Anda di halaman 1dari 18

Teori Pendidikan Islam dan Barat

Studi Pengajaran IAT di Masyarakat

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester VI

Dosen Pengampu : Al-Ustadz Yanyan Nurdin M. Ag

Disusun oleh :
Fira Rizkiawati Al Sudrajat 201905008

Resa Amalia Zulfa 202005072

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM GARUT
Jl. Aruji Kartawinata Ciawitali Tarogong Kidul Garut Kode Pos 44151

2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabb semesta alam yang telah
memberikan akal untuk berfikir demi kemaslahatan kehidupan dunia dan akhirat.
Alhamdulillah dengan segala rahmat dan maghfirah-Nya, pemakalah dapat Menyusun dan
menyelesaika makalah ini yang berjudul ‘’Teori Pendidikan Islam dan Barat’’ untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Studi Pengajaran IAT di
masyarakat. Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna, tetapi penulis tentunya bertujuan
untuk menjelaskan atau memaparkan point-point di Makalah ini, sesuai dengan pengetahuan
yang penulis peroleh, baik dari buku maupun sumber-sumber yang lain. semoga semuanya
memberikan manfaat.

Jika ada kesalahan penulisan atau kata-kata dalam makalah ini, penulis memohon
maaf dnegan sebesar-besarnya.

I
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... I
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... II
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
A. Definisi Umum Pendidikan............................................................................................. 2
B. Teori Pendidikan Islam ................................................................................................... 2
a. Aliran Religius Konservatif/Al-Muhafidz ................................................................... 2
b. Aliran Religius Rasional ............................................................................................. 3
c. Aliran Pragmatis Instrumental .................................................................................... 4
C. Teori Pendidikan Barat ................................................................................................... 6
PENUTUP................................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. III

II
PENDAHULUAN
Dari masa ke masa, Pendidikan memiliki tujuan agar peserta didik dapat berkelakuan
baik. Pembahasan tentang aliran filsafat Pendidikan yang memberikan kontribusi yang berarti
bagi dunia Pendidikan. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek Pendidikan ini sudah
tentu merupakan sumbangan utama bagi pembinaan Pendidikan. Teori-teori yang tersusun
karenanya dapat disebut sebagai Pendidikan yang berlandaskan pada filsafat.
Para filosof banyak mencetuskan pandangan yang tidak jarang dalam dalam proses
pertumbuhannya terjadi perbedaan pandangan atau bahkan berlawanan dengan masing-
masing pandangan para filosof tetapi ada masanya juga pandangan para filosof ini justru
saling menguatkan satu sama lain. perbedaan pandangan ini terjadi garis besarnya karena ada
pembeda antara filsafat Pendidikan Islam dan filsafat Pendidikan barat yang sebenearnya ada
pada asumsi sumber pengetahuan. Yang mana filsafat Pendidikan Islam cenderung pada
Religiusitas, sedangkan filsafat Pendidikan barat lebih mengutamakan rasionalitas.

Pendidikan Islam dalam teori dan praktek selalu mengalami perkembangan, hal ini
disebabkan karena Pendidikan Islam secara teoritis memiliki dasar dan sumber rujukan yang
tidak hanya berasal dari nalar, melainkan juga wahyu. Kombinasi nalar dengan wahyu ini
adalah ideal, karena memadukan antara potensi akal manusia dan tuntunan firman Allah
terkait dengan masalah Pendidikan. Adapun, dalam sejarahnya filsafat Pendidikan memiliki
banyak pandangan atau aliran. Hal ini dikarenakan gagasan terhadap filsafat terus
berkembang, maka sikap yang diperoleh pun selalu menghasilkan sebuah ketetapan atau
langkah yang menggantung atau masih bisa berkembang atau dikembangkan lagi.
Sebetulnya, system Pendidikan sudah berjalan dari zaman dulu dan tumbuh beriringan
Bersama pertumbuhan manusia secara sosial dan budaya. Proses penerimaan dan
perkembangan akal budi manusia yang berasal dan berpedoman dengan akaidah Islam
bermula sejak Muhammad menyampaikan ajaran kepada umatnya. Pembahasan tentang
aliran filsafat Pendidikan memberikan kontibusi yang berarti bagi dunia Pendidikan.
Berlaianan dengan Pendidikan yang diinginkan oleh Islam, maka system pengajaran yang
diinginkan oleh bangsa Barat juga berbeda. Ia mengandung semangat dan hati tersendiri
dimana aqidah penyusun dan pemikiran tampak dengan jelas, bahwa buah pikiran yang
dihasilkan oleh bangsa barat serta keseluruhan dari hasil pemikiran mereka.

1
PEMBAHASAN

A. Definisi Umum Pendidikan


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampulan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna Pendidikan adalah sebagai usaha
manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan
kebudayaan.1

B. Teori Pendidikan Islam


Dalam Islam, Pendidikan adalah Tarbiyah, Ta’dib, Ta’lim. Penggunaan istilah
At-Tarbiyah berasal dari kata Rabb, pengertian dasarnya menunjukkan makna
tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau
eksistensinya. Mengandung arti dasar sebagai pertumbuhan, peningkatan, atau
membuat sesuatu menjadi lebih tinggi. Karena makna dasarnya pertumbuhan atau
peningkatan maka hal ini mengandung asusmsi bahwa dalah setiap diri manusia sudah
terdapat bibit kebaikan. Adalah tugas para orangtua dan guru untuk mengembangkan
suatu hal yang positif. Pendidikan tarbiyah merupakan sebuah proses meningkatkan
potensi-potensi positif yang bersemayam dalam jiwa setiap anak hingga mencapai
kualitas yang setinggi-tingginya dan proses Pendidikan itu tidak pernah berakhir
selama hidup. Adapun istilah at-ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan
lahiriah, akan tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang secara lisan,
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan. Sedangkan istilah
ta’dib adalah pengetahuan yang mencegah manusia dari kesalahan-kesalahan
penilaian. Adab adalah disiplin tubuh, jiwa, dan ruh. Disiplin yang menegaskan
pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan
kemampuan dan potensi jasmaniyah, intelektual, dan rohaniah. 2

a. Aliran Religius Konservatif/Al-Muhafidz


Aliran Al-Muhafidz atau bisa disebut sebagai aliran religious-konservatif ini
mempunyai kecenderungan terhadap sikap murni atau utuh keagamaan.
Istilah konservatif pada awalnya merupakan sebuah kondisi yang senantiasa
cenderung pada kepatuhan kepada institusi dan produk budaya yang telah terbukti
dan melalui pengujian oleh waktu. Konservatif diartikan sebagai sikap atau
perilaku dalam upaya mempertahankan dan menjaga suatu keadaan tertentu,

1
Abd Rahman BP dkk. Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-Unsur Pendidikan. Hal. 2-3
2
Miptah Parid, Rosadi. Aliran Filsafat Dalam Pendidikan Islam ditinjau dari Perspektif Muhammad Jawwad
Ridla. Hal. 154-155

2
termasuk kebiasaan. Atau tradisi yang sudah berlaku. Adapun aliran Religius-
Konservatif ini mempunyai kecenderungan terhadap sikap murni atau utuh
keagamaan. Aliran ini dalam memberikan ilmu dengan menggunakan pengertian
yang tidak luas. Maka, Al-Thusi adalah salah satu tokoh aliran ini menyatakan
bahwa ilmu-ilmu yang diperlukan saat sekarang dan yang mampu memberikan
nilai kemanfaatan kelak di akhirat yang dianggap sebagai ilmu yang utama.
Kemudian, ilmu dalam aliran religius-konservatif diklasifikasikan menjadi dua
macam;
1) Ilmu dalam kategori wajib ‘ain, yang artinya setiap individu dituntut untuk
mempelajarinya. Hal ini untuk ilmu yang menjelaskan mengenai tata cara
melaksanakan kewajiban yang sedang dilakukan atau waktunya sudah tiba,
begitu juga semua ilmu yang menjelaskan atas keharusan dalam agama
atau disebut dengan ‘Ulum Al-Faroidh Al-Diniyyah.
2) Ilmu dalam kategori wajib kifayah, artinya tuntutan yang bersifat
kelompok atau perwakilannya. Ini adalah ilmu yang diperlukan agar
urusan kehidupan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, seperti ilmu
kedokteran yang sangat urgen dalam menjaga Kesehatan, ilmu tentang
pembekaman, ilmu hisab, dan lainnya. Aliran religius-konservatif ini
dalam kaitannya dengan Pendidikan Islam mempunyai ciri yang sangat
kental terhadap keagamaan dikarenakan agama sangat menjiwai arah
pemikiran para tokoh dan cara pandang. Kemudian Al-Ghazali
menjelaskan kembali tentang hakikat ilmu-ilmu keagamaan yang
menurutnya adalah suatu pengetahuan yang berorientasi pada kehidupan
akhirat dan ilmu tersebut diperoleh dari rasio yang berfungsi maksimal.3
Adapun aliran ini memiliki kriteria seperti.
a. Pendidikan Islam dilihat dari konsep harus dibangun dari nilai-nilai agama.
b. Tujuan menuntut ilmu dan klasifikasi ilmu berdasarkan pada nilai-nilai agama.
c. Sumber pendapatnya murni bersumber dari apa yang diajarkan dalam Islam
dan terdapat dalam Al-Quran, Hadits serta opini dari ulama.
d. Kurang begitu mempertimbangkan situasi konkrit dinamika masyarakat
muslim yang mengitarinya.4

b. Aliran Religius Rasional


Ikhwanu Shafa merumuskan ilmu sebagai gambaran tentang sesuatu yang
diketahui pada benak atau jiwa orang yang mengetahui. Lawan dari ilmu adalah
kebodohan, yaitu tiadanya gambaran yang diketahui pada jiwanya. Belajar dan
mengajar tidak lain adalah untuk mengaktualisasikan hal-hal potensial, yang
kemudian melahirkan hal-hal yang terpendam dalam jiwa. aktivitas itu bagi guru

3
Mochamad Nasichin, Muhammad Miftah. Pendekatan Konservatif dalam Pendidikan Islam. hal. 55-57
4
Laily Navi’atul Farah. Studi Komparatif Aliran-Aliran. Hal. 112

3
dinamakan dengan mengajar dan pagi pelajar dinamakan dengan belajar. Dalam
rumusan formulatifnya, terungkap dasar-dasar teori pengajaran.5
Kriteria aliran religius-rasional adalah ;
a. Ilmu yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits mempunyai jangkauan besar
yakni bukan ilmu tentang agama saja tetapi menjangkau juga ilmu umum.
b. Menggabungkan perspektif tentang agama dengan perspektif terkait filsafat
dalam menjelaskan sebuah ilmu.
c. Dasar pemikiran selain menggunakan Al-Quran, hadits dan filsafat Islam
tetapi juga menggunakan filsafat Yunani.
Menurutnya pendekatan religius-rasional dalam Pendidikan Islam memiliki
makna bahwa yang dapat mengantarkan manusia kepada tujuan akhiratnya yaitu
Pendidikan. Dalam artian bahwa pendekatan ini memadukan fisik dan rohani
menjadi sebuah pembentukan dan edukasi dilakukan berlandaskan Al-Quran dan
Hadis demi menumbuhkan potensi yang dimiliki peserta didik mengguanakan
perpaduan dzikir, fikir, serta amal shaleh sampai menjadi manusia yang cerdas
secara inteletual, emosional-moral, dan religius-spiritual. Dalam prakteknya
seorang pendidik memiliki posisi yang vital dan sentral dalam Pendidikan. Oleh
karena itu, dalam hal ini aliran ini mensyaratkan pendidik dengan kecerdasan,
akhlakuk karimah, hati yang tulus, adab yang lurus, berpikir bersih, suka belajar,
berpihak kepada kebenaran serta tidak bersifat fanatic dengan aliran tertentu. 6

c. Aliran Pragmatis Instrumental


Ibnu Khaldun merupakan tokoh dalam aliran ini. Pemikirannya di bidang
Pendidikan lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikatif
praktis. Dia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan tujuan
fungsionalnya bukan berdasarkan dari nilai substansinya. Diantara kriteria aliran
pragmatis-instrumental ini, adalah;
1) Memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam
Al-Quran dan Sunnah dengan tidak melepaskan diri dan tetap
mepertimbangkan situasi konkrit dari dinamika masyarakat muslim baik di
era klasik maupun kontemporer yang mengelilinginya atau pun sosiologis
masyarakat setempat dimana dia hidup disana.
2) Konsep Pendidikan Islam selalu memperhatikan kemanfaatan yang praktis.
3) Sisi wilayah jangkauannya tidak hanya pemikiran filsafat yang bersifat
universal yang dapat diaplikasikan untuk semua tempat, keadaan dan
zaman tetapi juga bersifat lokal yang khusus untuk tempat, keadaan dan
zaman tertentu saja. Hakikat Pendidikan menurut pragmatism adalah
menyiapkan anak didik dengan membekali seperangka keahlian dan
keterampilan teknis agar mampu hidup di dunia yang selalu berubah.
Aliran pragmatism ini merupakan aliran baru dalam pemikiran Islam yang

5
Miptah Parid, Rosadi. Aliran Filsafat Dalam Pendidikan Islam. Hal. 160.
6
Laily Navi’atul Farah. Studi Komparatif Aliran-Aliran. Hal 113-114

4
di gagas oleh Ibnu Khaldun.7 Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu
Pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-mata bersifat pemikiran
dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan,
tetapi ilmu dan Pendidikan merupakan gejala konklusi yang lahir dari
terbentuknya masyarakat dan perkembangannya dalam tahap kebudayaan.
Menurutnya bahwa ilmu dan Pendidikan tidak lain merupakan gejala
sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.8

Tabel Aliran Filsafat Pendidikan Islam

No Aliran Tokoh Teori

1. Religius-Konservatif Imam Al-Ghazali Lebih cenderung kepada


bersikap murni keagamaan dan
aliran ini terlalu memandang
ilmu dengan Batasan yang
sempit yaitu hanya mencakup
ilmu-ilmu yang dibutuhkan
saat sekarang secara jelas ilmu
itu akan membawa manfaat di
akhirat kelak.

2. Religius Rasional Ikhwanu Shafa Mengakui bahwa semua ilmu


dan sastra yang tidak
mengantarkan pemiliknya
menuju kehidupan akhirat dan
tidak memberikan makna
sebagai bekal di akhirat maka
ilmu ini hanya akan menjadi
boomerang bagi si pemiliknya
di akhirat nanti.

3. Pragmatis-Instrumental Ibnu Khaldun Lebih berorientasi pada


aplikatif-praktis.
Pengklasifikasian ilmu
pengetahuan dalam aliran ini
berdasarkan tujuan
fungsionalnya bukan berdasar
pada nilai substansialnya
semata.

7
Ibid.
8
Miptah Parid, Rosadi. Aliran Filsafat Dalam Pendidikan Islam ditinjau dari Perspektif Muhammad Jawwad
Ridla. Hal. 160-161

5
C. Teori Pendidikan Barat

a. Aliran Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan
bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya Ketika
dilahirkan. Empirisme adalah doktrin bawa sumber seluruh pengetahuan harus
dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang
dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah
satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal. Menurut aliran ini adalah tidak
mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak yang mencakup semua segi, apalagi
jika di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk meningkatkan
pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun dapat
diandalkan. Adapun ajaran pokok empirisme adalah;
1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan hal yang abstrak yang
dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, bukan akal
dan rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas
tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita.
Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari
pengalaman.
5. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan.
Aliran empirisme dibangung oleh Francis Bacon, Thomas Hobbes, dan
mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David
Hume.9

b. Aliran Nativisme (Arthur Schopenhauer)


Nativisme berasal dari bahasa latin, yaitu, asal katanya natives artinya terlahir.
Aliran teori nativisme ini dipelopori oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama
Arthur Schopenhauer yang hidup pada abad 19, dilahirkan tahun 1788 dan meninggal
dunia tahun 1860. Ia berpendapat “Pendidikan ialah membiarkan seseorang
bertumbuh berdasarkan pembawaannya”. Seseorang akan berkembang berdasarkan
apa yang dibawanya dari lahir. Hasil akhir dari pertumbuhan dan perkembangan serta
pendidikan manusia atau seseorang ditentukan oleh pembawaannya dari lahir, dan
pembawaan itu ada yang baik dan adapula yang buruk. Maka dari itu manusia akan
berkembang dengan pembawaan yang baik atau pembawaan yang buruk, yang
dibawanya sejak lahir.

9
Dr. Muhammad Kristiawan, M.Pd. Filsafat Pendidikan.Hal. 210-211

6
Inilah mengapa nativisme merupakan kebalikan dari teori empirisme yang,
mengajarkan bahwa anak lahir sudah memiliki pembawaan baik faktor lingkungan
atau alamiah yang mempengaruhi terhadap perkembangan anak, melainkan semuanya
dari faktor-faktor tersebut mempengaruhi terhadap perkembangan seorang anak.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan
aktif atau berdaya dalam mempengaruhi perkembangan. Serta pendidikan juga tidak
akan berpengaruh sama sekali terhadap perkembangan seorang manusia, dan tidak
akan adanya gunanya untuk perkembangan, dalam pernyataan atau kehidupan sehari-
hari sering sekali di temukan anak yang mirip dengan orang tuanya (secara fisik) dan
anak juga mewarisi bakat-bakat yang di miliki orangtuanya. Contoh orang tua yang
menginginkan anaknya menjadi seniman, ia berusaha mempersiapkan alat-alat dan
bahan untuk memahat dan melukis serta mendatangkan guru untuk mengajarkannya
melukis. Oleh karena itu pemikiran ini merupakan pemikiran pesimis didalam
pendidikan (pesimisme). 10
Faktor Perkembangan Manusia dalam Teori Nativisme
1. Faktor Genetik, adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya
suatu bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya, jika kedua orangtua anak
itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai
seorang penyanyi yang persentasenya besar.
2. Faktor Kemampuan Anak, adalah faktor yang menjadikan seorang anak
mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak
dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya, adanya
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
3. Faktor Pertumbuhan Anak, adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat
dan minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika
pertumbuhan anak itu normal maka dia akan bersikap enerjik, aktif, dan responsif
terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak
normal maka anak tersebut tidak bisa mengenali bakat dan kemampuan yang
dimiliki.11

c. Aliran Naturalisme (Jhon Dewey)


Aliran filsafat pendidikan Naturalisme lahir sebagai reaksi terhadap aliran
filasafat pendidikan Aristotalian-Thomistik. Naturalisme lahir pada abad ke 17 dan
mengalami perkembangan pada abad ke-18. Naturalisme berkembang dengan cepat di
bidang sains. Ia berpandangan bahwa "Learned heavily on the knowledge reported by
man's sense". Filsafat pendidikan ini didukung oleh tiga aliran besar, yaitu Realisme,
Empirisme, dan Rasionalisme. Semua penganut Naturalisme merupakan penganut
Realisme, tetapi tidak semua penganut Realisme merupakan penganut Naturalisme.
Imam Barnadib menyebutkan bahwa Realisme merupakan anak dari Naturalisme.
Oleh sebab itu,banyak ide-ide pemikiran Realisme sejalan dengan Naturalisme.

10
Ibid. Hal. 205
11
Ibid. Hal. 209.

7
Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang
pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.
Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari
seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi naturalis
dimulai jauh hari sebelum anak lahir, yakni sejak kedua orang tuanya memilih
jodohnya.Tokoh filsafat pendidikan naturalisme adalah John Dewey, disusul oleh
Morgan Cohen yang banyak mengkritik karya-karya Dewey. Baru kemudian muncul
tokoh-tokoh seperti Herman Harrell Horne dan Herbert Spencer yang menulis buku
berjudul Education: Intelectual, Moral, and Physical. Herbert menyatakan bahwa
sekolah merupakan dasar dalam keberadaan naturalisme. Sebab belajar merupakan
sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran
merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme memandang guru tidak
mengajar subyek, melainkan mengajar murid.12
Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat terkenal yang
diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang terkenal berjudul “Ilmu
Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?.” Kelima tujuan itu adalah: (1) Pemeliharaan
diri; (2) Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak didik; (4)
Memelihara hubungan sosial dan politik; (5) Menikmati waktu luang.
Spencer juga menjelaskan enam prinsip dalam proses pendidikan beraliran
naturalisme. Delapan prinsip tersebut adalah: (1) Pendidikan harus menyesuaikan diri
dengan alam; (2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik; (3)
Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak; (4) Memperbanyak ilmu
pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan; (5) Pendidikan
dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak; (6) Praktik
mengajar adalah seni menunda; (7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan
cara induktif; hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan
kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik.13

d. Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938) dalam (Munib, 2008).
Inti ajaran aliran konvergensi adalah bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau
pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Setiap pribadi
merupakan hasil konvergensi dari faktor-faktor internal dan eksternal. Perpaduan
antara pembawaan dan lingkungan keduanya menuju pada satu titik pertemuan yang
terwujud sebagai hasil pendidikan. William berpendapat bahwa:
1. Pendidikan memiliki kemungkinan untuk dapat dilaksanakan, dalam arti dapat
dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk mengembangkan potensinya.
2. Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aliran konvergensi
dipandang lebih realistis, sehingga banyak diikuti oleh para pakar pendidikan. Aliran
ini semakin berkembang pada abad XX. Sebagai kelanjutan dari perkembangan aliran
ini tumbuh “gerakan baru” dalam dunia pendidikan. Pemikiran bahwa keadaan di luar
diri anak dapat meningkatkan kepribadiannya terwujud dalam pengajaran alam
sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja dan pengajaran proyek.14

12
Ibid. Hal. 250.
13
Ibid. Hal. 251-252.
14
Munib,Achmad.2008.PengantarIlmu Pendidikan.Semarang:UNESPers.

8
Sedangkan menurut Sumitro (2005) Aliran konvergensi atau interaksionisme
ini berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia telah membawa pembawaan
baik dan buruk. Selanjuntnya dalam perkembangannya anak akan dipengaruhi pula
oleh lingkungannya, baik itu faktor pembawaan maupun lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting. Anak yang mempunyai pembawaan baik
dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan membawa anak menjadi
semakin baik dan semakin cerdas. Bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat
pembawaan yang baik. Berdasarkan pandangan konvergensi itu William Stern
membuat suatu kesimpulan bahwa hasil pendidikan itu bergantung dan pembawaan
dan lingkungan. Dari berbagai aliran tersebut tentunya yang paling cocok dengan
keadaan masyarakat di sekitar kita adalah aliran konvergensi walaupun tidak
sepenuhnya aliran ini benar.15

e. Aliran Progresivisme (George Axetelle, William O. Stanley, Ernest Bayley,


Lawrence B. Thomas, Frederick C. Neff)
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman
menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, menyala, tidak pernah sampai
pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang
terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang
telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf
kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan
tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di
dunia pendidikan pada abad ke-20, di mana telah meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebebasan baik
secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang
terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.
Oleh karena itu, filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup
sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran, sekaligus mematikan
daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi
kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada
akhimya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang
dihasilkan sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia
yang berkualitas unggul, kompetitif, insiatif, adaptif, dan kreatif sehingga sanggup
menjawab tantangan zamannya. Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat
pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, yaitu kurikulum yang berpusat pada

15
Sumitro.2005.PengantarPendidikan. Yogyakarta:UNY.

9
pengalaman, di mana apa yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah akan
dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan “Belajar
Sambil Berbuat” (learning by doing) dan pemecahan masalah (problem solving)
dengan langkahlangkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa.
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas
progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan, yaitu tetap survive
terhadap semua tantangan hidup manusia dan harus praktis dalam melihat segala
sesuatu dari segi keagungannya. Progresivisme dinamakan instrumentalisme karena
aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk
hidup, untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan
eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas
eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Progresivisme dinamakan
environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi
pembinaan kepribadian.
Sementara itu, pragmatisme berpendapat bahwa suatu keterangan itu benar
kalau kebenaran itu sesuai dengan realitas atau suatu keterangan akan dikatakan benar
kalau kebenaran tu sesuai dengan kenyataan. Aliran progresivisme memiliki
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang meliputi: Ilmu Hayat, bahwa manusia
untuk mengetahui kehidupan semua masalah. Antropologi, bahwa manusia
mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru.
Psikologi, bahwa manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, dan
pengalaman-pengalamannya, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengaturnya.
Progresivisme merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar
abad ke-20. John S. Brubaeher, mengatakan bahwa filsafat progresivisme bermuara
pada aliran filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910)
dan John Dewey (1885 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup
praktis. Di dalam banyak hal, progresivisme identik dengan pragmatisme. Oleh karena
itu, apabila orang menyebut pragmatisme, maka berarti sama dengan progresivisme.
Filsafat progresivisme sama dengan pragmatisme. Pertama, filsafat
progresivisme atau pragmatisme ini merupakan perwujudan dan ide asal wataknya.
Artinya, filsafat progresivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme
yang telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama, yaitu manusia dalam
hidupnya untuk terus survive (mempertahankan hidupnya) terhadap semua tantangan,
dan pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Oleh karena itu, filsafat progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan
serta menolak absolutisme dan otoriterisme dalam segala bentuknya. Nilai-nilai yang
dianut bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan, sebagaimana dikembangkan
oleh lmmanuel Kant, salah seorang penyumbang pemikir pragmatisme progresivisme
yang meletakkan dasar dengan penghormatan yang bebas atas martabat manusia dan
martabat pribadi. Dengan demikian filsafat progresivisme menjunjung tinggi hak asasi
individu dan menjunjung tinggi akan nilai demokratis.
Progresivisme dianggap sebagai The Liberal Road of Culture (kebebasan
mutlak menuju ke arah kebudayaan). Maksudnya, nilai-nilai yang dianut bersifat
fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka (open minded), serta menuntut
pribadipribadi penganutnya untuk selalu bersikap penjelajah dan peneliti guna
mengembangkan pengalamannya. Mereka harus memiliki sikap terbuka dan
berkemauan baik sambil mendengarkan kritik dan ide-ide lawan sambil memberi
kesempatan kepada mereka untuk membuktikan argumen tersebut.

10
Tampak filsafat progresivisme menuntut kepada penganutnya untuk selalu
progress (maju) bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif, aktif serta
dinamis sebab sudah menjadi naluri manusia selalu menginginkan perubahan-
perubahan. Manusia tidak mau hanya menerima satu macam keadaan saja, akan tetapi
berkemauan hidupnya tidak sama dengan masa sebelumnya. Untuk mendapatkan
perubahan itu manusia harus memiliki pandangan hidup di mana pandangan hidup
yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak
terikat oleh doktrin tertentu), curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), toleran, dan
open minded (punya hati terbuka).
Namun demikian, filsafat progresivisme menaruh kepercayaan terhadap
kekuatan alamiah manusia, kekuatan yang diwarisi manusia sejak lahir (man’s natural
powers). Maksudnya adalah manusia sejak lahir telah membawa bakat dan
kemampuan (predisposisi) atau potensi (kemampuan) dasar terutama daya akalnya
sehingga dengan daya akalnya manusia akan dapat mengatasi segala problematika
hidupnya, baik itu tantangan, hambatan, ancaman maupun gangguan yang timbul dari
lingkungan hidupnya. Sehubungan dengan itu, Wasty Soemanto menyatakan bahwa
daya akal sama dengan intelegensi, di mana intelegensi menyangkut kemampuan
untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian
terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan-pemecahan
masalah. Di sini·tersirat bahwa intelegensi merupakan kemampuan problem solving
dalam segala situasi baru atau yang mengandung masalah.
Dengan demikian, potensi-potensi yang dimiliki manusia mempunyai
kekuatan-kekuatan yang harus dikembangkan dan hal ini menjadi perhatian
progresivisme. Nampak bahwa aliran filsafat progresivisme menempatkan manusia
sebagai makhluk biologis yang utuh dan menghormati harkat dan martabat manusia
sebagai pelaku (subyek) di dalam hidupnya.16

f. Aliran Essensialisme
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela
yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung
oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam
semesta tempat manusia berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subyektif
yang berpendapat bahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan
segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual.
Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan
bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subyek tertentu, dan selanjutnya
tergantung pula pada subyek tersebut. Menurut idealisme, nilai akan menjadi
kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan
berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang
menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang
berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersebut. Menurut
realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu
menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena
adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat
bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji keteguhan,
ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa. Perenialisme berpendirian bahwa
untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus

16
Dr. Muhammad Kristiawan, M.Pd. Filsafat Pendidikan.Hal. 234-237.

11
ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut
perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya.
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab
hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang
baik.
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul
pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme.
Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan
yang penuh fleksibilitas, terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat
yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung
esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang
utama pada dirinya masing-masing.17

g. Aliran Prenennialisme
Prenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad
kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau
selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan
mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip
umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat dan kukuh pada zaman kuno
dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang
tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang
lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan serta kestabilan dalam
perilaku pendidik. Menurut pandangan perenialis, pendidikan harus lebih banyak
mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan
tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. 18
a. Aliran Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme.
Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya
memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada
sekarang. Rekonstruksionisme ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang
pantas dan adil.
Aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme,
yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran
rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang

17
Ibid, hal 231-232.
18
Ibid, Hal 230-231.

12
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme
tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya
mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk
mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme
memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal
dengan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran
rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus
yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat
manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari
kesepakatan antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.Oleh karena itu,
proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
baru. Untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat
manusia.19

PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
Teori Pendidikan Islam pada umumnya mengacu pada terminology tarbiyah, ta’dib
dan ta’lim. Tarbiyah adalah memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan
memelihara. Ta’dib adalah pengetahuan yang mencegah manusia dari kesalahan-
kesalahan penilaian. Sedangkan ta’lim adalah pengetahuan teoritis dan lahiriah.
Aliran Pendidikan Filsafat Islam ada 3 di antaranya adalah ;
a. Aliran religius-konservatif adalah aliran yang lebih cenderung kepada bersikap
murni keagamaan dan aliran ini terlalu memandang ilmu dengan Batasan yang
sempit yaitu hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekarang secara
jelas ilmu itu akan membawa manfaat di akhirat kelak.
b. Aliran religius-rasional adalah aliran yang mengakui bahwa semua ilmu dan sastra
yang tidak mengantarkan pemiliknya menuju kehidupan akhirat dan tidak
memberikan makna sebagai bekal di akhirat maka ilmu ini hanya akan menjadi
boomerang bagi si pemiliknya di akhirat nanti.
c. Aliran pragmatis-instrumental merupakan aliran yang lebih berorientasi pada
aplikatif-praktis. Pengklasifikasian ilmu pengetahuan dalam aliran ini berdasarkan
tujuan fungsionalnya bukan berdasar pada nilai substansialnya semata.
Aliran Filsafat Pendidikan Barat ada 8 diantaranya adalah :
a. Aliran Empirisme
b. Aliran Nativisme
c. Aliran Naturalisme

19
Ibid, Hal 237-238.

13
d. Aliran Konvergensi
e. Aliran Progresivisme
f. Aliran Essensialsime
g. Aliran Prenennialisme
h. Aliran Rekonstruksialisme

14
DAFTAR PUSTAKA
Parid Miptah, Rosadi. Aliran Filsafat Dalam Pendidikan Islam ditinjau dari Perspektif
Muhammad Jawwad Ridla. 2019. Journal of Islamic Education Policy. Vol. 4, No.2
Juli-Desember.
Nasichin Mochamad, Muhammad Miftah. Pendekatan Konservatif dalam Pendidikan Islam.
2020. Jurnal Penelitian IAIN Kudus. Volume 14, Nomor, 1. Februari.
Navi’atul Farah, Laily. Studi Komparatif Aliran-Aliran Utama Filsafat Pendidikan Islam dan
Filsafat Pendidikan Barat. 2022. Heutagogia, Journal of Islamic Education. Vol.1,
No.2, June.
Kristiawan, Muhammad. Filsafat Pendidikan; The Choice is Yours. 2016. Penerbit Valia
Pustaka Jogjakarta, Sleman.
Abd Rahman BP dkk. Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-Unsur
Pendidikan. 2022. Al Urwatul Wutsqa; Kajian Pendidikan Islam. ISSN; 2775-4855.
Vol. 2, No. 1. Juni.

III

Anda mungkin juga menyukai