Anda di halaman 1dari 11

ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM DI INDONESIA

1. Jam’iyatul Khair

Didirikan pada 17 Juli 1905 di Jakarta, organisasi ini awalnya beraktivitas di bidang pendidikan
dasar dan mengirim para pelajar ke Turki dan merupakan satu – satunya organisasi pendidikan modern di
Indonesia. Guru – gurunya didatangkan dari Tunisia, Sudan, Maroko, Mesir dan Arab. Korespondensi
mereka dengan tokoh – tokoh pergerakan dan juga surat kabar di luar negeri turut menyebarkan kabar
mengenai kekejaman pemerintah Belanda. Guru yang terkenal dari sini adalah Syaikh Ahmad Surokati
dari Sudan, yang menekankan bahwa tidak ada perbedaan di antara sesama umat muslim yang
berkedudukan sama. Para tokoh ulama Indonesia kebanyakan lahir dari organisasi ini seperti KH Ahmad
Dahlan, HOS Tjokroaminoto, H. Samanhudi, dan H. Agus Salim.

2. Syarekat Islam

Sejarah organisasi Islam di Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari Syarekat Islam. KH
Samanhudi mendirikan organisasi yang awalnya bernama Syarikat Dagang Islam ini pada 1905 di Solo.
Namanya berubah menjadi Syarekat Islam pada 1912 dengan prakarsa HOS Tjokroaminoto, H. Agus
Salim, AM Sangaji dan KH Samanhudi. Pada awalnya organisasi ini bergerak di bidang keagamaan serta
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa dalam perniagaan, namun seiring waktu berkembang
menjadi gerakan politik dan sosial serta dakwah Islam.

3. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)

MIAI dibentuk untuk menjadi wadah bagi ormas – ormas Islam di Indonesia pada zaman sebelum
kemerdekaan. Didirikan pada Selasa Wage, 15 Rajab 1356 atau 21 September 1937 dengan prakarsa KH
Hasyim Asy’ari. Beberapa ormas Islam anggota MIAI adalah Muhammadiyah, NU, Al Irsyad, Partai
Sarekat Islam Indonesia (PSII), Al Khoiriyah, Persyarikatan Ulama Indonesia (PUI), Al Hidayatul
Islamiyah, Persatuan Islam (Persis), Partai Islam Indonesia (PII), Partai Arab Indonesia (PAI), Jong
Islamiaten Bond, Al Ittihadiyatul Islamiyah dan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA). Pada awalnya
MIAI hanya menjadi koordinator untuk berbagai kegiatan, tetapi kemudian berkembang menjadi wadah
yang mempersatukan para umat Islam tanah air untuk menghadapi politik Belanda yang memecah belah
para ulama dan partai Islam. Pada periode 1939 – 1945 para ulama bergabung bersama dalam satu
majelis.

4. Masyumi

Majelis Syura Muslimin Indonesia atau Sejarah Partai Masyumi kemudian masuk dalam sejarah
organisasi Islam di Indonesia sebagai pengganti MIAI yang dibubarkan pada Oktober 1943. Tujuan
pendirian Masyumi yang didukung oleh Jepang adalah untuk memperkokoh persatuan umat Islam di
Indonesia dan meningkatkan bantuan dari kaum muslimin pada kegiatan perang Jepang.
5. Muhammadiyah

Ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912 di Yogyakarta,
kondisi umat Islam sedang berada pada titik rendahnya. Hampir seluruh rakyat mengalami
keterbelakangan pendidikan, kemakmuran dan tingkat ekonomi yang parah, terlebih lagi tidak memiliki
kekuatan dalam bidang politik. Tujuan Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dakwah Islamiyah
seluas – luasnya mencakup segala bidang termasuk ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan dakwah
dengan mendirikan banyak sekali sekolah formal, madrasah, rumah sakit, balai pengobatan, rumah yatim
piatu atau panti asuhan dan universitas. Beberapa tokohnya diakui sebagai pahlawan nasional yaitu KH
Ahmad Dahlan, KH Mas Mansur, Ny. H. Walidah Ahmad Dahlan dan K.H. Fakhruddin.

6. Nadhlatul Ulama (NU)

Arti namanya adalah Kebangkitan Ulama, suatu ormas Islam yang didirikan oleh para ulama yang
berasal dari pesantren pimpinan KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya pada 31 Januari 1926. Sangat banyak
pondok pesantren besar yang didirikan NU di berbagai wilayah di Indonesia, selain itu juga mengelola
sekolah – sekolah formal seperti SD, SMP, SMA sampai tingkat perguruan tinggi. Ketika bergabung
dalam MIAI, NU akhirnya terlibat dalam dunia politik sampai pembubaran MIAI pada 1943.

7. Persatuan Islam (Persis)

Persis merupakan bagian dari sejarah organisasi Islam di Indonesia yang didirikan oleh para
ulama pembaharu di Bandung pada 12 September 1923. Ulama pendirinya adalah KH. Zamzam dan A.
Hassan untuk menghilangkan bid’ah, khufarat, takhayul, taqlid dan syirik yang masih dipraktekkan
sebagian umat Islam. Tujuan awal yang bagus pada akhirnya berkembang menjadi sesuatu yang
meresahkan bagi kelompok lain yang tidak setuju dengan pemikiran Persis. Bahkan tokoh – tokoh yang
muncul belakangan tidak lagi memiliki kualifikasi yang setara dengan pendahulunya dalam hal keilmuan,
akhlak dan kecerdasan sehingga masyarakat menunjukkan penolakan. Persis juga mendirikan masjid
tersendiri yang diberi stempel Persis.

8. Al Irsyad Al Islamiyah

Ormas dalam sejarah organisasi Islam di Indonesia ini didirikan pada tahun 1913 oleh para
keturunan Arab yang dipimpin oleh Syaikh Ahmad Syurkati, seorang ulama yang berasal dari Sudan.
Tujuan Al Irsyad adalah untuk pergerakan di bidang pendidikan dan dakwah, memperlancar bahasa Arab
dan bahasa al Qur’an. Simak juga mengenai sejarah berdirinya organisasi islam yang lain seperti sejarah
berdirinya al washliyah, sejarah berdirinya HMI, dan sejarah berdirinya Hizbut Tahrir.

9. Persatuan Umat Islam (PUI)


Ormas ini didirikan oleh KH Abdul Halim, yang merupakan seorang ulama pengasuh di Pondok
Pesantren Majalengka, Jabar pada 1911. PUI adalah gabungan dari dua organisasi Islam yang ada di Jawa
Barat yaitu Persyarikatan Umat Islam dan organisasi Al Ittihad Al Islamiyah pimpinan KH Ahmad Sanusi
di Sukabumi. PUI kemudian mendirikan banyak sekolah serta pondok pesantren di Jawa Barat.
10. Thawalib Sumatera

Pendirian organisasi ini pada tanggal 15 Februari 1920 diprakarsai oleh Syekh Ahmad Abdullah,
Haji Abbas Abdullah, Haji Abdul Karim Amrullah, Jalaludin Thaib dan kawan – kawan. Ini adalah
pengembangan dari Surau Jembatan Besi yang berdiri pada tahun 1899 di Padang Panjang, sehingga
menjadi organisasi pendidikan yang lebih modern dan teratur.

11. Persatuan Tarbiyah Indonesia (PERTI)

Sejumlah ulama terkemuka di Minangkabau pimpinan Syaikh Sulaiman ar- Rasuli mendirikan
PERTI pada 20 Mei 1930 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Bidang usaha PERTI adalah pendidikan dan
dakwah Islam. Kendati demikian, PERTI juga pernah terjun ke dunia politik sebagai partai politik. Masih
ada beberapa organisasi lainnya pada masa kemerdekaan yaitu sejarah perhimpunan Indonesia, sejarah
Indische Partij dan sejarah PNI (partai nasional Indonesia).

12. Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)

ICMI adalah organisasi yang menaungi para cendekiawan muslim Indonesia, didirikan oleh para
ilmuwan muslim atas dukungan birokrasi pada 1990. Pencetusnya adalah Menristek BJ. Habibie. ICMI
bergerak dalam bidang dakwah Islam lewat jalur struktural dan birokrasi negara. Tokoh ICMI yang
terkenal antara lain Prof. Dr. Amien Rais, Prof. KH. Ali Yafie, dan banyak lagi.
TOKOH-TOKOH ISLAM DI INDONESIA

1. KH Ahmad Dahlan
”Sejak umur 15 tahun, saat saya berdiam di rumah Tjokroaminoto,” cerita Bung Karno, “saya telah
terpukau dengan KH Ahmad Dahlan.” Bung Karno bahkan menjadi anggota Muhammadiyah dan pernah
menyatakan keinginan “dikubur dengan membawa nama Muhammadiyah atas kain kafan.”

Muhammadiyah, salah organisasi Islam terpenting di Indonesia, didirikan Ahmad Dahlan pada 18
November 1912. Tujuannya, “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk bumiputera” dan “memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya”. Organisasi ini
bergerak di bidang kemasyarakatan, kesehatan, dan pendidikan ketimbang politik. Dari ruang gerak
terbatas di Kauman, Yogyakarta, organisasi ini kemudian meluas ke daerah lain, termasuk luar Jawa.

Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 1 Agustus 1868 dengan menyandang nama kecil Muhammad
Darwis. Ayahnya, KH Abubakar, seorang khatib masjid besar di Kesultanan Yogyakarta, sedangkan
ibunya, Siti Aminah, putri seorang penghulu. Praktis, sejak kecil, dia mendapat didikan lingkungan
pesantren serta menyerap pengetahuan agama dan bahasa Arab.

Ketika menetap di Mekah, di usia 15 tahun, dia mulai berinteraksi dan tersentuh dengan pemikiran para
pembaharu Islam. Sejak itu, dia merasa perlunya gerakan pembaharuan Islam di kampung halamannya,
yang masih berbaur dengan sinkretisme dan formalisme.

Mula-mula dengan mengubah arah kiblat yang sebenarnya, kemudian mengajak memperbaiki jalan dan
parit di Kauman. Robert W Hefner, Indonesianis asal Amerika Serikat, menyebut Dahlan merupakan
sosok pembaharu Islam yang luar biasa di Indonesia, bahkan pengaruhnya melampaui batas puncak
pemikiran Muhammad Abduh dari Mesir.

KH Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta pada 23 Februari 1923 dan dimakamkan di Karang Kuncen,
Yogyakarta.

2. Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy'ari


Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy’ari, bagian belakangnya juga sering dieja Asy’ari atau Ashari, lahir
10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H) dan wafat pada 25 Juli 1947; dimakamkan di Tebu Ireng,
Jombang, adalah pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.
Riwayat Keluarga KH Hasyim Asy’ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai
Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah.
Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah
putra ketiga dari 11 bersaudara.
Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang,
sebelah utara Jombang. Sedangkan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang
berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam
secara kokoh kepada Hasyim.
Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman
sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya
mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua
orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi
santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan, Widang,
Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya,
ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.

KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin
Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai
pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren
Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.

Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai
Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai
Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima
tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat
kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri.
Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya’qub. Tidak lama
setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh
bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal.

Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan
berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, Syaikh Ahmad Amin Al
Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid
Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi. Tahun l899 pulang ke
Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia
mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan juga
seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya
Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi
Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai
Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.

Beliau juga di juluki sebagai Hadratussyaikh Indonesia. Keilmuan nan dimilikinya amat mumpuni,
termasuk juga segi pandangnya berkenaan KeIndonesiaan nan modernis. Jiwa & semangat nan dipunyai
dirinya juga sudah membukakan bangsa Indonesia pada gerbang kemerdekaan, lebih-lebih jikalau bukan
resolusi Jihad nan ia teken, untuk mempertahankan Indonesia dari kehadiran agresor penjajah Belanda.
Hadratussyaikh pun adalah tokoh primer dibalik kelahiran Komite Hijaz, komitenya para ulama utk
menyelamatkan ummat Islam dari sedang bingung & kebimbangan, diwaktu kekhalifahan Turki lepas
kuasa atas Makkah Mukaromah. Terhadap hasilnya komite Hijaz ini jadi gerakannya para ulama
Ahlussunah wal Jamaah di Indonesia, nan disebut sbg Nadhlatul Ulama. Organisasi ini, adalah organisasi
muslim paling besar SeIndonesia, bahkan global dgn anggota lebih dari 80 juta orang. Mewakili kaum
tradisionalis muslim Indonesia. NU meruakan perpanjangan histori Wali Sanga nan mengabarkan
Islampenuh bersama bahasa ahsan.
3. KH. Abdurrahman Wahid
Menyatakan nama-nama tokoh Islam, dapat senantiasa hampa tidak dengan menyebutkan nama KH.
Abdurrahman Wahid. Gusdur panggilannnya, merupakan cucu dari Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari,
pernah serta dua musim memipin NU, & adalah tokoh Islam satu satunya bergelar Kyai nan sempat
menduduki posisi puncak di RI yang merupakan Presiden Indonesia keempat menukar B.J Habibie.
Kepemimpinannya mewakili muslim moderat & muslim nan amat sangat demokratis.

Terbukti dgn gebrakannya, melepas seluruh sekat belenggu kecurigaan antar sesama bangsa Indonesia,
dimulai dari divestasi tapol napol Komunisme, pemulihan hak hak minoritas, termasuk juga serta
mengakui etnis China yang merupakan bidang dari Republik Indonesia. Faktor ini menjadikan Gusdur
sbg tokoh Islam satu satunya di global nan sebanding bersama tokoh pembesar agama lain di millenium
ini. Gusdur juga jadi paras dari Muslim Subtantif. Merupakan mereka nan tidak mempermasalahkan
formalisme dalam beragama.

Baginya, ungkapan formal dalam salam serta mampu di lokalisasi, berdasarkan situasi Maqoshid wal
Makan, nan bermakan subtansi area. Aspek ini pernah memicu kontroversi terutama kontradiksi dari
mereka nan bahagia bersama formalitas Agama. Di kecam tetapi dikasihi, merupakan pertanda seseorang
tokoh hebat, tokoh ummat, & pejuang Islam nan mengabarkan kepada dunia, bahwa Islam yaitu agama
damai.

4. Ahmad Surkati
Dalam Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, terjadi perdebatan antara Ahmad Surkati dari Al-Irsyad
dan Semaun dari Sarekat Islam Merah. Temanya mentereng: “Dengan apa Indonesia ini bisa merdeka.
Dengan Islamismekah atau Komunisme?” Perdebatan berlangsung alot. Masing-masing kukuh pada
pendapatnya. Toh, ini tak mengurangi penghargaan di antara mereka. “Saya suka sekali orang ini, karena
keyakinannya yang kokoh dan jujur bahwa hanya dengan komunismelah tanah airnya dapat
dimerdekakan,” ujar Surkari.

Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu, daerah Dunggulah, Sudan, pada 1875. Sempat mengenyam
pendidikan di Al-Azhar (Mesir) dan Mekah, Surkati kemudian datang ke Jawa pada Maret 1911. Ini
bermula dari permintaan Jami’at Khair, organisasi yang didirikan warga keturunan Arab di Jakarta, untuk
mengajar. Karena ketidakcocokkan, dia keluar serta mendirikan madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah di
Jakarta pada 6 September 1914. Tanggal pendirian madrasah itu kemudian menjadi tanggal berdirinya
Perhimpunan Al-Irsyad. Tujuan organisasi ini, selain memurnikan Islam, juga bergerak dalam bidang
pendidikan dan kemasyarakatan.

Sejarawan Belanda G.F. Pijper dalam Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950
memandang hanya Al-Irsyad yang benar-benar gerakan pembaharuan yang punya kesamaan dengan
gerakan reformis di Mesir sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan Rashid Ridha. Dengan
demikian, Surkati juga seorang pembaharu Islam di Indonesia. Sukarno bahkan menyebut Surkati ikut
mempercepat lahirnya kemerdekaan Indonesia.
Ahmad Surkati wafat pada 6 September 1943. Sejak itu, perkembangan Al-Irsyad tersendat, sekalipun
tetap eksis hingga kini.
5. Prof. Dr. Nurcholish Madjid
Nama-nama tokoh Islam dari sisi kecendikiawanan. Yakni Nurcholish Madjid, tokoh Islam nan
membawakan gagasan Islam rasional, Islam berdasarkan prinsip pemikiran nonetif. Bisa Jadi inilah
version pembacaan sekulerisasi Islam version Indonesia. Rencana Islam sekulernya pasti saja mendapat
tantangan hebat dari rata rata ummat Islam nan tetap berada disimpang jalan transformasi. Apa nan
dilakukan oleh Nurcholish Madjid, terhadap hasilnya coba menuturkan keadaan muslim sendiri di tengah
negeri, sbg WNI, nan mesti lebih merah putih, dibanding lebih hijau. Slogannya Islam Yes Partai Islam
No, menuturkan faktor itu.

Pemikirannya nan kepada hasilnya condong terhadap Liberalisme, digambarkan sbg terlampaui jauh atau
keliwat lari ke depan dari pakem situasi keilmuan Indonesia. Sbg tokoh nan mewakili Cendikiawan Islam,
gebrakan Nurcholish Madjid tidak main-main bermain, karena berhasil merangkul mereka nan abangan,
utamanya para intelektual, untuk tekun menuntut ilmu Agama Islam. Buah karyanya, peninggalannya,
yaitu Kampus Paramadina. Salah satu universitas nan giat jalankan kajian pada KeIslaman dari segi
pandang mutakhir.

6.  KH. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA, atau dikenal dengan Din Syamsuddin
(lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958; umur 58 tahun), adalah seorang tokoh
Muhammadiyah. Menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010
dan 2010-2015, jabatannya ini lalu digantikan oleh Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si. Istrinya bernama Fira
Beranata, dan memiliki 3 orang anak. Ia diamanati untuk menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
Pusat, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat
menggantikan Dr (HC). KH. Sahal Mahfudz yang meninggal dunia pada Jumat 24 Januari 2014.

7. Hamka, Ulama internasional, Ketua MUI, sastrawan


Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, pemilik nama pena Hamka  adalah seorang ulama dan
sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam
politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah sampai akhir hayatnya. Universitas al-Azhar dan
Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas
Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas
Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia. Dibayangi nama
besar ayahnya Abdul Karim Amrullah, Hamka sering melakukan perjalanan jauh sendirian. Ia
meninggalkan pendidikannya di Thawalib, menempuh perjalanan ke Jawa dalam usia 16 tahun. Setelah
setahun melewatkan perantauannya, Hamka kembali ke Padang Panjang membesarkan Muhammadiyah.
Pengalamannya ditolak sebagai guru di sekolah milik Muhammadiyah karena tak memiliki diploma dan
kritik atas kemampuannya berbahasa Arab melecut keinginan Hamka pergi ke Mekkah. Dengan bahasa
Arab yang dipelajarinya, Hamka mendalami sejarah Islam dan sastra secara otodidak. Kembali ke Tanah
Air, Hamka merintis karier sebagai wartawan sambil bekerja sebagai guru agama sementara waktu di
Medan. Dalam pertemuan memenuhi kerinduan ayahnya, Hamka mengukuhkan tekadnya untuk
meneruskan cita-cita ayahnya dan dirinya sebagai ulama dan sastrawan. Kembali ke Medan pada 1936
setelah pernikahannya, ia menerbitkan majalah Pedoman Masyarakat. Lewat karyanya Di Bawah
Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, nama Hamka melambung sebagai
sastrawan. Selama revolusi fisik, Hamka bergerilya bersama Barisan Pengawal Nagari dan Kota (BPNK)
menyusuri hutan pengunungan di Sumatera Barat untuk menggalang persatuan menentang kembalinya
Belanda. Pada 1950, Hamka membawa keluarga kecilnya ke Jakarta. Meski mendapat pekerjaan di
Departemen Agama, Hamka mengundurkan diri karena terjun di jalur politik. Dalam pemilihan umum
1955, Hamka dicalonkan Masyumi sebagai wakil Muhammadiyah dan terpilih duduk di Konstituante. Ia
terlibat dalam perumusan kembali dasar negara. Sikap politik Maysumi menentang komunisme dan
gagasan Demokrasi Terpimpin memengaruhi hubungannya dengan Sukarno. Usai Masyumi dibubarkan
sesuai Dekret Presiden 5 Juli 1959, Hamka menerbitkan malalah Panji Masyarakat yang berumur pendek,
dibredel oleh Sukarno setelah menurunkan tulisan Hatta—yang telah mengundurkan diri sebagai wakil
presiden—berjudul “Demokrasi Kita”. Seiring meluasnya pengaruh komunis, Hamka dan karya-karyanya
diserang oleh organisasi kebudayaan Lekra. Tuduhan melakukan gerakan subversif membuat Hamka
diciduk dari rumahnya ke tahanan Sukabumi pada 1964. Ia merampungkan Tafsir Al-Azhar dalam
keadaan sakit sebagai tahanan. Seiring peralihan kekuasaan ke Suharto, Hamka dibebaskan pada Januari
1966. Ia mendapat ruang pemerintah, mengisi jadwal tetap ceramah di RRI dan TVRI. Ia mencurahkan
waktunya membangun kegiatan dakwah di Masjid Al-Azhar. Ketika pemerintah menjajaki pembentukan
MUI pada 1975, peserta musyawarah memilih dirinya secara aklamasi sebagai ketua. Namun, Hamka
memilih meletakkan jabatannya pada 19 Mei 1981, menanggapi tekanan Menteri Agama untuk menarik
fatwa haram MUI atas perayaan Natal bersama bagi umat Muslim. Ia meninggal pada 24 Juli 1981 dan
jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.

8. Dr. Meter. Natsir


Pak Natsir, begitulah dia disapa, di antara nama-nama tokoh Islam dalam sektor politik. Adalah tokoh
Islam politik terkemuka terhadap dikala kemerdekaan. Dirinya sempat menjabat sbg menteri keungan
Republik Indonesia, & bahkan Pertama Menteri Republik Indonesia. Pandangan politikna mewakili
pandangan politik Pan Islamisme nan terhadap waktu itu tengah mendunia. Ia yakni putra daerah nan
berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Sejak mungil, dirinya teramat dekat bersama lingkungan
keagamaan. Dia sekolah di sekolah agama Islam nan dipimpin oleh para pengikut Haji Rasul. Dia
menyelesaikan pendidikannya di AMS Bandung kepada 1930.
Setelah Itu, dirinya berguru pada Ahmad Hassan, nan yaitu tokoh organisasi Islam Persis. Meter. Natsir
tidak sedikit berteman bersama para aktivis konvoi nasional seperti Sutan Syahrir. Interaksi ini
membawanya kepada pemikiran fundamental tentang hakikat berislam & bernegara. Ia meyakini bahwa
agama & negeri tidak mampu dipisahkan dalam menegakkan agama Allah.

9. DR. KH. Ma'ruf Amin


DR. KH. Ma'ruf Amin adalah seorang ulama besar, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
juga Rais 'Aam PBNU. Selain sebagai Ulama besar, ia sekaligus politisi di Indonesia yang sangat
berpengaruh. Beliau mengemban jabatan anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 2007 hingga 2010.
Dr. KH. Ma`ruf Amin lahir pada 11 Maret 1943 di Desa Kresek, Kecamatan Kresek, Kabupaten
Tangerang. Ayahnya bernama KH. Mohamad Amin, ulama besar di wilayah Barat Tangerang yang
muridnya tersebar dipenjuru Banten.
Pendidikan di masa kecilnya, Ma`ruf jalani di Desa Kresek, Tangerang. Pagi Sekolah di SD, sorenya
mengaji ke Madrasah Ibtidaiah (MI). Semasa pendidikan dasar, Ma`ruf juga sempat mondok selama enam
bulan di Pesantren Citangkil, Silegon, Banten. Pesantren yang didirikan oleh KH. Syam`un Alwiah
(1894-1949) menjadi Pesantren generasi pertama yang alumnusnya banyak melanjutkan pendidikan ke
Al-Azhar, Mesir. Salah-satunya adalah Prof. Dr. KH. Wahab Afif mantan Ketua MUI Banten 2001-2011
sekaligus mantan Dekan Fakultas Syariah IAIN Banten 1979-1985.

Saat berusia 12 tahun (1955), selepas pendidikan dasar dari Pesantren Citangkil, Ma`ruf merantau ke
Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Kecenderungan anak muda di kampung Ma`ruf
memang melanjutkan belajar ke Pesantren di Jawa Timur. Sebagian besar ke Tebu Ireng, sebagiannya
lagi ke Pondok Modern Daarussalam, Gontor.

Kiyai amin (sang ayah) melarang putranya nyantri ke Gontor, kiyai amin lebih cocok dengan pesantren
salafiah semacam Tebu Ireng. Alasan utamanya adalah bahwa KH. Hasim As`ari (salah satu pendidri
NU) adalah murid Syiekh Nawawi Al-Bantani, ulama terkemuka asal Banten, yang menghabiskan banyak
waktu mengajar di Makkah.

KH. Ma`ruf Amin masih memiliki kaitan kekerabatan dengan Syeikh Nawawi Al-Bantani. Bukan
keturunan langsung, saudara Syeikh Nawawi punya keturunan yang bersilsilah sampai kepada KH.
Ma`ruf Amin. Kelak pada tahun 2001, KH. Ma`ruf Amin mendirikan Pesantren untuk melanjutkan
perjuangan Syeikh Nawawi Al-Bantani. Namanya Pesantren An-Nawawi, berlokasi di Desa Tanara,
Tirtayasa, Serang, Banten.

Di Tebu Ireng, Ma`ruf kecil memulai pendidikan dari jenjang dasar, Madrasah Ibtidaiyah, pada kelas
akhir, salah satu kesan pertama saat mondok adalah ketika Ma`ruf yang bertubuh kecil harus memanggul
Kitab Iqna` yang tebal.

Ma`ruf kecil mulai nyantri di Jombang tepat pada tahun politik, menjelang Pemilu pertama, 29 September
1955. Meski jombang menjadi sentra para tokoh politik pendiri NU, Maruf merasa tidak mendapat
indoktrinasi poilitik tertentu. Saat itu, Tebu Ireng dibawah pengasuh KH. Abdul Kholiq Hasyim (1916-
1965), putra keenam KH. Hasyim As`ari. Kiyai Kholik melarang aktivitas politik di Pesantren. Pondok
hanya untuk ibadah dan mengaji.

Sepulang Dari Tebu Ireng, Ma`ruf Amin pernah masuk SMA Muhamadiyyah di Jakarta. Ia ingin belajar
pengetahuan umum. Tapi akhirnya tidak diselesaikan. Ia kemudian mondok lagi ke beberapa pesantren di
Banten. Dalam waktu singkat-singkat. Antara lain, Pesantren Caringin, Labuan, Pesantren Petir, Serang,
dan Pesantren Pelamunan, Serang.

10. Tuanku Imam Bonjol


Lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat 1772 – wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak,
Pineleng, Minahasa, 6 November 1864, adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang
berperang melawan Belanda, peperangan itu dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1837.
Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor
087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.
Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Tuanku Imam Bonjol memperoleh beberapa gelar,
antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam
sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin)
bagi kaum Padri di Bonjol. Ia sendiri akhirnya lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Tuanku Imam
Bonjol.

11. Abdullah Gymnastiar
Yan Gymnastiar atau lebih dikenal sebagai Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym adalah seorang
pendakwah, penyanyi, penulis buku, pengusaha dan pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhiid di Jalan
Gegerkalong Girang, Bandung. Aa Gym menjadi populer karena mengenalkan cara berdakwah yang unik
dengan gaya teatrikal dengan pesan-pesan dakwah Islami yang praktis dan umum diterapkan pada
kehidupan sehari-hari. Pesan-pesan dakwahnya berkisar pada pengendalian diri, hati nurani, toleransi dan
keteguhan iman.

Aa Gym digemari oleh ibu-ibu rumah tangga karena ia membangun citra sebagai sosok pemuka agama
yang berbeda dengan ulama lainnya. Ketika para ulama konvensional berdakwah tentang keutamaan salat,
puasa, dan kemegahan surga, Aa Gym memilih untuk bercerita tentang pentingnya hati yang tulus,
keluarga yang sakinah dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang ringan dan menyenangkan. Topik
pembahasannya seputar keluarga dan pemirsanya terkonsentrasi pada ibu-ibu rumah tangga, citranya pun
didaulat menjadi ustadz keluarga bahagia.
ORGANISASI-ORGANISASI ISLAM
dan
TOKOH-TOKOH ISLAM
DI INDONESIA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
KELOMPOK II :
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Ketua : Besse Ananda Sarah Paradiba
Sekretaris : Indra Ananda Saputri
Anggota : Sakinah Islamiati Abadi
Andi Besse Baruga Wecudai
Andi Muh. Agil
Muhammad Yusran Mubarak

UPT SMA NEGERI 7 WAJO


TAHUN PELAJARAN 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai