘aub, ia berkata, menceritakan kepada kami muhammad ibn ibrahim
ibn dinar, dari ibn abi dzi‘bu, dari sa‘id al-maqburiy, dari abu hurairat, ia
berkata, aku berkata kepada rasulullah SAW, ― wahai rasulullah,
sesungguhnya aku banyak mendengar hadits dari engkau, lalu aku lupa?‖
rasulullah SAW bersabda, ― hilangkan perkara yang burukmu,‖ lalu aku
menghilangkannya.... lalu rasulullah SAW bersabda, ― hapalkanlah,‖ lalu aku
menhapalkannya,‖ setelah itu aku tidak melupakan suatu hadits pun setelah
itu,‖ (HR. Bukhari).

٠‫ اخ‬٠٘‫َ هبٍ ؽذص‬٤‫ؽذص٘ب اعٔبػ‬, ‫ رئت‬٢‫ػٖ اثٖ اث‬, ١‫ذ أُوجش‬٤‫ػٖ عؼ‬, ٍ‫شح هب‬٣‫ش‬ٛ ٢‫ػٖ اث‬, " ٍٞ‫ؽلؼخ ٖٓ سع‬

43
ٖ٣‫ػبء‬ِٞٔ‫ع‬ٝ ٚ٤ِ‫ هللا ػ‬٠ِ‫هللا ط‬, ٚ‫ٔب كجضضز‬ٛ‫كبٓب اؽذ‬, ّٞ‫زا اُجِؼ‬ٛ ‫ هطغ‬ٚ‫ ثضضز‬ِٞ‫آباالخش ك‬ٝ,(١‫ اُجخبس‬ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬.

Artinya : menceritakan kepada kami isma‘il, ia berkata, menceritakan


kepadaku saudaraku, dari ibn abi dazi‘bu, dari sa‘id al-maqburiy, dari abu
hurairat, ia berkata, ―saya hafal dari nabi dua tempat. Adapun salah satu dari
keduanya, maka saya siarkan (hadits itu). Seandainya yang lain saya siarkan,
niscaya terputuslah tenggoro‘an ini‖. (HR. Bukhari)

ٝ‫ذ‬ٛ‫هبٍ ٓغب‬ٝ"‫ال ٓغزٌجش‬ٝ ٠‫زؼِْ ٓغزؾ‬٣‫ال‬, ‫هبُذ ػبئشخ‬ٝ, "‫ٗؼْ اُ٘غبء ٗغبء االٗظبس‬, ٖٜ‫زلو‬٣ ٕ‫ٖ اُؾبء ا‬ٜ‫ٔ٘ؼ‬٣ ُْ
ٖ٣‫اُذ‬ ٢‫ك‬." (ٟ‫اُجخبس‬ ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬

Artinya : berkata mujahid, ―pemalu dan sombong tidak akan dapat


mempelajari pengetahuan agama.‖aisyat berkata, ―sebaik-baik kaum wanita
adalah kaum wanita anshar, mereka tidak di halang-halangi rasa malu untuk
mempelajari pengetahuan yang mendalam tentang agama. (HR. Bukhari).

ٍ‫ؽذص٘ب اُؾغبط هب‬, ٍ‫ؽذص٘ب شؼجخ هب‬, ‫ ثٖ ٓذسى‬٢ِ‫ ػ‬٢ٗ‫اخجش‬, ‫ صسػخ‬٢‫ػٖ اث‬, ‫ش‬٣‫ػٖ عش‬, " ‫ هللا‬٠ِ‫ ط‬٢‫إٔ اُ٘ج‬
‫داع‬ُٞ‫ ؽغخ ا‬٢‫ ك‬ُٚ ٍ‫عِْ هب‬ٝ ٚ٤ِ‫ػ‬, " ‫كوبٍ "اعز٘ظذ اُ٘بط‬, "‫ ًلبسا‬١‫ا ثؼذ‬ٞ‫الرشعؼ‬, ‫ؼشة ثؼؼٌْ سهبة‬٣
‫ثؼغ‬." (ٟ‫اُجخبس‬ ٙ‫ا‬ٝ‫)س‬

Artinya : menceritakan kepada kami hajjaj, berkata, menceritakan


kepada kami syu‘bat berkata, menceritakan kepadaku ‗Ali ibn mudrik, dari abi
zur‘ah, dari jarir bin abdullah, mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda
kepadanyapada waktu mengerjakan haji wada‘, ―diamkanlah manusia!‖ lalu
beliau bersabda, ―sesudahku nanti janganlah kamu menjadi kafir, dimana
sebagian kamu memotong leher sebagian yang lain.‖ (HR. Bukhari).
Dari uraian hadits diatas, untuk mewujudkan peserta didikyang berkualitas
berdasarkan tinjauan hadits dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ilmu itu hanya diperoleh dengan
belajar. Artinya, seseorang tidak bisa hanya bercita-cita, akan tetapi
harus di iringi dengan ikhtiar. Orang-orang yang berikhtiar untuk
belajar, kelak akan dikaruniai kepahaman agama yang pada akhirnya
akan menghantarnya menuju kemuliaan dan kebaikan.

44
2. Peserta didik diperbolehkan iri hati kepada orang lain yang memiliki
ilmu pengetahuan yang luas, sebagai cambuk untuk rakus dalam
menuntut ilmu pengetahuan, sehingga dengan semangat menuntut ilmu
itu, diharapkan akan menyebar ilmu pengetahuan di muka bumi.
3. Peserta didik hendaknya selalu menghafal dan mengulangi pelajarannya,
sehingga betul-betul menguasai materi yang telah disampaikan oleh
pendidik. Hal ini bertujuan agar ia dapat menggunakan ilmu tersebut
kapanpun dibutuhkan, sesuai dengan kondisi yang ada.
4. Peserta didik yang hadir menuntut ilmu tidak boleh kikir, untuk
menyampaikan ilmu kepada orang-orang yang tidak hadir. Hendaknya
dengan hati-hati yang tulus mengajarkan ilmu tersebut kepada orang
yang tidak sempat hadir. Peserta didik hendaknya menuliskan, ilmu
yang disampaikan oleh pendidik, sehingga terjaga. Sekiranya terlupakan
masih bisa dilihat catatannya dan mengulangi kembali pelajaran yang
telah diberikan pendidik meskipun dalam jangka waktu yang lama.
5. Peserta didik hendaknya menyadari bahwa dalam menuntut ilmu
tersebut, ia berada dalam ridho allah SWT, dan mempermudah baginya
jalan menuju syurga.
6. Peserta didik hendaknya berniat untuk mengajarkan ilmu yang
diperolehnya untuk disebarkan dan diajarkan kepada orang lain agar
bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.
h. Peserta didik tidak boleh malu belajar, karena orang yang malu dan
sombong tidak akan dapat mempelajari ilmu agama. Sebaik-baik pelajar
adalah yang tidak malu bertanya, apabila sesuatu yang belum
dipahaminya selama tidak melanggar etika peserta didik.
7. Peserta didik hendaknya diam dan tenang, tidak ribut pada saat belajar,
karena dapat mengurangi ketenangan belajar dan mengganggu
konsentrasi guru pada saat mengajar.

Berkaitan dengan sifat-sifat peserta didik, al-ghazali merumuskan adab


peserta didik dalam menuntut ilmu sebagai berikut:
1. Mengawali langkah dengan menyucikan hati dari prilaku yang
buruk dan sifat-sifat tercela.

45
2. Mengurangi dari segala keterkaitan dengan kesibukan-kesibukan
duniawi dan menjauhkan dari keluarga dan kota tempat tinggal.
3. Hendaknya ia tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan tidak pula
menonjolkan kekuasaan terhadap guru yang mengajarinya, tetapi
menyerahkan bulat-bulat kendali dirinya kepadanya dan mematuhi
segala nasihatnya.
4. Bagi seorang pemula dalam upaya menuntut ilmu, ialah tidak
memalingkan perhatiannya sendiri untuk mendengar pendapat-
pendapat manusia yang bersimpang siur, baik ilmu yang sedang ia
pelajari termasuk ilmu-ilmu dunia atau ilmu-ilmu umum.
5. Menunjukkan perhatiannya yang sungguh-sungguh kepada tiap-
tiap disiplin ilmu yang terpuji, agar dapat mengetahui tujuan
masing-masing.
6. Hendaknya ia tidak melibatkan diri didalam berbagai macam ilmu
pengetahuan secara bersamaam, melainkan melakukan dengan
menjaga urutan posisinya, yakni melalui ilmu yang paling penting.
7. Hendaknya ia tidak melibatkan diri dalam suatu bagian ilmu
sebelum menguasai bagian yang sebelumnya. Sebab, semua ilmu
berurutan secara teratur.
8. Hendaknya ia berusaha mengetahui apa kiranya yang menjadi
sesuatu menjadi semulia-mulia ilmu.

46
Kegiatan Belajar ke-7
HADIST METODE PENDIDIKAN ISLAM

‫ال َحدَّثَنَا ثُ َم َامةُ بْ ُن َعبْ ِد اللَّ ِه‬ َ َ‫الص َم ِد ق‬


َ َ‫ال َحدَّثَنَا َعبْ ُد اللَّ ِه بْ ُن ال ُْمثَنَّى ق‬ َّ ‫ار َحدَّثَنَا َعبْ ُد‬ َّ ‫َحدَّثَنَا َعبْ َدةُ بْ ُن َعبْ ِد اللَّ ِه‬
ُ ‫الص َف‬
‫َع ْن أَنَس‬

‫اد َها ثَََلثًا َحتَّى تُ ْف َه َم َعنْهُ َوإِذَا أَتَى َعلَى قَ ٍْْ ََ ََلَّ َم‬ َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أَنَّهُ َكا َن إِذَا تَ َكلَّ َم بِ َكلِ َمة أ‬
َ ‫َع‬ َ ‫َع ْن النَّبِ ِّي‬

‫َعلَْي ِه ْم َسلَّ َم َعلَْي ِه ْم ثَََلثًا‬

“Telah menceritakan kepada kami 'Abdah bin Abdullah Ash Shafar Telah
menceritakan kepada kami Abdushshamad berkata, Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Al Mutsanna berkata; Tsumamah bin Abdullah
telah menceritakan kepada kami dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi

47
wasallam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila berbicara
diulangnya tiga kali hingga dapat dipahami dan bila mendatangi kaum,
Beliau memberi salam tiga kali.”

Informasi tentang Sanad Hadits

Proses identifikasi hadits dilakukan dengan pelacakan hadits yang


berkaitan dengan ―metode pendidikan‖ dalam kutubut tis‟at. Pelacakan
ِ
menggunakan lafal ‫اد َها ثَََلثًا َحتَّى تُ ْف َه َم‬ َ ‫ إِذَا تَ َكلَّ َم بِ َكل َمة أ‬. Karena kata kunci
َ ‫َع‬
yang digunakan terdiri dari tujuh kata, maka hadis hanya terlacak sebanyak
satu buah. Hadits yang diambil merupakan hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari.
Berikut skema sanadnya:
Anas bin Malik bin An
Nadlir bin Dlamdlom bin
Zaid bin Haram

Tsumamah bin 'Abdullah


bin Anas bin Malik

Abdullah bin Al Mutsannaa


bin 'Abdullah bin Anas
bin Malik

Abdush Shamad bin 'Abdul


Warits bin Sa'id bin
Dzakwan

Abdah bin 'Abdullah bin


'Abdah

Informasi tentang Matan Hadits


At-Tirmidzi mengatakan: ―Hadits tersebut berkualitas hasan shahih
gharib. Kami mengetahui hadits ini hanya melalui jalur ‗Abdullah bin Al-
Mutsanna.‖
‗Abdullah bin Al-Mutsanna termasuk salah seorang perawi yang hanya
dicantumkan oleh Bukhari didalam kitab shahihnya, sementara Muslim tidak
mencantumkannya.

48
Syarah Hadits

Perkataan (ُ‫دة‬
َ ‫َع ْب‬ ‫‘― ) َح َّدثَنَا‬Abdah meriwayatkan kepada kami.‖ Ia adalah
‗Abdah bin ‗Abdullah ash-Shafar. Al-Bukhari tidak meriwayatkan sanad
‗Abdah bin ‗Abdur Rahim al-Marwazi yang satu tingkatan dengan ‗Abdah Ash-
Shafar. Sementara dalam riwayat al-Ashili tercantum dengan lafazh: ―‘Abdah
Ash-Shafar meriwayatkan kepada kami.‖
ِ ‫الصم‬
Perkataan (‫د‬ ‫‘― ) َح َّدثَنَا َع ْب ُد‬Abdush Shamad meriwayatkan kepada
َ َّ
kami.‖ Ia bernama ‗Abdul Warits bin Sa‘id, kunyahnya Abu Sahl. Al-Mutsanna
adalah ayah ‗Abdullah. Ia adalah putra ‗Abdullah bin Anas bin Malik.
Tsumamah merupakan pamannya dari pihak ayah. Semua perawi yang
tercantum dalam sanad ini berasal dari kota Bashrah.

Perkataan (ُ‫أَنَّه‬ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ‫― ) َع ْن النَّبِ ِّي‬Dari Nabi, bahwasannya
beliau.‖. hal ini menunjukkan salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi.
Maksudnya, Anas bin Malik mengabarkan kebiasaan Nabi yang ia ketahui dan
saksikan langsung. Jadi, bukan Nabi yang mengabarkan kebiasaan beliau
tersebut kepada Anas. Kesimpulan ini terbukti dari kebijakan Al-Bukhari
mengeluarkan hadits ini pada kitab ―Al-Isti‘dzaan‖ melalui sanad Ishaq dari
‗Abdush Shamad dengan sanad ini hingga Anas, ia berkata: ―Bahwasannya
Nabi ...‖

(‫كلَّم‬
َ َ‫ت‬ ‫)إِذَا‬
Perkataan
َ ―Apabila beliau berbicara.‖ Al-Karmani

mengatakan: ―Menurut para pakar ilmu ushul, bentuk susunan kalimat


seperti ini menunjukkan perbuatan yang senantiasa dilakukan.‖

Perkataan (‫كلِ َمة‬


َ ِ‫― )ب‬Sebuah kalimat.‖ Yakni susunan kalimat yang
sempurna.

Perkataan (‫ثَ ََلثًا‬ ‫اد َها‬


َ ‫َع‬
َ ‫― )أ‬Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali.‖ Di
dalam hadits ini juga dijelaskan mengapa beliau mengulangi ucapannya
sebanyak tiga kali, yaitu agar dapat dipahami.

49
Ibnu Munayyir berkata: ―Dengan judul bab ini, Bukhari membantah
pendapat yang mengatakan makruh hukumnya mengulangi penyampaian
hadits, dan beliau membantah klaim bahwa murid yang meminta agar
pelajarannya diulang adalah murid yang bodoh. Yang benar, hal ini berkaitan
dengan apakah murid itu seorang pemula ataukah bukan. Jadi, tidak ada
salahnya jika seorang murid yang belum hafal untuk meminta pengulangan
pembacaan sebuah hadits agar ia dapat menghafalnya. Di sisi lain, si guru pun
tidak punya alasan untuk tidak mengulanginya. Bahkan, dalam kasus seperti
ini, ia dituntut untuk mengulangi pembacaan hadits tersebut dari awal. Sebab,
memulainya dari awal adalah sebuah keharusan.‖
Hadits tersebut menunjukkan bahwa salah satu petunjuk Nabi jika
mengucapkan suatu perkataan dan perkataan tersebut belum difahami
dengan benar maka beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. Demikian pula
jika beliau mengucapkan salam namun belum mendapat balasan, maka beliau
mengulanginya sebanyak tiga kali.
Namun tidak berarti setiap kali berbicara Rasulullah mengulangi
ucapannya tiga kali. Beliau mengulangi tiga kali hanya apabila ucapan
tersebut belum difahami.
Apabila yang berbicara adalah seorang penuntut ilmu dan belum faham
setelah diulangi tiga kali, apakah kita mengulanginya kembali? Jawabannya:
Ya, kita mengulanginya kembali sepanjang kita berusaha untuk membuatnya
faham. Namun, jika kita membicarakan perkara yang umum dan kita khawatir
sebagian hadirin belum mengerti maka kita mengulanginya sekali atau dua
kali saja.
Ucapan juga diulangi jika permasalahan penting dan bertujuan untuk
mempertegas. Sebagaimana Nabi mengulang-ulangi ucapannya, ―Bukankah
sudah saya sampaikan?‖ sebanyak tiga kali karena pentingnya masalah ini dan
untuk mempertegas persaksian umat bahwa beliau telah menyampaikan
risalah.
Dengan demikian pengulangan dilakukan apabila pendengar belum
mengerti dan memahami, dan jika permasalahan tersebut tergolong penting.
A. Fiqhul Hadits
Belajar mengajar adalah proses yang membutuhkan interaksi positif dan
hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik, karena itu metode

50
mengajar dengan jelas atau menjelaskan berulang-ulang agar pelajaran dapat
ditangkap, menjadi penting untuk lebih memberikan pemahaman yang baik dan
benar kepada peserta didik.
Metode pembelajaran memiliki banyak macam-macam dan jenisnya.
Tidak hanya menggunakan satu metode saja, mengkombinasikan penggunaan
beberapa metode yang sampai saat ini masih banyak digunakan dalam proses
belajar mengajar.
Dalam pembahasan ini, metode pendidikan dengan cara mengulang 3 kali
sampai siswa paham adalah cara yang digunakan dalam metode ceramah.
Metode ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran
kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu
dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish (1976),
melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru
dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya.
Gage dan Berliner (1981:457), menyatakan metode ceramah cocok untuk
digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk
penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar
tersebut sukar didapatkan.
Rasulullah SAW acap kali mengulang-ulang ucapannya kepada para
sahabat. Hal itu beliau lakukan untuk menekankan dan memperingatkan
mereka akan pentingnya materi yang beliau sampaikan, disamping agar mereka
lebih bisa memahami dan menerima penjelasannya dengan mantap.
Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari menyatakan, ―Menurut Ibnu
Munayyir, dengan penjelasan ini Bukhari hendak memperingatkan kita untuk
memberikan bantahan terhadap orang-orang yang tidak suka mengulangi
pelajaran kepada murid dan menganggap bahwa mengulangi ucapan merupakan
tanda kebodohan. Ibnu Munayyir menambahkan, yang benar adalah
bahwasannya pengulangan suatu ucapan tidak bisa dilihat dari satu sudut
pandang saja, melainkan berbeda-beda sesuai kondisi yang melingkupinya.
Sehingga, seorang pelajar yang tidak mampu menghafal pelajaran dalam sekali
waktu kemudian meminta pengulangan kepada gurunya tidaklah tercela. Lebih
dari itu, tidak ada alasan bagi gurunya untuk tidak mengulangi penjelasannya.
Bahkan, pengulangan itu wajib baginya sejak semula. Sebab, kondisi memang
mengharuskannya.

51
Bukhari sendiri dalam kitab Shahih-nya menukil sebuah riwayat
bersumber dari Ibnu Mulaikah bahwa Aisyah, istri Nabi, jika mendengar sesuatu
yang tidak pernah ia ketahui, akan mengulanginya (menggalinya) sampai
mengerti.
Suatu saat rasulullah SAW bersabda, ―Siapa saja yang dihisab, dia akan
diazab.‖
Mendengar itu, Aisyah bertanya, ―Bukankah Allah telah berfirman,
‗Adapun orang yang diberikan kitabnya (catatan amalnya) dari sebelah kanan,
maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah?‘‖
Rasul menjawab, ―Sesungguhnya (hisab yang mudah) itu hanyalah
dibeberkannya amal (lalu dimaafkan). Tetapi siapa saja yang dihisab secara
mendalam, dia akan celaka.‖
Ibnu Hajar menyatakan, hadis ini menjelaskan bahwa Aisyah memiliki
antusiasme tinggi untuk memahami makna-makna hadits dan bahwa Nabi SAW
tidak pernah mengeluh atau bosan untuk mengulangi penjelasan suatu ilmu.
Disamping itu, hadits ini menegaskan dibolehkannya perdebatan (diskusi),
membandingkan hadits dengan Al-Qur‘an serta perbedaan kondisi manusia
ketika di hisab nanti.‖

52
Kegiatan Belajar-8

HADIST MEDIA PENDIDIDKAN ISLAM

A. Pengertian Media Pendidikan


Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
tengah, perantara, atau pengantar.[1] Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara (َ‫عب ئ‬ٝ /‫ِخ‬٤‫ع‬ٝ), pengantar pesan atau pengirim kepada penerima
pesan. Gerlach dan Ely menyatakan bahwa media apabila dipahami secara
garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau
sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah
merupakan media. Dengan demikian media pendidikan dang pengajaran itu
terdiri atas manusia dan bukan manusia.[2]
Dalam proses pendidikan dan pengajaran Rasulullah saw juga
menggunakan kedua media ini. Media manusia adalah pribadi beliau sendiri,
media jari, lidah, tangan, dan hidung. Media bukan manusia mencakup langit,
bumi, matahari, bulan bangunan, dll.

B. Media Manusia
Dalam proses pembelajaran dengan para sahabat, Rasulullah saw
menjadikan pribadinya sebagai media. Melalui ucapan, sifat, dan perilaku
beliau para sahabat dapat memahami ajaran Islam dan mampu pula
mengamalkannya dengan baik. Dalam hal ini Rasulullah mengajukan

53
pertanyaan kepada sahabat dan ketika diperlukan beliau menggunakan organ
tubuhnya sebagai media Berdasarkan beberapa hadis yang dijelaskan
Rasulullah saw. Maka media-media manusia dalam pengajaran dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Mengajukan pertanyaan

‫َ٘ب َٓ ْٖ َال‬٤ِ‫ا ا ُْ ُٔ ْل ِِظُ ك‬ُُٞ‫ٕ َٓب ا ُْ ُٔ ْلِِظُ هَب‬ُٝ


َ ‫ َعَِّ َْ هَب ٍَ أَرَ ْذس‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
َّ ٠َِّ‫ط‬َ ‫هللا‬ِ َّ ٍَ ُٞ‫ َشح أَ َّٕ َسع‬٣ْ ‫ُ َش‬ٛ ٢ِ‫َػٖ أَث‬
َ ‫ هَ ْذ‬٢ِ‫َأْر‬٣َٝ ‫ َص ًَبح‬َٝ ّ‫َب‬٤‫ط‬
َْ َ‫شز‬ ِ َٝ ‫ظ َالح‬ َ ِ‫َب َٓ ِخ ث‬٤ِ‫ َّ ا ُْو‬ْٞ َ٣ ٢ِ‫َأْر‬٣ ٢ِ‫ظ ِٓ ْٖ أُ َّٓز‬
َ ِِ‫ع كَوَب ٍَ إِ َّٕ ا ُْ ُٔ ْل‬
َ ‫ َال َٓزَب‬َٝ َُُٚ َْ َٛ ْ‫ِدس‬
ْٖ ِٓ ‫َ َزا‬َٛٝ ِٚ ِ‫َؽ َغَ٘بر‬ ْٖ ِٓ ‫َ َزا‬ٛ ٠َ‫ُ ْؼط‬٤َ‫َ َزا ك‬ٛ ‫ة‬ َ ‫ػ َش‬ َ َٝ ‫َ َزا‬ٛ َّ ‫ي َد‬ َ َ‫ َعل‬َٝ ‫َ َزا‬ٛ ٍَ ‫أَ ًَ ََ َٓب‬َٝ ‫َ َزا‬ٛ ‫ف‬ َ ‫هَ َز‬َٝ ‫َ َزا‬ٛ
٢ِ‫ صُ َّْ ؽُ ِش َػ ك‬ِٚ ٤ْ َِ‫َػ‬ ‫ذ‬ ْ ‫ُ ْْ كَطُ ِش َؽ‬ٛ‫َب‬٣‫ أُ ِخ َز ِٓ ْٖ َخطَب‬ِٚ ٤ْ َِ‫ َٓب َػ‬٠‫ؼ‬
َ ‫ُ ْو‬٣ ْٕ َ‫ُ هَ ْج ََ أ‬ُٚ‫ذ َؽ َغَ٘بر‬
ْ َ٤َِ٘‫ كَئِ ْٕ ك‬ِٚ ِ‫َؽ َغَ٘بر‬
‫اَُّ٘بس‬

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tahukah


kalian apa yang dimaksud dengan al-muflis(bankrut) ?” Sahabat menjawab,
“Al-muflis dikalangan kami orang yang tidak memiliki uang dan harta
benda.” Rasulullah bersabda: ” Sesungguhnya al-muflis dikalangan umatku
adalah orang yang datang pada hari qiamat membawa pahala shalat,
puasa, dan zakat. Selain itu, ia juga memfitnah, menuduh (berbuat maksiat),
memakan harta orang lain (dengan cara tidak halal), menumpahkan darah,
dan memukul orang lain. Lalu masing-masing kesalahan itu ditebus dengan
kebaikan (pahala)nya. Setelah kebaikan (pahala)nya habis sebelum
kesalahannya terselesaikan, maka dosa orang dizaliminya itu dilemparkan
kepadanya, kemudian ia dilemparkan kedalam neraka.” (HR. Muslim dan
At-Tirmidzi)

Dalam hadis terlihat bahwa Rasulullah saw memfungsikan dirinya


sebagai mediator, Beliau ajukan pertanyaan kepada para sahabatnya. Beliau
dengarkan jawaban mereka, kemudian beliau menjelaskan inti masalah yng
sedang dibicarakan sehingga tidak ada lagi tanda tanya dalam fikiran para
sahabat, melalui beliau peserta didik mendapat informasi. Dengan demikian
beliau adalah media pembelajaran.
Hadis di atas menginformasikan bahwa media yang diterapkan Nabi
agar ajaran Agamanya dapat diterima dengan mudah oleh umatnya, antara
lain dapat dilihat dengan melalui media perbuatan Nabi sendiri, di mana

54
beliau memberikan contoh langsung yang dikenal dengan istilah uswah
hasanah (contoh teladan yang baik).
Media Hidung
َّ ٢
ُ‫هللا‬ َ ‫ػ‬ ِ ‫ َػ ْٖ اث ِْٖ َػجَّبط َس‬ِٚ ٤‫ط َػ ْٖ أَ ِث‬ُٝ ‫هللا ْث ِٖ ؽَب‬ ِ َّ ‫ْت َػ ْٖ َػجْ ِذ‬٤َُٛٝ ‫ ث ُْٖ أَ َعذ هَب ٍَ َؽ َّذصََ٘ب‬٠َِّ‫َؽ َّذصََ٘ب ُٓ َؼ‬
‫أَ َشب َس‬َٝ ‫َ ِخ‬ٜ‫ ا ُْ َغ ْج‬٠َِ‫ َع ْج َؼ ِخ أَ ْػظُْ َػ‬٠َِ‫د أَ ْٕ أَ ْع ُغ َذ َػ‬ ُ ْ‫ َعَِّ َْ أُ ِٓش‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
َّ ٠َِّ‫ط‬ َ ٢ُّ ‫ُ َٔب هَب ٍَ هَب ٍَ اَُّ٘ ِج‬ْٜ٘ ‫َػ‬
‫اُ َّش َؼ َش‬َٝ ‫بة‬َ َ٤ِّ‫ َال َٗ ٌْلِذَ اُض‬َٝ ِٖ ٤ْ َٓ ‫اف ا ُْوَ َذ‬
ِ ‫ؽ َش‬ ْ َ‫أ‬َٝ ِٖ ٤ْ َ‫اُشُّ ًْجَز‬َٝ ِٖ ٣ْ ‫َ َذ‬٤ُْ ‫ا‬َٝ ِٚ ِ‫ أَ ْٗل‬٠َِ‫ َػ‬ِٙ ‫َ ِذ‬٤‫ِث‬

Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad berkata, telah


menceritakan kepada kami Wuhaib dari 'Abdullah bin Thawus dari
Bapaknya dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata, "Nabi saw bersabda: "Aku
diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota
sujud); kening -beliau lantas memberi isyarat dengan tangannya menunjuk
hidung- kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki
dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian (sehingga menghalangi
anggota sujud)." (HR. Bukhari)
Dalam hadis ini, Rasulullah saw menyebutkan anggota-anggota tubuh
yang harus menyentuh lantai ketika bersujud dalam shalat. Anggota-anggota
tubuh itu adalah kening, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung jari
kedua kaki. Ketika menyebutkan kening, beliau menunjuk hidung sebagai
penekan bahwa hidung itu juga harus menyentuh lantai. Dalam hal ini beliau
telah menggunakan media hidung dalam pembelajaran terhadap para
sahabatnya.
Media lidah dan jari
Dalam mendidik dan mengajar, anggota tubuh pendidik dapat menjadi
media agar perhatian peserta didik terpusat dan dapat memahami pelajaran
dengan mudah. Sehubungan dengan metode ini, terdapat hadis terdapat
hadis antara lain:
‫ض‬٣ِ ‫ َؽ َّذصََ٘ب ُٓ َؾ َّٔ ُذ ث ُْٖ َػ ْج ِذ ا ُْ َؼ ِض‬٢ُّ ‫ اُطََّ٘بكِ ِغ‬َٞ ُٛ ‫ْذ‬٤َ‫ َؽ َّذصََ٘ب ُٓ َؾ َّٔ ُذ ث ُْٖ ُػج‬٢ُّ ‫اع ِط‬ ِ َٞ ُْ ‫ش ا‬٣‫ ِص‬َٝ ُْٖ ‫َؽ َّذصََ٘ب ُٓ َؾ َّٔ ُذ ث‬
َّ ٠َِّ‫ط‬
ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬ ِ َّ ٍُ ُٞ‫َظ ْث ِٖ َٓبُِي َػ ْٖ أََٗظ هَب ٍَ هَب ٍَ َسع‬
َ ‫هللا‬ ِ َٗ‫هللاِ ْث ِٖ أ‬ َّ ‫ ِذ‬٤ْ َ‫ ثَ ٌْ ِش ْث ِٖ ُػج‬٢ِ‫ َػ ْٖ أَث‬٢ُّ ِ‫اُشَّا ِعج‬
ِٚ ٤ْ ‫أَ َشب َس ِثأُطْ جُ َؼ‬َٝ ِٖ ٤ْ َ‫َبر‬ًَٜ َ‫ ا ُْ َغَّ٘خ‬َٞ َُٛٝ ‫ذ أََٗب‬ ُ ِْ ‫ ِٖ َد َخ‬٤ْ َ‫َز‬٣‫بس‬
ِ ‫ َعَِّ َْ َٓ ْٖ َػب ٍَ َع‬َٝ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wazir Al Wasithi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid Ath Thannafisi, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Aziz Ar Rasibi dari Abu
Bakr bin Ubaidullah bin Anas bin Malik dari Anas ia berkata; Rasulullah
saw bersabda: "Barangsiapa yang memelihara dua orang anak wanita,

55
maka aku dan ia akan masuk ke dalam surga seperti kedua (jari) ini." Beliau
sambil memberi isyarat dengan kedua jari telunjuknya. (HR. At-Tirmidzi)[5]

Hadis lidah sebagai media

ْٖ ‫بػض َػ‬ ُّ ْٖ ‫ى َػ ْٖ َٓ ْؼ َٔش َػ‬


ِ َٓ ِْٖ ‫ِّ َػ ْٖ َػ ْج ِذ اُشَّؽْ َٔ ِٖ ث‬١‫ ِش‬ْٛ ‫اُض‬ ِ ‫ ُذ ث ُْٖ َٗظْ ش أَ ْخجَ َشَٗب اث ُْٖ ا ُْ ُٔجَب َس‬٣ْ َٞ ‫َؽ َّذصََ٘ب ُع‬
َّ ٢
ْْ ِ‫هللاُ صُ َّْ ا ْعزَو‬ ِ َ‫ ِثأ َ ْٓش أَ ْػز‬٢ِ٘‫هللاِ َؽ ِّذ ْص‬
َ ِّ‫ هَب ٍَ هَُْ َسث‬ِٚ ‫ظ ُْ ِث‬ َّ ٍَ ُٞ‫َب َسع‬٣ ‫ذ‬ ُ ِْ ُ‫ هَب ٍَ ه‬٢ِّ ِ‫هللاِ اُضَّوَل‬
َّ ‫بٕ ْث ِٖ َػ ْج ِذ‬
َ َ٤‫ُع ْل‬
‫َ َزا‬ٛ ٍَ ‫ صُ َّْ هَب‬ِٚ ‫ كَأ َ َخ َز ِثِِ َغب ِٕ َٗ ْل ِغ‬٢
َّ َِ‫َبف َػ‬ ُ َٞ ‫هللا َٓب أَ ْخ‬
ُ ‫ف َٓب رَخ‬ ِ َّ ٍَ ُٞ‫َب َسع‬٣ ‫ذ‬
ُ ِْ ُ‫ه‬

Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Nashr telah mengkhabarkan


kepada kami Ibnu Al Mubarak dari Ma'mar dari Az Zuhri dari
Abdurrahman bin Ma'iz dari Sufyan bin Abdullah Ats Tsaqafi berkata: Aku
berkata: Wahai Rasulullah, ceritakan padaku suatu hal yang aku jadikan
pedoman. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Katakan:
Rabbku Allah kemudian beristiqamahlah." Aku bertanya: Wahai Rasulullah,
apa yang paling anda takutkan padaku? Beliau memegang lidah beliau lalu
menjawab: "Ini." (HR. At-tirmidzi) [6]

ketika menjelaskan yang salah, Rasulullah saw menggunakan media jari


dan lidahnya ‖dengan sebab ini” sambil menunjuk lidahnya. Dengan
demikian, beliau telah menggunakan media jari dan lidah untuk
menyampaikan pesan. Penggunaan media ini tentu sangat efektif untuk
menjelaskan maksud pelajaran yang diberikan oleh beliau.
Media tangan
َّ ٢
‫ُ َٔب‬ْٜ٘‫هللاُ َػ‬ َ ‫ػ‬ ِ ‫ َؽ َّذصََ٘ب خَبُِذ َػ ْٖ ِػ ٌْ ِش َٓخَ َػ ْٖ ا ْث ِٖ َػجَّبط َس‬٠َِ‫ َؽ َّذصََ٘ب َػ ْج ُذ ا ْألَ ْػ‬٠ََّ٘‫َؽ َّذصََ٘ب ُٓ َؾ َّٔ ُذ ث ُْٖ ا ُْ ُٔض‬
ْٕ َ‫ذ هَ ْج ََ أ‬ ُ ٤‫ْذ ثَ ْؼ َذ َٓب أَ ْٓ َغ‬
ُ ‫ْذ كَوَب ٍَ َال َؽ َش َط هَب ٍَ َؽَِ ْو‬ ُ ٤َٓ ‫ َعَِّ َْ كَوَب ٍَ َس‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
َّ ٠َِّ‫ط‬ َ ٢ُّ ِ‫هَب ٍَ ُعئِ ََ اَُّ٘ج‬
‫أَ ْٗ َؾ َش هَب ٍَ َال َؽ َش َط‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah
menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa telah menceritakan kepada kami
Khalid dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas ra berkata: "Nabi saw ditanya, kata
orang itu: "Aku melempar jumrah setelah sore". Beliau bersabda: "Tidak
dosa". Orang itu berkata, lagi: "Aku mencukur rambut sebelum
menyembelih hewan qurban". Beliau bersabda: "Tidak dosa". (HR. Bukhari
)

Hadis ini menginformasikan bahwa Nabi saw ditanya tentang dua hal
sehubungan dengan pelaksanaan ibadah haji, yaitu tentang menyembelih

56
hewan sebelum melontar jumrah dan mencukur rambut sebelum
menyembelih, kedua pertanyaan itu secara berurutan dijawab oleh Rasulullah
saw dengan menggunakan isyarat tangan yang berarti ―tidak apa-
apa atautidak salah‖. Di sini beliau menggunakan tangan sebagai media
pembelajaran.
C. Media Bukan Manusia
Media Langit dan Bumi
Langit dan Bumi merupakan dua komponen besar di alam ini. Keduanya
dapat disaksikan oleh manusia. Oleh karena itu, keduanya dijadikan media
pembelajaran oleh Rasulullah saw. Rasulullsh saw membangkitkan semangat
jihad para sahabat dengan bangkit, berdiri dan mengajak mereka untuk ke
surga. Untuk menggambarkan surga, beliau menggunakan langit dan bumi
sebagai media. Apa yang beliau gambarkan ini sesuai dengan apa yang
ditegaskan Allah swt dalam al-Qur‘an surah Ali Imran: 133
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu
dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
(QS. Ali-imran :11)
Media Matahari dan Bulan
Matahari dan bulan adalah benda langit yang dapat disaksikan oleh
manusia dengan jelas karena keduanya memiliki cahaya yang terang.
Rasulullah saw menggunakan keduanya sebagai media pembelajaran.
ٍُ ُٞ‫َو‬٣ َ‫ َشحَ ث َْٖ ُش ْؼجَخ‬٤‫ْذ ْاُ ُٔ ِـ‬
ُ ‫َب ُد ث ُْٖ ِػ َالهَخَ هَب ٍَ َع ِٔؼ‬٣‫َؽ َّذصََ٘ب صَا ِئ َذحُ هَب ٍَ َؽ َّذصََ٘ب ِص‬ ٍَ ‫ ِذ هَب‬٤ُِ َٞ ُ‫ ْا‬ُٞ‫َؽ َّذصََ٘ب أَث‬
َّ ٠َِّ‫ط‬
ُ‫هللا‬ َ ‫هللا‬ ِ َّ ٍُ ُٞ‫ َْ كَوَب ٍَ َسع‬٤ِٛ ‫د ِإث َْشا‬ ْ َ‫ ُْ كَوَب ٍَ اَُّ٘بطُ ا ْٗ ٌَ َغل‬٤ِٛ ‫َٓبدَ ِإ ْث َشا‬
ِ ْٞ َٔ ُِ ‫ذ‬ َّ ْٞ َ٣ ُ‫ذ اُ َّش ْٔظ‬ ْ َ‫ا ْٗ ٌَ َغل‬
‫ُ َٔب‬ُٛٞٔ ُ‫ز‬٣ْ َ‫ كَئِ َرا َسأ‬ِٚ ‫َب ِر‬٤‫ َال ُِ َؾ‬َٝ ‫د أَ َؽذ‬ ِ َّ ‫د‬
ِ ْٞ َٔ ُِ ِٕ ‫َ ْ٘ ٌَ ِغلَب‬٣ ‫هللا َال‬ ِ ‫َب‬٣‫َزَب ِٕ ِٓ ْٖ آ‬٣‫ ْاُوَ َٔ َش آ‬َٝ ‫ظ‬
َ ْٔ ‫ َعَِّ َْ ِإ َّٕ اُ َّش‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫َػ‬
٢َ ِِ‫َ ْ٘ َغ‬٣ ٠َّ‫ا َؽز‬ُِّٞ‫ط‬َ َٝ َ‫هللا‬ َّ ‫ا‬ٞ‫كَب ْد ُػ‬
Telah menceritakan kepada kami Abu al-Walid berkata, telah menceritakan
kepada kami Zaidah berkata, telah menceritakan kepada kami Ziyad bin
'Alaqah berkata, "Aku mendengar al-Mughirah bin Syu'bah berkata, "Telah
terjadi gerhana matahari ketika wafatnya Ibrahim. Kemudian Rasulullah
saw bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari
tanda-tanda kebesaran Allah, dan ia tidak akan mengalami gerhana
disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat
gerhana keduanya, maka berdo'alah kepada Allah dan dirikan shalat
hingga (matahari) kembali nampak.” (HR. Bukhari)[9]
Informasi yang terkandung dalam hadis di atas adalah:

57
a. Telah terjadi gerhana matahari pada saat kematian Ibrahim, putra
Rasulullah saw.
b. Sahabat menduga bahwa gerhana itu terjadi karena kematian Ibrahim.
c. Rasulullah saw menegaskan bahwa gerhana matahari dan bulan
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
d. Peristiwa gerhana itu tidak ada hubungannya dengan kematian atau
kelahiran seseorang.
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Rasulullah saw menegaskan bahwa
peristiwa gerhana matahari dan bulan itu merupakan tanda-tanda
kebesaran Allah, yang dikirimkannya untuk menakut-nakuti manusia.
Tepat pada waktu terjadinya peristiwa gerhana matahari, beliau
menjadikannya sebagai media untuk menanamkan keimanan kepada para
sahabat sekaligus membersihkan akidah mereka dari unsur-unsur
khurafat.
Mimbar
١ ُّ ‫بس‬ِ َ‫هللاِ ْث ِٖ َػجْذ ْاُو‬
َّ ‫ةُ ث ُْٖ َػجْ ِذ اُشَّؽْ َٔ ِٖ ْث ِٖ ُٓ َؾ َّٔ ِذ ْث ِٖ َػجْ ِذ‬ُٞ‫َ ْؼو‬٣ ‫ذ هَب ٍَ َؽ َّذصََ٘ب‬٤‫ع ِؼ‬ َ ُْٖ ‫جَخُ ث‬٤ْ َ‫َؽ َّذصََ٘ب هُز‬
‫هَ ْذ‬َٝ ١ َّ ‫َّبػ ِذ‬
ِ ‫عؼْذ اُغ‬ َ َْٖ ‫ ََ ث‬ْٜ ‫ا َع‬َْٞ ‫َ٘بس أَ َّٕ ِس َع ابال أَر‬٣‫بص ِّ ث ُْٖ ِد‬ ِ ‫ َؽ‬ُٞ‫ هَب ٍَ َؽ َّذصََ٘ب أَث‬٢ُّ ِٗ ‫اإل ْع ٌَ ْ٘ َذ َسا‬
ِ ْ ٢ُّ ‫ْاُوُ َش ِش‬
ّْٞ َ٣ ٍَ َّٝ َ‫ُ أ‬ُٚ‫ز‬٣ْ َ‫َُوَ ْذ َسأ‬َٝ َٞ ُٛ ‫ف ِٓ َّٔب‬
ُ ‫ َألَ ْػ ِش‬٢ِّٗ‫هللا ِإ‬
ِ َّ َٝ ٍَ ‫ي كَوَب‬َ ُِ‫ُ َػ ْٖ َر‬َُُٙٞ‫ُ كَ َغأ‬ٙ‫ ُد‬ٞ‫ ْاُ ِٔ ْ٘جَ ِش ِٓ َّْ ُػ‬٢ِ‫ا ك‬ْٝ ‫ا ْٓزَ َش‬
َْ َِّ‫ َع‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
َّ ٠َِّ‫ط‬ َ ِ‫هللا‬َّ ٍُ ُٞ‫ َعَِّ َْ أَسْ َع ََ َسع‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬
َّ ٠َِّ‫ط‬ َّ ٍُ ُٞ‫ َسع‬ِٚ ٤ْ َِ‫ظ َػ‬
َ ِ‫هللا‬ َ َِ‫ّ َع‬ْٞ َ٣ ٍَ َّٝ َ‫أ‬َٝ ‫ػ َغ‬ِ ُٝ
َّٖ ِٜ ٤ْ َِ‫اداا أَعْ ِِظُ َػ‬َٞ ‫ أَ ْػ‬٢ُِ ََ َٔ ‫َ ْؼ‬٣ ْٕ َ‫ي اَُّ٘ َّغب َس أ‬
ِ َٓ ‫ ُؿ َال‬١‫َْ ُٓ ِش‬ٜ‫َب َع‬ٛ‫بس هَ ْذ َع َّٔب‬ ِ ‫ظ‬ َ ْٗ َ‫ كُ َالَٗخَ ا ْٓ َشأَح ِٓ ْٖ ْاأل‬٠َُ‫ِإ‬
َّ ٠َِّ‫ط‬
ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬ َ ‫هللا‬ِ َّ ٍُٞ
ِ ‫ َسع‬٠َُ‫ذ ِإ‬ ْ َِ‫َب كَأَسْ َع‬ٜ‫َب ِٓ ْٖ ؽَشْ كَب ِء ْاُـَبثَ ِخ صُ َّْ َعب َء ِث‬َِِٜٔ ‫ُ كَ َؼ‬ٚ‫بط كَأ َ َٓ َش ْر‬ ُ ْٔ ًََِّ ‫ِإ َرا‬
َ َُّ٘‫ذ ا‬
َٞ َُٛٝ ‫ ًَجَّ َش‬َٝ ‫َب‬ٜ٤ْ َِ‫ َػ‬٠َِّ‫ط‬ َ َْ َِّ‫ َع‬َٝ ِٚ ٤ْ َِ‫هللاُ َػ‬ َّ ٠َِّ‫ط‬ ِ َّ ٍَ ُٞ‫ْذ َسع‬
َ ‫هللا‬ ُ ٣َ‫َُ٘ب صُ َّْ َسأ‬ٛ ‫َب‬ٛ ‫ذ‬ ْ ‫ػ َؼ‬ ِ ُٞ َ‫َب ك‬ٜ‫ َعَِّ َْ كَأ َ َٓ َش ِث‬َٝ
ِ َُّ٘‫ ا‬٠َِ‫ؽ أَ ْهجَ ََ َػ‬
‫بط‬ َ ‫ أَطْ َِ ا ُْ ِٔ ْ٘جَ ِش صُ َّْ َػب َد كََِ َّٔب كَ َش‬٢ِ‫ كَ َغ َغ َذ ك‬ٟ‫وَ َش‬ْٜ َ‫َب صُ َّْ َٗ َض ٍَ ا ُْو‬ٜ٤ْ َِ‫ َػ‬َٞ َُٛٝ ‫َب صُ َّْ َس ًَ َغ‬ٜ٤ْ َِ‫َػ‬
ِ ‫ط َال‬
‫د‬ َ ‫ا‬ُٞٔ َِّ‫ُِزَ َؼ‬َٝ ‫ا‬ُّٞٔ َ‫َ َزا ُِزَأْر‬ٛ ‫ْذ‬
ُ ‫طَ٘ؼ‬ َ ‫َب اَُّ٘بطُ ِإَّٗ َٔب‬ُّٜ٣َ‫كَوَب ٍَ أ‬
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id berkata, telah
menceritakan kepada kami Ya'qub bin 'Abdurrahman bin Muhammad bin
'Abdullah bin 'Abdul Qari al-Qurasyi al-Iskandarani berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Hazim bin Dinar bahwa ada orang-orang
mendatangi Sahl bin Sa'd As Sa'idi yang berdebat tentang mimbar dan
bahan membuatnya? Mereka menanyakan hal itu kepadanya. Sahl lalu
berkata, "Demi Allah, akulah orang yang paling mengerti tentang masalah
ini. Sungguh aku telah melihat hari pertama mimbar tersebut dipasang dan
hari saat Rasulullah saw duduk di atasnya. Rasulullah saw mengutus orang
untuk menemui seorang wanita Anshar, yang namanya sudah disebutkan
oleh Sahl, Sahl lalu berkata, "Perintahkanlah budak lelakimu yang tukang
kayu itu untuk membuat mimbar bertangga, sehingga saat berbicara

58
dengan orang banyak aku bisa duduk di atasnya." Maka kemudian wanita
itu memerintahkan budak lelakinya membuat mimbar yang terbuat dari
batang kayu hutan. Setelah diberikan kepada wanita itu, lalu itu
mengirimnya untuk Rasulullah saw. Maka Beliau memerintahkan orang
untuk meletakkan mimbar tersebut di sini. Lalu aku melihat Rasulullah saw
shalat diatasnya. Beliau bertakbir dalam posisi di atas mimbar lalu rukuk
dalam posisi masih di atas mimbar. Kemudian Beliau turun dengan mundur
ke belakang, lalu sujud di dasar mimbar, kemudian Beliau mengulangi lagi
(hingga shalat selesai). Setelah selesai, beliau menghadap kepada orang
banyak lalu bersabda: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku berbuat
seperti tadi agar kalian mengikuti dan agar kalian dapat mengambil
pelajaran tentang tata cara shalatku." (HR. Bukhari)[10]
Hadis di atas menginformasikan bahwa Rasulullah saw mendidik para
sahabat agar menjadi orang yang pemurah. Beliau memotivasi mereka
untuk bersedekah. Dalam menyampaikan materi tersebut, beliau
menggunakan mimbar sebagai media. Hal ini dilakukan agar sahabat
dapat melihat beliau dengan jelas, sehingga informasi yang disampaikan
dapat diterima secara baik.
Sutra dan Emas

٢ ِ َّ ‫ ػ َْٖ َػ ْج ِذ‬٢ِّ ِٗ ‫ ْٔذَا‬َٜ ُْ ‫ أَ ْكَِ َؼ ا‬٢‫ت ػ َْٖ أَ ِث‬٤‫ َؽ ِج‬٢‫ َذ ْث ِٖ أَ ِث‬٣‫ ِض‬٣َ َْٖ ‫ْش ػ‬
َّ ‫ ا ُْ َـب ِك ِو‬٢ِ٘ ‫ ْؼ‬٣َ ‫ْش‬٣‫هللا ْث ِٖ ُص َس‬ ُ ٤َُِّ‫ذ َؽ َّذصََ٘ب ا‬٤‫جَخُ ثُْٖ َع ِؼ‬٤ْ ‫َؽ َّذ َص َ٘ب هُ َز‬
‫أَ َخ َز‬َٝ ِٚ ِ٘٤ِٔ َ٣ ٢ِ‫ُ ك‬َِٚ‫شاا كَ َغ َؼ‬٣‫ َعَِّ َْ أَ َخ َز َؽ ِش‬َٝ ِٚ ْ٤َِ‫هللاُ َػ‬ َّ ٠َِّ‫ط‬ َ ‫هللا‬ِ َّ ٢ ِ ‫ ؽَبُِت َس‬٢ِ‫ ثَْٖ أَث‬٢
َّ ٢َ ‫ػ‬
َّ ِ‫ ٍُ إِ َّٕ َٗج‬ُٞ‫َو‬٣ ُْٚ٘‫هللاُ َػ‬ َّ ِِ‫ُ َع ِٔ َغ َػ‬ََّٚٗ‫أ‬
٢ِ‫س أُ َّٓز‬ٞ
ِ ًُ ‫ ُر‬٠َِ‫ ِٖ َؽ َشاّ َػ‬٣ْ ‫َ َز‬ٛ َّٕ ِ‫ صُ َّْ هَب ٍَ إ‬ِٚ ُِ‫ ِش َٔب‬٢ِ‫ُ ك‬َِٚ‫َجاب كَ َغ َؼ‬ٛ‫َر‬
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id berkata, telah
menceritakan kepada kami al-Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Aflah
Al Hamdani dari Abdullah bin Zurair -yaitu al-Aghafiqi- Bahwasanya ia
mendengar Ali bin Abu Thalib ra, "Rasulullah pernah mangambil sutera lalu
meletakkannya pada sisi kanannya, dan mengambil emas lalu
meletakkannya pada sisi kirinya. Kemudian beliau bersabda: "Sesugguhnya
dua barang ini haram bagi umatku yang laki-laki." (HR. Abu Dawud)[11]

Dalam hadis ini Rasulullah saw menyebutkan dengan tegas bahwa sutra dan
emas itu bukan pakaian kaum laki-laki, beliau memegang kedua benda itu,
masing-masing benda di tangan kiri dan kanan, lalu menegaskan kedua
barang ini diharamkan bagi umatnya yang laki-laki. Itu berarti bahwa
Rasulullah saw telah menggunakan media barang sebenarnya untuk
mempermudah para sahabat memahaminya.

59
Kegiatan Belajar -9

HADIST LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Lingkungan Pendidikan


Pendidikan adalah usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok
orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau
penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.Pengertian pendidikan
menurut para ahli :
1. langeveld
Pendidikan lingkungan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu,
atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri.
2. John Dewey
Pendidikan lingkungan adalah proses pembentukan kecakapan-
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan
sesame manusia.
3. Ki Hajar Dewantara

60
Pendidikan lingkungan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-
anak, adapun maksudnya, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
4. Prof. Dr. Emil Salim
Lingkungan hidup adalah segala benda dan kondisi yang ada dalam ruang
yang kita tempati dan mempengaruhi hal-hal yang hidup termasuk
kehidupan manusia.
Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar
diberbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh
posotif bagi perkembangan individu. Pendidikan dalam arti sempit identik
dengan kegiatan belar mengajar di sekolah ( Schooling ), yaitu pendidikan
yang dilakukan secara sadar , terencana, terarah, memiliki tujuan serta
terkontrol secara formal dan berlaku bagi mereka yang menjadi siswa pada
suatu sekolah atau Mahasiswa pada Perguruan Tinggi. Menurut UU SPN
No.20 Tahun 2003 ― Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlakul
karimah, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, Masyarakat, bangsa dan
negara‖.
Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan segala makhluk hidup
maupun makhluk tak hidup dan daya serta manusia dengan semua
perilakunya yang saling berhubungan secara timbal balik, jika ada perubahan
pada salah satu komponen maka akan mempengaruhi komponen yang
lainnya.[1]
B. Pandangan Islam Mengenai Lingkungan Pendidikan
Manusia adalah ―makhluk sosial‖. Hal ini sesuai dengan ayat Al-
Qur‘an yang menjelaskan tentang hal tersebut. Khalaqa al-insaana min ‗alaq
bukan hanya diartikan sebagai ―menciptakan manusia dari segumpal darah‖
atau ―sesuatu yang berdempet di dinding rahim‖, akan tetapi juga dapat
dipahami sebagai ―diciptakan dinding dalam keadaan selalu bergantung
kepada pihak lain atau tidak dapat hidup sendiri‖.[2]

61
Dari hal itu dapat dipahami bahwa manusia dengan seluruh
perwatakan dan pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua faktor, yaitu
faktor warisan dan faktor lingkungan. Faktor inilah yang mempengaruhi
manusia dalam berinteraksi dengannya semenjak ia menjadi embrio hingga
akhir hayat. Kemudian, lingkungan yang nyaman dan mendukung bagi
terselenggaranya suatu pendidikan sangat dibutuhkan dan turut berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Demikian pula
dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa
sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.
Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan
anak didik, namun lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan
dan pengaruhnya sangat besar terhadap anak didik. Sebab, bagaimanapun
seorang anak tinggal dalam suatu lingkungan, disadari atau tidak, lingkungan
tersebut akan mempengaruhi anak tersebut.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan ‗fitrah‘. Namun, kedua orang
tuanya(mewakili lingkungan) mungkin dapat menjadikannya beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengakui
potensi lingkungan yang pengaruhnya dapat sangat kuat sehingga sangat
mungkin dapat mengalahkan fitrah.
Lingkungan yang buruk dapat merintangi pembawaan yang baik,
tetapi lingkungan yang baik tidak dapat menjadi pengganti sesuatu
pembawaan yang baik. Daerah yang penuh kejahatan dan kesempatan latihan
yang kurang, akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan akan
membatasi prestasi seseorang yang memiliki kemampuan. Begitu juga
lingkungan yang baik tidak dapat menjadikan orang-orang yang lemah pikiran
menjadi orang yang pandai atau orang yang tidak berbakat menjadi berbakat,
walaupun diakui dan tidak diragukan lagi bahwa lingkungan yang baik,
latihan-latihan yang baik akan membantu memperbaiki tingkahlaku dan
mendapat tempat di masyarakat.[3]
C. Hadits Rosulullah S.a.w. tentang Lingkungan
Adapun mengenai hadits Rosulullah S.a.w tentang peduli lingkungan
ini banyak sekali, salah satu diantaranya sebagai berikut :
1. Larangan Menelantarkan Lahan

62
‫ا‬ْٞ ُُ‫ كَوَب‬,َْٖ ٤‫ػ‬ ِ ‫ ٍُ اَ َس‬ُْٞ ‫َذ ُِ ِش َعبٍ َِّٓ٘ب كُؼ‬ْ ٗ‫ ًَب‬: ٍَ ‫ هَب‬,‫ٔب‬ٜ٘‫ هللا ػ‬٠‫ْش َعبثِ ِش ا ْث ِٖ َػ ْج ِذ هللاِ سػ‬ ُ ٣‫َؽ ِذ‬
‫َب‬ٜ ْ‫َ َْٔ٘ؾ‬٤ُِْٝ َ‫َب ا‬ٜ‫َ ْض َس ْػ‬٤ِْ َ‫ُ اَسْ ع ك‬َُٚ ‫َذ‬
ْ ٗ‫ َٓ ْٖ ًَب‬: .ّ.‫ ص‬٠ُّ ِ‫ كَوَب ٍَ اَُّ٘ج‬,‫ق‬ ِ ُُِّ‫َب ثِبُض‬ٛ‫اع ُش‬
ِ ْ‫اُِّ٘ظ‬َٝ ‫اُشُّ ث ُِغ‬َٝ ‫ش‬ ِ ‫ُٗ َؤ‬
َ ْ‫ُ ْٔ ِغ ْي أَس‬٤ِْ َ‫ ك‬٠َ‫ُ كَئِ ْٕ أَث‬ٙ‫اَخَب‬
.ُٚ‫ػ‬
― Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang
dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan
sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya,
seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada
memiliki tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada
saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia
memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam Bukhori dalam
kitab Al-Hibbah)
Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a.
dengan lafazd sebagai berikut :
‫َب‬ٜ‫َ ْض َس ْػ‬٤ِْ َ‫ُ اَسْ ع ك‬َُٚ ‫َذ‬
ْ ٗ‫ َٓ ْٖ ًَب‬: ِْ‫ع‬ٝ ٚ٤ِ‫ٍ هللا ػ‬ٞ‫ هبٍ سع‬:ٍ‫ هب‬ٚ٘‫ هللا ػ‬٠‫ َشحَ سػ‬٣ْ ‫ُ َش‬ٛ ٠‫ْش أَ ِث‬ ُ ٣‫َؽ ِذ‬
)‫ ًزبة أُضاػخ‬٠‫ ك‬ٟ‫ اُجخبس‬ٚ‫(اخشع‬.ُٚ‫ػ‬ َ ْ‫ُ ْٔ ِغ ْي أَس‬٤ِْ َ‫ ك‬٠َ‫ُ كَئِ ْٕ أَث‬ٙ‫َب اَخَب‬ٜ ْ‫َ َْٔ٘ؾ‬٤ُِ ْٝ َ‫ا‬
Antara kedua tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing
ditakhrijkan oleh Imam Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber
hadits tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang
satunya bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-
Muzara‘ah.
Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits diatas yang menganjurkan
bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh
saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung
pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang
dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum.
Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-
tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan
pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan
upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap
lingkungan. Allah S.w.t. telah mengisyaratkan dalam Al-Qur‘an supaya
memanfaatkan segala yang Allah ciptakan di muka bumi ini. Isyarat tersebut
seperti diungkapkan dalam firman-Nya:

“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk


kamu semua.” (Qs. Al-Baqoroh : 29)

63
Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para
sahabat Nabi S.a.w. memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan
menyewakan lahannya kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga
atau seperempat atau malahan seperdua dari hasil yang didapat oleh petani.
Dengan adanya praktek demikian yang dilakukan oleh para sahabat, maka
Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits diatas, yang intinya
mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang lain
mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya. Menanggapi permasalahan
sewa lahan ini, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa
segolongan fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan
dengan hadits Rafi‘ bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam
kitab Al-Muzara’ah :

ِ ‫ َػ ْٖ ًَ َشا ِء ْاُ َٔضَا َس‬٠ََٜٗ .ّ.‫ ص‬٠‫اَِ َّٕ اَُّ٘ ِج‬


)ٟ‫ اُجخبس‬ٙ‫ا‬ٝ‫ (س‬.‫ع‬
― Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan “ (HR.
Bukhori)
Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya
haruslah dengan uang (dirham atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi
yang berpendapat boleh dengan semua barang, kecuali makanan termasuk
yang ada dalam lahan itu. Berbagai pendapat yang lain seperti yang
dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang menyewakan tanah itu lantaran ada
kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan tanaman yang diusahakan di
atas tanah sewaan itu akan tertimpa bencana, baik karena kebakaran atau
banjir. Dan akibatnya si penyewa harus membayar sewa tanpa memperoleh
manfaat apapun daripadanya.
Terkait dengan hadits diatas, disini Rosulullah S.a.w. juga bersabda
dalam kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan tentang menyerahkan tanah kepada
orang untuk dikerjakan kemudian memberikan sebagian hasilnya :
,‫صَسْ ع‬ْٝ َ‫َب ِٓ ْٖ صَ َٔش ا‬ْٜ٘ ِٓ ‫َ ْخ ُش ُط‬٣‫جَ َش ثِشَشْ ؽ َٓب‬٤ْ ‫ َػب َٓ ََ َخ‬.ّ.‫ ص‬٠ ُ ٣‫َؽ ِذ‬
َ ِ‫ اَ َّٕ اَُّ٘ج‬,ٚ٘‫ هللا ػ‬٠‫ْش اث ُْٖ ُػ َٔ َش سػ‬
‫َّ َش‬٤‫جَ َش كَ َخ‬٤ْ ‫ كَوَ َغ َْ ُػ َٔ ُش َخ‬: ‫ْش‬٤‫ن َش ِؼ‬َ ‫ ْع‬ِٝ َٕ ُْٝ ‫ ِػ ْشش‬َٝ ,‫ن رَ ْٔش‬
َ ‫ ْع‬ِٝ َٕ ْٞ ُٗ‫ صَ َٔب‬:‫عْن‬ِٝ َ‫ُ ِٓبئَخ‬ٚ‫ا َع‬َٝ ‫ اَ ْص‬٠‫ُ ْؼ ِط‬٣ ٕ‫ب‬
َ ٌَ َ‫ك‬
‫ع‬ َ ْ‫اخزَب َس االَس‬ ْ ِٖ َٓ َُّٖ ِْٜ٘ٔ َ‫ َُّٖ ك‬َُٜ ٠َ ‫ؼ‬ ِ ْ‫االَس‬َٝ ‫ َُّٖ ِٓ َٖ ا ُْ َٔب ِء‬َُٜ ‫ُ ْو ِط َغ‬٣ ْٕ َ‫ ا‬.ّ.‫ ص‬٠ِّ ‫ا َط اَُّ٘ ِج‬َٝ ‫اَ ْص‬
ِ ْٔ ُ٣ ْٝ َ‫ع ا‬
َ ْ‫د االَس‬
)ٟ‫ اُجخبس‬ٚ‫ (اخشع‬.‫ع‬ ْ ُ‫َذ َػبئِ َشخ‬
ِ ‫اخزَب َس‬ ْ ٗ‫ ًَب‬َٝ ,‫ن‬ ْ ِٖ َٓ َُّٖ ْٜ٘ ِٓ َٝ
َ ‫ ْع‬َٞ ُ‫اخزَب َس ا‬

64
― Ibnu Umar r.a. berkata : Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang
dan tegal di khaibar kepada penduduk Khaibar dengan menyerahkan
separuh dari penghasilannya berupa kurma atau buah dan tanaman, maka
Nabi S.a.w. memberi istri-istrinya seratus wasaq (1 wasaq=60 sha‟. 1 sha‟ =4
mud atau 2 ½ Kg), delapan puluh wasaq kurma tamar, dan dua puluh
wasaq sya‟er (jawawut). Kemudian dimasa Umar r.a. membebaskan kepada
istri-istri Nabi S.a.w. untuk memilih apakah minta tanahnya atau tetap
minta bagian wasaq itu, maka diantara mereka ada yang memilih tanah
dan ada yang minta bagian hasilnya berupa wasaq.” (HR. Bukhori)

Kegiatan Belajar-10

HADIST PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Pengertian Pendekatan

Ramayulis (2006: 169) mengatakan pendekatan merupakan


terjemahan dari kata ―approach‖ dalam bahasa inggris, diartikan dengan
come near (menghampiri) go to (jalan ke) dan way path dengan (arti jalan)
dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa approach adalah cara
menghampiri atau mendatangi sesuatu. HM. Chabib Thaha, mendefinisikan
pendekatan adalah cara pemerosesan subjek atas objek untuk mencapai

65
tujuan. Pendekatan juga berarti cara pandang terhadap sebuah objek
persoalan, dimana cara pandang tersebut adalah cara pandang dalam kontek
yang lebih luas.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pendekatan adalah 1). Proses
perbuatan, cara mendekati 2). Usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk
mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk
mencapai pengertian tentang masalah penelitian. ―Dalam bahasa Ingggris,
pendekatan diistilahkan ―approach‖ dalam bahasa Arab disebut dengan
―madkhal‖.
1. Pendekatan Pengalaman
Pendekatan pengalaman merupakan pemberian pengalaman
keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai
keagamaan. Dengan ini peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan
pengalaman keagamaan, baik secara ikdividu maupun kelompok. Sehubungan
dengan ini ditemukan hadist antara lain sebagai berikut

‫وج َداية‬ ِ ِ‫ب‬ ِِ ُِ‫لِ َر ُس ْوِِلِصلّىِاللِّو‬


ٍِ َ َ‫عليوِوسلّ َِمِبِل‬ َِ ِ‫حنبلِاِ ِّنِصفوا َِنِبْ َِنِِاَُميََِّةِبعثَِوُِا‬ٍِ ِِ ِ‫َعْن َكلَ َدةَب ِن‬
َّ ِ‫ُسلِّ ِْمِفقاَ َِلِ ْارِج ِْعِفَ ُق ِِل‬
‫السالَ ُِمِ َعلَْي ُك ِْم‬ ُِ ْ‫صلَّىِالِلِّوُِ َعلَْي ِِوِ َو َسلَّ َِمِبِِأَِ ْعلَىِ َم َّك َِةِفَ َد َخل‬
َ ‫تَِِوَِلِْأ‬ َ ِ‫َّب‬ َِ ‫ضغَابِْي‬
ِ‫سِ َوالنِ ي‬ َ ‫َو‬
Kaladahbin hanbal meriwayatkan bahwa ia diutus oleh shafwan bin
umayyah kepada Rosululloh membawa susu,, anak kijang, dan ketimun
kecil. Sementara itu nabi sedang berada di ketinggian mekah. Ia
berkata,”Aku masuk tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu.” Lalu
beliau bersabda, “keluar dulu,lalu ucapkan salam.”(H.R. Abu Dawud dan At-
Tirmidzi)
Dalam hadist ini, Rasululloh tidak memarahi Kaladah lantaran tidak
mengucapkan salam. Akan tetapi beliau mengharapkan kaladah
menjalankanya secara praktis (mengalami sendiri) dan diaplikasikan setiap
masuk rumah sebagai salah stu etika kesopanan. Tidak diragukan lagi belajar
dengan metode seperti ini memberikan nilai lebih banyak dan kesan yang
lebihdalam dari pada sekedar nasihat dan arahan teoritis yang tidak
dibarengi dengan latihan praktis. Dengan demikian Rosululloh telah
menggunakan pendekatan pengalaman dengan mengajarkan nilai-nilai akhlak
kepada para sahabat.
Pendidik islam seharusnya menggunakan metode pendekatan ini
sebagai pelajaran didalam ibadah, guru akan mengalami kesulitan ketika tidak
melakukan pendekatan ini. Peserta didik harus mengalami sendiri ibadah itu

66
dengan bimbingan gurunya. Belajar dari pengalaman jauh lebih baik dari
pada sekedar berbicara, tidak berbuat sama sekali. Pengalaman disini adalah
pengalaman yang bersifat mendidik. Memberikan pengalaman yang edukatif
yang kemudian diarahkan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.[3]
Contoh lain didalam pengalaman keagamaan baik individu maupun
kelompok, adalah ketika bulan ramadhan tiba, semua kaum muslimin
diwajibkan melaksanakan puasa, dimalamnya ada kegiatan shalat terawih
yang biasanya dilanjutkan dengan ceramah agama yang disampaikan oleh Da‘i
dan peserta didik biasanya tidak ketinggalan untuk mendengarkan ceramah
tersebut. Disinilah peserta didik bisa diberikan tugas dari guru untuk
menyerahkan laporan tertulis yang sudah ditanda tangani oleh penceramah.
2. Pendekatan Pembiasaan

Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepada


peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari. Setelah terbiasa, peserta didik akan merasa mudah untuk
,mengerjakan kegiatan-kegiatan keagamaan. Sehubungan dengan ini,
terdapat hadist antara lain sebagai berikut.

ِ‫صالَِِة‬
َّ ِ‫صلّىِالِلِّوُِ َعلَْي ِِوِ َو َسلَّ َِمِ ُم ُرْواِ ْأو ِلَِ َد ُك ِْمِب‬ ِ
َ ِ‫الِ َر ُس ْو ُِلِالِلِّو‬ َِ َ‫ِّهِِق‬
َِ َ‫الِق‬ ِ‫بِ َع ِْنِأَبِْي ِِوِ َع ِْنِ َجد‬ ٍِ ‫َع ِْنِ َع ْم ِروبْ ِنِ ُش َعْي‬
ِ ‫حِالْمض‬ َِْ ِ‫َو ُى ِْمِ َسْب ِِعِ ِسن‬
‫اج ِع‬ َ َ ِْ ِِ‫اض ِربُ ْو ُى ِْمِ َعلَْيهاََو ُى ِْمِأبْناَِءُِ َع ْش ٍرَوفَ ِّرقُ ْواِبَْي نَ ُه ِْم‬
ْ ‫يِ َو‬
Dari „Amru bin Syu‟aib dari bapaknya dan kakeknya, Rosululloh
bersabda.”suruhlah anakmu mendirikan shalat ketika berumur tujuh tahun
dan pukulah mereka karena meninggalkanya ketika ia berumur sepuluh
tahun. (pada saat itu), pisahkanlah tempat tidur mereka,,,” (H.R Abu
Dawud)
Hadist ini menginformasikan bahwa (1) orang tua harus menyuruh
anak mendirikan shalat sejak umur tujuh tahun; (2)setelah berumur sepuluh
tahun-dan ternyata meninggalkan shalat maka orang tua boleh memukulnya;
dan (3) pada usia sepuluh tahun juga, tempat tidur anak harus dipidahkan
antara laki-laki dan perempuan.
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan
baru atau perbaikan kebiasan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan,
selain menggunakan perintah, suri teladan, dan pengalaman khusus, juga
menggunakan hukuman dan ganjaran, tujuanya adalah agar siswa
memperoleh sikap, kebiasaan, dan perbuatan baru yang lebih tepat.

67
Dari segi hukum, anak yang berusia tujuh tahun belum termasuk
mukallaf. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Rosul menyuruh anak usia
tujuh tahun mendirikan shalat dengan maksud membiasakan mereka agar
setelah mukallaf nanti, anak tidak mersasa keberatan untuk
melaksanakannya. Orang tua diperintahkan mendidik anak mendirikan
shalat, setelah berusia tujuh tahun, hal itu untuk mempermudah proses
pendidikan.
3. pendekatan emosional

Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan dan


emosi peserta didik dalam memahami dan menghayati ajaran agama agar
perasaanya bertambah kuat terhadap Allah sekaligus dapat merasakan mana
yang baik dan mana yang buruk. Sesuai dengan ditemukannya hadist berikut:

ِ‫حِتَ َوِّد ِى ِْمِ َوتََرا‬


ِْ ِِ‫ي‬َِ ْ ِ‫صلَّىِالِلِّوُِ َعلَْي ِِوِ َو َسلَّ َِمِ َمثَ ُِلِالْ ُم ْؤِمن‬ ِ ِ
َ ِ‫يع َم َِنِبْ ِنِبَش ٍِْيِيَ ُق ْو ُِلِقاَ َِلِ َر ُس ْو ُِلِالِلِّو‬
ْ ‫َع ِنِالن‬
َّ ِ‫اعىِلَِوُِ َس ِاء ُِرِ َج َس ِدِهِِبِا‬
‫الس َه ِرِ َو ْْلُ َّمى‬ ِ ِ
َ ‫ُُح ِه ِْمِ َوتَعِاَِ ِطُف ِه ِْمِ َك َمثَ ِِلِاجلَ َس ِدِإِ َذاِا ْشت َكىِ ُع ْد ٌِوِتَ َد‬
ِ
Nu‟man bin Basyir meriwayatkan bahwa Rosululloh bersabda,
“Perumpamaan sikap saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi
diantara orang yang beriman itu seperti anggota tubuh. Jika salah satu
anggota tubuh mengeluh sakit, maka seluruh anggota tubuh akan
merasakannya sampai tidak menidurkan diri dan selalu merintih.” (H.R
Muslim)
As-Suyuti menjelaskan bahwa yang dimasksud dengan
kata tadaa’aa dalam hadis diatas adalah sebagian anggota memanggil yang
lainya karena sama-sama merasakan sakit. Kata as-sahar berarti karena rasa
sakit seseorang tidak dapat tidur. Kata al-hummaa berarti merintih karena
sakit dan tidak dapat tidur. Menurut Al-Qodhi Iyadh, penyamaan orang yang
beriman dengan satu tubuh merupakan penyamaan yang tepat karena
mendekatkan dan memjelaskan pengertian. Didalamya terdapat ajaran yang
menghargai hak-hak orang islam dan memotivasi agar saling menolong dan
saling mencintai.[5]
4. Pendekatan Rasional

Pendekatan rasional adalah usaha memberikan peranan kepada rasio


atau akal dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama
kemudian mencoba menggali hikmah dan fungsi ajaran agama. Sehingga

68
seseorang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang salah.
Sehubungan ini terdapat hadis sebagai berikut.

ِ‫ط‬ ُِ ‫َّج ِرِ َش َجَرًِةَِليَ ْس ُق‬ َ ‫إنِم َِنِالش‬


ِ َِّ ِ‫ال‬َِ َ‫ص َِّلِالِلِّوُِ َعلَْي ِِوِ َو َسلَّ َِمِق‬ ِ َِّ ‫عب ِدالِلِِّوِبْ ِنِ ُع َمَِرِأ‬
َ ِ‫َنِ َر ُس ْو ُِلِالِلِّو‬ ْ ِ‫َع ِْن‬
ِ ِ ِ‫َّج ِرِالْباَ ِديَِِةِ َوَوقَ َِع‬
َِ‫جِنَ ْف ِسىِ َّأَّنِا‬ َ ‫جِالش‬ ُِ ‫نِ َماِ ِىىِفَ َوقَ َِعِالن‬
ِ ِ ِ‫َّاس‬ ِ ِ‫ثلِالْ ُم ْسلِ ِممِ َحدِّثُ ْو‬ ُِ ‫َوَرقُهِاَِ َوِىىِ َم‬
ُِ‫صلَّىِالِلِّو‬ ِ
َ ِ‫الِ َر ُس ْو ُِلِالِلِّو‬ َِ ‫أخِ ِْبنَاِ ِِبَاِفَ َق‬ ِ
ْ ِ‫تِفَ َقالُْواِيَاِ َر ُس ْو ُِلِالِلِّو‬ ُِ ‫الِ َعْب ُدالِلِِّوِفَاِ ْستَ ْحيَ ْي‬ َِ َ‫َّخلَِةُِق‬
ْ ‫الن‬
ِ ِ
ْ ‫َعلَْي ِوِ َو َسلَّ َِمِى َِىِالن‬
ُ‫َّخلَِة‬
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rosululloh bersabda.”sesungguhnya
diantara pohon-pohon ada pohon yang tidak gugur daunya dan itu
bagaikan muslim. Katakanlah kepadaku apa nama pohon tersebut.”semua
orang mulai berfikir tentang pohon yang tumbuh dipadang pasir dan saya
berfikir bahwa itu adalah pohon kurma. Namun saya merasa malu (untuk
menjawabnya). Ssementara itu ada yang berkata,” wahai Rosululloh,
beritahukan kepada kami pohon apa itu.” Lalu Rosululloh menjawab,”
pohon itu adalah pohon kurma.” (H.R BUKHARI)
Menurut Ibnu Hajar, penyamaan pohon kurma dengan orang muslim
adalah sama-sama mendapatkan keberkahan. Keberkahan kurma terdapat
pada setiap bagianya, mulai dari muncul buahnya sampai dikeringkan dan
dapat dimakan. Selain itu, setiap bagian pohon dapat dimanfaatkan. Bijinya
dapat digunakan sebagai makanan ternak, dan tangkai buahnya dapat
dijadikan sebagai tali. Begitu pula dengan berkah seorang muslim hingga lahir
sampai akhir hayatnya bermanfaat bagi diri dan orang lain. Dalam hadist ini,
Rosululloh melontarkan pertanyaan kepada para sahabat supaya cara
berfikirnya terarah, dengan mengajukan pertanyaan mengenai persoalan
tertentu untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan. Ketika
mereka mencoba memberi jawaban atas pertanyaan itu, Rosululloh kemudian
memberikan jawaban yang tepat dan benar sebagai tambahan wawasan
mereka. Muhammad Ustman Najati, mengajukan pertanyaan, diskusi, dan
dialog dapat membantu mengarahkan proses berfikir dan belajar dengan
cepat. Allah memerintahkan kita untuk meminta petunjuk kepada para ahli
dan bertanya kepada mereka untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Firman
Allah :
Artinya : maka tanyakanlah olehmu kepada
orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al-An
biya(21): 7)[6]

5. Pendekatan Fungsional

69
Pendekatan fungsional, yaitu penyajian materi ajaran agama islam
dengan penekanan segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari sesuai tingkat perkembangan mereka. Pembelajaran dan
melakukan bimbingan shalat misalnya, diharapkan berguna bagi kehidupan
seseorang, baik dalam kehidupan individu maupun sosial. Ditemukan hadis
sebagai berikut.

ِ‫بِالدينْيَا‬ ِِ ‫سِ َع ِْنِ ُم ْسلِ ٍِمِ ُك ْربَِةًِ ِم ِْنِ ُكَر‬ َِ َ‫صلّىِالِلِّوُِ َعلَْي ِِوِ َو َسلّ َِمِق‬
َِ ‫الِ َم ِْنِنَ َّف‬ َ ِ‫َّب‬ِِّ ِ‫أبِ ُىَريْ َرةَِِ َع ِنِالن‬ ِ ِ ِ‫َع ِْن‬
ِِ ِ‫جِالدينْيَاِيَ َّسَرالِلِّوُِ َعلَْي ِِو‬
ِ‫ف‬ ِ ِ‫بِي وِِم‬
ِ ِ ِ‫القيَ َام ِة َوَم ِْنِيَ َّسَِرِ َعلِىِ ْم ْع ِس ٍِر‬ ِ ِ
ْ َ ِ ‫يَ َّسَِرِالِلِّوُِ َعْن ِوُِ ُك ْرِبَِةًِم ِْنِ ُكَر‬
ِ‫جِ َع ْو ِِن‬ ِ ْ‫جِالدينْياِوا‬
ِ ِ ُِ‫آلخَرةِِ َوالِلِّو‬ ِِ
َ َ ِ ِ‫جِالدينْيَاِ َستَ َِرِالِلِّوُِ َعلَْي ِو‬ ِ ِ ِ‫الدينْيَاِ َواْلٓ ِخَرةِِ َوَم ِْنِ َستَ َِرِ َعلَىِ ُم ْسلِ ٍِم‬
ِ ِ ِ ِ ِ‫العب ِِدِما َكا َِنِالْعب ُِد‬
ِ‫أخيِو‬
ْ ِ‫جِ َع ْو ِن‬ َْ َ َْ
Dari Abu hurairah, Nabi bersabda,”barang siapa yang melapangkan
seorang muslim dari suatu kesempitan dunia niscya Allah akan
melapangkan dari suatu kesulitan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan
seorang muslim dari satu kesulitan dunia niscaya Allah akan memudahkan
didunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim di dunia,
niscaya alloh menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah menolong
hambanya selama hamba itu menolong saudaranya.” (H.R At-Tirmidzi, Abu
Dawud, dan Ahmad)

Ada empat hal yang diinginkan Rosululloh agar dikerjakan oleh


umatnya terhadap sesama dalam hadis diatas, yaitu (1) melapangkan
kesempitan, (2) memudahkan kesulitan, (3) menutup aib, dan (4) menolong
saudara. Untuk kegiatan tersebut ditegaskan oleh Rosululloh manfaat yang
akan didapat oleh pelaku, baik didunia maupun akhirat. Hal ini dapat
membangkitkan semangat para sahabat untuk saling membantu. Dengan
demikian, beliau telah menggunakan pendekatan fungsional dalam mendidik
para sahabatnya.
Pelajaran agama yang diberikan kepada peserta didik bukan saja
untuk memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual, tetapi
untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian
itulah yang menjadi tujuan pendidikan agama disekolah dalam berbagai jenis
dan tingkatan.
6. Pendekatan Keteladanan

Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan atau


memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Guru yang senantiasa

70
baik kepada setiap orang misalnya, secara langsung memberikan keteladanan
kepada peserta didiknya. Keteladan pendidik terhadap peserta didiknya
merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru akan menjadi tokoh
identifikasi dalam pandangan anak yang akan dijadikan sebagai teladan
dalam mengidentifikasikan diri dalam kehidupanya.
Sehubungan dengan ini telah ditemukan hadist, antara lain sebagai
berikut.
ِ‫صلَىِالِلِّوُِ َعلَْي ِِوِ َو َسلَّ َِمِ َوََْن ُِنِ َشبَبَِةٌِ ُمتَ َقا ِربُ ْو َِنِفَأَقَ ْمنَا‬ َ ِ‫َّب‬ ِّ ِ‫الِأَتَ ْي نَاِالن‬
َِ َ‫ثِق‬ ِِ ‫كِبْ ِنِاْلَُويْ ِر‬ ِِ ِ‫أبِ ُسلَْي َما َِنِ َمال‬ ِْ ِ ِ‫َع ِْن‬
َِ ‫َخ َِبنَ ِاهُِ َوَكا َِنِ َرفِْي ًقاِ َرِحْي ًماِفَ َق‬
ِ‫ال‬ ِ ِ ِ ِ‫سِأَلَناِع َّم ِنِتَرْكنا‬
ْ ‫جِاَ ْىلنَاِفَأ‬ َ َ ْ َ َ َِ ‫َنِا ْشت ْقنَاِأ َْىلَنَاِ َو‬ َِّ ‫ِعْن َدِهُِ ِع ْش ِريْ َِنِلَْي لََِةِفَظَ َِّنِأ‬
ِِ ‫ضَر‬ ِ ِ ِ‫صلي ْواِ َك َم َارأَيْتُ ُم ْو‬ ِ ِ ِ‫ارِجعواِإ‬
ِ‫الَةُفَلْيُ َؤذِّ ِْنِلَ ُك ِْم‬
ِ ‫الص‬َّ ِ‫ت‬ َ ‫ُصلِّ ِْيِ َوا َذاِ َح‬ َ ‫نِأ‬ َ ‫لِأىلْي ُك ِْمِفَ َعلِّ ُم ِْوِ ُى ِْمِ َوُم ُرْو ُى ِْمِ َو‬ َ ُْ ْ
‫َح ُد ُك ِْمِ ُِثَِّلِيَ ُؤَّم ُك ِْم‬
َ‫أ‬
Abu Sulaiman Malik bin Al-Huwairits berkata,”kami, beberapa orang
pemuda sebaya mengunjungi Nabi, lalu kami menginap bersama beliau
selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga
dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu kami
memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah orang yang halus
perasaanya dan penyayang. Beliau bersabda,” kembalilah kepada keluarga
kalian. Ajarilah mereka, suruhlah mereka, dan shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihat saya mendirikan shalat. Apabila waktu shalat
telah masuk, hendaklah salah seorang diantara kalian mengumandangkan
azan dan yang lebih tua hendaklah menjadi imam.” (H.R Al-Bukhari)
Dalam hadis diatas, Rosul memberikan keteladan cara
memperlakukan tamu selama berada dirumahnya. Beliau telah menunjukan
keramahan, kelemah lembutan, kasih sayang dan meninggalkan kesan yang
mendalam. Dalam hal ini Rosul tidak menyuruh agar para sahabat meniru.
Selain itu, beliau juga mencontohkan mendirikan shalat, terlihat bahwa beliau
mengutamakan pendekatan keteladanan.
Manusia banyak belajar tentang berbagai kebiasaan dan tingkah laku
melalui proses peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku kedua orang tua
dan saudara-saudaranya. Ia mulai belajar bahasa dari meniru kedua orang
tuanya dan saudara-saudaranya dengan mengucapkan kata-kata secara
berulang kali. Tanpa terbiasa mendengar orang mengucapkan suatu kata,
manusia tidak bisa berbahasa lisan.

71
Kegiatan Belajar-11

HADIST EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

A. Hakikat Evaluasi Pendidikan

Sebelum memahami Pengertian Hakikat Evaluasi Pendidikan,


alangkah baiknya kita Pahami pendidikan itu lebih dahulu. Pendidikan
adalah upaya sadar dan tanggung jawab untuk memelihara, membimbing dan

72
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia agar ia
dapat memiliki makna dan tujuan hidup yang hakiki. Shalih Abd Al-Aziz dan
Abd Al-Aziz Abd Al-Majid menyatakan : innama al-hayat madrasah
(bahwasanya hidup adalah salah satu lembaga pendidikan). Sebagai suatu
proses pendidikan bertujuan untuk menimbulkan perubahan-perubahan yang
diinginkan pada setiap si terdidik. Proses pendidikan tidak terlepas dari
beberapa komponen yang mendukungnya, dan salah satu komponen yang
urgent adalah penilaian atau evaluasi.
Evaluasi berasal dari kata to evaluate yang berarti ―menilai‖. Kata
nilai menurut filosof pengertiannya adalah idea of worth. Selanjutnya kata
nilai menjadi populer, bahkan menjadi istilah yang ditemukan dalam dunia
ekonomi, kata nilai biasa dipautkan dengan harga. Nilai artinya power in
exchange. Sedangkan menurut pengertian pengertian istilah evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak
ukur memperoleh kesimpulan.
Menurut Edwin Wand dan Gerald W. Brow dalam bukunya Esseential
of Educational Evaluation, mengemukakan bahwa: Evaluation refer to the
act or process to determining the value of something.”(Penilaian dalam
pendidikan berarti seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai
sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan).
Ada beberapa pendapat lain tentang definisi mengenai evaluasi:

1. Blomm
Evaluasi adalah pengumpulan kegiatan secara sistematis untuk
menetapkan apakah dalam kegiatannya terjadi perubahan dalam diri
siswa menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi
siswa.
2. Stuffle Beam
Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan
informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.
3. Cronbach
Di dalam bukunya Designing Evaluator of Education and Social
Program, telah memberikan uraian tentang prinsip-prinsip dasar
evaluasi antara lain:

73
a. Evaluasi program pendidikan merupakan kegiatan yang dapat
membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya.
b. Evaluasi seyogyanya tidak memberikan jawaban terhadap suatu
pertanyaan khusus. Bukanlah tugas evaluator memberikan
rekomendasi tentang kemanfaatan suatu program dan dilanjutkan atau
tidak. Evaluator tidak dapat memilihkan karier seorang murid. Tugas
evaluator hanya memberikan alternatif.
c. Evaluasi merupakan suatu proses terus-menerus, sehingga di dalam
proses memungkinkan untuk merevisi apabila dirasakan ada suatu
kesalahan-kesalahan.

Term evaluasi dalam wacana keislaman, terdapat term-term tertentu


mengarah pada makna evaluasi. Term-term tersebut adalah :
1. Al-Hisab, memiliki makna mengira, menafsirkan, menghitung dan
menganggap.
2. Al-Bala‘, memiliki makna cobaan, ujian.
3. Al-Hukum, memiliki makna putusan atau vonis
4. Al-Qadha, memiliki arti putusan
5. Al-Nazhar, memiliki arti melihat
6. Al-Imtihan, memiliki arti ujian

Beberapa term tersebut boleh jadi menunjukkan arti evaluasi secara


langsung, atau hanya sekedar alat atau proses di dalam evaluasi. Hal ini
didasarkan asumsi bahwa Al-Qur‘an dan Sunnah merupakan azas-azas atau
prinsip-prinsip umum pendidikan, sedang operasionalisasinya diserahkan
penuh kepada ijtihad umatnya.
Selanjutnya dalam sebuah ayat Allah azza wa jalla berfirman:

.‫اللَِ َخبِ ٌِيِِِبَاِتَ ْع َملُو َِن‬ ِ ‫َّمتِلِغَ ٍِذِ َواتَّ ُقو‬


ِ ِ‫اللَِإِ َِّن‬ َ ‫فسِ َماِقَد‬ َِ ‫يَأ يهاِالَّ ِذ‬
ِ ‫ينِأ ََمنُواِاتَّ ُقو‬
ٌِ َ‫اللَِ َولتَنظُرِن‬

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (AS al-Hasyr: 18).
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan tafsir ayat ini, "Ayat ini menunjukkan
akan wajibnya melakukan muhasabah (instropeksi) diri. Allah Shubhanahu

74
wa ta‟alla memerintahkan, "Supaya kalian memperhatikan amalan apa yang
telah kalian persiapkan untuk hari kiamat kelak, apakah amal sholeh yang
akan menyelamatkan dirimu? Ataukah amal kejelekan yang justru akan
menyengsarakannya?".1
Imam Hasan Bashri mengatakan, "Tidak ada waktu yang tersisa yang
menjumpai seorang mukmin melainkan ia harus gunakan untuk muhasabah.
Apa yang akan dikerjakan? Apa yang ingin dia makan dan minum? Adapun
orang jahat maka dirinya terus berlalu tidak pernah menghisab dirinya
sendiri".2
Sedang Imam al-Mawardi menerangkan, "Muhasabah adalah
seseorang mengoreksi diri secara tuntas diwaktu keheningan malam terhadap
perbuatan yang dilakukan pada siang hari. Jika hasilnya terpuji maka dia
terus berlalu, sambil dibarengi keesokannya dengan perbuatan yang serupa
sambil memperbaikinya lagi. Dan bila hasilnya tercela maka dia berusaha
untuk mengoreksi dimana letaknya, lalu mencegah untuk tidak
mengulanginya lagi pada hari esok ". 3
Al-Ghazali mengatakan, "Orang-orang yang berakal dari kalangan
hamba Allah Shubhanahu wa ta‟alla mengetahui bahwa Allah ta'ala selalu
mengawasinya. Dan bahwasannya mereka akan didebat atas amalannya kelak
pada hari hisab, lalu mereka dituntut untuk menambah bobot timbangan dari
peluang-peluang amal yang terlintas dalam pikiran. Maka mereka
mendapatkan bahwa tidak mungkin mereka selamat dari apa yang terlintas
tersebut melainkan dengan cara muhasabah, benar didalam muroqobahnya,
selalu menuntut pada jiwa, polah dan tingkah lakunya. Serta muhasabah
dalam setiap pikiran yang terlintas dalam benaknya.
Maka barangsiapa yang mengintropeksi diri sebelum dihisab dirinya
akan ringan didalam hisabnya kelak pada hari kiamat, manakala hadir dalam
pertanyaan serta jawaban, serta akan berakibat baik. Dan barangsiapa yang
enggan untuk instropeksi diri dia akan cepat merasakan kerugian, menunggu
dalam waktu yang lama pada hari kiamat kelak, dan kesalahannya sebagai
penuntun pada kehinaan dan siksaannya".4

1
Ighatsatul Lahfan 1/152.
2
Ighatsatul Lahfan 1/145.
3
Adabu Dunya wa Diin hal: 360-361
4
Ihya Ulumudin 4/418

75
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan
keputusan-keputusan kependidikan, baik yang menyangkut perencanaan,
pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan baik yang menyangkut
perorangan, kelompok, maupun kelembagaan. Keputusan apapun ditetapkan
maksudnya agar tujuan yang dicanangkan dapat tercapai. Penilaian dalam
pendidikan Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan
pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan nilai-nilai yang Islami, sehingga
tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai.5
B. Hadits tentang Evaluasi Pendidikan

Dalam ajaran Islam Evaluasi adalah merupakan pemahaman yang


tidak baru lagi. Artinya Evaluasi merupakan suatu ajaran yang pasti dan harus
dilakukan oleh umat Islam baik individu maupun kelompok seperti yang telah
dijelaskan di atas. Namun kaitannya dengan aplikasi terasa memang sangat
jauh dari harapan sehingga perlu mewacanakan lagi hadits Rasulullah SAW,
sebagai landasan berfikir dan pijakan dalam tindakan.
Begitu banyak hadits Shahih yang mengindikasikan tentang Evaluasi,
akan tetapi penulis mencukupkan pada dua hadits saja untuk dibahas dan di
analisis dari beberapa aspek tinjauan tanpa mengurangi entitas makna dan
maksud hadits tersebut.
Rasulullah SAW, bersabda:

ِ‫َبِ َم ْرَِيَِحِوِ َحدَّثَنَاِ َعْب ُِدِاللَِِّوِبْ ُِنِ َعْب ِِد‬ ِ ِ‫َبِبَ ْك ِرِبْ ِنِأ‬
ِ ِ‫سِ َع ِْنِأ‬ َِ ُ‫يسىِبْ ُِنِيُون‬ ِ
َ ‫يعِ َحدَّثَنَاِع‬ ٍِ ِ‫َحدَّثَنَاِ ُس ْفيَا ُِنِبْ ُِنِ َوك‬
ِ‫يبِ َع ِْن‬ٍِ ِ‫ض ْمَرَِةِبْ ِنِ َحب‬ َ ِ‫َبِ َم ْرََِيِ َع ِْن‬ ِ ِ‫َخبَ َرنَاِ َع ْم ُروِبْ ُِنِ َع ْو ٍِنِِأَ ْخبَ َرنَاِابْ ُِنِالْ ُمبَ َارِِكِ َع ِْنِأ‬
ِ ِ‫َبِبَ ْك ِرِبْ ِنِأ‬ ْ ‫الر ُْحَ ِنِأ‬
َّ
ِِ ‫سِ َم ِْنِ َدا َِنِنَ ْف َس ِوُِ َو َع ِم َِلِلِ َماِبَ ْع َِدِالْ َم ْو‬
ِ‫ت‬ َِ َ‫صلَّىِاللَِّوُِ َعلَْي ِِوِ َو َسلَّ َِمِق‬
ُِ ِّ‫الِالْ َكي‬ ِِّ ِ‫سِ َع ِْنِالن‬
َ ِ‫َّب‬ ِِ ‫َشد‬
ٍِ ‫َّادِبْ ِنِأ َْو‬
ُِ‫ّنِقَ ْولِِِوِ َم ِْنِ َدا َِنِنَ ْف َس ِو‬
َِ ‫الِ َوَم ْع‬
َِ َ‫يثِ َح َس ٌِنِق‬ ٌِ ‫الِ َى َذاِ َح ِد‬ َِ َ‫ّنِ َعلَىِاللَِِّوِق‬ ِ ‫والْع‬
ََِّ‫اج ُِزِ َم ِْنِأَتْبَ َِعِنَ ْف َس ِوُِ َى َو َاىاِ َوََت‬ َ َ
ِ‫الِ َحا ِسبُوا‬ َِ َ‫ابِق‬ ِِ َّ‫اْلَط‬ ْ ِ‫بِيَ ْوَِمِالْ ِقيَ َام ِِةِ َويُْرَوىِ َع ِْنِعُ َمَِرِبْ ِن‬ َِ ‫اس‬ َ َ‫حِالدينْيَاِقَ ْب َِلِأَ ِْنِ ُُي‬ ِ ُِِ‫بِنَ ْف َس ِو‬ َِ ‫اس‬ َ ‫ولِ َح‬ ُِ ‫يَ ُق‬
ُِ‫بِنَ ْف َس ِو‬َِ ‫اس‬ ِ ِ ُِ ‫اْلِ َس‬ ِِ ‫اسبُواِ َوتََزيَّنُواِلِلْ َع ْر‬
ِ‫ضِ ْاْلَ ْك َِِبِ َوإََِّّنَاِ ََِي ي‬
َ ‫ابِيَ ْوَِمِالْقيَ َام ِةِ َعلَىِ َم ِْنِ َح‬ ْ ِ‫ف‬ َ َ‫أَنْ ُف َس ُك ِْمِقَ ْب َِلِأَ ِْنِ ُُت‬
ِ ‫بِنَ ْفس ِوِ َكماِ ُُي‬ ِ َِّ ‫الَِِلِي ُكو ُِنِالْعب ُِدِتَِقيًّاِح‬ ِ ِِ ‫حِالدينْياِوي روىِع ِنِميم‬
ُِ‫بِ َش ِري َك ِو‬ ُِ ‫اس‬ َ َ ُ َ َِ ‫ّتِ ُُيَاس‬ َ َْ َ َِ َ‫ونِبْ ِنِم ْهَرا َِنِق‬ ُ ْ َ ْ َ َ ُْ َ َ ِ ِ
‫ِم ِْنِأَيْ َِنِ َمطْ َع ُم ِوُِ َوَملْبَ ُس ِوُِ–ِالرتمذي‬

5
Prof. Dr. H. Ramayulis, op.cit., hal. 198-200

76
Artinya:‖ Menceritakan pada kami Sufyan bin Waki‟, Menceritakan
pada kami Isa bin Yunus dari Abi Bakar bin Abi Maryam H W Menceritakan
pada kami Abdullah bin Abdurrahman, Memberitahukan pada kami Amr bin
Aun, Menceritakan pada kami Ibnul Mubarak, dari Abi Bakar bin abi
Maryam dari Dlamrah bin bin Habib dari Syaddad bin Aus dari Nabi SAW
bersabda, ―Orang yang Cerdas itu adalah orang yang mengalahkan Hawa
Nafsunya (Dirinya) dan Melakukan perbuatan untuk (Kehidupan setelah
Mati), sedangkan orang yang Lemah adalah orang yang Mengikuti Hawa
Nafsunya dan Berangan-angan kepada Allah. Sufyan berkata‖ ini hadits
Hasan‖ berkata lagi Maksud‖ Man daana Nafsahu” adalah Mengevaluasi
dirinya di dunia sebelum di Hisab nanti di hari Kiamat. Dan diriwayatkan dari
Umar bin Khattab berkata‖ Evaluasi diri kalian sebelum dihisab di Akhirat
dan berhiaslah untuk kehormatan yang besar dan bahwasanya Hisab pada
hari Kiamat diringankan bagi orang yang mengevaluasi dirinya di dunia.
Diriwayatkan juga dari Maimun bin Mihran berkata‖ Tidak dikatakan hamba
yang bertaqwa, sehingga ia mengevaluasi dirinya sebagaimana
Menginterogasi temannya dari mana dia mendapat Makanan dan Pakaian.
(HR. Turmudzi).
Berkaitan dengan Takhrij Hadits di atas, sebagaimana diketahui
bahwa Saddad Bin Aus adalah Sahabat Nabi, Dlamrah bin Habib Tabi‘ien
Kalangan Biasa(Tsiqah), Abu Bakar bin abi Maryam Tabi‘iet tabi‘ien Tua
(Dha‟ief), Ibnul Mubarok Tabi‘iet tabi‘ien Pertengahan (Tsiqah), Isa bin
Yunus Tabi‘iet tabi‘ien Tua (Tsiqah), Amru bin Aun Tabi‘u atba‘ Tua (Tsiqah),
Sufyan bin Abi Waki‟ Tabi‘u atba‘ Tua (Dha‟ief ) dan Abdullah bin
Abdurrahman tabi‘u atba‘ Pertengahan (Tsiqah).
Jadi, secara keseluruhan berkaitan dengan sanad hadits di atas bias
dikatakan bahwa hadits tersebut bias dijadikan hadits hasan menurut Imam
Turmudzi sebab sanad hadits tersebut didominasi oleh Perawi yang Tsiqah.
Ada juga hadits berikut yang menjadi pokok Analisa penulis dalam
menyikapi masalah Evaluasi Pendidikan yaitu:

ِ‫ات ِيَ ْوٍِم ِإِ ِْذ‬


َِ ‫اللُِ َعلَْي ِِو ِ َو َسلَّ َِم ِ َذ‬
ِ ِ ‫صلَّى‬ َ ِ ‫الل‬ ِِ ِ ‫س ِ ِعْن َِد ِ َر ُس ْوِِل‬
ٌِ ‫ِبَْي نَ َما ِ ََْن ُِن ِ ُجلُ ْو‬:‫ال‬ ِ ِ ‫َع ِْن ِعُ َمَِر ِ َر ِض َِي‬
َِ َ‫اللُِ َعْن ِوُِأَيْضِاًِق‬
ِ َّ ِ ‫ ِ ِلَِيَُرى ِ َعلَْي ِِو ِأَثَ ُِر‬،‫َّع ِر‬ ِ ِ ِِ ‫اض ِالثِّي‬ ِ
ِ،‫َح ٌد‬ َ ‫ ِ َو ِلَِيَ ْع ِرفُِوُ ِمنَّا ِأ‬،‫الس َف ِر‬ ْ ‫اب ِ َشديْ ُِد ِ َس َو ِاد ِالش‬ َ ِِ َ‫طَلَ َِع ِ َعلَْي نَا ِ َر ُج ٌِل ِ َشديْ ُِد ِبَي‬
ِ‫ِيَا‬:‫ال‬ َِ َ‫ض َِع ِ َكفَّْي ِِو ِ َعلَى ِفَ ِخ َذيِِْو ِ َوق‬ ِ َِ ِ‫الل ِعلَيِِو ِوسلَّ ِم ِفَأَسنَ َِد ِرْكبتَ يِِو ِإ‬
َ ‫ل ِ ُرْكبَتَ ْي ِو ِ َوَو‬ ْ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ ُِ ِ ‫صلَّى‬ َ ِ ‫َّب‬ َِ ِ‫س ِإ‬
ِِّ ِ‫ل ِالن‬ َِ َ‫ّت ِ َجل‬َِّ ‫َح‬

77
ِ َِّ‫ِاْ ِإل ِسالَ ُِم ِأَ ِْن ِتَ ْش َه َِد ِأَ ِْن ِ ِلَ ِإِلََِو ِإِ ِل‬:‫اللُِ َعلَْي ِِو ِ َو َسلَّ َِم‬
ُِ‫الل‬ ِ ِ ‫صلَّى‬ ِِ ِ ‫ال ِ َر ُس ْو ُِل‬
َ ِ ‫الل‬ َِ ‫ ِفَ َق‬،‫ن ِ َِع ِن ِاْ ِإل ْسالَِم‬ ِ ِ‫َخِ ِْب‬
ْ ‫ُُمَ َّمد ِأ‬
ِ ‫ت ِإِلَْي ِِو ِ َسبِْي‬
ًِ‫ال‬ َِ ‫ت ِإِ ِِن ِا ْستَطَ ْع‬ َِ ‫ضا َِن ِِِ َوَُتُ َِّج ِالْبَ ْي‬ َ ‫ص ْوَِم ِ َرَم‬ َّ ِ ‫ت‬
ُ َ‫الزكاََِة ِ َوت‬ ِ َّ ِ ‫الل ِ َوتُِقْي َِم‬
َِ ‫الصالََِة ِ َوتُ ْؤ‬ ِِ ِ ‫َن ِ ُُمَ َّم ًدا ِ َر ُس ْو ُِل‬
َِّ ‫َوأ‬
ِ‫اللِ َوَمالَئِ َكتِِِوِ َوُكتُبِِِو‬
ِِ ِ‫ِأَ ِْنِتُ ْؤِم َِنِب‬:ِ‫ال‬ ِِ َ‫نِ َع ِنِاْ ِإل ْْي‬ ِ ِ‫َخِ ِْب‬ ِ
َِ َ‫انِق‬ ْ ‫ِفَأ‬:‫ال‬ َِ َ‫ِق‬،ُ‫ص ِّدقُو‬ َ ُ‫ِفَ َعجْب نَاِلَِوُِيَ ْسأَلُِوُِ َوي‬،‫ت‬ َ ْ‫ص َدق‬ َ ِ:ِ‫ال‬ َِ َ‫ق‬
ِ ‫ن ِع ِن ِاْ ِإلحس‬ ِ ِ ‫ورسلِِِو ِوالْي وِِم‬
َِ َ‫ِق‬.‫اآلخ ِر ِ َوتُ ْؤِم َِن ِبِالْ َق َد ِر ِ َخ ِْيِِه ِ َو َشِِّرِه‬
ِ‫ِأَ ِْن ِتَ ْعبُ َِد‬:‫ال‬َِ َ‫ ِق‬،‫ان‬ َْ َ ِ ِ‫َخِ ِْب‬ ْ ‫ال ِفَأ‬َِ َ‫ ِق‬،‫ت‬ َ ْ‫ص َدق‬ َ ِ ‫ال‬ ْ َ َ ُ َُ
ِ ِ
ِ‫َعلَ َِمِم َِن‬ ْ ‫ِ َماِالْ َم ْس ُؤْو ُِلِ َعْن َهاِبِأ‬:‫ال‬ َِ َ‫ِق‬،‫اعة‬ َ ‫الس‬
َّ ِ‫نِ َع ِن‬ ِ ِ‫َخِ ِْب‬
ْ ‫ِفَأ‬:‫ال‬ َِ َ‫ِق‬.‫اك‬َِ ‫َّكِتََر ِاهُِفَِإ ِْنِ َِلِْتَ ُك ِْنِتََر ِاهُِفَِإنَِّوُِيََر‬
َِ ‫اللَِ َكأَن‬ِ
ِِ ‫ال ِأَ ِْن ِتَلِ َِد ِاْْل ََم ِةُ ِ َربَّتَ َها ِ َوأَ ِْن ِتََرى ِا ْْلَُفاَِة ِالْعَُراِةَ ِالْ َعالََِة ِ ِر َع ِاءَ ِالش‬
ِ‫َّاء‬ َِ َ‫ ِق‬،‫ن ِ َع ِْن ِأ ََم َار ِاِتَا‬ ِ ِ‫َخِ ِْب‬
ْ ‫ال ِفَأ‬ َِ َ‫ ِق‬.‫السائِ ِِل‬ َّ
ُِ‫اللُِ َوَر ُس ْولُِو‬
ِ ِ:ِ ‫ت‬ ُِ ‫السائِ ِِل ِ؟ ِقُ ْل‬ َّ ِ ‫ِيَا ِعُ َمَِر ِأَتَ ْد ِري ِ َم ِن‬:ِ ‫ال‬ َِ َ‫ ِ ُِثَِّق‬،‫ت ِ َملِيًّا‬ُِ ْ‫ ِ ُِثَِّانْطَلَ َِق ِفَ لَبِث‬،‫ان‬ ِ ‫ح ِالْب ْن ي‬
َ ُ ِ ِِ ‫يَتَطَ َاولُْو َِن‬
ِ ]ِ‫ِ[ِرواهِمسلم‬.ِ‫الِفَِإن َِّوُِ ِج ِِْبيْ ُِلِأَتَا ُك ِْمِيُ َعلِّ ُم ُك ِْمِ ِديْنَ ُك ِْم‬ َِ َ‫ِق‬.ِ‫أ َْعلَ َِم‬

Artinya:‖ Dari Umar radhiyallahu `anhu juga dia berkata : Ketika kami
duduk-duduk disisi Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam suatu hari tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh
dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya
kepada kepada lututnya (Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam) seraya
berkata, “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?‖, Maka
bersabdalah Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam: “ Islam adalah engkau
bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu ―,
kemudian dia berkata, “ anda benar ―. Kami semua heran, dia yang bertanya
dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku
tentang Iman ―. Lalu beliau bersabda, “ Engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir
dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk ―,
kemudian dia berkata, “ anda benar―. Kemudian dia berkata lagi: “
Beritahukan aku tentang ihsan ―. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah
engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika
engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau‖ . Kemudian dia berkata,
“ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)‖. Beliau
bersabda,“ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya ". Dia berkata,“
Beritahukan aku tentang tanda-tandanya ―, beliau bersabda, “ Jika seorang
hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang
kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba, (kemudian) berlomba-
lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku
berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam)
bertanya,― Tahukah engkau siapa yang bertanya ?‖. Aku berkata,― Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui ―. Beliau bersabda,― Dia adalah Jibril yang
datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian ―. (Riwayat
Muslim)
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena
didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.

78
Kemudian hadits ini juga mengandung makna yang sangat agung karena
berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa‟
(kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan
makhluk di bumi/ Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam ).

Adapun Kandungan hadits diatas secara Implisit Menjelaskan bahwa;

1. Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan


kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan
penguasa.
2. Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang
yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada
seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal
tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat
mengambil manfaat darinya.
3. Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya
untuk berkata, ―Saya tidak tahu―, dan hal tersebut tidak mengurangi
kedudukannya.
4. Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
5. Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap
kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya
sebagaimana seorang tuan memperlakukan hamba-sahayanya.
6. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya
selama tidak dibutuhkan.
7. Di dalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah ta‘ala.
8. Di dalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam
majlis ilmu.6
9. Didalamnya terdapat Konteks Evaluasi diri dalam menjalani Hidup di
Dunia.
C. Objek, Fungsi dan Tujuan Evaluasi

Istilah murid mengandung kesungguhan belajar, memuliakan guru,


keprihatinan guru terhadap murid. Dalam konsep murid ini terkandung
keyakinan bahwa mengajar dan belajar itu wajib dalam perbuatan mengajar
dan belajar itu ada barokah. Sebutan murid bersifat umum. Di dalam Islam,
istilah ini diperkenalkan oleh kalangan shufi. Istilah murid dalam tasawuf

6
Syekh amin Abdullah Assaqawy, Muhasabah al-Nafs, Terj.Arif Hidayatullah Abi Umamah,
Muraja’ah Abu Ziyad Eko hariyanto, www.islamhouse.com.

79
mengandung pengertian orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan
sedang berjalan menuju Tuhan.
Sa‘id Hawwa (1999) menjelaskan adab dan tugas murid (yang dapat
juga disebut sifat-sifat murid) sebagai berikut:
1. Murid harus mendahulukan kesucian jiwa sebelum yang lainnya.
2. Murid harus mengurangi keterikatannya dengan kesibukan duniawiah,
karena kesibukan itu akan melengahkannya dari menuntut ilmu.
3. Tidak sombong terhadap orang yang berilmu, tidak bertindak sewenang-
wenang terhadap guru, ia harus patuh kepada guru seperti patuhnya
orang sakit terhadap dokter yang merawatnya.
4. Orang yang menekuni ilmu pada tahap awal harus menjaga diri dari
mendengarkan perbedaan pendapat khilafiah antar mazhab karena hal
itu akan membingungkan pikirannya.
5. Penuntut ilmu harus mendahulukan menekuni ilmu yang paling penting
untuk dirinya.
6. Tidak menekuni banyak ilmu sekaligus, melainkan berurutan dari yang
paling penting, ilmu yang paling utama ialah ilmu mengenal Allah.
7. Tidak memasuki cabang ilmu sebelum menguasai ilmu sebelumnya.
8. Hendaklah mengetahui ciri-ciri ilmu yang paling mulia, itu diketahui dari
hasil belajarnya dan kekuatan dalilnya.

Konsep adab dan tugas murid dalam uraian Hawwa tersebut di atas
adalah murid dalam konteks tasawuf.7
Objek evaluasi pendidikan Islam dalam arti yang umumnya adalah
peserta didik, atau dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu yang
terdapat pada peserta didik. Evaluasi pendidikan Islam dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu evaluasi diri sendiri (self evaluation / instropeksi) dan
evaluasi terhadap orang lain (peserta didik).
Evaluasi terhadap diri sendiri adalah dengan menggalakkan
instropeksi atau penghitungan diri sendiri dengan tujuan meningkatkan
kreatifitas dan produktivitas (amal saleh) pribadi. Apabila dalam proses
evaluasi tersebut ditemukan beberapa keberhasilan, maka keberhasilan itu

7
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2006 ), hal.
164-169.

80
hendaknya dipertahankan atau ditingkatkan, tetapi apabila ditemukan
beberapa kelemahan dan kegagalan, maka hendaknya hal itu segera
diperbaiki dengan cara meningkatkan ilmu, iman dan amal.
Umar bin Khattab berkata; ―Hasibu an fusakum qobl an tuhasabu‖
(Evaluasilah dirimu sebelum engkau dievaluasi). Statemen ini berkaitan
dengan kegiatan evaluasi terhadap diri sendiri. Asumsi yang mendasar
statement tersebut adalah bahwa Allah SWT mengutus dua malaikat Raqib
dan Atid sebagai supervisor dan evaluator terhadap manusia. Karena itulah
manusia dituntut selalu waspada dan memperhitungkan segala tindakannya,
agar kehidupannya kelak tidak merugi.
Evaluasi terhadap diri orang lain (peserta didik) merupakan bagian
dari kegiatan pendidikan Islam. Kegiatan ini tidak sekedar boleh, tetapi
bahkan diwajibkan. Kewajiban di sini tentunya berdasarkan niat amar ma‟ruf
nahi munkar, yang bertujuan untuk perbaikan (islah) perbuatan sesama umat
Islam. Syarat penilaian ini adalah harus bersifat komparabel, segera dan tidak
dibiarkan berlarut-larut, sehingga anak didik tenggelam dalam kebimbangan,
kebidihan, kezaliman, dan dapat melangkah lebih baik dari perilaku manusia
semula.
Aspek-aspek khusus yang harus menjadi sasaran evaluasi pendidikan
Islam adalah perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
1. Dilihat dari sudut tujuan umum pendidikan Islam
Tujuan umum pendidikan Islam adalah adanya taqqarub dan penyerahan
mutlak peserta didik, kepada Allah SWT. Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan ibadah ibadah peserta didik
b. Perkembangan pelaksanaan menjadi khalifah Allah di muka bumi
c. Perkembangan keimanan dan ketakwaan kepada-Nya
d. Perkembangan pemenuhan kewajiban hidup, berupa kewajiban
yang bersifat duniawi atau ukhrawi.
2. Dilihat dari sudut fungsi pendidikan Islam
Fungsi pendidikan Islam adalah pengembangan potensi peserta didik dan
transliternalisasi nilai-nilai Islami, serta mempersiapkan segala kebutuhan
masa depan peserta didik; Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan pendayagunaan potensi-potensi peserta didik,

81
b. Perkembangan perolehan, pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai
Islam,
c. Perkembangan perolehan kelayakan hidup, baik hidup yang bersifat
duniawi maupun ukhrawi.
3. Dilihat dari sudut dimensi-dimensi kebutuhan hidup dalam pendidikan
Islam, Evaluasi di sini meliputi aspek:
a. Perkembangan peserta didik dalam memperoleh dan memenuhi
kebutuhan hidupnya.
b. Perkembangan pendayagunaan dan optimalisasi potensi jasmani,
intelegensi, agar peserta didik ini mampu berkepribadian mulia,
baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam dan kepada
Tuhan.
4. Dilihat dari domain atau ranah yang terdapat pada diri peserta didik.
a. Aspek kognitif berupa pengembangan pengetahuan agama
termasuk di dalamnya fungsi ingatan dan kecerdasan.
b. Aspek Afektif, berupa pembentukan sikap terhadap agama,
termasuk di dalamnya fungsi perasaan dan sikap.
c. Aspek psikomotor berupa menumbuhkan keterampilan beragama
termasuk di dalamnya fungsi kehendak, kemauan dan tingkah
laku.8
Sedangkan Fungsi dan Tujuan Evaluasi adalah Meliputi :
1. Fungsi Bagi Siswa
a. Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa
b. Memberikan dorongan belajar bagi siswa
c. Sebagai laporan bagi orang tua siswa
2. Fungsi Bagi Pendidik (Guru)
a. Untuk menyeleksi siswa, dengan tujuan antara lain :
- Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu
- Untuk menentukan siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya
- Untuk menentukan siswa yang pantas diberikan beasiswa dan lain
sebagainya
- Untuk memilih siswa yang sudah berhak menyelesaikan sekolah

8
Prof. Dr. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., hal. 200-204

82
b. Evaluasi berfungsi diagnosa
Guru dapat mengetahui kelemahan dan kekurangan siswa dan dapat
mengetahui sebab musabab kelemahan dan kekurangan itu.
c. Berfungsi sebagai penempatan
Guru dapat mengetahui tingkat kemampuan dari masing-masing peserta
didik melalui hasil belajar. Tujuannya adalah agar siswa yang tadinya
memiliki bakat dan minat tertentu dalam belajar benar-benar tersalur sesuai
dengan pilihannya.
d. Mengukur ketepatan materi pelajaran
Guru dapat mengetahui apakah materi tersebut telah dikuasai siswa atau
masih perlu diadakan peningkatan atau perbaikan untuk masa yang akan
datang.
e. Untuk mengetahui ketepatan metode
Metode adalah cara bagaimana menyajikan bahan pelajaran agar diterima
oleh anak didik.
f. Untuk merencanakan program yang akan datang
3. Fungsi bagi sekolah
a. Untuk mengukur ketepatan kurikulum atau silabus
b. Untuk mengukur tingkat kemajuan sekolah
c. Megukur keberhasilan guru mengajar
d. Untuk meningkatkan prestasi kerja.9
Sedangkan fungsi evaluasi sebagai umpan balik (feed back) terhadap kegiatan
pendidikan. Umpan balik ini berguna untuk :
1. Ishlah, yaitu perbaikan terhadap semua komponen-komponen
pendidikan, termasuk perbaikan perilaku, wawasan dan kebiasaan-
kebiasaan
2. Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua komponen-komponen
pendidikan. Artinya melihat kembali program-program pendidikan
yang dilakukan, apakah program itu penting atau tidak dalam
kehidupan peserta didik.
3. Tajdid, yaitu memodernisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan
yang tidak relevan baik untuk kepentingan internal maupun eksternal

9
Drs. H. Tayar Yusuf, Drs. Syaiful Anwar, op.cit., hal. 211-214

83
maka kegiatan itu harus diubah dan dicarikan penggantinya yang lebih
baik
4. Al-dakhil, yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua murid berupa
rapor, ijazah, piagam dan sebagainya.10
Sedangkan Faidah dari muhasabah:
1. Menjumpai adanya kekurangan dalam dirinya. Dan orang yang tidak
menyadari adanya kekurangan dari dirinya tidak mungkin sanggup
untuk mengobatinya.
2. Bukti akan takutnya kepada Allah Shubhanahu wa ta‟alla dan
persiapan untuk bertemu dengan -Nya.
3. Akan menjadi jelas bagi seorang mukmin hakekat keuntungan dan
kerugian sejati.
4. Muhasabah didunia akan memudahkan seorang mukmin kelak pada
hari kiamat.
5. Sebagai bentuk memenuhi perintah Allah ta'ala.
6. Menjauhkan diri dari kelalaian, terjatuh dalam lumpur kemaksiatan
dan dosa.
7. Akan menolong seorang mukmin dan membantunya untuk segera
mendapatkan sisi kekurangan dari pengerjaan kewajiban dan amalan
sunah.11
8. Akan membuahkan kecintaan kepada Allah Shubhanahu wa ta‟alla
dan mendapat keridhoan -Nya.
9. Dengan cara tersebut akan mengetahui hak Allah Shubhanahu wa
ta‟alla yang harus ia tunaikan. Dan bagi siapa yang tidak mengetahui
hak Allah Shubhanahu wa ta‟alla yang harus ia kerjakan maka
ibadahnya hanya sekedarnya dan sangat sedikit sekali memberi
dampak positif baginya.
10. Bahwa baiknya hati bisa tercapai dengan muhasabah, sebaliknya
rusaknya hati akibat dari jauhnya muhasabah dan tidak
memperdulikannya.12

10
Prof. DR. H. Ramayulis, op. Cit., hal. 204-203
11
Ighatsatul Lahfan 1/147-150.
12
Ighatsatul Lahfan 1/156, karya Ibnu Qoyim. Dan Nadhratun Na'im fii Makarimi Akhlakir Rasul
Karim 8/3317-3324.

84
D. Jenis-Jenis Evaluasi

Muhasabah itu ada dua macam: Muhasabah sebelum berbuat dan


yang kedua muhasabah seusai melakukan perbuatan.
1. Adapun jenis yang pertama, yaitu dirinya merenung sejenak manakala baru
timbul keinginan serta kemauan lantas dirinya melihat, apakah perbuatan
yang akan dilakukannya ini sesusai dengan al-Qur'an dan sunah Rasulallah
Shalallah 'alaihi wa sallam atau tidak? Jika sesuai maka terus kerjakan,
bila menyelisihi maka tinggalkan.
2. Adapun untuk jenis yang kedua, yaitu muhasabah seusai mengerjakan
perbuatan, maka dalam hal ini terbagi menjadi empat macam:
a. Muhasabah pada ketaatan yang banyak kekurangan didalamnya, disaat
pengerjaan kewajiban kepada Allah ta'ala belum sesuai dengan harapan
yang seharusnya dituntut.
b. Muhasabah atas larangan-larangan yang ada. Jika dirinya menjumpai
telah menerjang salah satunya maka segera iringi dengan bertaubat,
istighfar, dan amalan-amalan kebajikan yang bisa menghapusnya.
c. Muhasabah atas setiap amalan yang telah ditinggalkan namun
membawa kebaikan jika ia kerjakan
d. Muhasabah pada perkara mubah atau kebiasaan, kenapa ia kerjakan?
Apakah ia kerjakan ingin mengharap ridho Allah Shubhanahu wa
ta‟alla dan kampung akhirat? Sehingga ia beruntung, atau dia
mengerjakannya hanya bertujuan dunia yang ia inginkan? Maka
dirinya telah merugi serta luput dari keuntungan tersebut.

Selanjutnya kurikulum 1975 membedakan evaluasi prestasi belajar


siswa di sekolah menjadi 4 (empat) jenis yaitu: Evaluasi Formatif, Adalah
evaluasi yang ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Jenis
evaluasi wajib dilaksanakan oleh guru bidang studi setelah selesai
mengajarkan satu unit pengajaran tertentu.
Evaluasi Sumatif, Adalah evaluasi yang ditujukan untuk keperluan
penentuan angka kemajuan atau hasil belajar siswa. Jenis evaluasi ini
dilaksanakan setelah guru menyelesaikan pengajaran yang diprogramkan
untuk satu semester. Dan kawasan bahasanya sama dengan kawasan bahan
yang terkandung di dalam satuan program semester.

85
Evaluasi Penempatan, Adalah evaluasi yang ditujukan untuk
menempatkan siswa dalam situasi belajar atau program pendidikan yang
sesuai dengan kemampuannya.
Evaluasi Diagnostik, Adalah evaluasi yang ditujukan guna membantu
memecahkan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa tertentu.
Jenis evaluasi formatif dan sumatif terutama menjadi tanggungjawab
guru (guru bidang studi), evaluasi penempatan dan diagmostik lebih
merupakan tanggungjawab petugas bimbingan penyuluhan. Oleh karena itu
wajar apabila dalam tulisan ini hanya mengaksentuasi pada jenis penilaian
yang pertama dan jenis yang kedua.
E. Prinsip-Prinsip Evaluasi

Adapun prinsip-prinsip dari Evaluasi Pendidikan itu adalah Meliputi :

1. Terus menerus / kontinu; artinya evaluasi ini tidak hanya dilakukan


setahun sekali, sekuartal sekali, atau sebulan sekali, melainkan terus
menerus, pada waktu mengajar sambil mengevaluasi sikap dan perhatian
murid, pada waktu pelajaran hampir berakhir. Prinsip kesinambungan
(Istimrar ) (al-An‘aam:135)
2. Menyeluruh / komprehensif; Adanya evaluasi yang meliputi semua aspek
kepribadian manusia, misalnya aspek intelegensi, pemahaman,
pensikapan, ketulusan, kedisiplinan, tanggung jawab dan sebagainya.
Dalam al-qur‘an Totalitas (al-Kamal/Tamm) ; Meliputi Kognitif (QS.al-
Anfal:2), Afektif ((QS. Al-‗Ashr : 3). Dan Psikomotorik (al-Mukmin:35)
3. Objektivitas; Adanya evaluasi yang benar-benar objektif bukan subjektif,
artinya pelaksanaan evaluasi berdasarkan keadaan yang sesungguhnya
tidak dicampuri oleh hal yang bersifat emosional dan irasional. (QS. At-
Taubah:119).
4. Validitas; Adanya evaluasi yang dilakukan berdasarkan hal-hal yang
seharusnya dievaluasi, yang meliputi seluruh bidang-bidang tertentu yang
diingini dan diselidiki, sehingga tidak hanya mencakup satu bidang saja.
Prinsip Validitas (QS.al-Hujurat:6)
5. Realibilitas; Evaluasi itu dapat dipercayai, artinya memberikan evaluasi
kepada peserta didik sesuai dengan tingkat kesanggupannya dan keadaan
sesungguhnya. (QS.Hamim As-sajadah:53)

86
6. Efisiensi; Adanya evaluasi yang dapat menggunakan sarana dan prasarana
yang baik, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, mudah dalam proses
administrasi dan interpretasinya sehingga evaluasi ini tidak tepat pada
sasarannya. (QS.al –Asr‘:1-2)
7. Ta‘abbudiah dan ikhlas; Adanya evaluasi yang dilakukan penuh
keutulusan dan pengabdian kepada Allah SWT.(al-Bayyinah:5)

Kegiatan Belajar 12

HADIST PENDIDIKAN KELUARGA


A. Pengertian Keluarga

Keluarga secara etimologi terdiri dari perkataan ―kawula‖ dan warga‖.


Yang berarti kawula adalah adalah abadi dan warga adalah anggota. Artinya
kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih demi
kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya.
Keluarga adalah suatu kelompok sosial yang ditandai oleh tempat
tinggal bersama, kerjasama, ekonomi, dan reproduksi. Keluarga adalah
sekelompok orang yang dipersatukan oleh pertalian kekeluargaan,
perkawinan, atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang umumnya sesuai
dengan peranan-peranan sosial yang telah dirumuskan dengan baik.
Dari definisi-definisi di atas dapa disimpulkan bahwa unsur-unsur
pokok yang terkandung dalam pengertian keluargaadalah:
1. Hubungan keluarga dimulai dengan perkawinan atau dengan
penetapan pertalian kekeluargaan
2. Hubungan keluarga berada pada batas-batas persetujuan masyarakat

87
3. Anggota keluarga dipersatukan oleh pertalian perkawinan, darah, dan
adopsi sesuai dengan adat istiadat yang berlaku
4. Anggota keluarga secara bersama pada suatu tempat tinggal
Keluarga merupakan bagian dari sebuah masyarakat. Unsur-unsur
yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, mazhab, ekonomi bahkan
jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran
anak khususnya ayah dan ibu. Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak
sangat besar dalam berbagai macam sisi.
Keluargalah yang menyiapkan potensi pertumbuhan dan
pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta
lingkungannya. Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam
mewujudkan kepribadian anak. Islam menawarkan metode-metode yang
banyak di bawah rubrik aqidah atau keyakinan, norma atau akhlak serta
fikih sebagai dasar dan prinsip serta cara untuk mendidik anak. Dan awal
mula pelaksanaannya bisa dilakukan dalam keluarga. Sekaitan dengan
pendidikan, Islam menyuguhkan aturan-aturan di antaranya pada masa pra
kelahiran yang mencakup cara memilih pasangan hidup dan adab
berhubungan seks sampai masa pasca kelahiran yang mencakup pembacaan
azan dan iqamat pada telinga bayi yang baru lahir, tahnik (meletakkan buah
kurma pada langit-langit bayi, mendoakan bayi, memberikan nama yang
bagus buat bayi, aqiqah (menyembelih kambing dan dibagikan kepada fakir
miskin), khitan dan mencukur rambut bayi dan memberikan sedekah
seharga emas atau perak yang ditimbang dengan berat rambut. Pelaksanaan
amalan-amalan ini sangat berpengaruh pada jiwa anak.
B. Keluarga Sebagai Institusi Pengembangan Pendidikan Islam
Menurut Fatah Yasin (2008), munculnya gejala pendidikan dalam
suatu keluarga disebabkan adanya pergaulan antara orang tua sebagai
manusia dewasa dengan anak yang belum dewasa. Dari peristiwa itu lahirlah
pendidikan dalam sebuah wadah yakni keluarga. Kehadiran anak dalam
keluarga merupakan tanggung jawab dan pengabdian orang tua
terhadapnya, yang bersifat kodrati dan berdasarkan moralitas dan cinta
kasih.[5]

88
Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak dilaksanakan
secara pedagogis (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa
pergaulan dan hubungan yang disengaja dan langsung maupun tidak
langsung antara orang tua dengan anak.[6]
Selain itu pendidikan keluarga sebagai pendidikan yang tidak
terorganisasi, tetapi pebdidikan yang ―organis‖ berdasarkan spontanitas,
intiusi, pembiasaan dan improvisasi‖. Biarpun pendidikan keluarga
mempunyai tujuan dan persoalan yang didasari, namun cara berprilakunya
hanya menurut keadaan yang timbul.[7]
Keluarga merupak cikal bakal dan akar bagi terbentuknya
masyarakata dan peradaban. Keseimbangan dan kesinambungan proses
pendidikan yang alami dikeluarga menjadi landasan yang fundamental bagi
anak dalam pengembangan kepribadiannya.
C. Fungi Keluarga
Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman,
kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota
keluarga.Secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai :[9]
1. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya,
2. Sumber Pemenuhan Kebutuhan, Baik Fisik Maupun Psikis,
3. Sumber Kasih Sayang Dan Penerimaan
4. Model Pola Perilaku Yang Tepat Bagi Anak Untuk Belajar Menjadi
Anggota Masyarakat Yang Bak
5. Pemberi Bimbingan Bagi Pengembangan Perilaku Yang Secara Sosial
Dianggap Tepat
6. Pembentuk Anak Dalam Memecahkan Masalah Yang Dihadapinya
Dalam Rangka Menyesuaikan Dirinya Terhadap Kehidupan
7. Pemberi Bimbingan Dalam Belajar Keterampilan Motorik, Verbal Dan
Sosial Yang Dibutuhkan Untuk Penyesuaian Diri
8. Stimulator Bagi Pengembangan Kemampuan Anak Untuk Mencapai
Prestasi, Baik Di Sekolah Maupun Di Masyarakat
9. Pembimbing Dalam Mengembangkan Aspirasi
10. Sumber Persahabatan/Teman Bermain Bagi Anak Sampai Cukup Usia
Untuk Mendapatkan Teman Di Luar Rumah.[10]
D. Peran Orang Tua

89
Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak
antara lain:
Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya.
Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua
orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi
masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya
dengan baik.[11]
1. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan
menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan
menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak
yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan
hendaknya mereka diberi hak pilih
2. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di
sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain
ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan
dan permintaan alami dan fitri anak-anak.[12]
3. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan
terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan
terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan
berusaha serta berani dalam bersikap.
4. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan
anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak,
mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri dan lain sebagainya.
E. Pengaruh Orang Tua
Hadis tentang pengaruh orang tua

ِ‫اللِ ِصلى ِالل ِعليو ِوسلم ِ َماِ ِم ِْن ِ َم ِْو ِلُِْو ِ ٍِد ِإَِِّل ِيُ ْولَ ُِدِ َعلَى‬
ِ ِ ‫ال ِ َر ُس ْو ُِل‬
َِ َ‫ِق‬:ِ ‫ال‬ ِ ِ ‫َبِ ُىَِريَْرَِة ِ َر ِض َِي‬
َِ َ‫اللُِ َعْن ِوُِِق‬ ِْ ِ‫َع ِْن ِأ‬

ِ‫صَرانِِِو ِأ َِْو ِ ُْيَ ِّج َسا ِنِِِو ِ َك َِمِتُْنتَ ُِجِالْبَ ِهْي َم ِةُِ َِبِْي َمِةًِ ََجْ َع ِاءَِ َى ِْل ِ ُُِِت يس ِْو ِ َِن ِفِْي َها ِ ِم ِْن ِ َج ِْد‬
ِّ َ‫الْ ِفطَْرِة ِفَِأَِبَ َو ِاهُِيُ َه ِّوَدانِِِو ِ َويُن‬

َِ ِ‫الل ِ َذل‬
ِ‫ك ِالدِّيْ ُِن‬ ِِ ِ ‫َّاس ِ َعلَْي َها َِِل ِتَ ْب ِديْ َِل ِ ِْلَلْ ِِق‬ ِِ ِ ‫اللُ ِ َعْن ِوُ ِفِطَْرَِة‬
ِْ َِّ‫الل ِال‬
َِ ‫ت ِفَطََرالن‬ ِ ِ ‫اءَ ِ ُِثَّ ِيَ ُق ْو ُِل ِأَبُ ِْو ِ ُىَريَْرَِة ِ َر ِض َِي‬
ِ ‫َع‬

)‫الْ َقيِّ ُِمِ(متفقِعليو‬


Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. Bersabda: ”Tidak
ada dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitrah (islam),

90
maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi atau
beragama Nasrani atau beragama Majusi. Bagaikan seekor binatang yang
melahirkan seekor anak. Bagaimana pendapatmu, apakah didapati
kekurangan? Kemudian Abu Hurairah membaca firman Allah (Q.S. ar-
Rum: 30). (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (agama
Allah). (HR. Muttafaq ‗Alaih).[13]
Hadis diatas menjelaskan tentang status fitrah setiap anak, bahwa
statusnya bersih, suci dan islam baik anak seorang muslim ataupun orang
non muslim. Kemudian orang tuanyalah yang memelihara dan memperkuat
keislamannya atau bahkan mengubah menjadi tidak muslim, seperti Yahudi,
Nasrani, dan Majusi. Hadis ini memperkuat bahwa pengaruh orang tua
sangat dominan dalam membentuk kepribadian seorang dibandingkan
dengan factor-faktor pengaruh pendidikan lain. Kedua orang tua mempunyai
tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik anaknya.
Rasulullah Saw. Bersabda :

ِِِِِِِِِِ‫َماِ ِم ِْنِ َم ِْوِلُِْوِ ٍِدِإَِِّلِيُ ْولَ ُِدِ َعلَىِالْ ِفطَْرة‬


“Tidak ada dari seorang anak (Adam) melainkan dilahirkan atas fitarah
(islam)”.[14]
Lanjut sabda Nabi Saw :

ِ‫صَرانِِِوِأ َِْوُِْيَ ِّج َساِنِِو‬


ِّ َ‫فَِأَِبَ َو ِاهُِيُ َه ِّوَدانِِِوِ َويُن‬
“Orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani, dan/atau
Majusi”.
Hadis diatas memperkuat makna fitrah islam sebagai dasar awal,
sedang Yahudi, Nasrani dan Majusi adalah dampak pengaruh belakangan
yang ditimbulkan oleh orang tua atau lingkunagn sekitarnya. Orang tua
menjadi pendidik pertama dan utama. Sedang faktor pendidik lain seperti
guru dan lingkungan masyarakat harus diciptakan oleh orang tua sebagai
pendukung yang tidak boleh kontradiktif, sebagai realisasi rasa tanggung
jawab orang tua tersebut.[15]

91
Kesempurnaan fitrah dalam hadis sudah jelas baik fisik maupun non
fisik. Dari segi fisik sudah ada ketentuan ciptaan dari Allah Swt. Apakah dari
segi jenis kelamin, bentuk fisik, tinggi pendek, dan warna kulit dan dari segi
nonfisik seperti agama islam yang dibawanya sejak lahir. Kesempurnaan
fitrah itu digambarkan Rasul bagaikan seekor binatang yang lahir. Beliau
bersabda:

ِ ‫اءَِ َى ِْلِ ُُِت يس ِْوِ َِنِفِْي َهاِ ِم ِْنِ َج ِْدِ َع‬


َ‫اء‬ ِ ‫َك َِمِتُْنتَ ُِجِالْبَ ِهْي َم ِةُِ َِبِْي َم ِةًِ ََجْ َع‬
“Bagaikan seekor binatang yang melahirkan seekor anak dalam keadaan
sempurna tidak ada cacat sedikitpun”.
Ungkapan ini memperkuat makna fitrah anak sejak lahir secara
paripurna, ibarat seekor binatang yang lahir secara utuh tidak ada
kekurangan sedikit pun. Hanya manusia yang tidak bersyukur kepada Allah
yang kemudian mengubah-ubah fitrah itu menjadi cacat dan berkurang,
seperti dipotong kupingnya dan lain-lain.
Fitrah sangat memerlukan bantuan dan bimbingan pendidikan orang
tua, orang dewasa, guru, pendidik dan pengajar dengan sadar bahkan
lingkungan yang mendukung, karena tidak mungkin anak yang baru
dilahirkan mengenal agama dengan sendirinya

92
Kegiatan Belajar 13
HADIST PENDIDIKAN MASYARAKAT

Dalam fungsinya sebagai makhluk sosial( homo socius), manusia


dalam kehidupanya senantiasa berhubungan dan memerlukan bantuan
orang lain. Oleh karena itu, manusia tidak mungkin bisa hidup secara layak
tanpa berinterksi dengan lingkungan masyarakat dimana mereka berada.
Secara sederhana, masyarakat ( lingkungan sosial) dapat diartikan
sebagai sekelompok individu pada suatu komunitas yang terikat oleh satu
kesatuan visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada
dua macam bentuk masyarakat dalam komunitas yang terikat oleh satu
kesatuan visi kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada
dau macam bentuk masyarakat dalam komunitas kehidupan
manusia. Pertama, kelompok primer yaitu kelompok dimana manusia mula-
mula berinteraksi dengan orang lain secara langsung, seperti keluarga dan
masyarakat secara umum. Kedua, kelompok sekunder yaitu kelompok yang
dibentuk secara sengaja atas pertimbangan dan kebutuhan tertentu, seperti
perkumpulan profesi, sekolah, partai politik, dan sebagainya. Kesatuan visi
ini secara luas kemudian membentuk hubungan yang komunikatif dan
dinamis, sesuai dengan tuntutan perkembangan zamannya.

93
Bila penjelasan di atas ditarik dalam dataran pendidikan, eksistensi
masyarakat sangat besar peranan dan pengaruhnya terhadap perkembangan
intelektual dan kepribadian individu peserta didik, Sebab, keberadaan
masyarakat merupakan laboratorium dan sumber makro yang penuh
alternative bagi memperkaya pelaksanaan proses pendidikan. Untuk itu,
setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral
terhadap terlaksananya proses pendidikan. Kesemua unsur yang ada dalam
masyarakat harus senantiasa terpadu, bekerja sama dan sekaligus menjadi
alat control bagi pelaksanaan pendidikan. Hal ini disebabkan adanya
hubungan dan kepentingan yang timbale balik antara masyarakat dan
pendidikan. Sebab lewat pendidikanlah nilai-nilai kekebudayaan suatu
komunitas masyarakat dapat dipertahankan dan dilestarikan. Disisi lain,
pendidikan merupakan sarana yang paling tepat dan efektif untuk
menyatukan visi dan tujuan suatu komunitas masyarakat yang demikian
heterogen dan kompleks. Untuk itu, pendidikan harus mampu
mengakumulasikan seluruh potensi dan nilai kebudayaan masyarakat dan
sistem pendidikannya. Dengan konsep dan upaya kondusif ini, baik
masyarakat maupun lembaga pendidikan akan merasa saling memiliki dan
bertanggung jawab atas berhasil atau tidaknya proses pendidikan, dalam
mensosialisasikan nilai-nilai kebudayaan dan kemanusiaan manusia.
Bila dilihat dari penjelasan diatas, terlihat bahwa untuk menghasilkan
proses belajar mengajar yang kondusif bagi pengembangan potensi peserta
didik secara optimal, serta sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah, peranan ketiga
unsur di atas harus senantiasa saling mengisi secara harmonis dan integral.
Jika salah satu diantara unsur tersebut tidak melaksanakan tugas dan
fungsinya, maka mustahil pendidikan yang diinginkan akan berhasil secara
maksimal. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan dan ruang lingkup
antara satu unsur dengan unsur yang lain. Oleh karena itu, perlu adanya
renovasi dan reorientasi kembali konsep pendidikan yang dilaksanakan, agar
mampu melibatkan ketiga unsur tersebut dalam satu kesatuan visi dan misi
pendidikan secara aktif dan dinamis. Dengan kesatuan visi dan misi itulah,
proses pelaksanaan pendidikan dapat mencapai tujuannya secara sempurna,
baik sebagai agent of change,pembentuk pribadi individu muslum yang
paripurna (sebagai „abd maupun sebagaikhlaifah fi al-ardh), serta pencipta
insane masa depan yang siap pakai, terutama dalam menghadapi millinium
ketiga yang semakin kompleks dan menantang.
Fungsi lembaga pendidikan masyarakat:
1. Pelengkap (complement)
2. Pengganti (subtitute)
3. Dan Tambahan (supplement) terhadap pendidikan yang diberikan oleh
lingkungan yang lain.
Dalam lingkungan ini akan dikembangkan bermacam-macam
aktifitas yang bersifat pendidikan oleh bermacam-macam instansi maupun
jawatan dan lembaga pendidikan maupun nonpendidikan.

94
Kegiatan pendidikan yang berfungsi
sebagai pelengkap perkembangan kepribadian indidvidu secara individual
maupun kelompok ialah kegiatan pendidikan yang berorientasi melengkapi
kemampuan, keterampilan, kognitif maupun performa seseorang.Kegiatan
ini mencakup antara lain:
1. Perkembangan rasa sosial dalam berkomunikasi dengan orang lain.
2. Pembinaan sikap dan kerja sama dengan anggota masyarakat
3. Pembinaan keterampilan dan kecakapan khusus yang belum
didapatkan di keluarga dan sekolah.
lingkungan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, hanya
menyediakan pendidikan bukan pendidikan sekedar tambahan atau
pelengkap, tetapi adalah mengadakan pendidikan yang berfungsi sama
dengan lembaga pendidikan formal di sekolah. Hal ini karena keterbatasan
lingkungan sekolah, sehingga tidak mampu melayani setiap anggota dan
lapisan masyarakat. Seperti kurus pengetahuan dasar, kursus PKK, atau
kursus keterampilan.
lingkungan masyarakat juga mampu menyediakan pendidikan yang
berfungsi sebagai tambahan. Di sekolah-sekolah teknik murid telah
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang penggunaan mesin,
tetapi karena jumlah jam pelajaran yang terbatas, siswa tidak dapat
mengembangkannya. Untuk masalah seperti itu dapat dikembangkan kursus
diluar jam pelajaran yang telah ada.
Kaitan antara antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari
tiga segi, yaitu:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan
(jalur sekolah dan jalur luar sekolah.
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di
masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan
fungsi edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang
maupun yang dimanfaatkan, perlu pula diingat bahwa manusia dalam
bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berusaha memperoleh manfaat
dari pengalaman hidupnya untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain,
manusia berusaha mendidik dirinya dengan memanfaatkan sumber-sumber
belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul dan
sebagainya.
B. Hadits-hadits tarbawi tentang lingkungan pendidikan masyarakat

‫ وال‬,‫ "ال حتاسدوا‬:‫ كال رسول هللا صىل هللا ػليو وسمل‬:‫ كال‬,‫ موىل غبد هللا بن ػامر‬,‫ غن بيب سؼيد‬,‫ بخربان داود بن كيس‬,‫حدجنا غبد امرزاق‬
‫ (وبصار‬- ‫ امتّلوى ىينا‬,‫ ال يظلمو وال خيذهل والحيلره‬,‫ املسمل بخو املسمل‬,‫ وكوهوا غباد هللا اخواان‬,‫ وال يبع بحدمك ػىل بيع بخيو‬,‫ وال ثدابروا‬,‫ وال ثباغضوا‬,‫ثناجضوا‬
.‫ وغرضو" – بمحد‬,‫ وماهل‬,‫ دمو‬:‫ لك املسمل ػىل املسمل حرام‬,‫ حسب امرئ مسمل من امرش بن حيلر بخاه املسمل‬. - ) ‫بيده اىل صدره جالج مراث‬
Dilalah ibarat :
Janganlah saling menghasud, janganlah saling mencari kessalahan
,janganlah saling membenci, janganlah saling membelakangi, janganlah

95
salah seorang dari kalian menjual atas dagangan saudaranya, jadilah kalian
hamba-hamba allah yang bersaudara, seorang muslim adalah saudara
muslim yang lain, janganlah dia mendzhaliminya, janganlah dia
merendahkannya, janganlah dia menghinanya, sesungguhnya taqwa itu ada
di sini(seraya nabi memberi isyarat dengan meletakkan tangannya di
dadanya sebanyak tiga kali), telah cukup keburukan seorang muslim yang
menghina saudara muslimnya, setiap muslim diharamkan atas muslim
lainnya, darahnya, hartanya dan harga dirinya. (H.R. Ahmad)

Dilalah isyarat:
Keadaan dalam suatu masyarakat sangat dinamis dan manusia
mempunyai keluwesan sifat dan selalu berubah, sehingga sering sekali
terjadi dinamika sosial yang perlu untuk diperhatikan. Hal ini karena
kesadaran adanya perbedaan perseorangan diantara manusia.
Perlunya menjunjung persatuan dan kesatuan antar individu dan
beberapa kelompok serta lapisan sosial. Serta mengusahakan untuk
menghindarkan terjadinya konflik dan ketidak stabilan.
Untuk menciptakan lingkungan pendidikan masyarakat yang baik,
maka perlu adanya karakter yang baik dari setiap individu. Hal ini
diisyaratkan dengan redaksi ‫٘ب‬ٜٛ ٟٞ‫اُزّو‬. hendaknya setiap iindividu
menghormati individu yang lain dengan berusaha menjaga hubungan yang
baik. Maka haruslah menghindari hasud (iri, dengki), saling curiga, saling
berpaling, mengganggu hak orang lain.
Sebaliknya seharusnya masyarakat islam punya ciri khas
terasendiri yang harus saling menyayangi, saling menghormati, dan
menghargai hak orang lain. Terutama yang menyangkut hak asasi, yaitu
harta, nyawa dan nama baik.

‫منب صىل هللا ػليو وسمل كال ان املؤمن‬


ّ ‫حدجنا خادل بن حيىي كال حدجنا سفيان غن بيب بردت بن غبد هللا بن بيب بردت غنجده غن بيب موىس غن ا‬
ّ ‫ ا‬- )‫نلمؤمن اكمبنيان يضد بؼضو بؼضا – (وص بم بصابؼو‬
.‫مبخاري‬
Dilalah ibarat:
Sesungguhnya Seorang mukmin bagi mukmin lainnya bagaikan
bangunan yang saling menguatkan satu sama lain, dan beliau menyilangkan
(menyatukan) jari-jarinya. (H.R. Al bukhari)
Dilalah isyarat:
Semua unsur dalam masyarakat harus menciptakan situasi yang
kondusif dan saling mendukung dalam menciptakan suasana berpendidikan.
Hal itu dikarenakan negara yang aman adalah jaminan adanya keamanan
sosial.
Kepercayaan bahwa masyarakat itu sekumpulan individu dan
kelompok nyang diikat oleh kesatuan tanah air, kebudayaan dan agama
Kepercayaan bahwa manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan,
maka sebagai anggota masyarakat kita harus behu-membahu mewujudkan
cita-cita bersama.

96
Setiap individu dalam m masyarakat harus menmahami hak dan
kewajbannya masing-masing.
‫ اي‬:‫ غن ببيو ىائن بهو كال‬:‫ حدجنا يزيد بن امللدام بن رشحي غن ببيو امللدام غن ببيو رشحي‬:‫ حدجنا كتيبة بن سؼيد كال‬:‫مثلفي كال‬
ّ ‫بخربان محمد بن احساق ا‬
ّ ‫ اس ناده‬:‫" – كال صؼيب الرهؤوط‬.‫ "ػليم حبسن امالكم وبذل امسالم‬:‫رسول هللا بخربين بيشء يوجب يل اجلنة كال‬
‫ (وبذل امعؼام) – ابن‬,‫كوي ويف رواية‬
‫حبان واحلامك‬
Dilalah ibarat :
Wahai rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang sesuatu yang
menetapkan surga bagiku, rasulullah bersabda: ― biasakanlah perkataan
yang baik dan mengucapkan salam. Syu‘aib al arnauth berkata: isnad hadits
ini kuat. Dalam riwayat yang lain, : ― dan membagikan makanan‖. (H.R. ibnu
hibban dan al hakim)
Dilalah isyarat :
Untuk menjaga kekondusifan situasi dalam lingkungan
pendidikan masyarakat, perlu adanya komunikasi yang intensif dan baik.
Perlunya menjaga solidaritas antar sesama anggota masyarakat
Dalam berkomunikasi dibutuhkan konsistensi dan cara yang baik
Pengajaran bagi kita akan sifat yang ramah dan tidak sombong
dengan sesama saudara muslim / non muslim
Menjaga setiap ucapan kita agar tidak menyakiti atau
menyinggung hati saudara kita dan Menjaga segala ucapan kita dari segala
ucapan yang merugikan diri kita dan orang lain.
،‫ غن ابراىمي‬،‫ غن المعش‬،‫ بان محمد بن سابق بان ارسائيل‬،‫ بان ابراىمي بن غبدامرمحن بن دهوق‬,‫مرزاز‬ ّ ‫ بان ببو جؼفر ا‬،‫بخربان ببو احلسني بن برشان‬
‫" – امبهيلي‬.‫ وال ابمبذئ‬،‫ وال ابمفاحش‬،‫ وال ابنل ّؼان‬،‫ " ميس املؤمن ابمعؼان‬:‫ كال رسول هللا صىل هللا ػليو وسمل‬:‫ غن غبد هللا ريض هللا غنو كال‬،‫غن ػللمة‬
Dilalah ibarat :
Rasulullah saw bersabda: ― seorang muslim bukanlah orang yang
suka mencela, bukanlah seorang yang suka melaknat, bukanlah orang yang
keji dan bukanlah orang yang perkataannya kotor. (H.R. al Baihaqi)
Dilalah isyarah:
Kepercayaan bahwa masyarakat islam mempunyai identitas khas
dan ciri-ciri tersendiri. Yaitu perilaku saling menghormati.
Semua anggota masyarakat bertanggung jawab mengantisipasi
hal-hal negatif yang dikhawatirkan terjadi dalam masyarakatnya.
‫ امنا امضديد‬،‫ ميس امضديد ابمرصػة‬:‫ بن رسول هللا صىل هللا ػليو وسمل كال‬:‫وحدجين غن ماكل غن ابن صياة غن سؼيد بن املسي ّب غن بيب ىريرت‬
‫اذلي ميكل هفسو غند امغضب – ماكل‬
Dilalah ibarat :
orang yang kuat bukanlah orang yang kuat dalam bergulat,
sejatinya orang yang kuat adaah orang yang mampu mengendalikan hawa
nafsunya ketika ia sedang marah. (H.R. malik)
Dilalah isyarat :
Kepercayaan bahwa manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi
oleh faktor warisan dan alam lingkungan. Diantaranya dalam segi
emosionalnya. Antara individu ssaloing menjaga diri agar jangan sampai
mudah terpancing untuk bertindak dalam menghadapi fenomena dalam
masyarakat. Semuanya harus didasari oleh saling pengertian dan

97
toleransi. Kita harus memaafkan, bersikap santun dan mengendalikan
amarah
Ketaqwaan,kesabaran, dank e ikhlasan adalah kekuatan yang sejati
bagi umat muslim bukan melainkan kekuatan fisik.

‫ اكن رسول هللا صىل هللا ػليو وسمل يزور الهصار فيسمل ػًل صبياهنم وميسح‬:‫ بان جؼفر يؼين بن سلامين غن اثبت غن بوس كال‬:‫بخربان كتيبة بن سؼيد كال‬
‫برؤوسيم ويدغو هلم – امنسايئ‬
Dilalah ibarat :
Rasulullah saw mengunjungi kaum Anshar, lalu beliau
mengucapkan salam kepada anak-anak mereka, lalu mengusap kepala
mereka dan mendo‘akan mereka (H.R. an-Nasai)

Dilalah isyarat :
Dalam masyarakat terjadi asimilasi budaya, yaitu pertemuan
antara budaya dalam masyarakat itu sendiri dan budaya dari luar. Maka
yang harus dilakukan adalah prinsip‫ذ األطِؼ‬٣‫األخز ثبُغذ‬ٝ ‫ْ اُظبُؼ‬٣‫ اُوذ‬٠ِ‫أُؾبكظخ ػ‬,
yaitu memelihara budaya lama yang baik dan mengambil budaya baru yang
tentunya lebih baik.
Dalam suatu masyarakat ada dua golongan, yaitu golongan dari
masyarakat itu sendiri dan golongan yang sengaja masuk ke dalam
masyarakat itu.
Dalam bermasyarakat, kita harus senantiasa membiasakan untuk
menjalin tali silaturahim, tawadlu‘ atau memperlakukan seseorang sesuai
dengan keadaannya, bersikap lemah lembut, dan mengucapkan salam.
Karena mengucapkan salam kepada sesam saudara muslim adalah bagian
bentuk penghormatan untuknya

‫حدجنا سؼيد بن امربيع حدجنا الصؼث بن سلمي كال مسؼت مؼاوية بن سويد مسؼت امرباء بن ػازة ريض هللا غهنٌل كال امران امنب صىل هللا ػليو وسمل‬
‫بس بع وهناان بس بع فذكر غيادت املريض واثباع اجلنائز وجضميط امؼاظش ورد امسالم وهرص املظلوم واجابة ادلاغي وابرار امللسم – رواه امبخاري‬
Dilalah ibarat :
Rasulullah saw memerintahkan kita dengan tujuh hal, dan
melarang kita dari tujuh hal yang lain, lalu nabi menuturkan menjenguk
orang yang sedang sakit, mengantarkan jenazah, mendo‘akan orang yang
bersin, menjawab salam, menolong orang yang didhalimi, mendatangi
undangan dan membebaskan tanggungan orang yang bersumpah. (H.R. Al
Bukhari)
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa segala sesuatu yang menuju kesejahteraan
bersama, keadilan dan kemaslahatan diantara manusia termasuk diantara
tujuan-tujuan syari‘at islam
‫ فان مل يس تعع‬،‫ من ربى منمك منكرا فليغريه بيده‬: ‫ يلول‬، - ‫ كال مسؼت رسول هللا – صىل هللا ػليو وسمل‬، - ‫غن بيب سؼيد اخلدري – ريض هللا غنو‬
‫ وذكل بضؼف االميان – رواه مسمل‬، ‫ فان مل يس تعع فبللبو‬، ‫فبلساهو‬
Dilalah ibarat :

98
Diriwayatkan dari Abu Sa‘id Al Khudry ra., beliau berkata: ―saya
mendengar Rasulullah saw. Bersabda: ―baramg siapa diantara kalian yang
melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya,
jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu, maka
dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman. (H.R. Muslim)
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa tujuan akhlak dalam islam ialah mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat bagi individu dan kebaikan bagi masyarakat
Dengan adanya dinamika yang terjadi dalam masyarakat, maka
dibutuhkan kepedulian terhadap berbagai aspek yang ada dalam
masyarakat. Hal itu merupakan tanggung jawab seorang individu dalam
masyarakat di mana dia berada.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai anggota
masyarakat, beberapa pihak harus berupaya secara maksimal sesuai dengan
kemampuannya.
Ciri utama masyarakat islam yang menjunjung tinggi keimanan
adalah amar ma‘ruf nahi munkar.
‫حدجنا ببو بكر بن بيب صيبة حدجنا مؼاوية بن ىضام غن ىضام بن سؼد غن معرو بن غامثن غن ػامص بن معر بن غامثن غن غروت غن ػائضة كامت مسؼت‬
‫رسول هللا صىل هللا صىل ػليو وسمل يلول مروا ابملؼروف واهنوا غن املنكر كبل ان ثدغوا فال يس تجاة ممك – رواه ابن ماجو‬
Dilalah ibarat :
Sayyidah ‗Aisyah berkata: ―saya mendengar Rasulullah saw.
Bersabda: ―perintahkanlah kalian semua dengan kebaikan, dan cegahlah dari
kemungkaran, sebelum do‘a kalian tidak dikabulka. (H.R. Ibnu Majah).
Dilalah isyarat:
Kepercayaan bahwa masyarakat selalu berubah (dinamis). Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat kita tidak boleh statis dan kaku, akan tetapi
harus fleksibel dan membaur bersama kebaikan dari perkmbangan zaman.
Kepercayaan bahwa ilmu adalah dasar terbaik bagi kemajuan
masyarakat, sesudah agama. Usaha-usaha yang dilakukan hendaknya
memperhatikan hal-hal yang bersifat aktual, agar sesuai dengan
perkembangan zaman. Sehingga perlu memperhatikan fenomena di masa
sekarang, yang belum tentu demikian di masa depan.
Kita haru senantiasa memberikan dukungan terhadap segala
perbaikan falam masyarakat, utamanya dalam hal amar ma‘ruf nahi munkar.
Jangan sampai kita acuh tak acuh terhadap segala inisiatif dan inovasi yang
membawa kebaikan.
C. Konsep lingkungan pendidikan islam menurut Hadits tarbawi
Dari perluasan dilalah dari hadits-hadits diatas membuktikan bahwa
islam mempunyai keistimewaan dalam dunia pendidikan, tidak terkecuali
dalam perhatiannya terhadap lingkungan pendidikan masyarakat.
Perpaduan antara wahyu dan akal yang diadopsi oleh islam merupakan
keistimewaan yang tak dapat disamai oleh konsep pendidikan lainnya.
Mungkin dalam beberapa aspek, konsep islam tentang hal ini ada
mempunyai beberapa kemiripan dengan yang ada dalam teori-teori

99
pendidikan pada umumnya. Akan tetapi sekali lagi keistimewaan islam
adalah ruhul Islam itu sendiri. Yang bermula dari wahyu dan kemudian
diajarkan kepada manusia melalui Nabi Muhammad saw.
Keistimewaan itu bukanlah hanya sekedar klaim-klaim yang tak
berdasar. Sebaliknya, keistimewaan itu terungkap dalam beberapa
pandangan pemikir islam. Mereka bukan membentuk sesuatu yang dibuat-
buat, akan tetapi dari hasil penggalian inspirasi dari warisan peradaban
islam yang adiluhur.
Konsep lingkungan pendidikan menurut islam tidak jauh dari
pandangan islam sendiri terhadap masyarakat. Diantaranya:
1. Kepercayaan bahwa masyarakat itu sekumpulan individu
dan kelompok yang diikat oleh kesatuan tanah air, kebudayaan dan
agama
Mengakui bahwa masyarakat islam dalam pengertian yang paling
sederhana ialah kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan
negara, kebudayaan dan agama. Termasuk segala jalinan hubungan timbal
balik, kepentingan bersama, adat kebiasaan, pola-pola, teknik-teknik, sistem
hidup, undang-undang, institusi dan segala segi dan fenomena yang
dirangkum oleh masyarakat dalam pengertian luas dan baru.
islam bukan hanya sekedar mengatur hubungan individu dan
kelompok dengan tuhannya saja sebagai „abdullah, hamba Allah. Akan tetapi
lebih luas dari itu, islam sebagai agama dan akidah adalah satu cara hidup
yang sempurna. Meliputi seluruh sendi kehidupan manusia, yang juga
mencakup hubungan sesama manusia bahkan hunbungannya dengan alam
dalam statusnya sebagai khalifatullah fil ardl.
Memang yang menjadi tujuan utama Islam dan syariat Islam
membentuk manusia yang mulia berlandaskan hukum yang diringkas
dengan menjaga kehormatan dan martabat manusia, adil dalam segala segi,
baik dalam undang-undang, sosial, hubungan antar bangsa, kerja sama,
kasih sayang, peri kemanusiaan,, menjaga kepentingan dan kemaslahatan
umum serta memberantas kejahatan dari muka bumi. Dalam hubungan ini,
dalam membina masyarakat yang baik, Islam pertama-tama memussatkan
perhatiannya kepada pribadi. Membina pribadi yang saleh untuk masyarakat
yang salehpula.
2. Kepercayaan bahwa masyarakat islam mempunyai identitas
khas dan ciri-ciri tersendiri
Masyarakat islam benar-benar menjadi masyarakat yang ideal yang
menjadi contoh bagi manusia di seluruh dunia untuk menikmati
kenahagiaan, kemakmuran dan memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.
Masyarakat yang digariskan hendak dibina oleh Islam bukanlah masyarakat
yang idaman khayali atau terlalu ideal hingga tidak mungkin dicapai dalam
realitas. Akan tetapi suatu masyarakat yang merangkum idealisme dan
realisme, yaitu masyarakat yang menyeimbangkan tuntutan duniawi dan

100
ukhrawi. Sebagaimana yang telah dicapai di masa keemasan peradaban
Islam.Untuk lebih jelasnya, ciri-ciri masyarakat islam sebagai berikut:
a. Prinsip tauhid yang seperti revolusi yang meleburkan kemusyrikan.
Tauhid berperan memperbaiki kedudukan masyarakat dari segi agama dan
masyarakat.
b. Agama berada dalam proporsi tertinggi.
c. Penilaian tinggi terhadapa akhlak dan tata susila. Segala prilaku manusia
ditundukkan pada prinsip dan metode yang sesuai dengan
perikemanusiaan.
d. Perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
e. Menghormati dan menjaga kehormatan manusia dengan tanpa
membedakan warna, bangsa, agama, harta ataupun keturunan. Ia
menyeimbangkan antara hak pribadi dan masyarakat
f. Keluarga dan kehidupan berkeluarga mendapat perhatian yang besar. Ia
berusaha menguatkan ikatan dan binaan institusi keluarga
g. Masyarakat islam adalah masyarakat yang dinamis.
h. Dunia kerja mendapat perhatian yang sungguh-sungguh sebagai sumber
hak dan obligasinya.
i. Nilai dan peranan harta diperuntukkan untuk menjaga kehormatan
manusia dan membangun masyarakat.
j. Kekuatan dan keteguhan dibimbing oleh agama, akhlak, ukuran
kebenaran, keadilan, kasih sayang dan perikemanusiaan.
k. Bersifat terbuka, yang dapat menerima pengaruh yang baik dan ilmu
penghetahuan dari masyarakat yang lain dengan memegang teguh prinsip:
‫احملافظة ػىل املدمي امصاحل والخذ ابجلديد الصلح‬
l. Masyarakat islam bersifat kemanusiaan.
3. Kepercayaan bahwa dasar pembinaan masyarakat islam
adalah akidah
Islam mendirikan masyarakat atas dasar iman dan manusia menjadi
poros segala prilaku atau perencanaan. Maka sebenarnya islam menghargai
pengaruh iman yang positif baik untuk individu maupun masyarakat.
4. Kepercayaan bahwa agama itu akidah, ibadah dan mu’amalah
Sebagai agama, Islam mempersatukan akidah dan syari‘ah, ilmu dan
amal, jasad dan ruh, dunia dan akhirat. Dalam syari‘at islam terdapat bagian
yang tersendiri. Pertama ialah menyusun rangka usaha atau kerja yang
mendekatkan orang-orang islam dengan tuhan mereka. Kaum muslimin
mengagungkan Allah sebagai bukti keimanan dan ketaatan mereka, inilah
yang dinamakan ibadah. Kedua adalah kumpulan prinsip dan metode yang
mengatur kehidupan manusia. Yang melindungi kepentingan serta
menghindarkan kemudlaratan baik untuk diri maupun orang lain, yang oleh
para fuqha‘ dinamakan mu‟amalah.
5. Kepercayaan bahwa ilmu adalah dasar terbaik bagi
kemajuan masyarakat, sesudah agama

101
Ilmu adalah alat terbaik bagi masyarakat untuk mengkaji masalah
yang dihadapinya untuk diselesaikan secara konkrit. Islam bukan
menyangkut hubungan dengan tuhan saja, tetapi juga sebagai agama
peradaban. Pada pendangan seorang muslim agama dan ilmu punya
hubungan yang saling mendukung. Keduanya bersifat pemahaman dan
kognitif. Keduanya juga berupa prinsip dan amal, sistem dan kehidupan.
Jika demikianlah kenyataanya, maka setiap masyarakat yang baik dan sehat
pastilah mendirikan kehidupannya atas kedua tonggak penting ini.
Keduanya harus diberikan perhatian besar. Inilah yang dilakukan oleh orang
Islam pada zaman keemasan Islam.
Orang Islam dahulu faham bahwa ilmu amat penting untuk
memajukan masyarakat, membina peradaban, memantapkan kebebasan
serta untuk mencapai kebutuhan material dan spiritual.
6. Kepercayaan bahwa masyarakat selalu berubah (dinamis)
Perubahan ini meliputi struktur, lapisan, sistem, kebudayaan, nilai,
akhlak, cara hidup, tradisi, kebiasaan, undang-undang dan segala hal yang
berlaku dalam masyarakat. Perubahan itu terjadi karena dinamika yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Ia tidak terjadi secara
kebetulan. Bahwa perubahan dalam bidang kebendaan dalam hidup lebih
mudah secara relatif dari perubahan aspek moril seperti nilai,
kecenderungan jiwa, lapangan sosial, politik, ekonomi dan tradisi
kemasyarakatan.
7. Kepercayaan pada pentingnya individu dalam masyarakat
Individu merupakan sel atau unit pertama bagi terbentuknya
masyarakat. Maka pribadi yang saleh adalah bekal terdirinya masyarakat
yang saleh.hal itu didukung kepercayaan bahwa akhlak dalam islam ialah
mencapai kebahagiaan dunia dan akhiratbagi individu dan kebaikan bagi
masyarakat.
8. Kepercayaan pada pentingnya keluarga dalam masyarakat
Keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat pada tahap
institusi. Hal itu merupakan jembatan regenerasi bagi masa mendatang.
Keluarga merupakan sistem yang paling khusus dan tersendiri. Di dalamnya
terdapat interaksi dan pengambilan dasar-dasar bahasa, nilai, ukuran
prilaku, kebiasaan, kecenderungan jiwa, dan sosial dan tunas-tunas
kepribadian.
Melihat pentingnya keluarga, maka seharusnya didirikan atas dasar
kebenaran, keadilan, kasih sayang, tolong-menolong dan saling
menghormati.
9. Kepercayaan bahwa segala sesuatu yang menuju
kesejahteraan bersama, keadilan dan kemaslahatan diantara
manusia termasuk diantara tujuan-tujuan syari’at islam
Segala sesuatu yang diajarkan islam mengarah pada hal itu. Bahkan
dalam ibadah pun, terdapat dua pendapat terkait tujuannya, sebagian ulama‘
mengatakan bahwa ibadah sekedar bertujuan mencari pahala, sedangkan

102
menurut jumhur ulama‘, disamping buntuk mencari pahala, ibadah juga
mengandung hikmah tersendiri yang terkandung didalamnya.
Dalam pandangan al Ghazali, memelihara maslahat manusia
termasuk ibadah, bahkan ia termasuk dalam kategori ibadah yang paling
mulia. Sabda Rasulullah s.a.w.:
‫ وبحهبم اىل هللا بهفؼيم مؼياهل‬،‫اخللق لكيم غيال هللا‬
Makhluk-makhluk ini semuanya adalah ―keluarga‖ Allah, dan yang
paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat kepada ―keluargaNya‖
Untuk mengawal segala sesuatunya agar mengarah menuju
kemaslahatan, maka perlu adanya jaminan keamanan sosial. Keamanan
sosial adalah ketenangan yang menghilangkan kegelisahan dan ketakutan
dari diri manusia baik individu maupun kelompok, dalam seluruh kehidupan
duniawi, bahkan juga dalam kehidupan akhirat, setelah kehidupan
ini.sebagaimana keamanan sosial secara umum mengharuskan adanya hal-
hal berikut:
a. Keamanan manusia atas penghidupannya dalam kadar yang dapat
mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
b. Keamanan atas dirinya, kebebasannya, dan kehormatannya, yang telah
diberikan oleh penciptanya, Allah SWT, dan tuntutan bagi kehormatan
dan kemuliaan itu, seperti keadilan dan persamaan
c. Keamanan atas kehidupan privasi jiwa manusia yang memberikannya
kebahagiaan dan ketentraman dalam lingkup pribadinya, seperti keluarga,
keturunan, dan nama baik.
d. Keamanan atas agamanya yang merupakan rambu-rambu petunjuk
jalan dan tujuan manusia dalam hidup ini.
Sebagaimana keamanan sosial mengharuskan untuk mewujudkan
hal-hal primer ini dan yang sejenis dengannya, manusia juga—yang
merupakan pihak yang dituju—dalam mewujudkan unsur-unsur keamanan
sosialnya harus memiliki ―wadah‖ yang menaungi dan menjega unsur-unsur
keamanan sosial itu.
―wadah‖ itu adalah negara, yang tanpa keberadan dan keamanannya,
tidak ada nilainya pembicaraan tentang macam keamanan sosial apapun.
Bisa disimpulkan bahwa negara yang aman adalah wadah bagi keamanan
sosial dalam masyarakat.

103
Kegiatan Belajar 14

HADIST KEPRIBADIAN GURU IDEAL/ETIKA PENDIDIK

1. Sifat Lemah Lembut dan Kasih Sayang


ِ‫صلَّى ِاللَِّوُ ِ َعلَْي ِِو ِ َو َسلَّ َِم ِ َوََْن ُِن ِ َشبَبَِةٌ ِ ُمتَ َقا ِربُو َِن ِفَأَقَ ْمنَا‬ َِّ ِ‫ال ِأَتَ ْي نَا ِالن‬
َ ِ ‫َّب‬ ِِ ‫اْلَُويْ ِر‬
َِ َ‫ث ِق‬ ِِ ِ‫َب ِ ُسلَْي َما َِن ِ َمال‬
ْ ِ ‫ك ِبْ ِن‬ ِ ِ‫َع ِْن ِأ‬
ِ ِ ِ ِ ِِ ‫ين ِلَي لًَِة ِفَظَ َِّن ِأَنَّا ِا ْشت ْقنا ِأَىلَنا ِوسأَلَنا ِع َّم ِن ِتَرْكنا‬ ِ ِ
ِ‫ال‬
َِ ‫يما ِفَ َق‬
ً ‫َخبَ ْرنَ ِاهُ ِ َوَكا َِن ِ َرفي ًقا ِ َرح‬
ْ ‫ح ِأ َْىلنَا ِفَأ‬ ََ ْ َ َ ََ َْ َ َ ْ َِ ‫عْن َدِهُ ِع ْش ِر‬
ِ َِ ِ‫ارِجعوا ِإ‬
ِ‫الصالَِةُ ِفَلْيُ َؤذِّ ِْن ِلَ ُك ِْم‬
َّ ِ ‫ت‬ َ ‫ُصلِّي ِ َوإِذَا ِ َح‬
ِْ ‫ضَر‬ ِ ِ‫صليوا ِ َك َما ِ َرأَيْتُ ُمِو‬
َ ‫ن ِأ‬ َ ‫وى ِْم ِ َو‬ ُ ‫ل ِأ َْىلي ُك ِْم ِفَ َعلِّ ُم‬
ُ ‫وى ِْم ِ َوُم ُر‬ ُ ْ
‫]ِرواهِالبخارى‬1[.‫َح ُد ُك ِْمِ ُِثَِّلِيَ ُؤَّم ُك ِْمِأَ ْكبَ ُرُك ِْم‬
َ‫أ‬
Abu Sualiman Malik ibn al-Huwayris berkata: Kami, beberapa
orang pemuda sebaya datang kepada Nabi saw., lalu kami menginap
bersama beliau selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah
merindukan keluarga dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada

104
keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah
seorang yang halus perasaannya dan penyayang lalu berkata:
“Kembalilah kepada keluargamu! Ajarlah mereka, suruhlah mereka dan
salatlah kamu sebagaimana kamu melihat saya mengerjakan salat.
Apabila waktu salat telah masuk, hendaklah salah seorang kamu
mengumandangkan azan dan yang lebih senior hendaklah menjadi imam.
Di antara informasi yang dapat dari hadis di atas adalah (1). Ada
sekelompok pemuda sebaya datang dan menginap di rumah Rasulullah
SAW., (2). Pemuda itu belajar masalah agama (ibadah) kepada Rasulullah
SAW. , (3). Rasulullah SAW. telah memperlakukan mereka dengan santun
dan kasih sayang, (4). Rasulullah SAW. menyuruh mereka mengajarkan salat
kepada keluarga masing-masing seperti beliau mengajar mereka. Di antara
informasi tersebut, yang berkaitan erat dengan sub tema ini adalah beliau
memperlakukan para sahabat tersebut dengan santun dan kasih sayang.
Pendidik yang mampu bersikap santun kepada peserta didiknya
sesuai dengan tuntutan Allah dalam Alquran, sebagaimana terdapat dalam
ayat-Nya:
‫استَ ْغ ِف ْر ل َُه ْم َو َشا ِوْرُه ْم َِي ْاْل َْم ِر ََِإ َذا‬
ْ ‫ف َع ْن ُه ْم َو‬ َ ِ‫ضْا ِم ْن َح ْْل‬
ُ ‫ك ََا ْع‬ َ ‫ت ََظِّا غَلِي‬
ِ ‫ظ الْ َقل‬
ُّ ‫ْب ََلنْ َف‬ َ ‫ََبِ َما َر ْح َمة ِم َن اللَّ ِه لِْن‬
َ ‫ت ل َُه ْم َول َْْ ُك ْن‬
ِ ُّ ‫ت ََتَ ََّْك ْل َعلَى اللَّ ِه إِ َّن اللَّ َه يُ ِح‬
َ ‫ب ال ُْمتَ َِّْكل‬
.‫ين‬ َ ‫َع َزْم‬

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut


terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. (QS. Ali Imran/3: 159).

Ahmad musthafa Al-Maraghi menjelaskan, andaikata engkau


(Muhammad) bersikap kasar dan galak dalam muamalah dengan mereka
(kaum muslimin), niscaya mereka akan bercerai (bubar) meninggalkan
engkau dan tidak menyenangimu. Sehingga engkau tidak bisa
menyampaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang
lurus. [2] Berdasarkan tafsir ini, seorang pendidik harus memiliki rasa
santun kepada setiap peserta didiknya dalam proses pendidikan. Bila tidak,
maka kekasaran itu akan menjadi penghalang baginya untuk mencapai
tujuan pendidikan.

105
Sejalan dengan itu, Rasulullah SAW. menyampaikan secara lebih
tegas agar umatnya (termasuk pendidik) agar memiliki rasa kasih sayang
sebagaimana terlihat dalam hadis di atas.

ِ‫صغِ َِينَا ِ َويَُوقِّ ِْر‬ ِ ِ ‫ِ«ِلَي‬-‫صلى ِالل ِعليو ِوسلم‬-ِ ‫ول ِاللَِِّو‬
َ ِ ‫س ِمنَّا ِ َم ِْن ِ َِلْ ِيَ ْر َح ِْم‬
َ ْ ُِ ‫ال ِ َر ُس‬
َِ َ‫ال ِق‬ ٍِ َّ‫َع ِن ِابْ ِن ِ َعب‬
َِ َ‫اس ِق‬

ِِ ‫َكبِ َينَاِ َويَأْ ُم ِْرِبِالْ َم ْع ُر‬


‫ِرواهِالرتمذى‬.‫وفِ َويَْن َِوِ َع ِنِالْ ُمْن َك ِر‬
Ibn Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Bukanlah
termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil,
tidak memuliakan yang lebih besar, tidak menyuruh berbuat makruf, dan
tidak mencegah perbuatan munkar.

Kandungan hadis ini umum, termasuk semua umat Islam, umat Nabi
Muhammad SAW. juga pendidik. Pendidik harus memiliki sifat kasih sayang
kepada peserta didiknya agar mereka dapat menerima pendidikan dan
pengajaran dengan hati yang senang dan nyaman. Segala proses edukatif
yang dialkukan oleh pendidik harus diwarnai oleh sifat kasih sayang ini.
2. Mengembalikan Ilmu kepada Allah
Seorang pendidik harus memiliki sifat tawaduk, tidak merasa paling
tahu atau serba tahu. Bila ada hal-hal yang tidak diketahui dengan jelas, ia
sebaiknya mengembalikan persoalan itu kepada Allah. Sehubungan dengan
hal ini terdapat hadis:
ِ‫الِ«ِاللَِّوُِإِذِِْ َخلَ َق ُه ِْمِأ َْعلَ ُِمِِِبَا‬ َِ ِ‫ِ َع ِْنِأ َْولَِِدِالْ ُم ْش ِرك‬-ِ‫ِصلىِاللِعليوِوسلم‬-ِِ‫ولِاللَِّو‬
َِ ‫يِفَ َق‬ ُِ ‫الِ ُسئِ َِلِ َر ُس‬ ٍِ َّ‫َع ِنِابْ ِنِ َعب‬
َِ َ‫ِق‬-ِ‫ِرضىِاللِعنهم‬-ِ‫اس‬

َِ ِ‫َكانُواِ َع ِامل‬
‫ِرواهِالبخارىِومسلم‬.]3[‫ي‬

Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ditanya tentang


anak-anak orang yang musyrik. Lalu beliau menjawab: Allah Maha
Mengetahui apa yang akan mereka kerjakan pada saat ia diciptakan.
Dalam hadis ini dinyatakan bahwa Rasulullah SAW. ditanya oleh
sahabat tentang nasib anak-anak orang musyrik pada hari kiamat nanti.
Beliau menjawab, "Allah lebih mengetahui" atau "Allah mengetahui" apa
yang mereka lakukan. Di sini terlihat bahwa Rasulullah SAW. tidak selalu
menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, kendatipun beliau adalah
Rasulullah. Beliau tidak merasa risih dengan sikap tidak memberikan
jawaban yang pasti. Itulah sesungguhnya sikap yang harus dimiliki oleh
setiap pendidik. Bila ternyata ada hal yang diragukan atau belum diketahui

106
sama sekali, jangan segan mengatakan "Allah Yang Mahatahu. Itu adalah
salah satu bentuk sikap tawadhu' seorang hamba.
3. Memperhatikan Keadaan Peserta Didik
Agar pendidikan dan pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif,
pendidik perlu memperhatikan keadaan peserta didiknya. Hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah minat, perhatian, kemampuan dan kondisi
jasmani peserta didik. Pendidik jangan sampai memberikan beban belajar
yang sangat memberatkan peserta didik. Sehubungan dengan ini terdapat
hadis:
‫ِرواهِالبخارى‬.]4[‫آمةِِِ َعلَْي نَا‬
َ ‫الس‬
َّ ِ‫امِ َكَر َاى َِة‬ ِ ِِ‫صلَّىِاللَِّوُِ َعلَْيوِِِ َو َسلَّ َِمِيَتَ َخ َّولُنَاِبِالْ َم ْو ِعظَِِة‬
ِِ َّ‫حِ ْاْلَي‬ ِ‫الِ َكا َِنِالنِ ي‬
َ ِ‫َّب‬ ٍِ ‫َع ِْنِابْ ِنِ َم ْس ُع‬
َِ َ‫ودِق‬

Dari Ibnu Mas'ud, Nabi SAW. selalu menyelingi hari-hari belajar


untuk kami untuk menghindari kebosanan kami.
Dalam hadis ini terdapat informasi bahwa Rasulullah saw. mengajar
sahabat tidak setiap hari, tetapi ada waktu belajar dan ada pula waktu
istirahat. Hal itu dilakukannya untuk menghindari kebosanan kepada
pelajaran. Itu berarti bahwa Rasulullah saw. memperhatikan kondisi para
sahabat (peserta didik) dalam mengajar. Peserta didik membutuhkan
selingan waktu untuk beristirahat.
Menurut Muhammad Utsman Najati, di antara temuan riset mutakhir
dalam proses belajar ialah jadwal waktu belajar. Dengan kata lain, dalam
proses belajar harus ada jenjang waktu untuk istirahat. Hal ini sangat
penting dalam proses belajar yang tepat dan cepat. Dengan mengatur jadwal
waktu belajar, pelajaran yang akan disampaikan berikutnya dapat dicerna
dengan baik. Oleh karenanya, prinsip belajar dengan membagi waktu
belajar ini dapat menghilangkan rasa lelah dan bosan.
Sebelum para ahli kejiwaan modern menemukan prinsip ini, sudah
sejak empat belas abad yang silam Alquran telah mempraktekkan prinsip ini
. Prinsip ini ditandai dengan peristiwa diturunkannya Alquran secara
berangsur-angsur selama 23 tahun. Tujuannya ialah memberi ruang waktu
yang dapat memungkinkan kaum muslim mudah menghafalkannya.
Dalam hadis di atas, Rasulullah SAW juga mempraktekkan prinsip
―pembagian waktu belajar‖. Ini sebagai metode mendidik jiwa para
sahabatnya dengan tujuan agar mereka tidak merasa bosan. Diriwayatkan
dari ‗Abdullah bin Mas‘ud RA. bahwa Nabi SAW dalam beberapa hari pernah

107
memberi nasihat kepada kami sehingga perasaan benci dan bosan itu
muncul pada diri kami semua.‖Abu Wail RA berkata: ―Setiap hari Kamis,
Abdullah memberi ceramah kepada sekelompok orang. Salah seorang di
antara mereka berkata kepada beliau, Hai ayah Abdurrahman! Saya
berharap engkau setiap hari memberi ceramah kepada kami.‖ Ia menjawab,
―Aku tidak bisa setiap hari karena sesungguhnya aku tidak suka melihat
kalian bosan. Aku memberi ceramah kepada kalian seperti Nabi SAW
memberi peringatan kepada kami. Kami takut bila rasa bosan menimpa
kami semua.
Secara praktis, prinsip ini dilakukan Nabi SAW ketika menyuruh para
sahabat mempelajari 10 ayat Alquran. Mereka tidak diperbolehkan
mempelajari lebih dari itu kecuali setelah mereka benar-benar memahami
dan mengamalkan ajaran yang terkandung dalam ayat tersebut. Abdullah
bin Mas‘üd RA berkata: ― Kami belajar pada Nabi SAW 10 ayat Alquran,
setelah itu kami tidak belajar ayat Alquran hingga kami benar-benar
mendalami 10 ayat tersebut.‖ Ditanya oleh temannya, ―Apakah karena
mengamalkannya?‖ Ia menjawab: ―Benar
ِ ‫ إِ َّن الل لَم ي ب عثْنِي م ْعنِتاً وَلَ متَ عنِّتًا ول‬:‫عنِعائشةِقالِقالِرسولِاللَِِّوِصلَّىِاللَِّوِعلَي ِِوِوسلم‬
ِّ َ‫َك ْن بَ َعثَنِ ْي ُم َعلِّ ًما ُمي‬
‫ِرواهِمسلم‬.]7[‫َ ًرا‬ َ َ ُ َ ُ ْ َ َْ ْ َ َ َْ ُ َ َُ
Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda kepada
„Aisyah: “Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang
menyusahkan dan merendahkan orang lain.Akan tetapi, Allah mengutusku
sebagai seorang pengajar (guru) dan pemberi kemudahan.”
4. Berlaku dan Berkata Jujur
Seorang pendidik harus bersifat jujur kepada peserta didiknya
sebagaimana yang dipertunjukkan oleh Nabi SAW. dalam hadis berikut:
ِِ ِ‫السا‬
.‫]ِرواهِالبخارىِومسلم‬8[....‫ئل‬ َّ ِ‫اع ِِةِقاَ َِلِمِاَِامل َس ْؤ ُِ ْو ُِلِ َعْن َهاِبِأ َْعلَ َِمِ ِم َِن‬
َ ‫الس‬ ِ ِ‫َخِ ِْب‬
َّ ِ‫نِ َع ِن‬ ْ ‫ِِقاَ َِلِفَأ‬...ِ‫عنِعمرِبنِاْلطاب‬
ْ
Umar ibn al-Khatthâb meriwayatkan: … Jibril berkata lagi,
Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat! Rasulullah
saw. menjawab: tentang masalah ini, saya tidak lebih tahu dari Anda. ...
Dalam hadis di atas dikatakan bahwa ketika Nabi SAW. ditanya oleh
malaikat Jibril tentang hari kiamat, belia menjawab, saya tidak lebih tahu
daripada Anda, saya sama-sama tidak tahu dengan Anda. Beliau tidak
mentang-mentang Rasulullah, lalu menjawab semua yang ditanyakan
kepadanya. Beliau tidak segan-segan mengatakan tidak tahu bila yang

108
ditanyakan orang itu tidak diketahuinya. Inilah sifat yang harus dimiliki oleh
setiap pendidik.
Seorang ilmuan, guru, dan pendidik harus bersifat jujur dan terbuka.
Bila ditanya orang tentang suatu hal yang tidak diketahuinya, dia harus
berani mengatakan tidak tahu. Jangan bergaya serba tahu. Jangan mengada-
ada untuk menjaga gengsi keilmuan.

REFERENSI

Abu Abdullah, Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari. 4 ed. 1 vol. Beirut
Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010.
Abu al Qasim, Al-Qusyairy. Risalah al-Qusyairiyah. 1. Beirut Lebanon: Dar al
Kuttub, 2001.
Abu Hamid, Al-Ghazali. Ayyuhal Walad. Surabaya: Al-Hidayah, 2010.
———. Ihya` Ulum ad-Din. 4 ed. 1 vol. Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-
Ilmiyah, 2010.

109
Abu Husain Muslim, Al-Hajjaj. Shahih Muslim. 3 ed. 1 vol. Beirut Lebanon:
Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010.
Abu Nasr, At-Thusi. Al-Luma` Fi Tarikhi Tassawuf Islami. 2 ed. Gresik:
Daruttaqwa, n.d.
Abudin, Nata. Ilmu Pendidikan Islam. 3 ed. Jakarta: Prenada Media Grup,
2016.
Al-Nawawi, Al-Bantani. Tanqihul Qoul. Surabaya: Al-Hidayah, n.d.
Al-Zarnuji, Burhanul Islam. Ta`limul Muta`alim. Surabaya: Al-Hidayah, n.d.
An-Nawawi. At-Tibyan fi Adabil Hamlatil Qur`an. Surabaya: Al-Hidayah,
2010.
Badrudin, Abu Abdullah. Tadkirotus Sami` wa Mutakallim fi Adabul Alim
Wal Mutallim. Surabaya: Amanatul Ummah, 2015.
Bakker, Anton, dan Achmad Charris Zubair. Metodologi penelitian filsafat.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1994.
Cohen, Louis, Lawrence Manion, dan Keith Morrison. Research Methods in
Education. 6th ed. London ; New York: Routledge, 2007.
Connaway, Lynn Silipigni, dan Ronald R. Powell. Basic research methods for
librarians. 5th ed. Library and information science text series. Santa
Barbara, Calif: Libraries Unlimited, 2010.
E Mulyasa. Menjagi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. 11 ed. Bandung: Rosdakarya, 2011.
Haidar, Putra Daulay. Pendidikan Islam dalam Prespektif Filsafat. Jakarta:
Prenada Media Grup, 2014.
Hamzah B, Uno. Profesi kependidikan: problema, solusi, dan reformasi
pendidikan di Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Cet. 5.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Muhammad Allan, As-Shidiqie. Dalilul Falihin Syarh Riyadus Shalihin. 2 ed.
3 vol. Beirut Lebanon: Dar al Kuttub, 2006.
Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru. 18 ed.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.
Mujib, Abdul. Kepribadian dalam psikologi Islam. Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2006.
Ni‘mah, Khoerotun. ―Konsep Kompetensi Kepribadian Guru Pai.‖ Jurnal
Pendidikan Agama Islam 11, no. 1 (2017): 79–94.

110
Noeng, Muhajir. Filsafat Ilmu. Ed. 5. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2015.
Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. 6 ed. Jakarta Pusat: Kalam
Mulia, 2010.
———. Profesi dan Etika Keguruan. Jakarta: Kalam Mulia, 2013.
Rosidin. Pendidikan Karakter Pesantren "terjemah Adaptif Kitab Adabul
Alim Wal Mutallim Karya KH Hasyim As`ari. Malang: Litera Ulul
Albab, 2013.
Stronge, James H. Qualities of effective teachers. Diterjemahkan oleh Ellys
Tjo. 2nd ed. Alexandria, Va: Association for Supervision and
Curriculum Development, 2013.
Surya Mohammad. Psikologi Guru, Konsep dan Aplikasi, dari Guru untuk
Guru,. Bandung: Alfabeta, 2013.
Tafsir, Ahmad. Ilmu pendidikan Islami. Cet. 1. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.

111
112

Anda mungkin juga menyukai