Anda di halaman 1dari 25

1

BAB 1. PENDAHULUAN

Latar belakang timbulnya pergerakan nasional Indonesia merupakan suatu


reaksi yang ditimbulkan karena penjajahan yang menyensarakan rakyat Indonesia.
Masyarakat Indonesia tidak ingin berlarut-larut dalam tekanan penjajahan sehingga
masyarakat Indonesia mulai menginginkan sebuah kemerdekaan. Fakta sejarah yang
menjelaskan bahwa pada masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit Indonesia pernah
mengalami kejayaan ikut memberikan inspirasi kepada masyarakat Indonesia untuk
mencapai kemerdekaan. Semangat pergerakan nasional lebih berkobar lagi ketika
Jepang memenangkan peperangan atas rusia pada tahun 1905. Kemenenagan Jepang
ini dianggap sebagai fakator utama yang dapat memebangunkan bangsa-bangsa Asia
dari ketidurannya yang berabad-abad untuk melawan penjajahan bangsa barat. Jepang
membuktikan bahwa bangsa Asia dapat mengatur rumah tangganya sendiri dengan
memgunakan kesempatan-kesempatan untuk memajukan teknik di dalam negaranya.
Pada akhirnya, Bangsa Asia membuktikan bahwa dapat pula mencapai tingkat
kemajuan yang sebelumnya diperkirakan hanya dapat di capai oleh bangsa-bangsa
barat.
Sejarah pergerakan nasional Indonesia bermula pada tahun 1908-1945.
Permulaan sejarah pergerakan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya sebuah
perkumpulan yaitu Budi Utomo. Setelah kemunculan Budi Utomo, di ikuti oleh
organisasi pergerakan nasional lainnya, termasuk organisasi pergerakan nasional yang
berbasiskan keagamaan. Dalam perkembangannya organisasi gerakan nasional yang
berbasis keagamaan dapat berkembang secara pesat. Organisasi yang berlandaskan
agama tertentu lebih menarik minat masyarakat yang awalnya telah menganut agama
tersebut. Terlebih lagi suatu organisasi keagamaan, dapat di katakana merakyat
karena anggotanya tidak hrus seorang pelajar melainkan masyarakat secara umum
dapat menjadi angggota organisasi tersebut. Bahakan salah satu organisasi

keagamaan Sarekat Islam melarang pegawai Negeri untuk menjadi anggota dari
organisasi tersebut demi mempertahankan sebuah pandangan bahwa sarikat islam
merupakan organisasi yang merakyat. Selain Sarikat islam terdapat pula organisasi
gerakan nasional keagamaan lainnya yaitu, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan
golongan-golongan organisasi yang berdasarkan agama Kristen. Pergerakan nasional
yang berbeda ini pada dasarnya memiliki cita-cita yang sama yakni kemerdekaaan
Indonesia. Untuk lebih memahami oranisasi gerakan nasional berbasisikan
keagamaan akan di bahas lebih mendalam pada bab 2.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah organisasi Sarekat Islam ?
2. Bagaimanakah organisasi Muhammadiyah ?
3. Bagaimanakah organisasi Nahdlatul Ulama ?
4. Bagaimanakah organisasi Perkumpulan Golongan-Golongan yang Berdasarkan
Agama Kristen?
1.3 Tujuan
1. untuk mengetahui seluk beluk organisasi Sarekat Islam.
2. untuk mengetahui seluk beluk organisasi Muhammadiyah.
3. untuk mengetahui seluk beluk organisasi Nahdlatul Ulama.
4. untuk mengetahui seluk beluk organisasi Perkumpulan Golongan-Golongan
yang Berdasarkan Agama Kristen.

BAB 2. PEMBAHASAAN
Kegiatan perpolitikan di Indonesia mulai terdengar sejak awal abad ke-20,
ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908 dan Sarekat
Islam pada tahun 1912, yang semula bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan
pada tahun 1905. Pembentukan organisasi-organisasi gerakan nasional ini mampu
menciptakan munculnya rasa solidaritas dan interaksi antar-kaum terpelajar bahkan
masyarakat pada umumnya. Organisasi-organisasi tersebut mampu menjadi wadah
untuk menciptakan hubungan sosial baru yang berfungsi sebagai tumpuan identitas,
sosial, budaya hingga kemauan politik kolektif. Sarekat Islam merupakan organisasi
pergerakan pertama yang berbasiskan keagamaan. Namun pada perkembangan
selanjutnya, muncul juga pergerakan berbasiskan keagamaan lainnya seperti
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan golongan-golongan organisasi yang
berdasarkan agama Kristen. Berikut beberapa oraganisasi gerakan nasional
berbasisikan keagamaan.
2.1 Sarekat Islam
Sarekat Islam merupakan perkumpulan ke dua setelah tiga tahun Budi Utomo
berdiri. Sebagai perkumpulan social pertama sarikat Islam didirikan pada tahun 1911
di kota Solooleh seorang pengusaha saudagar batik yang benama Haji Samanhudi.
Nama semula sarikat islam adalah Sarekat Dagang Islam yang memiliki dua dasar
yaitu Dasar agama, ialah Agama Islam dan dasar ekonomi. Tujuan awal organisasi ini
adalah untuk membantu dan menyelamatkan para pengusaha batik pribumi dari para
pedagang tionghoa saat itu yang memonopoli perdagangan batik pribumi. Sejak
semula organisasi ini memang didirikan dengan diarahkan khusus bagi kepentingan
rakyat jelata. Alasan lain yang mendorong berdirinya organisasi Sarekat Islam (SI)
adalah kemajuan penyebaran agama Kristen dan hinaan parlemen Negeri Belanda
tentang tipisnya kepercayaan beragama bangsa Indonesia.

Menurut Deliar Noer, trdapat dua alasan organisasi ini berdiri, pertama
kompetisi yang tinggi pada sector perdagangan batik, terutama dengan golongan
Cina dan sikap superioritas orang Cina terhadap orang pribumi sebagai akibat dari
berhasilnya revolusi Cina dalam tahun 1911.Sebagai akibat dari digantinya tekstil
pribumi dengan bahan-bahan yang diimpor dan dibeli oleh para pembatik dari
pedagang perantara Cina, seluruh industri batik beralih ke tangan orang Cina. Untuk
mempertahankan diri terhadap praktek-praktek orang Cina, para pedagang batik Jawa
akhirnya bersatu pada tahun 1911 dan mendirikan SI.
Dengan tujuan utamanya yang berkaitan dengan perlawanan menghadapi para
pedagang tionghoa, maka muncullah sikap permusuhan rakyat terhadap bangsa
Tionghoa. Berbagai perkelahian sering terjadi, yang mengakibatkan rasa khawatir di
dalam pemerintahan kolonial. Permusuhan yang sering terjadi membuat pemerintah
bersikap represif terhadap Sarekat Dagang Islam yang berada di Surakarta. Tindakan
tersebut mengakibatkan pada tanggal 12 Agustus 1912, SDI diskors selama 4 hari
oleh residen Surakarta dilarang menerima anggota baru dan mengadakan rapat-rapat.
Menindak lanjuti kekhawtiran pemerintah belanda maka di lakukan penggeledahaan
rumah-rumah, namun tidak ditemukan tanda-tanda untuk melakukan perlawanan
terhadap pemerintah. Sehingga, pada tanggal 16 agustus skorsan di cabut lagi.
Berdasarkan usulan dari Umar Said Tjokroamito Sarekat Dagang Islam
berganti nama menjadi Sarekat Islam . Keputusan pengubahan nama ini bertujuan
agar Sarekat Islam tidak terbatas pada golongan pedagang saja sehingga dengan
demikian dapat memperluas perkumpulan tersebut . meskipun

telah merambah

berbagai aspek kehidupan tujuan SI tetaplah sama yaitu mencapai kemajuan rakyat
yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan dan tolong-menolong di antara
kaum Muslimin semuanya. Suatu hal yang menarik dan sangat penting adalah di
mana anggota dari Sarekat Islam tidak boleh berasal dari kalangan pegawai negeri
atau pejabat pemeritahan kolonial Hindia-Belanda.
Tujuan Anggaran Dasar Sarekat Islam adalah sebagai berikut :

1. Memajukan pertanian, perdagangan, kesehatan, pendidikan dan pengajaran.


2. Memajukan hidup menurut perintah agama dan menghilangkan faham-faham
keliru tentang Islam.
3.

Mempertebal rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong di antara


anggotanya.
Dalam perkembangannya SI menginginkan mendirikan cabang disetiap

daerah-daerah dengan sekurang-kurangnya 50 orang anggota disetiap cabang daerah.


Oleh sebab itu pada tanggal 10 september 1912 dibuatlah peraturan dasar baru yang
di dalamnya msih terus ditetapkan kemungkinan mengadakan cabang-cabang baru
dibawah pimpinan pengurus besar yaitu Haji Samanhudi dan Tjokroaminoto serbagai
komisarisnya . Tujuan Sarekat Islam berdasarkan peraturan baru tersebut adalah :
1. Memajukan perdagangan, jadi tujuan awal tetsp di pertahankan
2. Memberikan pertolongan kepada anggota-anggota yang mengalami
kesukaran (kooperasi)
3. Memajukan kepentingan rohani dan jasmani dari penduduk asli (tidak
terbatas kepada anggota melainkan masyarakat secara luas)
4. Memajukan kehidupan agama islam)
2.1.1 Perkembangan Sarekat Islam
Dalam perkembangan selanjutnya muncullah SI di berbagai daerah, seperti SI
Semarang, SI Yogyakarta, SI Surakarta serta SI Surabaya. Untuk mengawasi dan
mengontrol SI daerah dibentuk juga semacam SI pusat atau CSI dengan struktur
modern. Salah satu faktor yang menjadikan SI berkembang secara pesat karena
memiliki basis massa yang besar. Hal ini dikarenakan diperbolehkannya kartu
keanggotaan rangkap. Akibatnya, mayoritas anggota SI merupakan anggota dari
organisasi lain, seperti ISDV, PKI, ataupun serikat-serikat kerja/buruh.
Meskipun perkembangan SI sampai ke luar Jawa, akan tetapi tetap
mempertahankan Jawa sebagai pusat kegiatannya.

Pemerintah Hindia Belanda

semakin khawatir melihat kekuatan SI, dimana masanya sangat besar melebihi masa
dari organisasi lainnya.meskipun anggota SI sangatlah banyak, namun tidak
semuanya memiliki pengertian dan pemahaman akan tujuan dan kegiatan organisasi,
sehinggs bsnysk terjadi penyimpangan yang mengatas namakan Sarekat Islam. Di
beberapa cabang Sarekat Islam timbul berbagai gerakan anti-Cina, dikarenakan
golongan Tionghoa dianggap sebagai penghalang usaha ekonomi pribumi. Daerah
tersebut antara lain: Sala, Bangil, Tuban, Rembang, Cirebon, Tuban, Kudus (1918).
Hal itu juga diperkuat karena adanya perbedaan agama. Di Batavia saat itu juga
banyak terjadi bentrokan yang mengatasnamakan Sarekat Islam dengan para
pengusaha pelacuran dan perjudian.
Kekhawatiran pemerintah colonial melihat perkembangan SI yang sangat pesat
dan sikap SI yang berani, maka permohonan pengurus SI untuk mendapat pengakuan
badan hukum ditolak. Penolokan ini termuat dalam keputusan Gubernur-Jendral
tanggal 30 juni 1913. Isi penolakan tersebut menjelaskan bahwa yang di tolak untuk
mendapat pengakuan badan hokum adalah SI seluruhnya sebagai satu perkumpulan,
akan tetapi cabang-cabang SI sebagai suatu perkumpulan sendiri-sendiri di akui oleh
pemerintah Belanda. Hal ini merupakan salah satu wujud dari politik belanda yaitu
memecah dan memerintah. Hal ini dilakukan untuk

menghindari adanya

kepemimpinan pusat di tubuh SI yang dapat mengorganisir SI di daerah-daerah untuk


melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Setelah 56 SI local di akui oleh
pemerintah Belanda, di Surabaya pengurus SI membentuk sentral Sarekat Islam
(CSI), dengan tujuan untuk memajukan dan membantu SI daerah dalam mengadakan
perhubungan dan pekerjaan bersama di antaranya. Selanjutnya pengurus CSI
berusaha agar dapat memiliki badan hukum namun sebagai sentral sarikat islam yang
beranggotakan SI local. Usaha ini berhasil, pada tanggal 18 Maret 1916 permohonan
badan hukum dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Dengan jumlah massa yang banyak, mendorong organisasi-organisasi lainnya
untuk melirik dan mendapat pengaruh dalam tubuh SI. Sebut saja seperti ISDV

(Indisch Sociaal Democratische Vereniging), NIP (National Indische Partij). ISDV di


bawah Sneevliet, P. Bergsma, J. A. Braadsteder dan H. W. Dekker yang sebenarnya
berhaluan radikal, secara mengejutkan mampu melakukan penyusupan atau
propaganda secara halus dalam tubuh SI. Mereka berhasil masuk menyebarkan
pengaruhnya pada anggota-anggota SI, sebut saja seperti Semaoen (wakil SI
Surabaya dan pemimpin SI Semarang), Darsono, H. Misbach, Tan Malaka, Alimin
Prawirodirdjo dan Marco (SI Surakarta) yang berhasil menentang tokoh-tokoh SI
yang tulen dan kolot.
Pada tahun 1914 Sneevliet dan kawan-kawan berhasil mendirikan organisasi
ISDV yang kental dengan haluan Marxisme-nya. Setelah berhasil mendirikan
organisasi tersebut, Sneevliet berusaha mencetak tokoh-tokoh sosialis pribumi yang
sangat berpengaruh pada masa awal kebangkitan nasional, terutama yang mampu
menggerakkan rakyat dalam melakukan perlawanan terhadap segala kebijakan
pemerintah kolonial Belanda yang menyengsarakan mereka. Hasil cetakan ISDV
tersebut seperti Semaoen, Darsono dan Marco tak lain adalah anggota SI daerah.
Pada tahun 1916 sampai tahun 1921 SI mulai memliki struktur organisasi yang
stabil. SI memberikan perhatian pada hampir semua masalah, mulai dari masalah
politik sampai dengan masalah agama. Selain itu juga untuk menyebarkan dan
menegakkan cita-cita nasionalisme dengan Islam sebagai dasar pemikirannya. Sifat
politik dari organisasi ini dirumuskan dalam Asas dan Program kerja yang disetujui
oleh kongres yang diadakan pada tahun 1917. Program kerja dibagi atas 8 bagian,
yaitu:
1. Masalah politik, Sarekat Islam menuntut berdirinya dewan-dewan daerah,
perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikannya menjadi
suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk keperluan legislatif. Hak-hak
politik ini dapat berfungsi dengan wajar, Sarekat Islam menuntut penghapusan
kerja paksa dan sistem izin untuk bepergian.

2. Dalam bidang pendidikan, partai menuntut penghapusan peraturan yang


mendiskriminasikan penerimaan murid di sekolah-sekolah. Mnuntut adanya
penambahan jumlah sekolah, memasukkakan pelajaran keterampilan, perbaikan
lembaga-lembaga pendidikan.
3. Dalam bidang agama, partai menuntut dihapuskannya segala bentuk undangundang dan peraturan yang menghambat penyebaarluasan ajaran agama Islam,
pembayaran gaji kyai dan penghulu, subsidi bagi lembaga-lembaga pendidikan
Islam dan pengakuan hari-hari besar Islam.
4. Keadilan merupakan persoalan yang dipermasalahkan antara pihak pemerintah dan
yang diperintah dalam suatu negeri jajahan. Sarekat Islam menuntut dalam hal ini
pemisahan kekuasaan yudikatif dan eksekutif, dan menganggap perlu dibangun
suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama diantara golongan
penduduk negeri. Selain itu juga menuntut kemudahan bagi penduduk yang miskin
untuk memperoleh perlindungan hukum.
5. Dalam bidang agrarian dan pertanian, menuntut penghapusan particuliere
landrijen (milik tuan tanah), dan dengan mengadakan ekspansi serta perbaikan
irigasi.
6. Dalam bidang industry, menuntut agar industry-industri yang sangat penting agar
dinasionalisasikan industry-industri yang bersifat monopoli dan memenuhi
pelayanan dan barang-barang pokok bagi rakyat banyak.
7. Dalam bidang keuangan dan perpajakan, partai menuntut adanya pajak-pajak
berdasarkan proposianal serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba
perkebunan. Partaipun menuntut adanya bantuan pemerintah bagi perkumpulan
koperasi.
8. Dalam bidang sosial, partai menuntut hendaknya pemerintah memerangi minuman
keras dan candu, perjudian dan prostitusi, melarang penggunaan tenaga anak-anak,
mengeluarkan peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja serta
menambah jumlah poliklinik secara gratis.

2.2.2 Kongres-Kongres Sarekat Islam


Kongres Pertama Sarekat Islam diadakan pada 26 Januari 1913 di Surabaya.
Kongres tersebut dipimpin oleh Tjokroaminoto yang menerangkan bahwa SI
bukanlah partai politik dan tidak bertujuan untuk beraksi melawan pemerintah
colonial Hindia-Belanda. Meskipun demikian dengan Islam sebagai lambang
persatuan dan kesatuan dan tujuan untuk mempertinggi derajat rakyat, SI dapat
menarik pengikut dan tersebar di seluruh Pulau Jawa. Akibatnya di beberapa tempat
di Pulau Jawa mulai berdiri cabang-cabang SI, contohnya saja di daerah Jakarta SI
telah memiliki anggota sebanyak 12.000 orang.
Kongres Kedua diadakan di Surakarta (Solo sekarang). Dalam kongres ini
dihasilkan hasil keputusan bahwa SI hanya akan menerima keanggotaan rakyat yang
berkebangsaan Indonesia saja (rakyat pribumi saja). Hal ini bertujuan agar corak dan
karakteristik SI sebagai organisasi rakyat dapat berubah. Pada 17-24 Juni 1916
diadakan Kongres Ketiga di Bandung. Kongres ini dinamakan Kongres Nasional SI
yang Pertama dengan peserta sebanyak 360.000 orang sebagai perwakilan dari 80 SI
daerah yang total anggotanya mecapai 800.000 orang. Kongres ini dipimpin oleh
Tjokroaminoto dengan perkataan Nasional maksudnya terdapat harapan agar SI
dapat menuju ke arah persatuan yang teguh antar-golongan bangsa Indonesia yang
harus dibawa setinggi tingkat natie.
Kongres Nasional SI Kedua yang dilangsungkan di Jakarta pada 20-27
Oktober 1917, semakin memperlihatkan semangat politiknya, dengan merumuskan
perjuangan pergerakan politiknya adalah untuk merebut kemerdekaan dari tangan
Belanda dan para kapitalis dengan membentuk pemerintahan sendiri atau ZelfBestuur dan mengubah masyarakat kapitalis menjadi masyarakat yang sosialistis
Sejak saat itu mulai terjadi pergolakan-pergolakan politik dalam tubuh SI yang
sebenarnya telah tertanam sejak ISDV ikut berperan dalam tubuh SI melalui orangorang kepercayaannya ( semaun dan Darsono). Hal ini pun telah menandakan bahwa

10

SI mulai mengarah atau bergeser ke haluan kiri. Buktin nyata bahwa SI mulai
mengarah pada pergerakan piolitik adalah dengan diputuskannya pada kongres
tersebut bahwa SI akan turut serta dalam Komite Nasional yang didirikan atas anjuran
BU. Komite ini bertujuan untuk membuat daftar nama calon anggota Volksraad untuk
dipilih oleh majelis daerah atau di angkat oleh pemerintah Hindia Belanda. SI
memajukan dua calon yaitu Tjokroaminoto dan Abdul Muis.
Kongres SI Nasional Ketiga dilangsungkan di Surabaya adalah pada tanggal
29 September-6 Oktober 1918 memutuskan menentang segala kebijakan pemerintah
sepanjang tindakannya melindungi kapitalisme yang berujung pada aksi penindasan
kaum buruh. Pada kongres ini SI menuntut perluasan pengajaran dan penghapusan
Heredianisten yaitu kerja paksa untuk negara secara pajak tidak berupa uang, tetapi
berupa tenaga yangharus di berikan di desa-desa oleh penduduk kepada pemerintah.
Karena telah bergeser ke aliran kiri sudah pantas jika SI bergabung dalam Radicale
Concentratie pada tanggal 16 November 1918.
Kongres Nasional SI Keempat pada 26 Oktober-2 November 1919 di
Surabaya membicarakan tentang serikat kerja yang bertujuan melakukan gerakan
perlawanan menentang kelas-kelas sosial yang ada dalam masyarakat. Pada kongres
ini Douwes Dekker atau Setia Budi, mengingatkan kepada kongres agar terlebih
dahulu memperhatikan perjuangan kebangsaan dari pada lapangan Ekonomi. Nasihat
Douwes Dekker ialah Janganlah menekankan pertentangan perekonomian antar
kelas, tetapi hendaklah lebih dahulu ditekankan pertentangan antar bangsa. Pengaruh
ISDV semakin kuat yang pada tanggal 23 Mei 1920 resmi mengubah namanya
menjadi PKI. Semaun yang pada saat itu menjadi ketua SI semarang dan merangkap
sebagai ketua PKI berpeluang besar untuk memperluas pengaruhnya dalam tubuh SI
Kongres SI, Oktober 1921 mengambil keputusan gerakan Disiplin Partai
dengan mengeluarkan anggota PKI. Hal ini dilakukan untuk mencegah serangan PKI
tehadap SI dan untuk mencegah pula agar rakyat umum yang menjadi pengikut SI
tidak dirampas keseluruhan oleh SI. Mekipun PKI tidak memperoleh seluruh anggota

11

SI akan tetapi sebagian anggota SI telah msuk dalam pengaruh PKI dan sebagian
cabang SI keluar dari CSI. Disisi lain diadakan Kongres PKI (SI Merah), 24-25
Desember 1921 di Semarang, dan dipimpin oleh Tan Malaka dan wakilnya adalah
Semaoen, sementara Darsono merapatkan hubungan dengan poros Moskow dan pergi
ke sana pada Oktober 1921. Dalam kongres ini mereka berterus terang menyatakan
dirinya sebagai komunis dengan mengakui pemimpin-pemimpin Komunis Uni Soviet
seperti Trotsky dan Lenin sebagai pahlawan mereka. Pada kongres ini pula diambil
keputusan menyusun cabang SI yang keluar dari CSI dalam satu sentral SI Merah
untuk menantang CSI Putih dri Tjokroaminoto.
Kongres SI Putih, 17-20 Februari 1923 di Madiun, menghasilkan dua
keputusan yaitu, pembentukan partai SI dan mempertahankan disiplin partai.
Sedangkan Kongres SI Merah, 4 Maret 1923 yang bertempat di Bandung yang
dihadiri oleh 16 cabang PKI, 14 cabang SI Merah dan perkumpulan serikat kerja
komunis. Pada kongres ini SI merah diproklamirkan sebagai cabang PKI akan tetapi
diberi nama Sarekat Rakyat (SR). Dalam kongres mereka menyerang SI Putih dengan
tuduhan SI telah terbentuk untuk lebih mementingkan kaum pemilik modal dan
melakukan pemborosan uang rakyat. Dari sini mulai terjadi kongres-kongres balasan
antara SI Putih dan SI Merah yang saling mempropagandakan dan memperdebatkan
pemikiran dan ideologi masing-masing. Selanjutnya dalam tubuh SI muncul suatu
aliran yang ingin memperluas lapangan pergerakannya yang tidak hanya di dalam
negeri, tetapi dengan hubungan gerakan islam di luar negeri. Aliram ini dinamakan
Pan-Islamisme yang di kemukakan oleh pemimpin SI Haji Agus Salim.
Kongres SI, 8-11 Agustus 1924 di Surabaya, mengambil keputusan nonkooperasi terhadap pemerintah dan Volksraad, namun kepada anggota partai diberi
kebebasan untuk menjabat anggota badan perwakilan akan tetapi bukan atas nama
partai melainkan atasa nama sendiri serta keputusan menentang kaum komunis secara
giat .Kemudian Kongres CSI 21-27 Agustus 1925 di Yogya bertujuan untuk
memerdekakan bangsa Indonesia dari penindasan dan penjajahan melalui pembukaan

12

sekolah-sekolah guna mencetak pribadi yang tangguh dalam kehidupan sosial,


budaya dan ekonomi berdasarkan syariat-syariat Islam. Dan yang terakhir adalah
Kongres SI 14-17 Januari 1927

SI menegaskan bahwa tujuan partai SI adalah

mencapai kemerdekaab nasional atas nama agama islam. Karena tujuannya dengan
tegas untuk kemerdekaan nasional maka setelah didirikannya PPPKI (Permufakatan
Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) pada tanggal 17 Desember 1927 atas
inisiatif PNI, maka SI menggabungkan diri juga dalam PPPKI. Pada bulan januari
1929 nama partai sarekat islam diganti dengan nama Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII). Selanjutnya dalam tubuh SI terjadi pertentangan antara dua aliran yaitu aliran
Tjokroaminoto dengan aliran DR. Sukiman dan Surjopranoto, yang pada intinya
hanya pada tekanan dari pada tujuan PSII. Golongan Tjokroaminota lebih
menekankan pada asas keagamaan dan golongan Sukiman-Surjopranoto lebih
menekankan pada asas kebangsaan. Konflik ini menimbulkan perpecahan, yang pada
akhirnya tahun 1932 Dr. Sukiman dan kawan-kawanya dipecat dari PARII. Karena
menyadari bahwa perpecahan ini kedua golongan ini sempat bersatu kembali pada
bulan juli tahun 1937. Namun pada bulan Desember 1938 berselisih kembali dan Dr.
Sukiman kembali mendirikan PARII yang berhalauan kooperasi.
Kemudian dalam tahun 1940, terjadi perpecahan lagi dalam tubuh PSII
dengan keluarnya segolongan anggota dibawah pimpinan Kurtosuwirjo yang
kemudian mendirikan perkumoulan sendiri akan tetapi tetap menggunakan nama
PSII. Sehingga terdapat dua PSII, yaitu PSII biasa dan PSII kurtosuwirjo. Pada saat
Jepang mendarat tahun 1942, pergerakan politik Islam terpecah dalam tiga aliran
yaitu PSII Abikusno, PSII Kartosuwiryo dan PARII. Setelah kedatangan
pemerintahan Jepang semua perkumpulan-oerkumpulan di Indonesia di larang
terutama perkumpulan politik. Jadi ketika Jepang berkuasa di tanah air partai-partai
politik fakum untuk sementara.

13

2.2 Muhammadiyah
Latar belakang kelahiran muhammadiyah tidak terlepas dari dua factor yaitu
factor intern dan factor ekstern. Factor iternnya ialah kemunduran umat agama islam
pada masa penjajahan colonial Belanda baik dalam social, ekonomi, budaya dan
keagamaan. Factor eksternalnya yaitu kolonialisme yang dilakukan oleh pemerintah
Belanda di Indonesia. Namun, dibalik kolonialisme, Belanda juga mempunyai tujuan
lain yaitu untuk menyebarkan agama Kristen di Indonesia,dimana sebagian besar
rakyat Indonesia beragama Islam. Hal inilah yang menjadi salah satu factor banyak
bermunculannya gerakan-gerakan islam. Akibat kolonisasi Belanda, masyarakat
Indonesia mengalami kemunduran dalam bidang social, ekonomi budaya dan agama.
Dalam bidang sosial-ekonomi, taraf kehidupan umat Islam berada dalam
kemiskinan sehingga banyak yang tidak memperoleh pendidikan layak. Begitu juga
dalam bidang keagamaan. Pengamalan ajaran-ajaran agama justru telah banyak
terjadi penyelewengan seperti tradisi mengkultuskan tokoh secara berlebih-lebihan
(ghuluw), peribatan yang bernuansa TBC (Takhayul,Bidah dan Churafat) banyak
dilakukan oleh masyarakat akibat adanya akulturasiantara budaya Hindu-Budha
dengan Islam.
Kondisi inilah yang melatar belakangi Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 18
Nopember 1912 mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta yang bertujuan
memajukan pengajaran berdasarkan agama, pengrtian ilmu agama dan hidup menurut
agama. Tujuan tersebut akan dicapai dengan mendirikan, memelihara, menyokong,
rumah-rumah sekolah berdasarkan agama islam, mendirikan dan memelihara masjid..
Dengan kata lain Muhammadiyah memiliki tujuan melakukan pemurnian agama
(purifikasi) dan modernisasi pendidikan Islam serta berupaya mengembalikan ajaran
Islam kepada ajaran agama yang sebenarnya dalam masyarakat Indonesia. Dengan
demikian, dapat di simpulkan bahwa Muhammadiyah bergerak dalam bidang socialpendidikan dan keagamaan. Sehingga kesamaan BU dan Muhammadiyah adalah

14

untuk memajukan pengajaran akan tetapi Muhammadiyah berada diluar politik, akan
tetapi tidak selanya Muhammadiyah berada di luar politik Indonesia, pada
perkembangan selanjutnya pengikut Muhammadiyah boleh msuk ke dalam
perkumpulan politik.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan
kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan
baru diberikan pada tahun 1914 dengan Surat Ketetapan Pemerintah No.81 tanggal 22
Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta sehingga organisasi ini
hanya boleh bergerak di daerah tersebut. Hal itu dikarenakan Pemerintah Belanda
mengkhawatirkan perkembangan organisasi ini. Walaupun kegiatan Muhammadiyah
dibatasi, tetapi di daerah lain telah berdiri cabang-cabangnya dan Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta
menggunakan nama lain. Dengan demikian Muhammadiyah tetap dapat berkembang
di berbagai daerah.
Muhammadiyah adalah organisai Islam-Modern. Awal usaha Muhammadiyah
lebih banyak menitikberatkan dalam bidang pendidikan. Muhammadiyah pada awal
berdiri sudah mulai mendirikan sekolah formal di kampung Kauman Yogyakarta
(Mulkhan. 1990:52). Sekolah tersebut menjadi sekolah Islam pertama yang dikelola
secara modern dalam arti sudah menggunakan peralatan seperti bangku, papan tulis
dll. Demikian pula dengan pelajarannya yaitu pelajaran berhitung, membaca huruf
latin yang pada saat itu sebagian umat Islam menganggapnya suatu hal yang haram
dan kafir karena dianggap telah mencontoh Belanda. Alasan utama Muhammadiyah
mengelola sekolah secara formal dan modern adalah agar masyarakat Indonesia dapat
mengikuti perubahan dan tututan zaman. Hal ini dilakukan dengan mendirikan
sekolah-sekolah Muhammadiyah. Menurut Abdurrahman (1990:118), kegiatan
Muhammadiyah dalam bidang kesejahteraan sosial dan kemasyarakatan adalah
dengan mendirikan rumah sakit, poliklinik, rumah yatim-piatu dll yang dikelola
melalui lembaga. Badan atau lembaga pendidikan sosial di dalam Muhammadiyah

15

juga ikut menangani masalah-masalah keagamaannya yang ada kaitannya dengan


bidang sosial.
Pada bulan oktober 1922 Muhammadiyah mengikuti Al-Islam-Kongres di
Cirebon yang diselenggarakan oleh SI untuk mengadakan Barisan persatuan Muslim.
Dalam kongres ini Muhammadiyah bertentangan dengan kaum Ortodox dari
Surabaya dan Kudus. Kaum ini mempermaslahkan Muhammadiyah yang dianggap
hendak menyerang 4 aliran yang telah ada dan membangun Mazhab baru.
Muhammadiyah menjawab bahwa ia berusaha mengangkat agama islam dari keadaan
terbelakang. Dalam kongres Al-Islam yang kedua digarut, bulan Mei 1924 kaum
orthodox tidak datang, juga dalam kongres Al-Islam di Surabaya desember 1924
Muhammadiyah muncul dengan perwakilan yang sangat besar. Hal ini menunjukkan
bahwa muhammadiyah memiliki peran yang besar dalam kongres.
Pusat bergeraknya Muhammadiyah diyogyakarta, darimpusat ini sangat giat
dilaksanakan aksi untuk memajukan agama pelajaran agama islam. Hal ini
mengundang simpati masyarakat karena tidak mengundang propaganda menentang
pihak lain termasuk terhadap kaum Kristen. Muhammadiyah juga berperan dalam
usaha menggagalkan rapat kaum komunis diyogya tahun 1424 karena menganggap
pidatonya menghina agama islam.
Dalam kongres Muhammadiyah 12-17 Maret 1925 di Yogyakarta dibicarakan
mengenaisoal-soal pengajaran, penerangan surat kabar tentang hal-hal islam
mengeluarkan buku berbahasa jawa tentang hukum islam.pada saat kongres ini
Muhammadiyah telah memiliki 29 cabang dengan 4000 anggota, mengusahakan 55
sekolah dengan 4.000 siswa. Memiliki klinik di Yogyakarta dan Surabaya yang telah
mengobati 12.000 orang sakit.
Dalam waktu yang sebentar, sebagai akibat dari SI untuk menimbulkan aliran
revolusioner dalam kalangan islam, beberapa cabang Muhammadiyah terdorong ke
politik akan tetapi hal ini cepat dicegah oleh Pengurus Besar Muhammadiyah.
Perhubungan SI dan Muhamaadiyah mulai tidak baik, muhammadiyah tidak mau ikut

16

lagi dalam majelis ulama SI. Sedangkan PSII dalam kongresnya telah memutuskan
disiplin Partai terhadap Muhammadiyah. Kemajuan Muhammadiyah dapat dilihat
dari kenaikan jumlah cabang dan anggotanya, sebgai berikut.
a. 1 Januari 1928 terdapat 50 cabang dengan anggota 10.320.
b. 1 jnuari 1929 terdapat 209 cabang dengan angota 17.550
c. 1 januari 1931 terdapat 267 cabang dengan 24.338 anggota.
Kesimpulannya Muhammadiyah telah menjadi lebih besar dari PSII. Dalam
tahun 1930 Muhammadiyah juga memperlua pengaruhnya ke pulau-pulau lain di
Indonesia. Dapat dicatat tidak hanya PSII dan NU yang menentang Muhammadiyah,
tetapi kaum Nsionalis tidak menaruh simpati kepadanya karena muhammadiyah
tetapa di luar perjuangan kemerdekaan, bahkan menerima sokongan uang dari
pemerintah jajahan.
Muhammadiyah mengadakan kongres ke 21 di Makasar pada bulan mei 1932.
Dalam kongres ini terdapat protes terhadap campur tangan pemerintah dalam urusan
agama islam yang dipandang tidak pada tempatnya. Muhammadiyah selalu menjaga
hidup diluar gelombang politik. Tetapi terhadap campur tangan pemerintah dalam
urusan administrasi mengenai agama Muhammadiyah dapat dikatakan sejalan dengan
PSII. Kongres ke 22 diadakan di Semarang pada bulan juni 1933. Kongres ini
memutuskan akan berusaha untuk menghapus peraturan-peraturan adat yang
dianggap bertentangan dengan agama islam dan juga peraturan-peraturan adat dan
UU negeri mengenai pernikahan.
Tanggal 19-25 Juli 1934 diadakan kongres ke 23 di Yogyakarta yang
memutuskan untuk membangun suatu badan yang menyelidiki tentang pengiriman
pemuda-pemuda ke luar negeri untuk menerskan sekolah. Kongres ke 24 diadakan di
Banjarmasin pada tanggal 15-22 juli. Pda kongres ini dipropagandakan untuk
menyewa atau memeli kapal untuk naik haji agar jangan terus tergantung terhadap
maskapai eropa dengan tarif ongkos yang sangat tinggi.

17

Kongres ke 25 tanggal 21-28 Juli 1936 di adakan di Jakarta. Antara lain di


ambil keputusan untuk mencoba berdirinya sekolah tinggi Muhammadiyah di Jakarta.
Alas an pendirian ini karena sekolah-sekolah tinggi yang ada di Jakarta tidak
memenuhi syarat-syarat agama Islam. Tanggal 8-15 oktober 1937 Muhammadiyah
mengadakan kongresnya yang ke 26 di Yogyakarta. Dalam kongres ini di bentuk
suatu badan berjalan Haji yang diwajibkan untuk membuat organisasi yang nantinya
akan dapat member andil dalam membeli kapal untuk perjalanan Haji. Keputusan
lainnya adalah suatu anggaran dasar dan anggaran untuk mendirikan perusahaan bank
Islam. Konges ini juga memutuskan untuk berusaha menghilangkan buta huruf dan
menggiatkan kepergian ke masjid.
Kongres ke-27 diadakan di Malang pada bulan Juli 1938, kongres ke 28
diadakan di Medan pada bulan Juli 1939. Sedangkan kongres ke 29 di langsungkan di
Yogyakarta pada tanggal 7-12 Januari 1914. Dalam kongres ini di putuskan untuk
melakukan propaganda di lamapung, yang mana NU juga telah mulebarkan sayapnya
ke daerah kolonisasi. Muhammadiyah terus bercita-cita untuk mendrikan sekolah
tinggi dan memperbaiki perjalanan haji. Istilah Hindia Belanda pada anggaran
Dasarnya diganti dengan kata Indonesia. Kongres terakhir ini memutuskan juga
mengadakan panitia istimewa untuk mempelajari dan memajukan perekonomian
rakyat. Kongres menetapkan K.H.N. Mansyur tetap menjadi ketua Muhammadiyah
sampai 2 tahun kedepan.
Pada perkembangan selanjutnya Muhammadiyah juga berperan dalam kancah
politik di Indonesia. Sebenarnya cita-cita politik muhammadiya telah tersirat dalam
cita-cita dan tujuan Muhammadiyah. Dalam pergerakannya Muhammadiyah berusaha
semaksimal mungkin menanamkan pengaruhnya di dalam masyarakat dan negara
dengan wawasan keagamaan dan wawasan politiknya. Politik dalam hal ini dipahami
sebagai alat instrumental untuk kontekstualisasi cita-cita sosial Islam ke dalam citacita nasional. Muhammadiyah secara nyata ikut dalam pergerakan politik ketika
tokoh-tokoh Muhammadiyah aktif dalam kancah politik Indonesia.

18

Pada masa kepemimpinan K.H Mas Mansur (1937-1941), keterlibatan


Muhammadiyah dalam politik terlihat ketika Mas Mansur termasuk ke dalam Empat
Serangkai yang terdiri atas Soekarno, Muhammad Hatta, Mas Mansur dan Ki Hadjar
Dewantara (Deliar, Noer. 2000:24). Pengangkatan K.H Mas Mansur dari
Muhammadiyah

sebagai

salah

seorang

dari

Empat

Serangkai

merupakan

perkembangan dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia dan juga adanya


pengakuan tentang pentingnya kedudukan umat Islam dalam politik.
Beberapa tahun menjelang kemerdekaan, Muhammadiyah mengalami banyak
perubahan orientasi gerakan terutama ketika kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo
(1942-1953). Konstelasi politik nasional pada waktu itu, membuat Muhammadiyah
terlibat langsung dalam politik merebut kemerdekaan. Bahkan peran Ki Bagus
Hadikusumo di PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)cukup berpengaruh
dalam merumuskan pembukaan Undang-Undang Dasar. Berikut ini hubungan
Muhammadiyah dengan beberpa organisasi politik di Indonesia pada tahun 19241945 :
1. Muhammadiyah dan PSII
Peranan Muhammadiyah dalam PSII dapat terlihat ketika setiap kali PSII
mengadakan kongres partai, Muhammadiyah selalu ikut serta dalam kongres yang
diselenggarakan oleh PSII. Kongres itu biasanya membicarakan masalah-masalah
yang berhubungan dengan agama dan Muhammadiyah seringkali dimintaipendapat
mengenai permasalahan tersebut.
PSII awalnya berkedudukan di Solo, tetapi akhirnya dipindahkan ke
Yogyakarta, sehingga sejak waktu itu hubungan antara PSII dan Muhammadiyah
semakin dekat. Akan tetapi pada tahun 1926-1927, terjadilah ketegangan antara
Muhammadiyah dengan PSII. Ketegangan tersebut dikarenakan adanya perbedaan
pendapat antara Muhammadiyah dan PSII (Sutrisno 1998: 294). PSII menganggap
Muhammadiyah telah bekerjasama dengan pemerintah Hindia Belanda karena
menerima subsidi dari Belanda, sedangkan PSII bersikap non-kooperatif terhadap

19

Belanda. Pada tahun 1926 PSII melakukan disiplin partai dengan ketat. Setiap
anggota PSII tidak boleh menjadi anggota Muhammadiyah.
Sejak saat itu hubungan antara Muhammadiyah dan PSII mengalami banyak
perubahan, diantaranya secara organisasi Muhammadiyah tidak lagi menganjurkan
kepada para anggotanya untuk memilih PSII. Meskipun ada yang tetap berkiprah di
PSII, hanyalah bersifat perseorangan, bahkan tidak dapat menjadi anggota
Muhammadiyah lagi karena dengan adanya peraturan yang dibuat oleh PSII. Untuk
itu Muhammadiyah selanjutnya lebih memilih ikut terlibat dengan partai Islam
lainnya.
2. Muhammadiyah dan MIAI
MIAI merupakan suatu federasi dari organisasi dan partai-partai politik Islam
di Indonesia. MIAI didirikan pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, yaitu pada
tanggal 21 September 1937 di Surabaya, yang diprakarsai oleh K.H Mas Mansur
(Muhammadiyah), K.H. Abdul Wahab Hasbullah (NU) dan W. Wandoamiseno (SI).
Ide dasar pendirian ini adalah untuk menjalin persatuan umat Islam Indonesia, karena
selama ini mereka hanya memikirkan masalah-masalah perbedaan dalam ajaran
agama. Untuk itu diantara umat Islam seringkali terjadi adanya perpecahan satu sama
lain. MIAI memang bukanlah suatu partai politik, tetapi anggota-anggotanya banyak
yang bergerak dalam bidang politik seperti PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), PII
(Partai Islam Indonesia) dll. Salah satu contoh bahwa MIAI mempunyai kontribusi
dalam perpolitikan di Indonesia ketika MIAI mendukung GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) bersama-sama dengan PII dan PSII dalam menuntut Indonesia untuk
berparlemen.
Peranan Muhammadiyah di dalam MIAI terlihat dalam pembentukan panitia
untuk menyusun pedoman penjelasan tentang perlunya persatuan yang berdasarkan
Al-Quran. Tokoh-tokoh dari Muhammadiyah ikut serta dalam perumusan pedoman
MIAI. Selain itu dapat juga dilihat bahwa Muhammadiyah mempunyai peran yang

20

cukup dominan, karena dalam pembentukan panitia tersebut, lebih banyak


anggotanya yang berasal dari Muhammadiyah.
2.3 Nahdlatul Ulama (NU)
Perkumpulan keagamaan NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari
1926 sebagai:
a. reaksi terhadap kebangsaan dan hasil baik dari golongan modernisdan
teristimewa.
b. Karena kaum ulama orthodox takut, SI dan Muhammadiyah tentang
kongres dunia kaum islam yang dibawah pengaruh Raja Ibnu Saud, akan
mendatangkan pengaruh wahibi di Indonesia. Dalam bulan September
1926 NU mengadakan kongres di Surabaya sebagai sebagai aksi
menentang PSI MAIHS bresama.
Nahdatul ulama ( seperti Muhammadiyah) tidak mencampuri urusan politik.
Tujuan NU adalah untuk memajukan faham Orthodox (4 aliran : syafiI, Hanafi,
Maliki dan Hambali) dengan jalan memelihara hubungan antara ulama-ulama 4 aliran
ini, menjaga supaya dalam pelajaran agama islam berdasarkan paham Orthodox,
memajukan rumah-rumah sekolah Islam memelihara masjid-masjid dan sebagainya.
Dalam kongres tanggal 8-11 Oktober 1928 di Surabaya menentang
reformisma kaum moderenis dan perubahan-perubahan wahibi di Hiyaz. Sikap
menentang ini di lakukan karena kaum islam yang Reformis dalam beberapa hal
bersikap seperti kaun nasionalis yang tidak berdasarkan agama, diantaranya tentang
propaganda untuk mencapai perbaikan dalam hal perkawinan dan hidup keluarga,
terutama mempertinggi kedudukan perempuan Indonesia, maka oleh golongan kaum
kolot di pandang perlu dalam kongres ini untuk membicarakan mengenai
menjalankan peraturan islam tentang perceraian. Kongres juga membicarakan
mengenai kesukaran-kesukaran perjalanan haji berhubunan dengan tidakan-tindakan
pemerintah hiyaz terhadap orang-orang anti Wahibi dan peraturan-peraturan

21

kesehatan di pelabuhan yang tidak memuaskan. NU memiliki pengaruh yang besar


terutama di daerah Surabaya dan daerah yang brdekatan karisidenan Kediri dan
Bojonegoro, selanjutnya di Kudus dan sekitarnya.
Perkumpulan ulama yang berpaham kuno ini dalam rapat tahunan 1931
membicarakan mengenai boleh tidaknya penyuntikan Limpa Mayat (untuk melihat
apakah seseorang meninggal karena penyakit pes). Tahun 1932 mengadakan kongres
di Bandung dengan tujuan untuk lebih mengenalkan NU di Jawa Barat. Keterangan
mengenai penyuntikan limpa tetap dipegang teguh.
Pada tanggal 21-26 April 1934 diadakan kongres ke-9 di Banyuangi. Dalam
kongres ini dibahas beberapa hal yaitu, perselisihan mengenai sembahyang jumat,
mengenai penggundikan, tentang pemudahan perkawinan buat bekas orang Kristen
yang telah masuk islam, dan tentang hukuman berat bagi orang-orang yang menghina
Al-Quran. Kongres ke 10 diadakan pada tanggal 13-18 April 1935 di Solo. Dalam
konres ini di ambil mosi

jika pemerintah tidak mengambil tindakan untuk

mengadakan pengajaran bagi para penghulu, maka NU sendiri akan mendirikan


badan untuk penyelesaian perkara-perkarayang sekarang di urus oleh Raad Agama.
Tanggal 8-14 juli 1936 NU mengadakan kongresnya di Banjarmamsn (konres
ke-11). Di ambil Mosi agar pemerintah membatalkan niatnya untuk mengadakan
peraturan pernyataan sukarelaperkawinan orang-orang yang hak perkawinannya
belum ditetapkan oleh undang-undang. Hal ini di lakukan bahwa peraturan ini akan
memberikan peluang bagi orang islam untujk berbuat menyalahi hukum islam.
Kongres ke 12 diadakan pada tnggal 19-24 juni 1937 di Malng yang di bicarakan
ialah penyerahan kekuasaan tentang urusan waris dari raad agama ke tangan
pengadilan negeri, dan rencana undang-undang perkawianan yang mana keduanya
tidak disetujui kongres. Kongres ke 13 diadakan di manes (banten) pada bulan juli
1938 sebagian anggotanya mengusulkan agar NU berusaha mendudukkan wakilnya
dalam Volksraad (Dewan Rakyat), parlemen semu tak bergigi yang dibentuk oleh
penguasa Hindia Belanda. Usulan ini ditolak oleh mayoritas sangat besar pesertanya,

22

tampaknya karena mereka menginginkan NU tidak terlibat dalam dunia politik dalam
bentuk apapun.
Pada bulan Juli 1939 diadakan kongres di Magelang. Dalam kon gres
diputuskan untuk melebarkan sayapnya dengan mendirikan badan-badan di daerah
kolonisasi terutama di Lampun g dibawah konsul NU daerah Palembang. Keputusan
lain yang di ambil antara lain :
a. Pasal 177 indische staatsrregeling jngan di cabut, jika dicbut umat Kristen
akan dapat di propagandakan dimana-manadengan leluasa. hal ini akan
dapat menimbulkan bentrokan.
b. Guru ordanatie 1925 agar dicabut sehinga dalam pengajaran islam tidak
ada ikatan yang tidak perlu.
c. Jangan memberikan subsidi kepada usaha agama manapun juga.
d. Penyelesaian urusan waris dikembalikan lagi kepada raad Agama.
e. Mengadakan

ancaman

hukum

terhadap

penghinaan

islam

Nabi

Muhammad.
Kongres ke 15 berlangsund di Surabaya tanggal 9-15 desember 1940,
menyebutkan berdirinya bagian wanit (NUM, Nahdatul ulama muslimat). Bagi
pemuda, 5 tahun lalu telah diadakan wadah tersendiri yaitu Ansor. Menurut keputusan
kongres semua anggota Ansor harus memakai uniform. Ansor memutuskan akan
masuk hanya akan masuk persatuan pemuda muslimin Indonesia (Persipi) jika badan
federasi ini menghilangkan pasal 5 anggaran dasarnya, yang menyebutkan disamping
disamping beragama islam anggota harus juga berhalauan nasional Indonesia. Ansor
mengatakan mereka berdasarkan agama islam oleh karenanya berhalauan
Internasional.
2.4 Perkumpulan Golongan-Golongan yang Berdasarkan Agama Kristen
Pada tanggal 22 Pebruari 1925 berdiri perkumpulan politik Katolik Djawi di
Yogyakarta. PPKD bertujuan akan turut berusaha sekuat-kuatnya untuk kemajuan

23

Indonesia misalnya kemajuan politik. Usaha tersebut didasarkan atas dasar-dasar


katolik, namun dengan memperhtikan bahwa rakyat Indonesia terdiri dari terutama
atas orang-orang bukan katolik. PPKD bersikap kooperasi terhadap pemerintah
Hindia Belanda. Tokoh terkemuka dalam perkumpulan ini adalah I.J Kasino seorang
pengawal Gubernurmen. Setelah 5 tahun perkumpulan ini berdiri berubah nama
menjadi Perkumpulan Politik Katolik di Jawa. Dengan demikian perkumpulan ini
juga terbuka untuk orang Indonesia yang bukan orang jawa dan sebagai bahasa
perkumpulan digunakan bahasa Indonesia (Melayu).
Perkembangan selanjutnya, pada bulan Juli tahun 1938 nama PPKD di ubah
menjadi persatuan politik Indonesia. Tetapi berdasarkan asas Katolik, berhalauan
kebangsaan Indonesia, kooperasi terhadap pemerintahan Kolonial Hindia Belanda,
dan menuju kemajuan bangsa yang cepat. Pada kongres Juli 1936 di putuskan
beberapa hal diantaranya : menyetujui petitie-voorstel-Sutarjo, mendesak supaya
diadakan upah minimum, penurunan harga garam, penambahan kolonisasi dan
pengajaran. Pada bulan oktober 1941 PPKI dengan perkumpulan katolik lain
membentuk Badan Pertalian Katolik (BPK) dengan tujuan bekerja sama di lapangan
social, ekonomi, kerohanian dan lain sebagainya.
Selain PPKI pada tahun 1929 didirikan perkumpulan Perserikatan Kaum
christen oleh kaum Kristen protestan Indonesia. Organisasi ini berkeyakinan bahwa
Indonesia akan merdeka dimasa yang akan datang, tetapi dengan berangsur-angsur.
Perkumpulan ini mengutamakan dasar Protestan, namun menghargai pula kerjasama
dengan orang-orang bukan Protestan. Usaha yang dilakukan dilakukan dengan jalan
kooperasi dengan pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1939 diddirikan Federasi
Perkumpulan Kristen Indonesia di Yogyakarta. Perkumpulan ini terdiri darai PKC,
Persatuan Guru Christen, persatuan Verpleger dan Verpleger Christen, serta Persatuan
Pergerakan Pemuda Kristen Indonesia. Dikalangan Kristen terdapat perhatian pula
mengenai politik, hal ini terbukti dengan dibicarakannya tentang mendirikan partai
politik Kristen Indonesia dan panggilan Gereja di Lapangan Politik. Pada tanggal 13

24

Desember 1930 di Jakarta berdiri pula Partai Kaum Masehi Indonesia (PKMI)
sebagai perkumpulan politik kedua dari golongan protestan Indonesia. Perkumpulan
ini berpendapat bahwa

system pemerintahan harus berdasarkan rasa kewajiban

negeri Belanda untuk membawa Indonesia kearah berdiri sendiri. pada perkembangan
selanjutnya partai ini boleh dibilang tidak berarti sama sekali. Dari uraian di atas
terbukti bawsanya kaum Kristen baikpun Protestan maupun Katolik memiliki
keinginan mengenai cita-cita bangsa yang nyata, meskipun golongan ini bersikap
sangat tenang dan memilih jalan kooperasi dengan pemerintah Hindia Belanda.

25

BAB 3. PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Di dalam organisasi ini agama Islam berfungsi sebagai ideologi, sehingga

gerakan tersebut lebih bersifat revivalisme, yaitu semangat kembali pada kepercayaan
dengan jiwa atau semangat yang berkobar-kobar atau dalam kata lain sebuah gerakan
pembaharuan yang bertujuan pada kebangkitan Islam. Semangat religius ini dapat
kita lihat dengan semakin banyaknya organisasi berbasisikan islam yang muncul
seperti Muhammadiyah dan NU. Semangat pergerakan ini muncul tidak pernah
terlepas dari gejolak situasi sosial yang melingkupinya. Seperti yang kita ketahui
bahwasanya pada saat itu semngat pergerakan telah mencapai puncaknya, sehingga
dalam kalngan umat islam yang menjadi Mayoritas pun tidak mengherankan jika
mendirikan sebuah organisasi pergerakan. Namun pada kenyataannya, tidak hanya
umat islam yang hanya memiliki kesadaran kebangsaan yang tinggi melainkan umat
agama lain seperti Kristen dan Protestan telah memiliki rasa kebangsaan tersebut. Hal
ini terbukti mereka juga mendirikan organisasi pergerakan, meskipun pergerakannya
lebih tenang dan bersifat kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Disisi lain organisasi pergerakan ini dalam perjalanannya tidak berjalan
mulus. Hal ini dikarenakan masih sering terjadi persaingan antar organisasi
pergerakan untuk mendapatkan pengaruh yang besar dari masyarakat Indonesia.
Secara tidak langsung hal ini akan menjadikan munculnya perpecahan di kalangan
organisasi pergrakan termasuk pula organisasi yang berbasiskan agama. Untuk
mengatasi hal ini sempat diadakan upaya untuk menyatukan Visi dan misi pergerakan
seperti MIAI, Sumpah Pemuda yang lebih bersifat nasional.

25

Anda mungkin juga menyukai