PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan umat Islam di Indonesia tidak lepas dari peran tokoh dan berbagai organisasi
keislaman yang secara aktif melakukan kegiatan amal usaha yang meliputi bidang agama,
pendidikan, kemasyarakatan, dan lain sebagainya. Munculnya tokoh dan berbagai organisasi
Islam merupakan pendorong bagi proses transformasi sosial dan budaya yang signifikan
dalam sejarah bangsa Indonesia. Kolonialisme dan kehidupan masyarakat dalam masa
tradisional feodal ditengarai sebagai faktor pendorong yang dominan bagi lahirnya berbagai
organisasi keagamaan yang pada umumnya ingin menggunakan organisasi tersebut sebagai
wadah gerakan sosial keagamaan.
Masyarakat kolonial yang eksploitatif dan penguasa feodal yang opresif dianggap
sebagai biang keladi bagi kemiskinan dan keterbelakangan yang melilit kehidupan
masyarakat pada umumnya. Kemiskinan dan keterbelakangan menimbulkan berbagai
penyakit masyarakat seperti bid’ah, takhayul, khurafat, serta perilaku yang bertentangan
dengan agama Islam. Masalah masyarakat yang kompleks itu menjadi setting bagi munculnya
berbagai gerakan sosial keagamaan di berbagai tempat di Indonesia. Dalam tulisan ini,
diketengahkan kondisi bagi lahirnya beberapa gerakan sosial Islam, kegiatan amal usaha yang
dilakukan, serta peran kaum modernis dalam transformasi sosial yang terjadi di negeri ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyebaran gerakan Islam di Indonesia?
2. Siapa saja tokoh-tokoh pembaharuan Islam di Indonesia?
3. Bagaimana proses penyebaran gerakan pembaharuan Islam di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh gerakan pembaharuan Islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2. Ahmad Surkati
Dalam Muktamar Islam I di Cirebon pada 1922, terjadi perdebatan antara Ahmad
Surkati dari Al-Irsyad dan Semaun dari Sarekat Islam Merah. Temanya mentereng: “Dengan
apa Indonesia ini bisa merdeka. Dengan Islamis mekah atau komunisme?” Perdebatan
berlangsung alot. Masing-masing kukuh pada pendapatnya. Toh, ini tak mengurangi
penghargaan di antara mereka. “Saya suka sekali orang ini, karena keyakinannya yang kokoh
dan jujur bahwa hanya dengan komunismelah tanah airnya dapat dimerdekakan,” ujar
Surkari.
Ahmad Surkati dilahirkan di pulau Arqu, daerah Dunggulah, Sudan, pada 1875.
Sempat mengenyam pendidikan di Al-Azhar (Mesir) dan Mekah, Surkati kemudian datang ke
Jawa pada Maret 1911. Ini bermula dari permintaan Jami’at Khair, organisasi yang didirikan
warga keturunan Arab di Jakarta, untuk mengajar. Karena ketidakcocokkan, dia keluar serta
mendirikan madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah di Jakarta pada 6 September 1914. Tanggal
pendirian madrasah itu kemudian menjadi tanggal berdirinya Perhimpunan Al-Irsyad. Tujuan
organisasi ini, selain memurnikan Islam, juga bergerak dalam bidang pendidikan dan
kemasyarakatan.
Sejarawan Belanda G.F. Pijper dalam Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di
Indonesia 1900-1950 memandang hanya Al-Irsyad yang benar-benar gerakan pembaharuan
yang punya kesamaan dengan gerakan reformis di Mesir sebagaimana dilakukan Muhammad
Abduh dan Rashid Ridha. Dengan demikian, Surkati juga seorang pembaharu Islam di
Indonesia. Sukarno bahkan menyebut Surkati ikut mempercepat lahirnya kemerdekaan
Indonesia. Ahmad Surkati wafat pada 6 September 1943. Sejak itu, perkembangan Al-Irsyad
tersendat, sekalipun tetap eksis hingga kini.
3. Ahmad Hasan
Sekalipun kerap berpolemik, Bung Karno pernah berpolemik dan melakukan surat-
menyurat dengan Ahmad Hassan, sebagaimana tersurat dalam surat-surat dari Endeh dalam
buku di Bawah Bendera Revolusi. Tak heran jika Bung Karno begitu menghargai pemikiran
Islam Hassan. Nama kecilnya Hassan bin Ahmad, lahir di Singapura pada 1887 dari keluarga
campuran, Indonesia dan India. Semasa remaja dia melakoni beragam pekerjaan; dari buruh
hingga penulis, di Singapura maupun Indonesia. Hassan pernah tinggal di rumah Haji
Muhammad Junus, salah seorang pendiri Persatuan Islam (Persis), di Bandung.
Ketika pabrik tekstilnya tutup, dia mengabdikan diri di bidang agama dalam
lingkungan Persis, dan segera popular di kalangan kaum muda progresif. Di Bandung pula
Hassan bertemu dengan Mohammad Natsir, kelak jadi tokoh penting Persis, yang kemudian
bersama-sama menerbitkan majalah Pembela Islam dan Al-Lisan. Dia juga mendirikan
pesantren Persis, di samping pesantren putri, untuk membentuk kader, yang kemudian
dipindahkan ke Bangil, Jawa Timur.
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gerakan Islam merupakan satu fenomena
yang mencerminkan jiwa zamannya. Lingkungan kultural dan sosial mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu dan membangun jaringan, merumuskan masalah, mencari jalan keluar,
dan melakukan tindakan reformasi sosial dan kultural. Faktor eksternal yang merupakan
faktor penentu bagi munculnya proses transformasi dapat berlangsung secara lebih cepat
daripada faktor internal. Peran media massa sangat menunjang
keberhasilan sosialisasi gagasan baru baik dalam skala nasional maupun internasional.
Gerakan reformasi Islam telah berhasil menunjukkan keberhasilannya secara fisik.
Lembaga pendidikan, fasilitas pelayanan sosial, seperti rumah sakit, gedung perkantoran, dan
sarana-prasarana fisik lainnya, sudah berhasil diwujudkan. Efektivitas dari gerakan reformasi
yang sudah berlangsung hampir satu abad masih memendam pertanyaan besar yaitu seberapa
jauh gerakan ini berhasil menjawab tantangan jaman. Negara Indonesia yang mengalami
krisis kepemimpinan saat ini belum mampu menghadirkan tokoh yang bisa memberikan
keteladanan.
B. Saran
Sekian Makalah dari kami, bahwasanya kami meyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, mak dari Itu kami mohon kritik dan saran yang membangun dari
Bapak/Ibu Guru agar kami dapt menyusun makalah lebihbaik lagi untuk kedepannya.