Anda di halaman 1dari 11

PERANG PADERI

Oleh

Ghufron Akbari Wardana


11180331000004
Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam
Dosen Pengampu : Hanafi, S. Ag, M.A.
ghufronakbari.wardana18@mhs.uinjkt.ac.id

ABSTRAK

Kepulangan tiga haji dari tanah Arab, membawa sebuah kebaruan terhadap
cara beragama masyarakat Indonesia, terutama Minangkabau. Mereka adalah Haji
Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang. Kebaruan yang dibawa tiga Haji itu
terinspirasi dari gerakan Wahabi di Tanah Arab yang menjadi titik tolak
kebangkitan Islam di seluruh dunia. Kebaruan yang ditawarkan gerakan Wahabi
tersebut, relatif sesuai dengan konteks zamannya, yaitu menantang penjajahan
asing, memurnikan ajaran Islam dari kurafat dan tahayyul, serta menjauhkan dari
perbuatan-perbuatan maksiat, seperti berjudi dan sabung ayam di
Minangkabau.Sepakat dengan gerakan purifikasi itu, para tokoh Islam di berbagai
belahan dunia menirunya. Menjalarlah gerakan puritanisme Islam ini ke berbagai
wilayah. Diantaranya Libya, India dan Pakistan, termasuk ke Minangkabau.
Tersebarnya gerakan purifikasi Islam di Minangkabau, memecah kaum minang
setidaknya menjadi dua kubu. Pertama, sepakat dengan purifikasi tapi dengan cara
yang lunak. Kedua, melakukan purifikasi dengan cara yang keras layaknya
gerakan Wahabi di Arab. Makalah ini akan membedah tentang apa itu Padri,
bagaimana proses terbentuknya kaum Padri, dan apa pengaruhnya terhadap
masyarakat Minangkabau pada masa itu.

Kata Kunci : Padri, Tuanku, Purifikasi


Latar Belakang Perang Padri

Gerakan Padri adalah kelanjutan dari gerakan Tuanku Nan Tuo dan
muridnya, Jalaludin untuk memurnikan ajaran Islam yang bercampur dengan
segala macam bidah, khurafat, tahayul, kekufuran, kemunafikan, dan kefasikan
lainnya serta memulihkan ketertiban di masyarakat dengan aturan Islam. Tuanku
nan Tuo adalah Individu yang paling berpengaruh di zamannya, tidak ada
kekuasaan raja dan negara yang berada di atasnya.

Dalam menyiarkan pemurnian ajaran Islam itu tidak disenangi oleh


sebagian masyarakat terutama yang tidak bisa meninggalkan kebiasaan buruk
yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kampung gerakan Padri dibakar dan
pembesar mereka ditangkap. Peristiwa ini membawa kepada diperanginya daerah
sekitar yang tidak mau tunduk dengan ajaran Islam. satu persatu daerah itu
ditundukkan dengan membayar tanda menyerah dan tunduk. Sekitar tahun1770
sampai 1803 kaum reformis mampu menerapkan hukum Islam, sehingga negara
lebih aman daripada sebelumnya.

Sebuah semangat baru datang dari tiga Ulama yang baru kembali dari
Mekkah. Ketiga ulama tersebut bertemu dan bekerjasama dengan para pemimpin
politik dan mendirikan sebuah sistem baru menggunakan unsur-unsur reformasi
gelombang pertama. Gerakan baru ini kemudian dikenal dengan sebutan Paderi
atau Padri.

Tiga ulama itu adalah Haji Miskin dari Pandai Sikat (Luhak Agam), Haji
Abdur Rahman dari Piabang (Luhak Lima Puluh) dan Haji Muhammad Arief dari
Sumanik (Luhak Tanah Datar) yang bermukim di Mekah Saudi Arabia dan pada
tahun 1802 kembali ke Sumatera Barat. Sesampainya di Sumatera Barat, mereka
berpendapat bahwa umat Islam di Minangkabau baru memeluk Islam namanya
saja, belum benar-benar mengamalkan ajaran Islam yang sejati. Berdasarkan
penilaian semacam itu, maka mereka mencoba berdakwah di daerahnya masing-
masing.1
1
K. Subroto, “TUANKU IMAM BONJOL & GERAKAN PADRI” Jurnal Syamina Edisi XVIII :
2015. Hlm. 11
Istilah Padri

Ada yang berpendapat bahwa panggilan ini diciptakan oleh Belanda yang
merujuk kepada Padri Kristen. Jika merujukk pada bahasa Portugis “Padre” yang
berarti “bapak”, gelar yang biasa diberikan pada pendeta. Yaitu mereka yang taat
dalam menjalankan ajaran agama.2 Pada lain pihak, Christine Dobbin
mengungkapkan nama itu berasal dari man of Pedir (Pidi) sebuah pelabuhan Aceh
yang harus dilewati oleh setiap orang Sumatera yang akan berlayar menunaikan
Haji ke Makah.3

Sementara di Minangkabau sendiri, istilah padri itu tidak dikenal pada


awal abad ke-19. Yang ada hanyalah “golongan hitam” dan “golongan putih”.
Golongan putih inilah yang kemudian disebut oleh para penulis sejarah sebagai
kaum paderi. Penamaan golongan ini mengacu pada pakaian yang dipakai masing-
masing golongan.4

Perubahan besar terjadi pada masyarakat Padri atau Pribumi Melayu ini
karena adanya ulama yang pulang dari Makah yang membawa ajaran pemurnian
(tajdid-islah). Mereka menjalankan ajaran Islam secara kaffah. Dalam beberapa
kasus mereka lebih memilih mati ditembak Belanda daripada meninggalkan solat
lima waktu. Apabila waktu solat tiba, maka semua aktivitas mereka tinggalkan
termasuk kerja paksa pada masa penjajahan Belanda.

Pakaian orang Padri sopan, mereka malu berpakaian pendek, celananya


sampai ke mata kaki, bagian atas ditutup dengan kain, kepala mereka ditutup
dengan sorban putih, jenggot dibiarkan panjang. Wanita-wanita Padri memakai
niqab yang memiliki lobang untuk mata. Seluruh badan ditutup dengan kain
hitam. Orang Padri beristri seorang saja kecuali pemimpin mereka. -Ini berbeda
dengan budaya lokal yang suka poligami-. Tasbih tidakpernah dilupakan oleh

2
MD. Mansoer, Amrin Imran dkk, Sedjarah Minangkabau, Bhratara Djakarta 1970. Hlm.147
3
Crhistine Dobin (1983) Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy. London: Curzon
Press, h. 128. Dalam Bharuddin Che Pa & Afriadi Sanusi. hlm.124
4
Mansoer, Amrin Imran dkk, hlm. 147
kaum Padri begitu juga sholat. 5 Orang Padri dilarang keras menghisap ganja atau
opium, berjudi, mengadu ayam dan perbuatan dosa lainnya. Masjid-masjid baru
didirikan. Masih belum jelas apakah Padri benar-benar berfaham Wahhabi atau
hanya terinspirasi oleh mereka. Rezim baru ini cocok bagi kebutuhan banyak
orang Minangkabau karena menguntungkan perdagangan dan industri.

Sebab Ketertarikan Rakyat Kepada Kaum Padri

Pada akhir abad 18, di wilayah sekitar Kota Tua, Pusat Syattariyah di
Agam, mengalami lonjakan ekonomi. Perubahan ini disebabkan perdagangan
akasia di desa-desa pegunungan dekat Agam. Orang-orang kaya yang berhasil
dalam perdangan banyak yang menunaikan ibadah haji ke makah. Semakin lama
makin banyak yang menuaikan haji dari wilayah kecil ini. Sekembalinya dari haji
banyak dari mereka yang merasa mendapat pencerahan dari interaksi mereka
dengan umat islam lain di Makah. Perekonomian bertambah maju dengan adanya
tambahan keuntungan dari perdagangan kopi.

Sekitar tahun 1784, ada seorang syekh ternama yang menjadi pemimpin
suarau Syattariyah di Kota Tua. Dialah Tuanku Nan Tuo, seorang ulama
kharismatik yang menarik ribuan santri ke kota Tua dan Surau-suarau sekitarnya.
Beliau seorang pemimpin Tariqat Syatariyah. Tuanku Nan Tuo dan para santrinya
berbaur dengan damai bersama masyarakat sekitar yang agraris. Selain itu juga
terlibat secara aktif dalam perdagangan di daerah itu. Saat itu situasi di Agam
Selatan sangat menyulitkan perdagangan untuk berkembang dengan baik. Hal itu
terjadi karena merajalelanya para perampok yang menghadang para pedagang dan
merampas barangnya. Bahkan ada desa yang sebagian besar penduduknya
berprofesi sebagai perampok secara turun-menurun.

Pertentangan antar pedagang di pasar juga menimbulkan masalah


tersendiri. Menurut adat minangkabau mereka harus menyelesaikan sendiri
perselisihan tersebut karena mereka berasal dari desa yang berbeda sehingga

5
J. C Boelhouwer (2009) Kenang-kenangan Di Sumatera Barat Selama Tahun-tahun 1831-1834
(Ridder Van de Militaire Willems Orde Kelas IV) Terj. Sutan Sjahrial. Padang: Lembaga Kajian
Padri (1803- 1838), h 33-34. Dalam Bharuddin Che Pa & Afriadi Sanusi. hlm.124
berada di luar yuridiksi dewan penghulu desa. Dengan semakin berkembangnya
perdagangan dan bertambahnya jumlah pedagang di pasar, cara-cara dewan
penghulu desa menyelesaikan sengketa kurang memadai. Dalam kasus yang yang
serius seperti pembunuhan, penyuapan bisa membuat dewan menunda keputusan
sampai waktu yang sangat lama dalam bermusyawarah.

Tidak adanya keadilan bagi pedagang dari desa lain bisa menyebabkan
keributan antar desa dan bahkan berlanjut ke peperangan. hukum yang dipakai
untuk memutuskan perkara tidak tertulis dan ucapan adat bisa ditafsirkan
bermacam-macam. Hal ini menyebabkan terjadinya diskusi yang berlarut-larut di
balai sidang dewan penghulu adat.

Dengan kebuntuan ini Surau tampil memberikan peran di masyarakat


untuk memberikan solusi permasahan yang berlarut-larut. Surau bisa menjadi
alternatif untuk menangani kasus-kasus perdagangan yang membutuhkan
penyelesaian secara adil. Hal itu di dukung dengan ajaran Islam yang sangat
memberi perhatian pada masalah perdagangan.

Sejak tahun 1784 hukum islam menjadi salah satu bidang kajian penting di
surau-surau Thariqat daerah ini dengan semboyan “kembali ke syariat”. Di
samping tariqah Syatariyah ada Thariqat Naqsabandiyah yang lebih menonjol
dalam mempelajari hukum Islam.

Sementara Suarau Syatariyah di Kota Tuo mulai memusatkan perhatian


untuk mempelajari hukum islam, Tuanku Nan Tuo melakukan misi dakwah
khusus. Ia mengajak desa-desa di sekitarnya untuk menerima hukum Islam dalam
perdagangan dan berhubungan dagang dengan para saudagar. Tuanku Nan Tuo
berdakwak fardiyah terhadap pribadi-pribadi desa-desa sekitarnya agar
menjalankan lima rukun Islam dan hidup sebagai seorang muslim yang baik.
Untuk membantu dakwahnya Tuanku Nantuo mengirim delegasi dakwah untuk
mendakwahi desa-desa sekitarnya, terutama ke desa-desa perampok, yang dirasa
paling membutuhkan bimbingan.6
6
K. Subroto, “TUANKU IMAM BONJOL & GERAKAN PADRI” Jurnal Syamina Edisi XVIII :
2015. Hlm.11
Perpaduan Surau dan Silat

Dalam menjalankan dakwahnya seringkali tidak bisa dihindarkan dari


benturan kekuatan fisik. Hal itu sudah diantisipasi, karena salah satu yang
diajarkan di surau-surau adalah silat melayu di samping mempelajari ilmu agama.
Tuanku Nan Tuo kemudian berhasil membebaskan para tawanan yang diculik,
ditawan dan akan dijual sebagai budak oleh para perampok. Para perampok
kemudian dihukum dan desa-desanya ditaklukkan. Strategi ini berhasil dengan
baik, sehingga keamanan para pedagang dan daerah Empat Angkat meningkat.
Dampaknya perdagangan meningkat pesat dan Tuanku Nan Tuo dikenal sebagai
“pelindung para pedagang”.

Salah seorang murid terbaik Tuanku Nan Tuo bernama Jalaludin


kemudian bertekat melanjutkan usaha ini. Ia berusaha menertibkan berdagangan
di luar daerah Empat angkat dengan mendirikan sebuah surau di Kota Lawas,
sebuah desa agraris di lereng gunung Merapi. Kota lawas merupakan sebuah desa
yang mahu karena perdagangan akasia dan kopi. Jalaludin berhasil membentuk
masyarakat Islam di Kota Lawas dan mengatur berbagai aspek kehidupan
termasuk perdagangan dengan aturan hukum Islam. Masyarakat menyambut
dengan antusias karena mereka selama ini mereka telah lama merindukan
ketertiban dan keamanan yang berhasil diwujudkan Jalaludin dan murid-
muridnya.7

Gerakan Padri adalah kelanjutan dari gerakan Tuanku Nan Tuo dan
muridnya, Jalaludin untuk memurnikan ajaran Islam yang bercampur dengan
segala macam bidah, khurafat, tahayul, kekufuran, kemunafikan, dan kefasikan
lainnya serta memulihkan ketertiban di masyarakat dengan aturan Islam. Tuanku
nan Tuo adalah Individu yang paling berpengaruh di zamannya, tidak ada
kekuasaan raja dan negara yang berada di atasnya.

Dalam menyiarkan pemurnian ajaran Islam itu tidak disenangi oleh


sebagian masyarakat terutama yang tidak bisa meninggalkan kebiasaan buruk
7
Christine Dobbin. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam dan Gerakan Padri Minangkabau 1784-
1847. Komunitas Bambu Depok. 2008. Hlm. 185-198
yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kampung gerakan Padri dibakar dan
pembesar mereka ditangkap. Peristiwa ini membawa kepada diperanginya daerah
sekitar yang tidak mau tunduk dengan ajaran Islam. satu persatu daerah itu
ditundukkan dengan membayar tanda menyerah dan tunduk.24 Sekitar tahun1770
sampai 1803 kaum reformis mampu menerapkan hukum Islam, sehingga negara
lebih aman daripada sebelumnya.8

Pulangnya Tiga Haji

Sebuah semangat baru datang dari tiga Ulama yang baru kembali dari
Mekkah. Ketiga ulama tersebut bertemu dan bekerjasama dengan para pemimpin
politik dan mendirikan sebuah sistem baru menggunakan unsur-unsur reformasi
gelombang pertama. Gerakan baru ini kemudian dikenal dengan sebutan Paderi
atau Padri.

Tiga ulama itu adalah Haji Miskin dari Pandai Sikat (Luhak Agam), Haji
Abdur Rahman dari Piabang (Luhak Lima Puluh) dan Haji Muhammad Arief dari
Sumanik (Luhak Tanah Datar) yang bermukim di Mekah Saudi Arabia dan pada
tahun 1802 kembali ke Sumatera Barat. Sesampainya di Sumatera Barat, mereka
berpendapat bahwa umat Islam di Minangkabau baru memeluk Islam namanya
saja, belum benar-benar mengamalkan ajaran Islam yang sejati.9 Berdasarkan
penilaian semacam itu, maka mereka mencoba berdakwah di daerahnya masing-
masing.

Haji Muhammad Arifin di Sumanik mendapat tantangan hebat di


daerahnya sehingga terpaksa pindah ke Lintau. Haji Miskin mendapat perlawanan
hebat pula di daerahnya dan terpaksa harus pindah ke Ampat Angkat. Hanya Haji
Abdur Rahman di Piobang yang tidak banyak mendapat halangan dan tantangan.

Kepindahan Haji Miskin ke Ampat Angkat membawa angin baru, karena


di sini ia mendapatkan sahabat-sahabat perjuangan yang setia; diantaranya yaitu
Tuanku Nan Renceh di Kamang, Tuanku di Kubu Sanang; Tuanku di Ladang
8
K. Subroto, “TUANKU IMAM BONJOL & GERAKAN PADRI” Jurnal Syamina Edisi XVIII :
2015. Hlm. 12
9
Hamka, “Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao” Republika : 2017. Hlm. 36
Lawas, Tuanku di Koto di Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di Koto
Ambalau, Tuanku di Lubuk Aur. Itulah tujuh orang yang berbai’at (berjanji
sehidup semati) dengan Tuanku Haji Miskin. Jumlah para ulama yang berbai’at
ini menjadi delapan orang, yang kemudian terkenal dengan sebutan ‘Harimau Nan
Salapan’. Mereka lalu menjadikan Bukit Kamang sebagai basis gerakan.10

Kekuasaan Kaum Padri dan Pengaruhnya

Harimau Nan Salapan ini menyadari bahwa gerakan ini akan lebih berhasil
bilamana mendapat sokongan daripada ulama yang lebih tua dan lebih
berpengaruh, yaitu Tuanku Nan Tuo di Ampat Angkat. Oleh sebab itu Tuanku
Nan Renceh yang lebih berani dan lebih lincah telah berkali-kali menjumpai
Tuanku Nan Tuo untuk meminta agar ia bersedia menjadi ‘imam’ atau pemimpin
gerakaa ini. Tetapi setelah bertukar-pikiran berulang kali, Tuanku Nan Tuo
menolak tawaran itu. Sebab pendirian Harimau Nan Salapan hendak dengan
segera menjalankan syari’at Islam di setiap nagari yang telah ditaklukkannya.
Kalau perlu dengan kekuatan dan kekuasaan.

Tuanku Nan Tuo mempunyai pendapat Yang berbeda; ia berpendapat


apabila telah ada orang beriman di satu nagari walaupun baru seorang, tidaklah
boleh nagari itu diserang. Maka yang penting menurut pandangannya ialah
menanamkan pengaruh yang besar pada setiap nagari. Apabila seorang ulama di
satu nagari telah besar pengaruhnya, ulama itu dapat memasukkan pengaruhnya
kepada penghulu-penghulu, imam khatib mantri dan dubalang.

Pendapat yang berbeda dan bahkan bertolak belakang antara Tuanku Nan
Tuo dengan Harimau Nan Salapan sulit untuk dipertemukan, sehingga tidak
mungkin Tuanku Nan Tuo dapat diangkat menjadi imam atau pemimpin gerakan
ini. Untuk mengatasi masalah ini, Harimau Nan Salapan mencoba mengajak
Tuanku di Mansiangan, yaitu putera dari Tuanku Mansiangan Nan Tuo, yakni
guru dari Tuanku Nan Tuo Ampat Angkat.

10
K. Subroto, “TUANKU IMAM BONJOL & GERAKAN PADRI” Jurnal Syamina Edisi XVIII :
2015. Hlm. 12
Rupanya Tuanku yang muda di Mansiangan ini bersedia diangkat menjadi
imam atau pemimpin gerakan Harimau Nan Salapan, dengan gelar Tuanku Nan
Tuo. Karena yang diangkat menjadi imam itu adalah anak dari gurunya sendiri,
sulit bagi Tuanku Nan Tuo Ampat Angkat itu untuk menentang gerakan ini.11
Kaum Harimau Nan Salapan senantiasa memakai pakaian putih-putih sebagai
lambang kesucian dan kebersihan, dan kemudian gerakan ini terkenal dengan
nama ‘Gerakan Padri’.

Sekitar tahun 1820 M kaum Padri berkuasa di sebagian besar


Minangkabau. Mereka melakukan reorganisasi pemerintahan dengan mengankat
di setiap kampung seorang Tuanku Imam untuk urusan agama dan Tuanku khalif
atau Katib untuk keamanan, ketertiban dan keadilan.12

Kesimpulan

Kepulangan tiga haji dari tanah Arab, membawa sebuah kebaruan terhadap
cara beragama masyarakat Indonesia, terutama Minangkabau. Mereka adalah Haji
Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang. Kebaruan yang dibawa tiga Haji itu
terinspirasi dari gerakan Wahabi di Tanah Arab yang menjadi titik tolak
kebangkitan Islam di seluruh dunia.

Kebaruan yang ditawarkan gerakan Wahabi tersebut, relatif sesuai dengan


konteks zamannya, yaitu menantang penjajahan asing, memurnikan ajaran Islam
dari kurafat dan tahayyul, serta menjauhkan dari perbuatan-perbuatan maksiat,
seperti berjudi dan sabung ayam di Minangkabau.Sepakat dengan gerakan
purifikasi itu, para tokoh Islam di berbagai belahan dunia menirunya, termasuk
Minangkabau.

Tersebarnya gerakan purifikasi Islam di Minangkabau, memecah kaum


minang setidaknya menjadi dua kubu. Pertama, sepakat dengan purifikasi tapi
dengan cara yang lunak. Kedua, melakukan purifikasi dengan cara yang keras
layaknya gerakan Wahabi di Arab. Sebagai penegasan, tujuan konkrit dari

11
Hamka, “Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao” Republika : 2017. Hlm 138
12
Lange, Westkust Sumatra, vol. 1, 10-21 dalam Kappelhof. hlm.8
gerakan Padri ini adalah purifikasi masyarakat dengan pisau ajaran Islam dari
tahayul, khurafat, judi, menyabung ayam, dan atau singkatnya dari kemaksiatan.

DAFTAR PUSTAKA

Hamka, “Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao” Republika : 2017

MD. Mansoer, Amrin Imran dkk, Sedjarah Minangkabau, Bhratara


Djakarta 1970.
Crhistine Dobin (1983) Islamic Revivalism in a Changing Peasant
Economy. London: Curzon Press, h. 128. Dalam Bharuddin Che Pa & Afriadi
Sanusi.

Christine Dobbin. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam dan Gerakan


Padri Minangkabau 1784-1847. Komunitas Bambu Depok. 2008

K. Subroto, “TUANKU IMAM BONJOL & GERAKAN PADRI” Jurnal


Syamina Edisi XVIII : 2015.

J. C Boelhouwer (2009) Kenang-kenangan Di Sumatera Barat Selama


Tahun-tahun 1831-1834 (Ridder Van de Militaire Willems Orde Kelas IV) Terj.
Sutan Sjahrial. Padang: Lembaga Kajian Padri (1803- 1838), Dalam Bharuddin
Che Pa & Afriadi Sanusi.

Lange, Westkust Sumatra, vol. 1, 10-21 dalam Kappelhof. hlm

Anda mungkin juga menyukai