Anda di halaman 1dari 3

PERSIS SEBAGAI JAM’IYYAH DENGAN VISI DAN MISI AL – JAMA’AH

A. Latar Belakang Berdirinya Persis


Tampilnya Persatuan Islam ( Persis ) dalam pentas sejarah Islam di Indonesia pada awal abad
ke – 20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan pemikiran Islam .
Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam
kejumudan ( kemandegan berfikir ) , terperosok ke dalam kehidupan mistisisme , tumbuh
suburnya khurafat , bid’ah , takhayul , dan syrik , serta umat Islam terbelenggu oleh
penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam . Situasi demikian
kemudian mengilhami munculnya gerakan “ reformisme “ Islam , yang pada gilirannya ,
melalui kontak – kontak intelektual , mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk
melakukan pembaharuan pemikiran Islam .
Gerakan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia pada awal abad ke – 20 ditandai dengan
munculnya berbagai organisasi yang dikelola oleh kelompok modernis Islam di antaranya :
Al – Jam’iyyah Al Khairiyah , yang dikenal dengan Jamiat Khair di Jakarta yang berdiri pada
tanggal 17 Juli 1905 ; Muhammadiyah yang berdiri di Yogyakarta pada tanggal 12 Nopember
1912 ; Jam’iyyatul Islah wal Irsyadil Arabi ( Al – Irsyad ) yang berdiri di Jakarta pada tangal
11 Agustus 1915 ; dan Persis pada tanggal 12 September 1923 di Bandung .
Diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan ( penelaahan agama Islam ) di kota
Bandung yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus , bersama – sama
jamaahnya dengan penuh kecintaan , menelaah , mengkaji serta menguji ajaran ajaran Islam ,
sehingga mereka --- kelompok tadarusan yang berjumlah sekitar 20 orang itu --- semakin
tahu akan hakikat Islam yang sebenarnya, dan mereka pun menjadi sadar akan bahaya
keterbelakangan, kejumudan, penutupan pintu ijtihad. taqlid buta, dan serangkaian praktek
bid'ah. sehingga mereka mencoba melakukan gerakan tajdid dan pemurnian ajaran Islam dari
faham-faham yang Sesat dan menyesatkan. Kesadaran akan kehidupan berjamaah,
berimamah, dan berimarah dalam menyebarkan syiar Islam menimbulkan semangat
kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organísasi baru dengan ciri dan karakteristik
yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923 bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1 342 H. kelompok
tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama "Persatuan Islam" (Persis).
Nama Persatuan Islam ini diberikan dengan maksud untuk mengarabl ruhul jihad, ijtihad, dan
tajdid, serta berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai
dengan kehendak dan cita-cita JAMIYYAH, yaitu persatuan pemikiran Islam persatuan rasa
Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. lde filosofi dari konsepsi persatuan
pemikiran, rasa, suara dan usaha Islam ini diilhami oleh firman Allah dalam al-Qur'an surat
Ali-Imran ayat 103;
"Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang aturan) Allah
seluruhnya dan janganlah kanu bercerai berai",
serta sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi yang berbunyi; "kekuatan Allah itu
beserta jamaah".
Firman Allah dan hadits Nabi tersebut dijadikan motto Persis dan ditulis dalam lambang
Persis yang berbentuk lingkaran bintang bersudut 12.
Berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang berdiri pada awal abad 20, menurut
Federspiel (1970:11) Persis mempunyai cirl tersendiri; kegiatannya dititikberatkan pada
pembentukkan faham keagamaan, sementara kelompok-kelompok pergerakan yang telat
diorganisasikan sebelumnya, misalnya Boedi Oetomo (1908) hanya bergerak di bidang
pendidikan bagi orang-orang pribumi (khususnya orang-orang. Jawa dan Madura); Syarekat
Islam (1912) bergerak dalam Bidang perdagangan dan politik; dan Muhammadiyah (1912)
gerakannya diperuntukkan bagi kesejahteraan sosial masyarakat muslim dan kegiatan
pendidikan keagamaan. Sejalan dengan ini, Isa Anshary tampil sebagai sebuah organisasi dari
kaum muslimin yang sefaham dan sekeyakinan; kaum pendukung dan penegak al-Qur'an-as-
Sunnah; ia mengutamakan perjuangan dalam lapangan ideologi Islam, tidak dalam lapangan
organisasi. Persis berjuang membentuk dirinya meniadi intisari dari kaum muslimin: ia
mencari kualitas, bukan kuantitas: ia mencari isi, bukan mencari jumlah. Persis tampil
sebagai suatu sumber kebangkitan dan kesadaran baru; menjadi daya dinamika yang
menggerakkan kebangunan umat Islam.
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada penyebaran faham al-Qur'an dan as-
Sunnah. Hal ini dilakukan dengan berbagai macam aktivitas di antaranya dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, kelompok studi (halaqah), tadarus,
mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta
berbagai aktivitas keagamaan lainnya.
Dalam bidang pendidikan misalnya, pada tahun 1924 diselenggarakan kelas pendidikan
aqidah dan ibadah bagi orang dewasa; pada tahun 1927 didirikan lembaga pendidikan kanak-
kanak dan HIS (Holland Inlandesch School) yang merupakan proyek lembaga pendidikan
Islam di bawah pimpinan Mohammad Natsir; pada tanggal 4 Maret 1936 didirikan secara
resmi Pesantren Persatuan Islam yang pertama dan diberi nomor1 (satu) di Bandung.
Dalam bidang penerbitan (publikasi), Persis banyak menerbitkan buku-buku dan majalah-
majalah di antaranya majalah Pembela Islam(1929), majalah Al-Fatwa (1931), majalah Al-
Lissan (1935), majalah(1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), majalah Aliran At-Taqwa
(1937), majalah berkala al hikam (1939), majalah Aliran Islam Persis (1948), majalah Risalah
(1962). majalah Pemuda (1970), Majalah berbahasa Sunda Iber (1967), , dan berbagai
majalah ataupun siaran publikasi yang diterbitkan di cabang-cabane Tamaddun Persis.
Sampai saat ini yang m masih bertahan terbit adalah majalah Risalah dan majalah Iber serta
beberapa majalah dan siaran publikasi di beberapa cabang Persis. Penerbitarn inilah yang
menyebabkan luasnya daerah penyebaran pemikiran Persis. Lagi pula penerbitan buku-buku
dan majalah-majalah ini sering dijadikan referensi oleh para da'i maupun organisasi-
organisasi ke-Islaman lainnya.
Demikian pula serangkaian kegiatan dakwah banyak digelar di daerah-daerah, baik atas
inisiatif pimpinan pusat Persis maupun inisiatif dari cabang-cabang Persis, undangan dari
organisasi- organisasi Islam lainnya serta masyarakat luas. Dalamn kegiatan dakwah ini, yang
patut dicatat dan khas Persis, tidak hanya bersifat ceramah sebagaimana biasanya, tetapi juga
disi dengan menggelar perdebatan tentang berbagai masalah keagamaan; di antaranya
perdebatan Persis dengan Al-Ittihadul Islam di Sukabumi (1932), perdebatan dengan
kelompok Ahmadiyah (1933), perdebatan dengan Nahdlatul Ulama (1936), serta serangkaian
perdebatan dengan orang-orang kristen, perdebatan dengan kelompok nasionalis, bahkan
polemik yang berkepanjangan antara A.Hassan dengan Ir. Soekarno tentang faham
kebangsaan. Aktifitas da'wah dengan perdebatan ini tidak lagi dilakukan pada masa sekarang,
karena Persis tidak lagi melakukan gebrakan yang bersifat shock therapy tetapi lebih
cenderung ke arah low profile yang bersifat persuasif edukatif.

Anda mungkin juga menyukai