Anda di halaman 1dari 15

Pemikiran Modern Dalam Islam Di Indonesia

Jami’at Al Kheir
Dosen Pengampu : Hanafi, S.Ag., M.A

Disusun Oleh :
Afidah Wahyuni 11180331000048

FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT ISLAM
2020
Abstrak : Kesadaran bangsa Indonesia tentang pentingnya pendidikan baik melalui
organisasi maupun perorangan. Berbicara tentang individu-individu yang telah banyak
berjasa dalam bidang pendidikan, begitu pun organisasi Islam yang berperan dalam bidang
pendidikan yang dimana tidak semata-mata hanya mengajarkan pelajaaran-pelajaran agama
tetapi juga memberikan pelajaran-pelajaran umum. Misi yang dilakukan tidak hanya dalam
pembenahan pendidikan di Indonesia tetapi mereka juga berperan dalam pembaharuan
pendidikan Islam yang pada masa awal-awalnya hanya berpusat disurau saja, dan hanya
mengajarkan baca tulis Al-Quran. Dan setelah adanya pembaharuan pendidikan Islam mereka
berusaha merubah itu semua dengan cara memodernkan pendidikan Islam di Indonesia.

Kata Kunci : Organisasi Islam, Jami’at Kheir, Pendidikan.

Pengantar
Organisasi Islam muncul di Indonesia ketika pemerintah Hindia-Belanda menguasai
wilayah Indonesia. Organisasi Islam pada awalnya didirikan oleh keturunan Arab yang telah
menetap di Indonesia. Keturunan Arab yang menetap di Indonesia memiliki kedudukan yang
cukup tinggi pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Oleh karena itu mereka bisa mendapat
izin untuk mendirikan organisasi Islam di Indonesia.
Masyarakat keturunan Arab yang menetap di Indonesia semakin lama semakin
berkembang. Masyarakat keturunan Arab selain bergerak di bidang ekonomi mereka mulai
mengembangkan ke bidang pemerintahan dan pendidikan. Pemerintah Hindia- Belanda yang
pada waktu itu melaksankan politik etis, membuka sekolah-sekolah bagi kalangan pribumi,
namun hanya kalangan pribumi yang anggota keluarganya bekerja sebagai pegawai
pemerintah Hindia-Belanda yang diperbolehkan. Masyarakat keturunan Arab memiliki
kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah tersebut. Namun, mereka berkeinginan selain
mendapatkan ilmu pengetahuan umum juga mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam.
Masyarakat keturunan Arab mengambil langkah untuk mendirikan sekolah-sekolah sendiri,
yaitu sekolah yang dapat mengajarkan ilmu pengetahuan umum serta ilmu pengetahuan
agama Islam.1

Sejarah Jami’at Khair

1
Laila Kholidah, dkk, Jurnal Jami’at Khair & Al-Irsyad, Universitas Indonesia.
Pada tahun 1901 masyarakat keturunan Arab memiliki ide untuk mendirikan sebuah
organisasi yang bergerak di bidang sosial. Pada tahun 1903 masyarakat keturunan Arab mulai
melakukan pendekatan terhadap pemerintah Hindia-Belanda agar organisasi yang mereka
dirikan menjadi organisasi resmi yang memiliki izin. Maka, untuk memperoleh izin dari
Pemerintah Hindia-Belanda, mereka mengirimkan surat pengajuan perizinan kepada
pemerintah Hindia-Belanda. Surat yang diajukan kepada pemerintah Hindia-Belanda ternyata
tidak ditanggapi hingga memakan waktu dua tahun.2
Masyrakat keturunan Arab pada Maret 1905 kembali mengajukan surat perizininan
pendirian organisasi kepada Pemerintah Hinda Belanda. Dalam surat tersebut dinyatakan
bahwa tujuan organisasi mereka adalah untuk memberikan bantuan bagi orang-orang Arab,
laki-laki maupun perempuan yang tinggal di Batavia dan sekitarnya bila anggota keluarga
meninggal dunia atau mengadakan pesta pernikahan.3 Surat keputusan Pemerintah Kolonial
Hindia-Belanda yang datang pada 17 Juni 1905 menyatakan bahwa organisasi yang bernama
Jami’at Khair resmi terdaftar sebagai organisasi.
Jami’at Khair didirikan oleh Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab sebagai ketua, Sayid
Muhammad bin Abdullah bin Syahab sebagai wakil ketua, Sayid Muhammad Al Fachir bin
Abdurrahman Almasyhur sebagai sekretaris, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab sebagai
bendahara, dan Said bin Ahmad Basandiet sebagai anggota. 4 Hingga saat ini, pengurus
Jami‟at Khair terus diperbarui sesuai kebutuhan. Jami’at Khair didirikan karena pada awal
abad ke-20, muncul pemikiran pembaharuan Islam yang dipelopori oleh Muhammad Abduh,
Jamaluddin Al-Afghani dan Rasyid Ridha.
Salah satu hal yang mengalami pembaharuan adalah bidang pendidikan, yakni
pendirian sekolah modern. Selanjutnya tidak adanya pelajaran agama Islam, dan kentalnya
misi Gospel pada bidang pendidikan masa pemerintahan Hindia-Belanda. Kedua hal tersebut
menunjukkan tidak adanya institusi yang cukup baik bagi pendidikan umat Islam, khususnya
masyarakat keturunan Arab. Gospel atau penyebaran agama Kristen secara terang-terangan
terjadi pada masa Pemerintah Hindia-Belanda. Penyebaran agama tersebut mengkhawatirkan
umat Islam saat itu.

Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pendidikan Jamiat Khair

2
Laila Kholidah, dkk, Jurnal Jami’at Khair & Al-Irsyad, Universitas Indonesia.
3
Pasal 3 Anggaran Dasar 15 Agustus 1903, Arsip Ag 13240 No. 18/8-24363/03 (ANRI, Jakarta).
4
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
Latar belakang berdirinya Jamiat Kheir tidak lepas dari perjalanan bangsa Indonesia
yang sejak tahun 1628 M hingga tahun 1918 Msenantiasa terjadi pemberontakan dan
perjuangan untuk mengusir penjajahan yang telah bercokol dari tahun 1602 M.
Dan ketika jiwa kebangkitan nasional mulai masuk ke dalam jiwa bangsa Indonesia,
penjajah Belanda menjadi semakin cemas. Mereka berusaha untuk memadamkan api
semangat bahkan mengasingkan mereka-mereka yang dianggap berbahaya terhadap
kelangsungan hidup penjajahan di Indonesia. Bangsa Indonesia mulai sadar bahwa
kemerdekaan akan sulit dicapai bila hanya mengandalkan perjuangan di medan laga saja.
Pejuang-pejuang dan kaum cendekiawan kemudian mulai merintis jalan untuk
berupaya merintis perjuangan di medan politik. Dengan lahirnya organisasi-organisasi sosial,
baik di bidang perekonomian maupun di bidang pendidikan, serta lahirnya partai-partai
politik di Indonesia, merupakan awal dari perjuangan di bidang politik. Salah satu
diantaranya adalah organisasi Jamiat Kheir. Jamiat kheir lahir tahun 1901 M dan segera
mendapat simpati dari umat Islam.5
Pada tahun 1901 sebagai langkah permulaan beberapa tokoh masyarakat Arab
berinisiatif mendirikan sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial pendidikan
berdasarkan Islam, yang diberi nama Jamiat Kheir. Pada mulanya organisasi ini dimaksudkan
sebagai wadah kerjasama dan perlindungan, tapi mencerminkan pula sentimen keagamaan
yang kuat dari pendiri-pendirinya, yang selalu siap memberi bantuan pada tiap organisasi
yang condong pada Islam. Karena anggota dan pemimpin organisasi ini pada umumnya
terdiri dari orang-orang yang berada, maka mereka dapat menggunakan sebagian besar
waktunya untuk perkembangan organisasi tanpa merugikan usaha mereka untuk pencaharian
nafkah. Mungkin hal ini pulalah yang menjadi salah satu penyebab utama yang menunjang
kemajuan dan perkembangan Jamiat Kheir.6
Jamiat Kheir didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905, Secara resmi dengan
pengesahan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Anggaran Dasarnya dapat
disetujui.Akan tetapi Jamiat Kheir dilarang untuk mendirikan cabang-cabang organisasi di
luar wilayah Batavia.7
Berdirinya Jamiat Kheir lebih didorong oleh pertimbangan-pertimbangan praktis
daripada oleh kesadaran-kesadaran filosofis ataupun agama. Dia merupakan pencerminan

5
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
6
Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), h. 480-481.
7
Mansur dan Mahfud Junaedi, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 65.
dari keengganan para pendirinya untuk tetap tertinggal dari kemajuan yang dicapai oleh
orang-orang Belanda, serta prestasi yang dicapai oleh orang-orang Cina yang telah berhasil
menegakkan sebuah organisasi sosial di kalangan mereka pada permulaan abad.Juga
merupakan pencerminan ketidaksenangan terhadap Belanda, yang dirasakan lebih
memperlihatkan kecenderungan untuk menganak-emaskan orang-orang Cina dibandingkan
dengan perhatian terhadap masyarakat Arab atau Muslim.
Jika diperhatikan berdirinya sekolah Jamiat Kheir ada beberapa factor yang
mendorong, menurut berkas dari Jamiat Kheir, yaitu:
a) Belum ada sekolah yang cocok untuk anak-anak kaum muslimin, sebab sejak tahun
1850 mulai diberlakukannya sekolah oleh Pemerintah Hindia Belanda hingga abad
ke-20 khusus disediakan untuk anak orang Eropa, anak orang Kristen dan anak kaum
bangsawan.
b) Pendidikan Agama Islam tidak diperkenankan diajarkan pada sekolah Pemerintah
Kolonial.
c) Semangat pembaharuan Islam di dunia yang dipelopori oleh Muhammad Abduh,
Jamaluddin Al-Afghani dan Rashid Ridha membuka cakrawala baru dalam pemikiran
orang Arab/keturunan Arab di Indonesia.
Tokoh Pendiri Jamiat Kheir
Pendiri Jamiat Kheir ini adalah :
1. Sayid Ali bin Ahmad bin Syahab, sebagai Ketua
2. Sayid Muhammad bin Abdullah bin Syahab, sebagai Wakil Ketua
3. Sayid Muhammad Al Fachir bin Abdurrahman Almasyhur, sebagai Sekretaris
4. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab, sebagai Bendahara
5. Said bin Ahmad Basandiet, sebagai Anggota.

Salah satu perwujudan cita-cita perkumpulan ini adalah mendirikan sebuah sekolah
pada tanggal 17 Oktober 1919 dengan nama sekolah Djamiat Geir School dengan akte
notaries Jan Willem Roeloffs Valk nomor 143. Susunan pengurus pertama kali :
1. Sayid Abubakar bin Ali bin Syahab
2. Sayid Abdullah bin Husein Alaydrus
3. Sayid Ali bin Abdurrahman Alhabsyi
4. Sayid Abubakar bin Muhammad Alhabsyi
5. Sayid Abubakar bin Abdullah Alatas
6. Sayid Idrus bin Ahmad bin Syahab
7. Ahmad bin Abdullah Basalamah.8

Jamiat Kheir merupakan pergerakan yang menelurkan generasi-generasi berkualitas,


maka selanjutnya akan dibahas mengenai tokoh yang banyak sekali melakukan pergerakan
dan menggelorakan perubahan terhadap penjajahan Belanda pada masa itu, tokoh-tokohnya
yaitu:

1) Habib Abubakar bin Ali


Habib Abu Bakar dilahirkan di Bandar Betawi (Jakarta) pada hari Senin tanggal 28
Rajab tahun 1287 H/ 24 Oktober 1870 M. kemudian beliau berangkat ke Hadramaut pada
akhir tahun 1297 H/ 1880 M bersama ayahnya, Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Shahubuddin
Al-Alawy. Guru beliau adalah Ahmad Muhammad Bahyan, pas sedang di Hadramaut, beliau
belajar kepada Salim Sa‟id Abdul Haq. Beliau menghafalkan kitab Matan al-Zubad.Beliau
wafat pada tanggal 25 Dzulqa‟idah tahun 1299 H/ 8 Oktober 1882 M. Orang-orang merasa
sangat berat kehilangan dia karena dia adalah seorang yang rajin dalam menuntut
ilmu.Ayahnya sangat mencintainya karena kecerdasannya dan kepatuhannya kepada
perintahnya.Mudah-mudahan Allah merahmatinya dengan rahmat yang diberikan-Nya
kepada orang-orang yang baik.9
Pada tahun 1297 H, saat berusia 10 tahun, bersama ayahnya serta saudaranya
Muhammad dan Sidah, berangkat ke Hadramaut. Di sana Abubakar menuntut ilmu dari
berbagai guru terkenal, baik di Damun, Tarim, maupun Seywun, di samping mendatangi
tempat pengajian dan pertemuan dengan sejumlah ulama terkemuka. la kembali ke Indonesia
melalui Syihir, Aden, Singapura dan tiba kembali ke Jakarta pada tanggal 3 Rajab 1321 H.
Setelah mendapat gemblengan selama tiga belas tahun di Hadramaut.
Kemudian mendirikan Jamiatul Khair bersama Abubakar bin Ali Shahab dan
sejumlah pemuda Alawiyyin. Pada tanggal 1 Mei 1926, saat usianya 50 tahun, untuk kedua
kalinya kembali berangkat ke Hadramaut disertai dua orang putranya Hamid dan Idrus.
Mereka singgah di Singapura, Malaysia, Mesir dan Mukalla sebelum tiba di Damun, 20
Dzulqaidah 1344 H. Di tempat yang disinggahinya ia selalu belajar dengan para guru dan
sejumlah habib. Di Hadramaut ia memperbaiki sejumlah masjid, diantaranya Masjid Al-Mas,

8
Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), h. 480-481
9
Sayyid bin Abu Bakar, Rihlatul Asfar Otobiografi, terj. Ali Yahya, (tanpa penerbit, 2000), h. 16
bahkan juga membangun Masjid Sakran. Habib Abubakar tidak pemah jemu berjuang untuk
kejayaan Islam dan Alawiyyin.10
Habib Ali bin Abubakar Shahab sebagai ketua Jamiat Kheir, juga ikut mendorong
organisasi ini ketika pindah dari Pekojan ke Jalan Karet (kini jalan KH Mas Mansyur, Tanah
Abang). Kegiatan organisasi ini kemudian meluas dengan mendirikan Panti Asuhan Piatu
Daarul Aitam. Di Tanah Abang, Habib Abubakar bersama-sama sejumlah Alawiyyin juga
mendirikan sekolah untuk putra (aulad) di Jalan Karet dan putri (banat) di Jalan Kebon
Melati (kini Jl. Kebon Kacang Raya), serta cabang Jamiat Kheir di Tanah Tinggi, Senen.

2) Sayid Ali bin Abdurrahman Alhabsyi11

Beliau adalah Habib Ali bin Abdur Rahman bin Abdullah bin Muhammad al-Habsyi.
Lahir di Kwitang, Jakarta pada 20 Jamadil Awwal 1286H / 20 April 1870M. Ayahanda beliau
adalah Habib Abdur Rahman al-Habsyi seorang ulama dan dai yang hidup zuhud, manakala
bunda beliau seorang wanita sholehah bernama Nyai Hajjah Salmah puteri seorang ulama
Betawi dari Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Adapun kakeknya, Habib Abdullah
bin Muhammad Al-Habsyi, dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat. Dia menikah di
Semarang.
Dalam pelayaran kembali ke Pontianak, ia wafat, karena kapalnya karam. Adapun
Habib Muhammad Al-Habsyi, kakek buyut Habib Ali Kwitang, datang dari Hadramaut lalu
bermukim di Pontianak dan mendirikan Kesultanan Hasyimiah dengan para sultan dari klan
Algadri. Habib Abdur Rahman ditakdirkan menemui Penciptanya sebelum sempat melihat
anaknya dewasa. Beliau meninggal dunia sewaktu Habib Ali masih kecil.Sebelum wafat,
Habib Abdur Rahman berwasiat agar anaknya Habib Ali dihantar ke Hadhramaut untuk
mendalami ilmunya dengan para ulama disana.Tatkala berusia lebih kurang 11 tahun,
berangkatlah Habib Ali ke Hadhramaut. Tempat pertama yang ditujunya ialah ke rubath
Habib Abdur Rahman bin Alwi al-Aydrus.
Di sana beliau menekuni belajar dengan para ulamanya, antara yang menjadi gurunya
ialah Shohibul Mawlid Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, Habib Hasan bin Ahmad al-
Aydrus, Habib Zain bin Alwi Ba’Abud, Habib Ahmad bin Hasan al-Aththas dan Syaikh
Hasan bin Awadh. Beliau juga berkesempatan ke al-Haramain dan meneguk ilmu dari ulama

10
http://benmashoor.wordpress.com/2008/08/08/perkumpulan-jamiat-kheir-1901-
%E2%80%93-1919/
11
Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Ikapi, 1992), H. 480-481
di sana, antara gurunya di sana adalah Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi (Mufti
Makkah), Sayyidi Abu Bakar al-Bakri Syatha ad-Dimyati, (pengarang I’aanathuth Thoolibiin
yang masyhur) Syaikh Muhammad Said Babsail, Syaikh Umar Hamdan dan ramai lagi.
Ia dikenal sebagai penggerak pertama Majelis Taklim di Tanah Betawi.
Majelis taklim yang digelar di Kwitang, Jakarta Pusat, merupakan perintis berdirinya
majelis taklim-majelis taklim di seluruh tanah air.Majelis taklim Habib Ali di Kwitang
merupakan majelis taklim pertama di Jakarta.Sebelumnya, boleh dibilang tidak ada orang
yang berani membuka majelis taklim.Karena selalu dibayang-bayangi dan dibatasi oleh
pemerintah kolonial, Belanda.
Setiap Minggu pagi kawasan Kwitang didatangi oleh puluhan ribu jamaah dari
berbagai pelosok, tidak hanya dari Jakarta saja namun juga dari Depok, Bogor, Sukabumi dan
lain-lain. Bagi orang Betawi, menyebut Kwitang pasti akan teringat dengan salah satu habib
kharismatik Betawi dan sering disebut-sebut sebagai perintis majelis Taklim di Jakarta, tiada
lain adalah Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah Al-Habsyi atau yang kerap disapa
dengan panggilan Habib Ali kwitang.
Menurut beberapa habib dan kiai, majelis taklim Habib Ali Kwitang akan bertahan
lebih dari satu abad. Karena ajaran Islam yang disuguhkan berlandaskan tauhid, kemurnian
iman, solidaritas sosial, dan nilai-nilai keluhuran budi atau akhlakul karimah. Habib Ali, kata
mereka, mengajarkan latihan kebersihan jiwa melalui tasawuf. Dia tidak pernah mengajarkan
kebencian, hasad, dengki, gibah, ataupun fitnah.Sebaliknya, almarhum mengembangkan
tradisi AhlulBait, yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, menghormati hak setiap
manusia tanpa membedakan status sosial.
Dua tahun setelah sang ayah wafat, Habib Ali Kwitang yang saat itu masih berusia 11
tahun, berangkat belajar ke Hadramaut. Sesuai wasiat ayahandanya yang kala itu sudah
wafat. Tempat pertama yang dituju adalah rubath Habib Abdurrahman bin Alwi Alaydrus. Di
majelis mulia itu ia juga membaca kitab kepada Habib Hsan bin Ahmad Alaydrus, Habib Zen
bin Alwi Ba’abud dan Syekh Hasan bin Awadh bin Makhdzam.
Di antara para gurunya yang lain di Hadramaut yaitu Habib Ali bin Muhammad Al-
Habsyi (penyusun Simthud Durar), Habib Ahmad bin Hasan Alatas (Huraidah), dan Habib
Ahmad bin Muhsin Al-Hadar (Bangil). Selama 4 tahun, Habib Ali Kwitang tinggal di sana,
lalu pada tahun 1303 H/1886 M ia pulang ke Betawi.
Pulang dari Hadramaut, ia belajar kepada Habib Utsman bin Yahya (mufti Batavia),
Habib Husein bin Muhsin Alatas (Kramat, Bogor), Habib Alwi bin Abdurrahman Al-
Masyhur, Habib Umar bin Idrus Alaydrus, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Aththas
(Pekalongan), Habib Ahmad bin Muhammad Al- Muhdhor (Bondowoso).
Ketika terjadi perang di Tripoli Barat (Libya), Habib Utsman menyuruh Habib Ali
Kwitang untuk berpidato di masjid Jami’ dalam rangka meminta pertolongan pada kaum
muslimin agar membantu umat Islam yang menderita di Tripoli. Padahal pada waktu itu,
Habib Ali Kwitang belum terbiasa tampil di podium. Tapi, dengan tampil di podium atas
suruhan Habib Utsman, sejak saat itu lidahnya fasih dalam memberikan nasehat dan
kemudian ia menjadi dai.12
Tokoh-tokoh pahlawan Nasional yang pernah menjadi anggota perkumpulan Jamiat
Kheir, diantaranya:
a) Raden Umar Said Tjokroaminoto.
b) R. Jayanegara, Hoofd Jaksa Betawi, anggota nomor 352.
c) R.M. Wiriadimaja, Asisten Wedana Rangkasbitung, anggota nomor 661.
d) R. Hasan Djayadiningrat, anggota nomor 273.
e) K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, anggota nomor 770.

Tujuan Pendirian Lembaga Pendidikan Jamiat Khair


Di samping bertujuan memberikan bantuan pada anggota perkumpulan dalam
masalah kematian dan pelaksanaan pernikahan (pasal 1), Anggaran Dasar tersebut memuat
tujuan untuk mendirikan sekolah-sekolah hingga pelaksanaan pengajarannya. (pasal 2). Dan
anggotanya tidak saja dari kalangan Arab, tetapi meluas kepada kebangsaan lain, asalkan ia
seorang muslim (pasal 4).
Penambahan Anggaran Dasar ini disetujui oleh pemerintah melalui keputusan
gubernur jenderal pada tanggal 24 Oktober 1906, dikarenakan Anggaran Dasar Jamiat Kheir
tidak mengandung tujuan politik serta tidak mengandung hasutan (yang dapat membahayakan
keamanan pemerintahan).13
Abdullah bin Alwi Alatas sebagai pemuka gerakan Pan-Islam turut mendukung atas
berdirinya organisasi Jamiat Kheir ini. Dikutip dari berkas resmi dari Jamiat Kheir,
dinyatakan bahwa tujuan perkumulan ini adalah bergerak di bidang social dan pendidikan.
Sifat perkumpulan ini terbuka untuk setiap muslim tanpa ada diskriminasi asal-usul,
namun mayoritas anggotanya adalah para habaib, para ulama dan cendekiawan

12
Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
13
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1996),
cet. 8, h. 68-69
muslim.
Setelah perkumpulan ini berjalan selama dua tahun, baru pada tahun 1903 para
pendirinya meminta izin resmi kepada Pemerintah Hindia Belanda. Setelah menunggu izin
memakan waktu 2 tahun baru keluar pengesahan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1905. Pada tanggal 22 Juni 1910, sesuai dengan rapat anggota bulan April 1910 diajukan
kembali perubahan Anggaran Dasar untuk ketiga kalinya. Surat permohonan diajukan oleh
Muhammad bin Abdurrahman Syahab sebagai ketua dan Muhammad bin Syech bin Syahab
sebagai sekretaris dan perubahan tersebut disetujui pada tanggal 3 Oktober 1910. Tujuan
Jamiat Kheir semakin meluas, diantaranya :
1. Mendirikan dan mengurus gedung-gedung sekolah serta bangunan lain di Batavia
untuk kepentingan umat Islam,
2. Mengupayakan sekolah-sekolah untuk memperoleh pengetahuan agama,
3. Mendirikan perpustakaan yang mengupayakan buku-buku untukmenambah
pengetahuan dan kecerdasan.14
Pada tahun 1919 M, didirikan Jamiat kheir bagian puteri (al-Banat).Dan para pengajarnya
yang termasyhur yaitu Mu‟allim Tunus15dan syekh Ahmad Surkati (yang kemudian pindah
ke al-Irsyad).16 Pentingnya Jamiat kheir terletak pada kenyataan bahwa yang memulai
organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam dan mendirikan suatu sekolah
dengan cara-cara yang sudah modern seperti: kurikulum, kelas, dan sarana prasana penunjang
lainnya. Ide-ide ini berkumandang di kota-kota lain, tetapi organisasi yang tumbuh di Jakarta
seakan membeku, pertikaian dengan organisasi al-Irsyad mencerminkan pertikaian dalam
lingkungan masyarakat Arab tentang kedudukan sayid dalam masyarakat itu dan pada
umumnya dalam masyarakat Islam di Indonesia.17
Jamiat Kheir yang pada awal berdirinya mempunyai tujuan yang bergerak di bidang sosial
pendidikan, pada kenyataannya ikut pula dalam bidang ekonomi dan politik. Kegiatan
politiknya inilah yang menyebabkan perubahan Jamiat Kheir dari perkumpulan menjadi
yayasan pendidikan. Maka ketika sudah menjadi Yayasan Pendidikan, Visi, Misi dan
Tujuannya, yaitu:18
14
Deliar Noer, Op.Cit, h. 69
15
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Mutiara Sumber
Widya, 1995), Cet.5, h. 319.
16
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), h. 55
17
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
18
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
Visi Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a) Mencerdaskan umat sejalan dengan tantangan kemajuan zaman berpegang teguh pada
landasan ajaran Islam.
b) Wawasan ke-Islaman secara utuh (kaffah) terpadu antara iman, ilmu dan amal,
terintegrasi antara IMTAQ dan IPTEK.
c) Wawasan keunggulan, ketekunan, kesungguhan dan keikhlasan dalam rangka ibadah
kepada Allah SWT.
Misi Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a) Menyiarkan agama Islam dan bahasa Arab.
b) Berkhidmat untuk umat sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasulullah
Muhammad SAW.
c) Menanamkan keyakinan yang kuat dan kebanggaan terhadap kebenaran Islam sebagai
petunjuk Allah SWT satu-satunya demi keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Tujuan Yayasan Jamiat Kheir, yaitu:
a) Mempersiapkan generasi Islam yang cinta kepada Allah SWT dan taat kepada
Rasulullah SAW, sayang kepada sesama, berakhlak mulia, percaya diri, teguh
pendirian, selalu bertitik kepada kebenaran dan keadilan, bermanfaat bagi agama,
umat dan masyarakat, menerapkan ajaran agama Islam dalam meningkatkan martabat
bangsa dan Negara.
b) Membentuk kepribadian ulama yang berwawasan luas, ahli dalam bidangnya, mampu
berbahasa Arab dan dapat member manfaat bagi masyarakat dan bangsa.
c) Menanamkan mahabbah kepada kaum mukminin, utamanya ahli bait/keluarga Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya.19
Landasan Madzhab Jami’at Khair
Jami’at Khair sejak didirikan dan untuk selamanya berlandaskan dan
mempertahankan Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah yang digariskan oleh para salaf terdahulu
sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, cinta ahli bait dan para sahabatnya. Dalam
menjalankan praktek ibadah, keluarga besar Jami’at Khair selalu berpegang pada Mazhab
Imam Syafii rahimahullah dan atau berdasarkan dalil-dalil yang lebih kuat.20

Jamiat Kheir Dalam Menghadapi Kebijakan Pendidikan Pada Masa Sekarang

19
Dokumen Resmi Yayasan Jamiat Kheir.
20
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
Peraturan pemerintah sekarang masih berhubungan dengan undang-undang yang
dibuat pemerintah pada tahun 1976, yaitu usaha untuk menyamakan mutu pendidikan umum
dan madrasah, yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama 3 Menteri, antara
Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam
Surat Keputusan Bersama tersebut, dinyatakan bahwa ijazah Madrasah disamakan dengan
ijazah sekolah umum yang sederajat.
Kemudian diikuti oleh Surat Keputusan Bersama dua Menteri, yaitu antara Menteri
Agama (No. 045/1984) dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (No.0299/U/1984),
tentang perembukan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Dalam Surat
Keputusan Bersama tersebut dinyatakan bahwa lulusan Madrasah dapat dan boleh
melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.21
Mengenai kondisi Jamiat Kheir sekarang, melalui wawancara langsung dengan
Ustadz. Syaugi Al-Gadri, beliau sebagai Ketua Harian di Yayasan Pendidikan Jamiat Kheir
sekarang menyatakn bahwa Jamiat Kheir sekarang mengikuti kurikulum Departemen Agama
dan mengenai muatan materinya dapat dikatakan hampir 100% berisi muatan materi Agama
Islam. Hal itu terlihat dari muatan materi pendidikan yang diberikan, yaitu:
a) Bahasa Arab
b) Qur’an Hadits
c) Nahwu Shorof
d) Balaghah
e) Ilmu Falaq
f) Tafsir dan ilmu tafsir
g) Hadits dan ilmu hadits
h) Qiraatul Kutub
i) Bahasa Inggris
j) Bahasa Indonesia
k) Aqidah Akhlak
l) Fiqih dan Ushul fiqih
m) Sejarah Kebudayaan Islam
n) Faraidh
o) Tahfidzul Qur’an
p) Imla

21
Kokom Ernawati, Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara pada tahun 1905
sampai Pasca Kemerdekaan, 2013,(Skripsi, UIN Jakarta).
q) Insya
r) Khat
s) Matematika
t) Olahraga
u) Kimia
v) IPA/Biologi
w) Sosiologi
x) Fisika
y) PKN
z) TIK
Sarana dan prasarana yang terdapat di Jamiat Kheir sekarang yaitu gedung milik
sendiri, Perpustakaan, Ruang Aula, Laboratorium Komputer, Laboratorium bahasa,
Laboratorium fisika, biologi dan kimia, Lapangan volley dan lapangan basket, kantin serta
koperasi.22
Program ekstrakurikuler yang diselengarakan di Jamiat Kheir antara lain, yaitu:
1) Kesenian marawis
2) Kaligrafi
3) Muhadharah 3 bahasa (Arab, Inggris, Indonesia)
4) Drumband
5) Pramuka
6) Pencak silat
7) Bola basket
8) Volley
9) Qasidah, dll

Buku Kitab/Pegangan yang digunakan di Jamiat Kheir, yaitu:


1) Najhul Lughoh100
2) Tashrif
3) Al-Aqoid Diniyyah
4) Durusul Fiqhiyah
5) Al-Muntakhobat al-Mahfudhot
6) Al-Qiroah Rosyidah
7) Al-Akhlak lil banin wal Banat
22
Dokumen Resmi dari Yayasan Jamiat Kheir.
8) Silsilah at-Ta‟lim at-Ta‟bir
9) Silsilah at-Ta‟lim an-Nahwu
10) Silsilah at-Ta‟lim ash-Sharf
11) Ta‟lim Muta‟lim
12) Al-Hushun al-Mutaalim
13) Qira‟ah Tajridiyah
14) An-Nahwul Wadhih
15) Al-Qiroah Jadidah

Kebijakan pemerintah mengenai Ujian Nasional, Jamiat Kheir mengikuti juga proses
Ujian Nasional tersebut dan menurut Ketua Harian tersebut, dinyatakan bahwa Jamiat Kheir
selalu meluluskan 100% siswanya. Dalam proses pembelajaran Jamiat Kheir dari awal berdiri
sampai sekarang tetap memisahkan kelas, bahkan gedung dan wilayah untuk siswa laki-laki
dan perempuan terpisah. Hal itu tetap dipegang secara kuat, sama seperti kitab-kitab yang
digunakan, dari awal berdiri sampai sekarang masih menggunakan kitab yang sama.

Kesimpulan

Lembaga Jamiat Kheir ini berdiri pada tanggal 17 Juli 1905 di Jakarta. Yang dimana
anggotanya ini di dominasi oleh orang-orang yang berasal dari Arab, namun dalam hal ini
tidak menutup kemungkinan juga setiap muslim menjadi anggota dalam lembaga ini tanpa
diskriminasi asal-usul. Jamiat Kheir ini merupakan lembaga pertama yang tampil dengan
pembaharuan islam yang memiliki anggaran dasar, daftar anggota yang tercatat, dan rapat-
rapatnya.
Jamiat Kheir ini pada awalnya memusatkan usahanya ini pada pendidikan, kemudian
lembaga ini memperluasnya dengan dakwah dan penerbitan surat kabar harian Utusan Hindia
di bawah pimpinan Haji Umar Said Cokroaminoto (Maret 1913). Kegiatan lembaga ini juga
meluas dngan mendirikan panti Asuhan Piatu Daarul Aitam.

Daftar Pustaka

Kholidah, Laila dkk, Jurnal Jami’at Khair & Al-Irsyad, Universitas Indonesia.
Ernawati, Kokom. Pembaharuan Lembaga Pendidikan Islam Jami’at Khair di Nusantara
pada tahun 1905 sampai Pasca Kemerdekaan, 2013, (Skripsi, UIN Jakarta).
Nasution, Harun dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Ikapi, 1992.
Mansur dan Junaedi, Mahfud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Depag
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005.
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1996.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Mutiara Sumber
Widya, 1995)
Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: Quantum
Teaching, 2005.
Enizar Muaz, Jami’at Khair sebagai salah satu Pelopor Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia, 1987, (Skripsi, UI).
Pasal 3 Anggaran Dasar 15 Agustus 1903, Arsip Ag 13240 No. 18/8-24363/03 (ANRI,
Jakarta).

Anda mungkin juga menyukai