Anda di halaman 1dari 4

Nama : Chanifur Rohman

NIM : 14370046
Prodi : Siyasah
Sejarah politik islam indonesia
Aspek politik dari Islam berasal dari Qur'an, dan Sunnah (ucapan dan perilaku Nabi
Muhammad), sejarah Muslim, dan elemen gerakan politik baik di dalam ataupun di luar Islam.
Konsep politik tradisional dalam Islam antara lain kepemimpinan oleh penerus Nabi,
yang disebut sebagai Kalifah (Imam dalam Syiah); pentingnya mengikuti hukum Syariah;
kewajiban bagi pemimpin untuk berkonsultasi dengan dewan Syura dalam memerintah negara;
dan kewajiban menggulingkan pemimpin yang tidak adil.
Perubahan luar biasa terjadi di Dunia Islam, ketika Kekalifahan Utsmanniyah Turki
runtuh dan dibubarkan pada 1924. Selama abad ke-19 dan ke-20, tema umum dalam politik
Islam adalah perlawanan terhadap imperialisme Barat, dan penerapan hukum syariah dengan
cara apapun, baik secara demokratis maupun secara perjuangan militer. Kekalahan tentara Arab
dalam Perang Enam Hari, berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet dan komunisme
sebagai alternatif, telah meningkatkan daya tarik gerakan-gerakan Islam, seperti Islamisme,
Fundamentalisme Islam dan Demokrasi Islam, khususnya dalam konteks ketidakpuasan terhadap
kepemimpinan sekuler di Dunia Islam.
Asal mula Islam sebagai gerakan politik telah dimulai sejak zaman nabi Muhammad.
Pada 622 M, sebagai pengakuan atas klaim kenabiannya, Muhammad diundang untuk memimpin
kota Medinah. Pada saat itu dua kaum yang menguasai kota; Arab Bani Aus dan Bani Khazraj,
berselisih. Warga Medinah menganggap Muhammad sebagai orang luar yang netral, adil, dan
imparsial, diharapkan dapat mendamaikan konflik ini. Muhammad dan pengikutnya hijrah ke
Medinah, di mana Muhammad menyusun Piagam Madinah. Dokumen ini mengangkat
Muhammad sebagai pemimpin kota sekaligus mengakuinya sebagai rasul Allah. Hukum yang
diterapkan Muhammad pada saat berkuasa berdasarkan Quran dan Sunnah (perilaku yang
dicontohkan Muhammad), yang kemudian dianggap kaum Muslim sebagai Syariah atau hukum
Islam, yang kini ingin ditegakkan oleh gerakan Islam hingga kini. Muhammad mendapatkan
banyak pengikut dan membentuk tentara. Pengaruhnya kemudian meluas dan menaklukkan kota
asalnya Mekkah, dan kemudian menyebar ke seluruh Jazirah Arab berkat kombinasi diplomasi
dan penaklukan militer.
Kini, banyak gerakan Islamisme atau Partai Islam tumbuh di kebanyakan negara
Demokrasi Islam atau negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim. Banyak pula kelompok
Islam militan yang beroperasi di beberapa bagian dunia. Istilah kontroversial Islam
fundamentalis juga disebutkan oleh beberapa non-Muslim untuk menggambarkan aspirasi
keagamaan dan politik dari kelompok Islam militan. Kini, istilah demokrasi Islam dan
fundamentalisme Islam, kerap tercampur aduk dalam beraneka ragam kelompok yang
mengatasnamakan Islam dan memperjuangkan gerakan Islam, yang masing-masing memiliki
sejarah, ideologi, dan konteks yang beraneka ragam pula.
Islam di Indonesia telah menjadi roh bagi bangkitnya sejumlah pergerakan nasionalis
sesuai konteks zaman dan kondisi Muslim lokal. Dalam menanggapi bangkitnya pergerakan
Islam Indonesia menjelang kemerdekaan, Bung Karno menyatakan: “Banyak nasionalis-
nasionalis di antara kita yang sama lupa bahwa pergerakan nasionalisme dan Islamisme di
Idnoensia ini –ya, di seluruh Asia—ada sama asalnya, … dua-duanya berasal nafsu melawan
Barat, atau lebih tegas melawan kapitalisme dan imperialisme Barat, sehingga sebenarnya bukan
lawan melainkan kawanlah adanya. Betapa lebih luhurnya sifat nasionalis Prof. T.L. Varwani,
seorang yang bukan Islam yang menulis: “Jikalau Islam menderita sakit, maka roh kemerdekaan
Timur tentulah sakit juga, sebab makin sangatnya negeri-negeri Muslim kehilangan
kemerdekaannya makin sangat pula imperialisme Eropa mencekik roh Asia.”
Kebangkitan Nasionalisme Islam di Indonesia ditandai dengan lahirnya sejumlah
pergerakan dalam bentuk madrasah, organisasi sosial dan partai politik, yang bertujuan untuk
memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Kebangkitan itu sebenarnya merupakan lanjutan dari
perlawanan raja-raja lokal dalam sejumlah kesultanan yang ada di tanah air. Seperti diketahui,
dari perlawanan kerajaan-kerajaan itu terkenal pahlawan Muslim antara lain Pangeran
Diponegoro dan Kiyai Maja (Jawa), Sultan Ageng Tirtayasa (Banten), Sultan Hasanuddin
(Makassar), Sultan Khairun (Ternate), Sultan Nuku (Tidore), Pangeran Hidayat (Banjar), Sultan
Basyaruddin (Deli) Teuku Umar, Cut Nyak Din (Aceh) dan lain-lain untuk sekedar menyebut;
bahkan Kapitan Pattimura dari Maluku ada yang menyebutnya sebagai Muslim.
Setelah Belanda berhasil menaklukkan semua penguasa lokal, termasuk kesultanan
Muslim itu, maka Belanda dengan leluasa menguasai bangsa Indonesia dalam segala aspeknya.
Dalam suasana demikianlah, perjuangan kebangsaan mengambil bentuk lain, dengan lahirnya
gerakan-gerakan dalam bentuk organisasi atau madrasah (sekolah), kelompok diskusi, syarikat
dagang, bahkan berupa partai politik. Jadi, dengan segala coraknya itu gerakan keislaman di
Indonesia bersatu dalam isu nasionalisme, yaitu melawan penjajahan untuk membangun negara
Indonesia merdeka.
Rentetan gerakan nasionalisme Islam di Indonesia pasca takluknya raja-raja lokal, dapat
dimulai dengan menyebut kebangkitan kaum ulama di Sumatera mengahadapi kolonial Belanda.
Bermula sekembalinya ke tanah air sejumlah ulama Indonesia, yakni H. Miskin dan kawan-
kawan dari belajar di Hijaz pada tahun 1802. Di Minangkabau, mereka dikenal dengan gelaran
“Harimau nan Salapan”, yakni Haji Miskin, Tuanku di Kubu Sanang, Tuanku di Koto Ambalau,
Tuanku di Ladang Lawas, Tuanku di Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di Lubuk Aur dan
Tuanku Nan Renceh. Mereka mempelopori gerakan pemurnian Islam, merombak secara radikal
tradisi masyarakat yang secara prinsip bertentangan dengan syariah. Maka, gerakan ini nantinya
berhadapan langsung dengan Belanda yang berpihak pada kaum Adat, ketika konflik horisontal
terjadi antara kauf Salaf (pemurni) dan Kaum Adat dalam perang Paderi.
Gerakan ini kemudian lebih dikenal masyarakat luas setelah didirikannya suatu
Perguruan di Bonjol di bawah pimpinan Malim Basa, yang lebih masyhur dengan nama Imam
Bonjol. Belanda bekerjasama dengan kaum Adat tidak senang terhadap perkembangan gerakan
Salaf, dan mereka berhasil memadamkan gerakan kaum ulama tersebut dalam Perang Padri
(1822-1837).
 Asal-usul Pertumbuhan Gerakan Moderen Islam: Gerakan Politik Sarekat Islam
Sarekat Islam lahir di solo pada tanggal 11 november 1912 Sarekat Islam tumbuh dari
organisasi yang mendahuluinya yaitu Sarekat Dagang Islam. Ada dua sebab mengapa organisasi
ini didirikan pertama adanya kompetisi yang meningkat dalam perdangan batik terutama dengan
golongan Cina, dan sikap superioritas orang-ornga Cina terhdap orang indonesia sehubungan
dengan berhsilnya revolusi Cina di tahu 1911. Di kelompok kecil orang-orang Islam di indonesia
yang di pelopori oleh Tamar Djaja mengemukakan bahwa Sarekat Dagang Islam didirikan pada
tanggal 16 oktober 1905, dan Sarekat Islam persis setahun kemudian.
Pendiri Sarekat Daganag Islam Haji Samanhoeddin mengemukakan pendapat yang sama
perti diatas. Kelompok tersbut menuntut agar 16 Oktober 1905 haruslah diakui sebagai
permulaan kebangkitan nasional indonesia , bukan pada tanggal 20 mei 1908 hari berdiriya Budi
utomo dalam tahun 1956 di jakarta mereka memperingati ulang tahun ke-51 gerakan nasional
indonesia dan pada kesempatan itu Samanhoeddhin dan Harsono Tjokroaminoto, seorang tokoh
dari PSII, yang pada waktu itu juga jadi wakil perdana mentri hadir.
Preode pertama dari sarekat Islam ditandai oleh perhataian terhadap masalah-maslah
organisasi,termasuk didalamnya mencari pinpinan , penyesunan anggaran dasar dan hubungan
organisasi pusat dengan organisasi daerah.penyelesaiannya yang cukup berhasil dalam tiga
masalah ini menybabkan Serekat Islam berjalan dengan lancar sampai mencapai puncaknnya
pada preode 1916-1921. Anggaran dasar pertama bertanggal 11 November 1911 dirumuskan
oleh Raden Mas Tirtoadisurjo yang pada masa itu termsuk orang indonesia yang memperoleh
pendidikan yang lumayan. Dia adalah termsuk dari lulusan sekolah administrasi pemerintah
Belanda bernama OSVIA. Ia aktif dalam pers di antara lain menerbitkan majalah Medan Prijaji
di Bogor. Ia juga mendirikan organisasi Dagang bernama Sarekat Dagang Islamiyah di Bogor
tahun 1911. Alasan ia mendirikan organisasi tersebut sebagai berikut” Tiap-tiap orang
mengetahuilah bahwa masa yang sekarang ini dianggapnya Zaman Kemajua. Haruslah sekarang
kita berhaluan: janganlah hendaknya mencari kemajuan itu Cuma dengan suara saja. Bagi kita
kaum Muslimin adalah di pikulkan wajib juga akan turut mencapai tujuan itu.
Dalam anggaran darsar Sarekat Islam tujuan organisasi tersebut mengemukakan: akan
berikhtiar, supaya angota-angotanya satu sama lain bergaul seperti saudara dan supaya timbullah
kerukunan dan tolong menolong satu sama lain antara sekalian kaum Muslimin, dan lagi dengan
segala daya upaya yang halal dan tidak menyalahi wet-wet negeri (Surakarta) dan wet-wet
gouvernement ,.. berikhtiar mengangkat derajat rakyat agar menimbulkan kemakmuran,
kesejahteraan dan kebesaran negeri.
Tapi rasiden surakarta segera membekukan Sarekat Islam setelah organisasi itu
berkembang pesat kedaerah-daerah lain di pulau jawa dan setelah kegiatan-kegiatan anggotanya
meningkat di solo tanpa dapat diawasi oleh pemerintah setempat. Perkelahian terus-menerus
terjadi dengan golongan Cina. Sebuah pemogokan di lancarkan oleh pekerja-pekerja di
perkebunan Krapyak di Mangkunegara pada permulaan bulan Agustus 1912. Kedua macam
kerusuhan ini oleh pihak penguasa disebabkan oleh Sarekat Islam, kemudian pembekuan tersebut
di cabut kembali pada tanggal 26 Agustus 1912 dengan syarat anggran dasarnya di ubah
sedemikian rupa, sehingga ia hanya terbatas pada daerah surakrta saja.

Anda mungkin juga menyukai