PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesadaran ini muncul setelah dunia Islam melihat perputaran roda sejarah
berbalik, dunia Barat maju dan dunia Islam terpuruk, bahkan Islam menjadi
bulan-bulanan dunia Barat yang Kristen itu. Dari realitas sejarah ini kemudian
muncul gerakan yang mencoba untuk melakukan otokritik secara kritis dengan
berbalik itu.
kemerdekaan. Bagi umat Islam, usaha-usaha untuk menuju cita-cita ini di tempuh
kepribadian tokoh-tokoh, dan tantangan yang dihadapi dari dalam maupun dari
pembaharuan pemikiran dalam Islam di atas terletak pada kata kunci I’adatu al-
Islam, yakni keinginan masyarakat Islam untuk mengembalikan peran dunia Islam
1
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942 (Jakarta: LP3S, 1985), p.95.
dalam percaturan global peradaban dunia, yang dulu pernah dilakukan Islam.
Salah satu wujud dari I’adatu al-lslam itu adalah lajdid al-fahm, yakni
berkembang dengan kembali kepada al-Quran dan al-Hadis. Tajdid al-fahm ini
karena qaul itu sendiri muncul dan dirumuskan berdasarkan setting sosial oleh
ulama ketika masih hidup. Adapun tema sentral gerakan untuk memulihkan dunia
Islam adalah pemurnian akidah, ibadah dan semangat ijtihad di tengah masyarakat
pada tahun 1912 di Yogyakarta, Al-Irsyad di Jakarta, dan Persatuan Islam (Persis)
yang berdiri di Bandung pada tahun 1923. Semua gerakan ini berdasarkan ajaran-
Persatuan Islam atau yang disingkat menjadi PERSIS, adalah salah satu
September1923 M / 1 Safar 1342 H., tepatnya di salah satu gang kecil yang
bernama Pakgade. Di gang ini banyak berkumpul para saudagar, yang saat itu
2
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irfan Fauzan, Persis dan Politik; Sejarah Pemikiran dan
Aksi Politik Persis 1923-1997. (Jakarta: Pembela Isam, 2012), p.6.
bermula dari sebuah kelompok diskusi keagamaan. Diskusi-diskusi itu diadakan
secara berkala di rumah salah seorang anggota kelompok yang berasal dari
studi itu, maka latar belakang berdirinya Persis bisa diasumsikan sebagai berikut:
pertama, dan ini yang utama, adalah persoalan kemunduran masyarakat Islam.
Ketika itu, keadaan umat Islam di Indonesia pada umumnya tenggelam dalam
sikap taqlid (sikap membeo), perbuatan bid’ah, churafat, takhayul (mistis) yang
biasa disebut oleh kalangan reformis sebagai penyakit TBC. Karena itu, mereka
masyarakat Islam Indonesia dengan slogan yang terkenal “kembali kepada Al-
pengaruh paham keagamaan dari Timur Tengah. Ini adalah faktor yang kedua.
Indikasi ini terlihat bahwasannya para anggota kelompok studi itu dengan kritis
mangaji persoalan keagamaan yang dikupas oleh para reformis melalui corongnya
majalah al-Munir yang disunting Abdullah Ahmad di Padang, dan majalah al-
Manar yang memuat tulisan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha di Mesir. 4
keagamaan yang selama ini diselenggarakan agar isu yang didiskusikan tidak
3
Ibid., 30
4
Ibid., 31
dengan berbagai pihak, dan menghadiri undangan-undangan diskusi atau
menyelenggarakan diskusi sejenis di tempat lain. Tradisi semacam ini hanya bisa
kota besar pada tahun 1920 dan 1930-an oleh anak-anak muda yang nantinya
sebagainya.5
lebih dulu begabung dalam persis. Contohnya Mohammad Natsir, anggota Jong
Islamitie Bond, yang tertarik pada persis setelah pertemuannya dengan A. Hassan
dan diskusi-diskusi keagamaan Persis di Bandung. Selain itu tercatat pula Sabirin,
seorang tokoh penting Sarekat Islam, sebagai anggota Persis. Tercatat pula Hamka
setelah kedatangan A. Hassan yang memberi corak dan warna tersendiri pada
5
Pepen Irpan Fauzan, Persatuan Dalam Perbedaan, Pergulatan Pemikiran dan Praktik
Politik Persatuan Islam 1930-1960 (Bandung: Granada,2005),p.3.
6
Ibid., 4.
rujukan penting bagi anggota organisasi pembaharu yang lain dalam masalah
hukum agama.7
Setidak-tidaknya, ada dua faktor utama yang mendorong elite dan anggota
Persis terlibat aktif dalam politik sejak akhir tahun 1920-an dan awal tahun 1930-
an. Pertama, timbulnya ancaman eksternal saat itu, ancaman politik kristenisasi
yang dilancarkan oleh para misi dan zending kristen yang didukung Pemerintah
Kolonial Belanda. Jadi umat Islam menghadapi dua lawan sekaligus: Zending
7
Ibid
8
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irfan Fauzan, Persis dan Politik; Sejarah Pemikiran dan
Aksi Politik Persis 1923-1997. (Jakarta: Pembela Isam, 2012), p.31.
9
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942 (Jakarta: LP3S, 1985),
p.177.
netral dalam urusan agama, namun dalam praktinya ada kebijakan-kebijakan yang
Persis pada periode ini adalah bangkitnya kalangan nasionalis sekuler yang
dipelopori PNI dengan tokoh utamanya Ir. Soekarno. Cita-cita radikal PNI, seperti
yang dipropagandakan oleh Ir. Soekarno, merupakan daya tarik bagi kalangan
ajaran agama.11
B. Rumusan Masalah
10
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irfan Fauzan, Persis dan Politik; Sejarah Pemikiran dan
Aksi Politik Persis 1923-1997. (Jakarta: Pembela Isam, 2012), p.32.
11
Ibid., 33.
C. Tujuan Penelitian
D. Pembatasan Masalah
Islam 1923-2010.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dengan tujuan yang ditetapkan diatas, hasil penelitian ini diharapkan dapat
2. Manfaat Praktis
seluruh civitas akademika Universitas Siliwangi dan menjadi bahan rujukan atau
Islam Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Persatuan Islam atau yang disingkat menjadi PERSIS, adalah salah satu
September1923 M / 1 Safar 1342 H., tepatnya di salah satu gang kecil yang
bernama Pakgade. Di gang ini banyak berkumpul para saudagar, yang saat itu
itu diadakan secara berkala di rumah salah seorang anggota kelompok yang
berasal dari sumatera tetapi telah lama tinggal di Bandung. Sejak berdirinya Persis
studi itu, maka latar belakang berdirinya Persis bisa diasumsikan sebagai berikut:
pertama, dan ini yang utama, adalah persoalan kemunduran umat Islam. Ketika
itu, keadaan umat Islam di Indonesia pada umumnya tenggelam dalam sikap
taqlid (sikap membeo, menerima segala sesuatu secara taken for granted),
perbuatan bid’ah, churufat, takhayul yang biasa disebut oleh kalangan reformis
sekaligus pemurnian ajaran Islam pada masyarakat Islam Indonesia dengan slogan
yang terkenal “kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah dan membersihkan Islam
pengaruh paham keagamaan dari Timur Tengah. Ini adalah faktor yang kedua.
Indikasi ini terlihat bahwasannya para anggota kelompok studi itu dengan kritis
mangaji persoalan keagamaan yang dikupas oleh para reformis melalui corongnya
majalah al-Munir yang disunting Abdullah Ahmad di Padang, dan majalah al-
Manar yang memuat tulisan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha di Mesir.
keagamaan yang selama ini diselenggarakan agar isu yang didiskusikan tidak
menyelenggarakan diskusi sejenis di tempat lain. Tradisi semacam ini hanya bisa
kota besar pada tahun 1920 dan 1930-an oleh anak-anak muda yang nantinya
sebagainya.
lebih dulu begabung dalam persis. Contohnya Mohammad Natsir, anggota Jong
Islamitie Bond, yang tertarik pada persis setelah pertemuannya dengan A. Hassan
dan diskusi-diskusi keagamaan Persis di Bandung. Selain itu tercatat pula Sabirin,
seorang tokoh penting Sarekat Islam, sebagai anggota Persis. Tercatat pula Hamka
setelah kedatangan A. Hassan yang memberi corak dan warna tersendiri pada
rujukan penting bagi anggota organisasi pembaharu yang lain dalam masalah
hukum agama.
Qur’an dan Sunnah” , sehubungan dengan hal ini firman Allah yang berbunyi
sebagai berikut;
“Dan berpeganglah kamu sekalian dengan tali Allah, dan janganlah kamu
berpisahpisah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu, tatkala kamu bermusuh-
musuhan, lalu ia jinakkan antara hati-hati kamu, lantas dengan nikmat Allah
kamu jadi bersaudara, padahal, dahulunya kamu di pinggir lobang dari neraka,
tanda-tanda- Nya supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. Ali Imran: 103) .
ajaran pokok ini karena yang dihadapi bukan hanya sekedar masyarakat Muslim
yang secara aqa’di dan ta’abbudi sedang diliputi oleh tersebar luasnya syirik,
bid’ah, dan khurufat, dan dalam bidang ilmiah sedang diliputi kemunduran dan
Indonesia dikuasai oleh penjajah sejak Portugis, Inggris, hingga Belanda. Yang
terakhir ini selama kurang lebih 350 tahun memaksakan kehendak kepada
utamanya pidana dan perdata oleh hukum jahiliyyah dan thagut holandiyah.
Belum lagi, masalah tatanan sosial ekonomi yang menjadikan masyarakat jajahan
yang disengsarakan. Saat itu, tidak ada yang disebut HAM karena kaum penjajah
yang umumnya orang kristiani eropa adalah para pelanggar HAM berat yang
kenduri yang diadakan oleh kelompok para pedagang secara berkala dari rumah
Bandung sejak abad 18, antara satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan
perdagangan serta adanya kontak antara generasi yang datang kemudian untuk
mengadakan studi agama, dan tamu-tamu lainnya yang datang pada acara tersebut
juga berasal dari orang lain di luar perkumpulan peranakan Palembang, yaitu
(1894-1952) dan Muhammad Yunus. Topik pembicaraan pada saat kenduri yang
diadakan itu adalah diskusi-diskusi yang mengarah pada pendirian PERSIS dan
dimuat di majalah al-Munir, yang terbit di Padang dan majalah yang bernama al-
Manar, majalah ini terbit di Mesir, juga konflik yang terjadi antara Jami’at al-
Khayr dengan al-Irsyad dalam masalah talafuz, niat dan berbagai persoalan
lainnya. Selain itu jama’ah cikal bakal berdirinya PERSIS juga sangat menaruh
Islam, di mana saat itu mereka sedang mengalami perpecahan akibat pengaruh
faham komunis, begitu pula dengan Syarikat Islam di Bandung resmi menyokong
komunis pada kongres Nasional yang 6 di Surabaya pada tahun 1921. Hal ini
menjadi sangat menarik untuk dibicarakan oleh jama’ah cikal bakal berdirinya
Bandung khususnya menjadi sangat resah. Semua berita ini telah dibawa oleh
Saat itu pada setiap jama’ahnya selalu mengadakan hubungan antara satu dengan
yang lainnya, jadi jama’ah tersebut sebenarnya telah terbentuk tanpa hubungan
organisatoris yang resmi atau tanpa peraturan yang resmi, oleh karena itu
pendirinya, namun atas dasar syi’ar Islam. Para pendiri PERSIS mendirikan
PERSIS saat itu hanya bertujuan untuk mengangkat ummat Islam dari kejumudan
ini terlihat bahwasannya para anggota kelompok studi itu dengan kritis mengaji
Manar yang memuat tulisan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha di Mesir.
Persis memang bukan organisasi politik, dalam artian formalistik. Secara formal,
bahkan dianggap mempunyai atau mewakili suatu sudut pandang yang khas.
itu, Syarikat Islam yang didirikan pada tahun 1912, organisasi ini bergerak dalam
bidang perdagangan dan politik, dan Muhammadiyah yang berdiri pada tahun
anggotanya, tetapi PERSIS masih tetap sebuah organisasi yang relatif kecil
dibeberapa tempat, dan hal ini nampaknya terlihat pada bidang pendidikan agama
controversial, serta pada kontak social dan perhelatan yang diorganisasikan oleh
sebuah kesetiakawanan, sebuah ciri khas, sebuah pandangan, sebuah idiologi yang
Islam dari faham-faham yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, terutama
yang menyangkut masalah akidah dan ibadah serta menyeru ummat Islam supaya
berjuang atas dasar al-Qur’an dan Sunnah . kedua: perjuangan keluar, yang secara
aktif menentang dan melawan setiap aliran dan gerakan anti Islam yang hendak
merusak dan menghancurkan Islam di Indonesia, karena itulah segala aktifitas dan
organisasi tidak mendapat perhatian yang wajar, disamping tidak diniatkan, dan
PERSIS hanya mencari kwalitas bukan kwantitas, PERSIS mencari isi bukan
mencari jumlah.
tahun 1930-an. Elite Persis pun banyak yang merangkap jabatan dengan Syarekat
Islam (SI), sebuah organisasi yang berhaluan politik. Ketika terjadi pertentangan
dengan SI dan dikeluarkan dari organisasi itu, elite Persis pun tidak berhenti aktif
dalam politik. Mereka mendukung partai politik baru, yakni Partai Islam
Indonesia (PII). Bahkan, PII cabang Bandung, dan umumnya di wilayah Jawa
Setidak-tidaknya, ada dua faktor utama yang mendorong elite dan anggota
Persis terlibat aktif dalam politik sejak akhir tahun 1920-an dan awal tahun 1930-
an. Pertama timbulnya ancaman eksternal saat itu, ancaman politik kristenisasi
yang dilancarkan oleh para misi dan zending kristen yang didukung Pemerintah
Kolonial Belanda. Jadi, umat Islam menghadi dua lawan sekaligus, Zending
netral dalam urusan agama, namun dalam praktinya ada kebijakan-kebijakan yang
Kerja sama dan saling dukung antara para Zending Kristen dengan
ibarat dua sisi tajam pada sebuah gunting. Meskipun sisinya berbeda, tapi
Bagi elite Persis, hal itu memperkuat kesadaran politiknya bahwa Kolonialisme
menciptakan diskriminasi status dan posisi Islam dibandingkan dengan status dan
posisi Kristen.
Persis pada periode ini adalah bangkitnya kalangan nasionalis sekuler yang
dipelopori PNI dengan tokoh utamanya Ir. Soekarno. Cita-cita radikal PNI, seperti
yang dipropagandakan oleh Ir. Soekarno, merupakan daya tarik bagi kalangan
Natsir, dan yang paling menonjol, A. Hassan tersebar dalam berbagai tulisan yang
Islam no. 12-16 yang berjudul Memudakan Pengertian Islam, A. Hassan dengan
sebagai dasarnya. A. Hassan sendiri tidak menolak bahwa warga suatu negeri
mencintai tanah airnya sendiri dengan memberikan perhatian kepada negeri itu
secara mandiri.
faham Alquran dan sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, di
akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Pada 1927, didirikan lembaga pendidikan
Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara resmi didirikan Pesantren Persis yang
Tamaddun (1970), majalah berbahasa Sunda Iber (1967), dan berbagai majalah
ataupun siaran publikasi yang diterbitkan oleh cabang-cabang Persis di berbagai
tempat. Beberapa di antara majalah tersebut saat ini sudah tidak diterbitkan lagi.
mengenai dakwah dan tajdid. Bahkan, tak jarang di antara para dai ataupun
kegiatan khutbah dan tabligh yang kerap digelar di daerah-daerah, baik atas
Pada masa A. Hassan, guru utama Persis, kegiatan tabligh yang digelar
Persis tidak hanya bersifat ceramah, tetapi juga diisi dengan menggelar perdebatan
jarang dilakukan. Persis tampaknya lebih menonjolkan sikap low profile sambil
Namun, bukan berarti tidak siap untuk berdiskusi dengan kelompok yang
memiliki pandangan berbeda dalam satu bidang tertentu. Jika dibutuhkan, Persis
lembaga tertinggi dalam struktur organisasi. Dewan Hisbah ini difungsikan untuk
KESIMPULAN
PERSIS bertujuan untuk mengangkat ummat Islam dari kejumudan berfikir dan
faham Alquran dan sunah. Hal ini dilakukan melalui berbagai aktivitas, di
pendidikan akidah dan ibadah bagi orang dewasa. Persis juga mendirikan lembaga
proyek lembaga Pendidikan Islam (Pendis). Kemudian, pada 4 Maret 1936, secara
resmi Persis mendirikan Pesantren Persis yang pertama dan diberi nomor satu di
umat. Mulai dari bidang pendidikan (tingkat dasar hingga pendidikan tinggi),