Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Irsyad, yang didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati, memegang peranan
penting dalam upaya meningkatkan pendidikan Islam di Indonesia sebagai tanggapan
terhadap berbagai tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada akhir
abad ke-19. Pada periode tersebut, Indonesia mengalami kemunduran signifikan
karena dieksploitasi secara politik oleh pemerintahan kolonial Belanda. Organisasi ini
bertujuan untuk membantu mengatasi dampak negatif dari eksploitasi tersebut dengan
mempromosikan pendidikan Islam dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.
Kemunculan al-Irsyad terkait dengan gerakan Islam modern di Indonesia,
Natalie mengatakan, kedatangan al-irsyad merupakan bagian kisah dari kebangkitan
Hadrami (Nahdah al-Hadramiyyah). Hadrami menandakan perubahan menuju dunia
modern dengan perubahan ide dan institusi. Namun, berdirinya al-Irsyad melibatkan
sejumlah peristiwa, termasuk perpecahan di Jamiat Khair akibat sikap keras para
sayyid terhadap fatwa Ahmad Surkati tentang kesetaraan dalam Islam.1
Seorang ulama terkemuka dari Mekkah yang bernama al-’Allamah Syeikh
Ahmad Surkati Al-Anshori, yang berasal dari Sudan, berperan sebagai tokoh sentral
dalam pendirian al-Irsyad di Indonesia. Kedatangan Syekh Surkati ke Indonesia pada
awalnya adalah atas permintaan Jami’at Khair, sebuah perkumpulan yang sebagian
besar anggotanya adalah keturunan Arab golongan sayyid yang tinggal di Indonesia.
Perkembangan Al-Irsyad tidak begitu pesat jika dibandingkan dengan
organisasi lain yang muncul belakangan, seperti Muhammadiyah dan NU. Ini
disebabkan oleh dominasi pengurus dan pendukung organisasi ini yang berasal dari
keturunan Timur Tengah. Jarak antara komunitas keturunan Arab dan penduduk
pribumi menghambat sosialisasi organisasi ini dan menyebabkannya sulit menjangkau
masyarakat pribumi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis Menyusun dua masalah yaitu:
1. Bagaimana latar belakang berdirinya al-irsyad?
2. Bagaimana bidang Khidmah-nya dalam menebarkan nilai-nilai ajaran islam?

1
Samsudin, Gerakan Pemikiran Tokoh Islam Progresif Indonesia (Cirebon: CV. RinMedia, 2023), hlm. 20.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Berdirinya Al-irsyad
Zaman kebangkitan nasional adalah periode di mana semangat dan persatuan
masyarakat Indonesia berkembang untuk mencapai kemerdekaan. Hal ini dipicu
oleh penindasan kolonialisme dan imperialisme Belanda yang berlangsung selama
tiga setengah abad, sehingga muncul kelompok masyarakat yang ingin perubahan.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia memasuki fase baru, di mana pendekatan yang lebih efisien dan efektif
mulai diterapkan. Penerapan politik etis oleh pihak Belanda, yang memungkinkan
pendirian organisasi bagi masyarakat Indonesia, merupakan peluang besar yang
tidak disia-siakan oleh rakyat Indonesia untuk bangkit dari kondisi sulit dan
penindasan yang mereka alami. Beberapa organisasi yang berperan dalam periode
kebangkitan nasional termasuk Jamiatul Khair, Al-Isyad, Budi Utomo, Taman
Siswa, Serikat Dagang Islam, Serikat Islam, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama,
dan lainnya.2
Pengaruh Pan-Islamisme yang didorong oleh Muhammad Abduh dan
Jamaluddin Al-Afghani dengan cepat menyebar ke berbagai sektor dan
mendorong perubahan, termasuk dalam bidang pendidikan. Menurut Muhammad
Abduh, ilmu pengetahuan modern dan Islam sejalan karena ilmu pengetahuan
modern didasarkan pada sunnatullah, sementara Islam didasarkan pada wahyu
Allah.3
Hal ini membuat masyarakat Arab Indonesia menyadari perlunya mendirikan
organisasi Islam yang mengurus pendidikan sesuai dengan pandangan Muhammad
Abduh. Mereka merasa terdorong untuk mengatasi masalah pendidikan yang ada
di Indonesia, terutama di Batavia. Kebijakan pendidikan Belanda membuka
peluang baru bagi para intelektual Muslim, terutama di Batavia, yang ingin
mendirikan lembaga pendidikan Islam. Berkat inisiatif beberapa pemimpin
masyarakat Arab yang progresif, lahir lembaga pendidikan Islam modern pertama
di Indonesia, yang dikenal sebagai Jamiat al-Khair.4

2
Husaini Husda, “Rekonstrukai Sejarah Kebangkitan Nasional”, Jurnal Adabiya, Vol. 21, No. 2 (2019), hlm. 33.
3
Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: AMZAH, 2021), hlm. 561.
4
Ibid., hlm. 562.

2
Semakin bertambahnya waktu, madrasah Jami’at al-Khair semakin maju dan
berkembang banyak orang tua yang ingin memasukkan anaknya ke Jami’at al-
Khair sehingga sekolah membutuhkan tambahan tenaga pengajar. Oleh karna itu,
Jami’at al-Khair banyak mendatangkan ulama-ulama atau guru dari timur Tengah
salah satunya adalah Ahmad Surkati dari Sudan.
Kedatangan Syaikh Ahmad Surkati ke Indonesia pada tahun 1911, dalam
memenuhi permintaan Jami’at Khair untuk menjadi pengajar. Pengabdiannya di
Madrasah Jami’at al-Khairat berlangsung lebih kurang tiga tahun (1911-1913). 5
Ahmad Surkati sangat berperan dalam usaha mengembangkan Jami’at al-Khair.
Namun perjalanan beliau harus terhanti setelah dua tahun di Jami’at al-Khair,
berawal dari fatwa beliau di Solo tentang jaiz atau sahnya pernikahan syarifah
dengan non-sayyid, dan hal ini tidak dapat di terima di kalangan Jami’at al-Khair.
Hal ini bermula dari sebuah pertanyaan oleh Umar bin Said Sungkar mengenai
disyaratkannya pernikahan kafa’ah dan diharamkan atau tidak sahnya pernikahan
antara seorang syarifah dengan non-sayyid. Maka surkati mengeluarkan fatwa
tentang sahnya pernikahan yang demikian, berdasar dalil al-Quran surat al-Hujarat
(49:13), dan juga dalam sejarah, Rasulullah pernah menikahkan Zainab binti Jahz
seorang bangsawan Quraisy dengan Zaid bin Harits seorang budak yang
dimerdekakan.6
Pada tahun 1914, tepatnya hari ahad, 6 september 1914 atau 15 syawal 1332,
atas bantuan dan dukungan Syekh Umar Manggusy dan beberapa sahabatnya,
Syekh Surkati mendirikan sebuah perkumpulan yang kemudian kita kenal sebagai
Jum’iyyah al-Ishlah wal Irsyad al-Islamiyah atau lebih di kenal sekarang ini
sebagai (organisasi) al-Irsyad.7
Umumnya, anggota al-Irsyad terdiri dari orang Indonesia keturunan Arab,
terutama yang berasal dari Hadrami atau Hadramaut. Meskipun ada yang
menyebutnya sebagai organisasi orang Arab, ini tidak sepenuhnya benar karena
menurut anggaran dasar dan peraturan rumah tangga al-Irsyad, organisasi ini
adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti yang tertera
dalam anggaran dasar al-Irsyad, adalah warga negara Republik Indonesia yang

5
Sunanto, Tokoh Pembaharuan Islam Indonesia (Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management, 2021), hlm.
178.
6
Ibid., hlm.
7
Nabiel A. Karim Hayaze, Hikayat Kapitein Arab di Nusantara (Yogyakarta: Garudhawaca,2021), hlm. 171.

3
beragama Islam dan sudah dewasa. Jadi, anggapan bahwa al-Irsyad adalah
organisasi eksklusif untuk warga keturunan Arab tidak benar.8
Tujuan organisasi ini adalah untuk memajukan Pelajaran agama islam yang
murni di kalangan bangsa Arab di Indonesia. Al-Irsyad memiliki prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Meneguhkan doktrin persatuan dan membersihkan shalat dan doa dari
kontaminasi unsur politeisme.
2. Mewujudkan kesetaraan diantara kaum muslim dan mencari dalil yang shahih
serta mengikuti jalan yang salaf untuk semua masalah yang diperdebatkan.
3. Memerangi taqlid buta, yang bertentangan al-Quran dan Hadits.
4. Menyiarkan pengetahuan alam dan budaya Arab yang sesuai dengan Islam.
5. Mencoba menciptakan pemahaman dua arah antara muslim Arab dengan
Indonesia,9

Al-Irsyad, sebagai organisasi Islam, secara bertahap tumbuh pesat, dan


pengurusnya mulai memperluas jangkauannya dengan mendirikan cabang-cabang
di berbagai wilayah di negeri ini. Cabang pertama dari al-Irsyad didirikan pada
tanggal 29 Agustus 1917 di Tegal, dan kemudian diikuti oleh pembukaan cabang-
cabang di Pekalongan, Bumiayu, Cirebon, Lawang (Surabaya) pada tanggal 21
Januari 1919, serta mencapai daerah Aceh, khususnya Louksamawe.10

B. Bidang Khidmah Al-Irsyad


1. Bidang Pendidikan
Menurut Syekh Ahmad Surkati, kebodohan harus dihilangkan, dan ia
meyakini bahwa tindakan mendidik dan mengajar merupakan tugas yang
paling mulia di mata Allah SWT. Keyakinan ini dikuatkan dengan penjelasan
Rasulullah bahwa sebaik-baik diantara manusia adalah yang melakukan
perbuatan mengajar.11
Al-Irsyad Al-Islamiyyah berkomitmen untuk menyempurnakan konsep
tauhid, ibadah, dan praktek Islam. Mereka aktif di sektor pendidikan dan
dakwah. Guna mencapai tujuan ini, Al-Irsyad telah mendirikan berbagai

8
Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam., hlm. 574.
9
Sunanto, Tokoh Pembaharuan Islam Indonesia., hlm. 15.
10
Muh. Dahlan Thalib, “Peranan Lembaga Keagamaan Al-Irsyad dalam Pendidikan di Indonesia”, Jurnal Al-
Islah, Vol. 16, No. 1 (Juni, 2018), hlm. 5.
11
Sunanto, Tokoh Pembaharuan Islam Indonesia., hlm. 18.

4
sekolah resmi dan lembaga pendidikan informal di seluruh Indonesia. Seiring
berjalannya waktu, organisasi ini juga memperluas cakupan kegiatan ke sektor
kesehatan dengan mendirikan beberapa rumah sakit. Yang terbesar saat ini
adalah RSU Al-Irsyad di Surabaya dan RS. Siti Khadijah di Pekalongan.12
Syaikh Ahmad Surkati juga sangat memperhatikan aspek kelembagaan
terbukti dengan terbentuknya organisasi al-Irsyad mendirikan sekolah-sekolah
yang dibuka untuk umum asal beragama islam dengan tidak membedakan
suku, ras dan kedudukan.
Al-Irsyad dengan sekolah (Madrasahnya) membagi lima jenjang
pendidikan yaitu:
a. Awwaliyah lama pelajaran 3 tahun.
b. Ibtidaiyyah, lama pelajaran 4 tahun.
c. Tajhiziah, lama pelajaran 2 tahun.
d. Mu’allimin, lama pelajaran 4 tahun.
Dan di tahun 1915 mendirikan takhassus berjenjang dua tahun sebagai
jenjang Pendidikan tertinggi atau setara dengan perguruan tinggi diploma.13
Ahmad Surkati menekankan kurikulum di Pendidikan formal khususnya
dengan muatan religious ditunjang dengan guru yang kompeten. Hal ini
tergambar jelas dalam tiap jenjang sebagai berikut:
a. Madrasah awwaliyah : muhadatsah, baca Bahasa arab, juga Bahasa
Indonesia, berhitung dan olahraga.
b. Madrasah ibtidaiyah : al-Quran, fikih, nahwu, Sharaf, muthala’ah dan
imla’. Sebagai tambahan diajarkan Sejarah, geografi, Bahasa Indonesia,
berhitung, menggambar dan olah raga.
c. Madrasah tajhiziyyah : fikih, tauhid, tafsir dan hadits, Bahasa Indonesia
dan Bahasa inggris.
d. Madrasah muallimin : Bahasa arab, tafsir, hadits dan ilmu hadits,
pedagogi, Bahasa inggris, dan Bahasa Indonesia.
e. Tahassus : sepenuhnya religious yaitu adab al-lughah al-arabiyah
(literatur arab), mantik (logika), balaghah (retorika), fiqh wa ushul al-fiqh,
tafsir, hadits, ilmu hadits, dan filsafat.14
12
Zainal Anshari, “Jejak Historis Al-Irsyad Al-Islamiyah dan Kiprahnya dalam Pengembangan Pendidikan
Islam”, Jurnal Akademia, Vol. 14, No. 1 (Juni, 2020), hlm. 43.
13
Sunanto, Tokoh Pembaharuan Islam Indonesia., hlm. 19.
14
Ibid., hlm. 20.

5
Metode pendekatan yang Ahmad Surkati terapkan adalah sebagai berikut:
a. Pembiasaan. Dilakukan dalam pembelajaran Bahasa arab dengan
mengajak salah satu murid untuk jalan kemudian diajarkan Bahasa arab
dari benda-benda sekitar.
b. Pendekatan psikologis dan konseling dalam melihat minat dan bakat serta
tingkat kemampuan siswa yang diajar.
c. Demokratis dalam suasana belajar mengajar dengan menggunakan metode
akliyah yaitu mengembangkan tingkat kemampuan berpikir siswa.
d. Metode diskusi juga sering diterapkan.15
2. Bidang Keagamaan dan dakwah
Dalam bidang ini, Al-Irsyad menunjukkan kegigihannya dalam
memurnikan ajaran Islam sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. Mereka menyebarkan
gagasan-gagasan pembaruan melalui tabligh, pertemuan, serta penerbitan
beberapa buku dan pamflet. Pada tahun 1923, Al-Irsyad menerbitkan Majalah
Az-Zakhirah Al-Islamiyah, yang terbit bulanan di Jakarta dalam bahasa Arab
dan bahasa Indonesia. Majalah ini mengguncang para ulama dan santri
Indonesia karena mengungkap puluhan hadits palsu dan hadits lemah yang
sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat Muslim Indonesia.16
Pertanyaan-pertanyaan dari seluruh penjuru tanah air Indonesia dalam
hal Ushul dan Furu’ agama, mempertahankan beberapa hukum ibadat dan
muamalat di Indonesia dijawab Syaikh Ahmad Surkati sebagai pimpinan
majalah tersebut bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad
SAW seperti tawassul, tarekat-tarekat, perkara kenduri, talqin mayat dan
sebagainya.17
Dalam konteks dakwah, masjid-masjid dibangun oleh anggota-anggota
Al-Irsyad untuk mendukung umat Islam dalam beribadah dan mendapatkan
pengajaran agama dari para guru dan ustadz Al-Irsyad. Al-Irsyad juga aktif
dalam aktivitas dakwah berupa tabligh dan sebelumnya terlibat dalam
penerbitan buku. Namun, mereka telah menghentikan penerbitan buku akhir-
akhir ini. Meskipun begitu, Zeyd Amar telah melakukan penyalinan sepuluh
edisi majalah Az-Zakhirah Al-Islamiyyah.18
15
Ibid., hlm. 22.
16
Muh. Dahlan Thalib, “Peranan Lembaga Keagamaan Al-Irsyad dalam Pendidikan di Indonesia”., hlm. 8.
17
Ibid., hlm. 8
18
Laila Kholidah, “Jami’at Khair & Al-Irsyad”, Jurnal Akademia, hlm. 17-18.

6
3. Bidang Sosial
Dalam ranah sosial, tindakan pembangunan rumah sakit dan
perusahaan memiliki peran yang signifikan. Rumah sakit Al-Irsyad
membedakan diri dari rumah sakit konvensional dengan fokus utama pada
perawatan pasien, tanpa meminta pasien untuk melakukan pembayaran di
loket terlebih dahulu. Prioritasnya adalah kesehatan pasien, dan ada program
khusus untuk pasien yang tidak mampu, yang memungkinkan mereka
menerima perawatan tanpa biaya di rumah sakit Al-Irsyad. Saat ini, rumah
sakit Al-Irsyad telah membuka empat cabang di Bogor, Haugelis, Pekalongan,
dan Surabaya.
Dalam lingkungan lembaga sosial, berbagai inisiatif telah dilakukan
oleh Al-Irsyad, termasuk pendirian panti asuhan untuk anak-anak yatim,
akademi perawat, dan investasi dalam pembangunan gedung-gedung
bertingkat. Pendirian panti asuhan anak yatim adalah manifestasi dari
kepedulian Al-Irsyad terhadap anak-anak Indonesia yang kehilangan orang
tua, di mana mereka diberikan asuhan oleh Al-Irsyad serta menerima
pendidikan, terutama pendidikan agama. Sementara itu, pembangunan
akademi perawat ditujukan bagi pelajar Indonesia yang ingin mengembangkan
pengetahuan di bidang keperawatan, dengan harapan bahwa mereka akan
menjadi perawat berkualitas yang bermanfaat bagi Indonesia. Selain itu, dalam
sektor pelayanan kesehatan, Al-Irsyad juga mendirikan rumah sakit di
berbagai wilayah di pulau Jawa.19

19
Ibid., hlm. 18.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Irsyad muncul sebagai respons terhadap kondisi sulit yang dialami
masyarakat Indonesia pada akhir abad ke-19 akibat eksploitasi politik oleh kolonial
Belanda. Organisasi ini didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati dengan tujuan
mempromosikan pendidikan Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terkait dengan gerakan Islam modern di Indonesia, kedatangan al-Irsyad merupakan
bagian dari kebangkitan Hadrami. Organisasi ini memiliki peran penting dalam
memajukan pendidikan Islam di Indonesia.
Al-Irsyad muncul dalam periode kebangkitan nasional Indonesia sebagai
respons terhadap penindasan kolonialisme Belanda. Organisasi ini aktif dalam bidang
pendidikan, keagamaan, dan sosial. Mereka mendirikan sekolah-sekolah, termasuk
madrasah dengan kurikulum yang berkualitas, serta terlibat dalam aktivitas dakwah
dan penerbitan buku yang memurnikan ajaran Islam. Di bidang sosial, al-Irsyad
mendirikan rumah sakit dan panti asuhan untuk membantu masyarakat yang
membutuhkan.
Al-Irsyad merupakan organisasi Islam yang memiliki kontribusi penting dalam
mengembangkan pendidikan, agama, dan pelayanan sosial di Indonesia. Organisasi
ini muncul sebagai tanggapan terhadap tantangan sosial dan politik yang dihadapi
masyarakat Indonesia pada masanya, dan hingga saat ini terus berperan dalam
memajukan nilai-nilai Islam di negeri ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Samsudin. Gerakan Pemikiran Tokoh Islam Progresif Indonesia. Cirebon: CV. RinMedia,

2023.

Husda, Husaini. “Rekonstrukai Sejarah Kebangkitan Nasional”, Jurnal Adabiya, 2019, Vol.

21, No. 2, hlm. 33.

Pulungan, Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH, 2021.

Sunanto. Tokoh Pembaharuan Islam Indonesia. Pekalongan: PT. Nasya Expanding

Management, 2021.

Hayaze, Nabiel A. Karim. Hikayat Kapitein Arab di Nusantara. Yogyakarta:

Garudhawaca,2021.

Muh. Dahlan Thalib. “Peranan Lembaga Keagamaan Al-Irsyad dalam Pendidikan di

Indonesia”, Jurnal Al-Islah, Juni 2018, Vol. 16, No. 1, hlm. 5-8.

Anshari, Zainal. “Jejak Historis Al-Irsyad Al-Islamiyah dan Kiprahnya dalam

Pengembangan Pendidikan Islam”. Jurnal Akademia, Juni 2020, Vol. 14, No. 1, hlm. 43.

Kholidah, Laila. “Jami’at Khair & Al-Irsyad”, Jurnal Akademia, hlm. 17-18.

Anda mungkin juga menyukai