Anda di halaman 1dari 52

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa pergerakan Nasional yang dimulai dari tahun 1908 hingga 1942
merupakan awal mula pergerakan Indonesia. Hal ini dikarenakan timbul
banyaknya organisasi-organisasi yang sudah tersusun secara struktural. Organisasi
terstruktural yaitu lingkup yang menasional bahwa organisasi tersebut bukan
hanya terpaku oleh daerah-daerah saja, tetapi hingga meraih anggota dan
pengaruh ke daerah lain yang lebih luas.

Salah satu organisasi dalam masa pergerakan nasional tersebut adalah


Sarekat Islam. Syarikat islam awalnya bernama Syarikat Dagang Islam. Ketika
masih menjadi Sarekat Dagang Islam organisasi ini lebih berfokus pada masalah
perekonomian, tetapi ketika sudah menjadi Sarekat Islam maka lebih berfokus
dalam masalah politik.

Sarekat Islam merupakan organisasi yang memiliki banyak pengikut. Oleh


karena itu banyak pihak yang ingin menggunakannya demi kepentingan politik
tersendiri. Paham-paham dari luar banyak memberikan pengaruh yang cukup
besar bagi Syarikat Islam. Selain itu juga banyak pro dan kontra didalam kubu
anggota Sarekat Islam juga memberikan dampak yang begitu besar. Tokoh-tokoh
yang berperan penting dalam Sarekat Islam juga berpengaruh besar dalam
perkembangan Sarekat Islam itu sendiri. Maka saya akan menjelaskan biografi
dan peran dari tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan Syarikat
Islam.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang melatar belakangi berdirinya Syarikat Islam (SI)?
2. Siapa pendiri Syarikat Dagang Islam?
3. Siapa saja tokoh-tokoh yang berperan penting dalam Syarikat Islam?
4. Bagaimana sejarah perkembangan Syarikat Islam

1
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesyarikatan Islaman
2. Untuk bahan belajar mata kuliah Kesyarikatan Islaman

D. Manfaat
1. Dapat menjadi bahan pembelajaran dalam mata kuliah Kesyarikat
Islaman
2. Dapat mengetahui tentang biografi tokoh-tokoh penting dalam
perkembangan Syarikat Islam
3. Dapat mengetahui perkembangan Syarekat Islam dari masa ke masa
4. Dapat mengetahui makna lambang Syarekat Islam

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Syarikat Islam

Sarekat Islam (SI) dahulu bernama Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI)
didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905, Sarekat Dagang
Islam merupakan organisasi pertama yang lahir di Indonesia, pada
awalnya Organisasi Sarekat Islam yang dibentuk oleh Haji Samanhudi ini
merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang masuknya
pedagang asing yang ingin menguasai ekonomi rakyat.

Latar belakang dibentuknya perkumpulan ini adalah reaksi terhadap


monopoli penjualan bahan baku oleh pedagang China yang dirasakan sangat
merugikan pedagang Islam. Namun, para pendiri Sarekat Islam mendirikan
organisasi itu bukan hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang
Cina namun untuk membuat front melawan penghinaan terhadap rakyat bumi
putera.Juga merupakan reaksi terhadap rencana krestenings politik (politik
pengkristenan) dari kaum Zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan
dan penindasan-penindasan dari pihak ambtenar bumi putera dan Eropa.Pokok
utama perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan.
Jadi dapat disimpulkan yang melatarbelakangi berdirinya Sarekat Islam(SI) yaitu :
a. Faktor ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang
mempermainkan penjualan bahan baku batik.
b. Faktor agama, yaitu untuk memajukan agama Islam.

1. Tujuan dibentuknya SI

Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan


ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara

3
Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi
pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat
dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.

Asas dan tujuan SDI, antara lain:

a. Mengutamakan sosial ekonomi


b. Mempersatukan pedagang-pedagang batik
c. Mempertinggi derajat bumi putera
d. Memajukan agama dan sekolah-sekolah Islam.

Adapun Tujuan Serikat Islam (SI) di tinjau dari anggaran dasarnya meliputi:

a. Mengembangkan jiwa dagang,


b. Membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,
c. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat
bumiputera
d. Menentang pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan
e. Hidup menurut perintah agama.

Sarekat Islam tidak membatasi anggotanya hanya untuk masyarakat Jawa


dan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan
tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI
mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg
menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam
anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI
menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang
ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya
SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran
pemerintah Belanda.

4
2. Perubahan nama SDI menjadi SI

Pada tahun 1912 berkat keadaan politik dan sosial pada masa tersebut
HOS Tjokroaminoto menggagas SDI untuk mengubah nama dan bermetamorfosis
menjadi organisasi pergerakan yang hingga sekarang disebut Syarikat Islam, Hos
Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang dulunya hanya
mencakupi permasalahan sosial dan ekonomi kearah politik dan Agama untuk
menyumbangkan semangat perjuangan islam dalam semangat juang rakyat
terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa itu. Alasan H.O.S
Cokroaminoto merubah nama dari SDI menjadi SI, antara lain:

a. Melebarkan lapangan perjuangan

Kalau dalam SDI terbatas soal-soal perdagangan dan agama saja, maka
sekarang wawasan dapat menjangkau yang lain dalam memperbaiki nasih rakyat.
Perjuangan untuk membela kepentingan rakyat, menegakkan keadilan,
menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana rakyat dapat hidup
sejahtera (sejahtera lahir dan bathin).

b. Tidak terbatas dalam persoalan dagang dan agama

Untuk menuju dan menjadi suatu bangsa yang utuh, maka rakyatnya harus
dapat berpikir luas karena kehidupan itu banyak jalan dan bidang lain selain dunia
perdagangan, seperti dunia pertanian, dunia hukum, dunia politik, dunia religi
(agama), lapangan perburuhan dan bidang Industeri.

Agar kehidupan beragama itu dapat baik dan benar, maka perlu diadakan
bidang pendidikan dan pengajaran apakah dalam pendidikan dan pengajaran
agama khususnya dan yang umum melalui Sekolah-sekolah. Membuka Sekolah-
sekolah partikulir (swasta), guna menampung anak-anak bumi putera yang tak
mungkin dapat masuk ke Sekolah pemerintah kala itu, karena persyaratan-
persyaratan dan ketentuan-ketentuan pemerintah JAJAHAN Belanda yang tidak
memungkinkan anak-anak rakyat bumi putera bersekolah disana.

5
c. Emansipasi atau persamaan hak dan kedudukan

Kenyataan yang ada dalam masyarakat rakyat terbagi-bagi dalam


golongan-golongan didalam hak dan kewajiban serta kedudukan yang berbeda-
beda. Ada golongan ningrat bangsawan, ada golongan amtenaar (pamongpraja),
pegawai pemerintah (Volksraad) dan golongan rakyat kecil, disamping orang
asing turunan Eropa dan orang Asing Timur, sehingga menimbulkan perselisihan
dan perpecahan bahkan permusuhan. Oleh pihak Syarikat Islam hal ini adalah
kendala besar bagi pemersatu menuju satu bangsa, harus dan wajib dihapuskan.
Maka Syarikat Islam menuntut adanya persamaan dan persaudaraan khususnya
nasib rakyat.

d. Perbaikan nasib rakyat

Rakyat yang sangat menderita akibat penindasan dan kekejaman dan


pemerasan oleh Belanda si penjajah dan kaum Feodal (kaki tangan penjajah)
kesemuanya menindas dan memeras rakyat, adanya RODI (Kerja Paksa)
banyaknya macam-macam pajak yang dibebankan kepundak rakyat, seringnya
penyalahan milik rakyat, peraturan-peraturan yang menjerat leher rakyat yang
membuat rakyat tidak berdaya. Kemiskinan dan kebodohan yang menimpa diri
mereka sepanjang hidup mereka bahkan sepanjang masa penjajahan.

Banyaknya tanah-tanah partikulir yang dikuasai oleh tuan-tuan tanah yang


mendesak tanah rakyat, kita mengetahui bahwa rakyat itu hidupnya dari pertanian.
Harga-harga hasil pertanian rakyat sangat rendah, sekali dimana cara bertaninya
rakyat masih secara Tradisional alamiyah.

Tenaga kerja sangat rendah sekali upahnya bahkan hamper tidak dapat
menutupi keperluan hidup berumah tangga. Oleh karena itu, perlu adanya
perubahan-perubahan demi memperbaiki nasib kepada yang lebih baik.

6
e. Menuntut kebebasan

Karena rakyat sangat terkekang dalam segala hal, terutama lilitan


peraturan-peraturan dan perundang-undangan penjajah, ruang gerak sebagai
manusia yang merdeka tak ada sama sekali, hak berserikat, berkumpul, berpolitik,
merupakan larangan yang ketat, perjuangan Syarikat Islam saat itu adalah hendak
melepaskan larangan-larangan itu hal ini adalah sangat berat sekali, namun
merupakan cita-cita dimana H.O.S. Cokroaminoto, Abdul Muis, H.Agus Salim
merupakan ancaman bagi pihak Belanda karena perjuangan mereka
memperjuangkan kebebasan.Setapak demi setapak dengan tahap-tahapnya terus
maju melawan penjajah Belanda.

3. Pengakuan sebagai Badan Hukum

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan


sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah
memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan
mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917, yaitu HOS Tjokroaminoto;
sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung dalam CSI menjadi anggota
volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan bukan mewakili
Central SI sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh terdepan
dalam Central Sarekat Islam.

Namun Tjokroaminoto tidak bertahan lama di lembaga yang dibuat


Pemerintah Hindia Belanda itu dan ia keluar dari Volksraad (semacam Dewan
Rakyat), karena volksraad dipandangnya sebagai "Boneka Belanda" yang hanya
mementingkan urusan penjajahan di Hindia ini dan tetap mengabaikan hak-hak
kaum pribumi. HOS Tjokroaminoto ketika itu telah menyuarakan agar bangsa
Hindia (Indonesia) diberi hak untuk mengatur urusan dirinya sendiri, yang hal ini
ditolak oleh pihak Belanda.

7
Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis
perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan
politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923,
Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi
tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri.

4. Kongres-kongres SI

Dalam pertemuan tokoh-tokoh SDI tahun 1911 di Solo keadaan SDI sudah
tidak dapat menampung aspirasi yang berkembang, akhirnya disetujui dan
disepakati untuk dirubah dan ditingkatkan peranannya, serta memiliki wawasan
yang lebih luas, sehingga disingkat menjadi Syarikat Islam (SI).

Atas kuasa pengurus R.M. Oemar Sa’id Tjokroaminoto mengusahakan


STATUTEN Syarikat Islam Notaris 10 September 1912. Kemudian terjadilah
kongres ke I (pertama) Syarikat Islam di Surabaya pada tanggal 13/26 Januari
1913. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan hanya
merupakan organisasi politik, dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan
antar bangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan
ekonomi, serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.
HOS Tjokroaminoto lahir di Desa Bakur, Madiun, Jawa Timur, pada tanggal 16
Agustus 1882, wafat pada tanggal 17 Desember 1934 M./ 10 Ramadhan 1353 H
di Yogyakarta. Oemar Said Tjokroaminoto tidak pernah meletakan gelar raden di
depan namanya. Tjokroaminoto dibesarkan dalam tradisi keluarga priayi, Ia
nasionalis dan sosialis yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam sekaligus.

Para murid-muridnya seperti Ir. Soekarno, Musso, Kartosoewirjo berpisah


jalan. Pertarungan mereka kemudian, amat mempengaruhi Perjalanan Republik
Indonesia ini. Mereka mampu “menyirep” ribuan orang dengan pidato tanpa
pengeras suara, pemerintah colonial menunjuknya sebagai “Raja tanpa Mahkota.”

8
Kongres kedua diadakan di Surakarta pada tanggal 23 Maret 1913,
terpilihlah H. Samanhudi sebagai ketua dan HOS Cokroaminoto sebagai
wakilnya. Salah satu hasil kongres ke II ini menegaskan bahwa SI hanya terbuka
bagi rakyat biasa (para pegawai pemerintah tidak boleh menjadi anggota).

Pada tanggal 18-20 April 1914 diadakan kongres SI yang ketiga di


Yogyakarta yang dihadiri oleh 80 perkumpulan SI kota. Pada kongres ke III inilah
HOS Cokroaminoto menyingkirkan H. Samanhudi dari kursi Ketua. HOS
Tjokroaminoto didampingi oleh Goenawan sebagai wakil ketua. Bertepatan
dengan kongres ini lah Eropa dilanda Perang Dunia ke-I, yang berakhir pada
tahun 1918.

Kongres SI yang keempat dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 26-27


Juni 1915, yang mana kurang lebih sebulan sebelumnya, Indische Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV) berdiri, seperti yang sudah kita ketahui yang
menjadi penggagas ISDV ialah seorang tokoh sosialis Belanda, bernama Henk
Sneevliet, jika diterjemahkan adalah Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda.
Anggota awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 orang dari dua partai sosialis
Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial
Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda. Partai ini dengan cepat berkembang
menjadi radikal dan anti kapitalis.

Pada tahun 1919, ISDV beranggotakan sekitar 400 orang. Dari jumlah
tersebut, ada 25 orang yang berkebangsaan Belanda dan beberapa orang
Tionghoa. Selebihnya adalah kader-kader Indonesia. Pengusiran yang dilakukan
Pemerintah Kolonial terhadap pemimpin-pemimpan dan kader-kader
berkebangsaan Belanda di satu sisi dan kaderisasi terhadap kaum muda
bumiputera di sisi lain, telah membuat ISDV menjelma sebagai organisasi
perjuangan kaum bumiputera Hindia Belanda. Karena paham sosialis pada waktu
itu belum mendapatkan tempat di rakyat indonesia. Padahal ISDV tak akan
berkembang kalau tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia. Maka dari itu,

9
ISDV berusaha mendekati rakyat dengan memakai organisasi lain sebagai
perantaranya.

Mulanya, ISDV bersekutu dengan insulinde. Akan tetapi karena tidak


memenuhi sasaran tujuannya, kerja samanya dibatalkan. Pada akhirnya Sneevlit
akhirnya mampu mendekati Semaoen dan Darsono dan mampu mempengaruhi
Sarekat Islam (SI) cabang Semarang. Taktik yang digunakan adalah taktik
infiltrasi dengan nama “blok di dalam”. Setelah SI cabang Semarang, ISDV
berniat meninfiltrasi Central Sarikat Islam (CSI) dengan salah satu tokohnya HOS
Cokroaminoto, yang banyak menimbulkan perdebatan politik dengan anggota
ISDV. Dengan adanya ISDV, maka muncul paham sosialis dalam pergerakan
Nasional. Akan tetapi akhirnya ISDV dilebur menjadi Perserikatan Komunis
Hindia atau yang juga dikenal dangan PKH pada tanggal 23 Mei 1920. Dan
menjadi PKI pada tahun 1924. Perubahan nama ini ditujukan untuk membedakan
ISDV dengan “kaum sosialis revisionis” atau “kaum sosialis palsu”. PKI
merupakan partai yang berideologi komunisme. Partai ini membentuk “front
persatuan” dengan partai-partai nonkomunis dan menentang PAN-Islamisme.

Selanjutnya pada tanggal 30 Januari tahun 1916 di Jakarta, samanhudi


yang sudah tidak memiliki kursi sebagai ketua di SI akhirnya Samanhoedi dan
Goenawan menggelar rapat pembentukan CSI (Cetral Syarikat Islam) tandingan.
Dari sinilah SI berganti nama menjadi CSI, yang mana HOS Cokroaminoto lah
sebagai ketua dan Goenawan dijadikan wakil ketua. Akan tetapi Goenawan tidak
lama duduk sebagai wakil ketua di CSI, dan akhirnya pada bulan November ia
(Goenawan) digantikan oleh Abdoel Moeis. Pada tahun 1916, Soekarno yang
sedang bersekolah di HBS (Hoogere Burgerschool) merupakan pendidikan
menengah umum pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa atau
elite pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Masa studi HBS
berlangsung dalam lima tahun atau setara dengan SMP atau SMA. Pada waktu
itulah Soekarno indekos di Rumah HOS Tjokroaminoto.

10
Pada tanggal 17-24 Juni 1916 diadakan kongres CSI yang selanjutnya
dilaksanakan di Bandung. Dalam kongres ini CSI sudah mulai melontarkan
pernyataan politiknya. CSI bercita-cita menyatukan seluruh penduduk Indonesia
sebagai suatu bangsa yang berdaulat (merdeka).

Selanjutnya, tahun 1917 SI (CSI) mengadakan kongres di Batavia


(Jakarta). Dalam kongres ini CSI menegaskan ingin memperoleh pemerintahan
sendiri (kemerdekaan). Dalam kongres ini CSI mendesak pemerintah Hindia
Belanda agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). CSI
mencalonkan HOS Tjokroaminoto dan Abdoel Moeis sebagai wakilnya di
Volksraad. Di tahun ini pula Semaoen (murid Sneevliet di ISDV) memimpin SI
Semarang. Pada tahun ini pula terjadi revolusi rusia oleh lenin.

Pada tahun 1918, kongres CSI digelar sejak akhir bulan September, dan
terpilihlah Semaoen dan Darsono sebagai komisaris CSI. Ditahun ini juga di
Eropa runtuhnya kekaisaran Jerman pada awal November 1918. Di tahun ini pula
tepatnya bulan Februari 1918 di Surabaya HOS Tjokroaminoto membentuk
tentara Kandjeng Nabi Muhammad. Dan pada tahun ini pula, tepatnya bulan Mei
1918, HOS Tjokroaminoto diangkat menjadi anggota Volksraad atau Dwan
Perwakilan Rakyat (DPR) mewakili Central Syarikat islam (CSI).

Dan tahun 1919 kongres CSI di Surabaya pada akhir Oktober sampai
dengan awal November 1919. Dengan terjadinya kongres di tahun ini, maka
serikat buruh tumbuh menjamur (bak cendawan). Beberapa diantaranya berada di
bawah kendali anggota SI/CSI.

Akhirnya pada tahun 1920 basis kekuatan Tjokroaminoto di CSI runtuh.


Para pengikutnya pun, yakni para pedagang arab dan muslim pribumi hengkang
(keluar). Pada bulan Mei 1920 terjadilah kehabisan uang kas CSI yang ternyata
benar-benar kosong. Maka, pada bulan September 1920 tanpa kehadiran HOS
Tjokroaminoto, menggelar rapat pengurus pusat yang dimotori oleh Soerjopranoto
dan Agoes Salim memutuskan memangkas kekuasaan Tjokroaminoto. Sekretariat/

11
markas CSI diboyong dari Surabaya menuju Yogyakarta. Sementara itu ISDV
berganti nama menjadi Perserikatan Komunis Indonesia (PKI).

Pada tahun 1921 CSI menyelenggarakan kongres di Yogyakarta yang


memutuskan bahwa kepercayaan terhadap HOS Tjokroaminoto akhirnya
dipulihkan. Ditahun 1921 ini juga, tepatnya bulan Agustus, HOS Tjokroaminoto
masuk bui, lantaran dituduh terlibat kasus “Afdeling B”. Pada tahun 1921, selain
HOS Tjokroaminoto masuk bui/ penjara, ia juga diberikan cobaan bahwa istri
tercintanya Soeharsikin akhirnya meninggal dunia (wafat).

Tahun 1922, HOS Tjokroaminoto akhirnya terbebas dari penjara tepatnya


pada bulan April 1922, pada tahun ini pula HOS Tjokroaminoto menikah dengan
istri yang keduanya yang bernama Roesita. Setelah bebas dari penjara, di tahun ini
pula HOS Tjokroaminoto muncul sebagai Ketua Kongres Al-Islam yang
bertempat di Cirebon (Jawa Barat) tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1922 - 2
November 1922.

Pada tahun 1923 CSI menyelenggarakan kongres yang bertempat di


Madiun pada tanggal 17-23 Februari 1923. Pada tahun ini pula kepiawaian HOS
Cokroaminoto dalam bermain politik ditunjukan ia (HOS Tjokroaminoto dan
Agoes Salim) mendekap (mendekat) ke PKI, dengan tujuan bukan untuk masuk
ataupun mengikuti faham PKI, akan tetapi itu merupakan tugas dari CSI kepada
HOS Tjokroaminoto dan Agoes Salim. Ditahun ini pula HOS Tjokroaminoto
terpilih lagi sebagai ketua CSI.

Akan tetapi, di tahun 1924 PKI semakin kuat dan CSI semakin lemah.
Karena PKI semakin membenrontak dan membabi buta.

Di tahun 1926 CSI mendapat konflik dengan Muhammadiyah yang


semakin meruncing, akan tetapi konflikpun tidak lama dan akhirnya mereda, dan
bahakan sudah tidak ada lagi konflik dengan Muhammadiyah. Pada tahun 1926
juga, terjadilah pemberontakan PKI yang menewaskan diantara para Jenderal
yang menjadi korban kekejaman (penghianatan) G 30 S/PKI antara lain:

12
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal Soeprapto
3. Mayor Jenderal M.T. Haryono
4. Mayor Jenderal S. Parman
5. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
6. Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan
7. Letnan Satu Pierre Tendean.

Pada tahun 1926 pula, HOS Tjokroaminoto menghadiri Kongres Al-Islam,


penyelenggaraan kongres ini berbeda dengan yang sebelumnya, kalau yang
sebelumnya pada tahun 1922 di Cirebon, Kongres Al-Islam tahun 1926
dilaksanakan di Mekah (Arab Saudi) sebagai perwakilan dari CSI.

Pada tahun 1927 akhirnya CSI berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam
Hindia-Timur. Ditahun ini pula CSI bergabung dengan Permufakatan
Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Tahun 1928, orang-orang muhammadiyah dikeluarkan dari partai Sarekat


Islam Hindia-Timur. Pada 28 Oktober 1928 juga, Sumpah pemuda dibacakan.

Tahun 1930 nama partai Sarekat Islam Hindia-Timur berubah lagi menjadi
Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Dan pada akhir tahun, PSII keluar dari
PPPKI.

Tahun 1931 merupakan, tahun-tahun mulai sakitnya HOS Cokroaminoto,


akhirnya pada tahun 1934, tepatnya tanggal 17 Desember 1934 HOS
Cokroaminoto meninggal dunia. Sepeninggal dia, Partai Sarikat Islam Indonesia
tetap hidup dan dilanjutkan oleh para penerusnya, yaitu: Abikoesno, Agoes Salim
dan Kartosoewirjo.

13
5. Sepeninggalan H.O.S. Cokroaminoto sampai tahun 1938

Tokoh PSII Agus Salim yang berada pada kubu mempertahakan sikap
CO/NONCO pada kongres PSII ke XXII 1936 bahkan memiliki pandangan untuk
kooperatif dengan pemerintahan Belanda didasarkan atas pertimbangan bahwa
pada waktu itu telah timbul Nazi Jerman I, Fasis Italia dan Fasisme Jepang yang
menyulut Perang Dunia II, karena itu bagi Agus Salim perlu kerjasama dengan
Belanda untuk menolak Fasisme, maka dengan keputusan: Sikap Hijrah PSII
(hasil suara terkuat). Pada tahun 1937 (setahun setelah kongres) ia (Agus Salim)
keluar dari PSII, dan membuat gerakan baru dengan nama BPPSII (Badan
Penyadar Partai Syarikat Islam Indonesia). Selain Agus Salim, Tokoh Penyadar
lainnya adalah A.M. Sangaji, Sabirin dan Mohammad Roem.

Pada Kongres ke-23 tanggal 19 –23 Juli 1937 di Bandung, dihasilkan


keputusan untuk mencabut pemecatan atas diri anggota-anggota yang dalam tahun
1933 sudah dikeluarkan dari PSII yang membentuk PII (Parii) dan memberikan
kesempatan kepada mereka itu masuk ke PSII kembali. Sebelum PII di dirikan
kembali, Pengurus PSII menerima surat dari Dr. Sukiman, Wali Al-Fatah , K.H.
Mansur dll yang menerangkan, bahwa mereka itu akan masuk PSII kalau partai
ini: “Mau melepaskan asas hijrah sebagai asas perjuangan dan hijrah hanyalah
taktik perjuangan PSII hanya mengurus masalah aksi politik (pekerjaan sosial
dan ekonomi haruslah diserahkan kepada perkumpulan yang lain-lain) Mencabut
disiplin partai yang sudah dilakukan terhadap Muhammadiyah”.

PSII membalas surat ini dengan menolak permintaan itu; “hanya disiplin
partai terhadap Muhammadiyah yang bisa dibicarakan kembali”. Atas Penolakan
usulan Dr. Sukiman Cs oleh PSII, maka pada awal Desember 1938 di Solo
didirikan kembali PII (Partai Islam Indonesia). Ketuanya mula-mula adalah R.M.
Wiwoho (Anggota Dewan Rakyat, pemimpin Jong Islamieten Bond). Selanjutnya
partai ini bergabung dengan GAPPI.

Pada Kongres yang ke-24 PSII diadakan pada tanggal 30 Juli - 7 Agustus
1938 di Surabaya. Oleh S.M. Kartosuwiryo dijelaskan, bahwa ‘Hijrah” yang jadi

14
sikap politik partai itu haruslah jangan diartikan sama dengan non-kooperasi yang
diadakan oleh partai-partai lain terhadap Pemerintahan. Ia menunjukan bahwa
sikap non-kooperatif itu adalah suatu sikap yang negatif; sikap hijrah itu adalah
suatu sikap yang positif dan bersifat pembangun”. Sebab katanya, hijrah itu
sesungguhnya suatu sikap penolakan, akan tetapi disamping itu dijalankan usaha
dengan sekukat-kuatnya untuk membentuk kekuatan hebat, yang menuju kepada
Darul Islam”.

Pada tahun 1938 M. terjadi situasi baru, sebuah tuntutan politis bagi
bangsa Indonesia, untuk membuat pemerintahan sendiri terdiri dari unsur unsur
kekuatan politik/ organisasi-organisasi massa yang ada, lahir wadah organisasi
tersebut, yakni: ‘GAPPI’. Abikoesno sebagai pimpinan/ Presiden Partai; Telah
menggabungkan PSII ke dalam wadah nasional tersebut. Berarti tidak konsisten
terhadap keputusan Kongres dan mengkhianati amanat ummat. Yang termasuk
anggota GAPPI selain PSII Abi Koesno adalah : Parindra, Gerindo, Pasundan,
Persatuan Minahasa dan PII serta PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia) yang terdiri dari Budi Utomo, Pasundan, Serikat Sumatra,
Serikat Ambon, Timors Verbonds, Partai Serikat Selebes, Partai Indonesia dan
PNI Baru (Moh. Hatta).

Tujuan GAPPI adalah mempersatukan semua partai politik Indonesia


Raya. Dasar aksinya adalah hak mengatur diri sendiri, kebangsaan yang
bersendikan demokrasi menuju cita-cita bangsa Indonesia. Pada tahun 1939 M.
tepatnya Januari 1939 Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (S.M.K.) menolak
bergabung dengan GAPPI dan menyatakan dengan tegas tetap konsisten terhadap
amanat kongres, Commited dengan sikap Hijrah PSII, maka secara resmi S.M.K.
menyatakan keluar dari PSII yang telah berintegrasi dengan GAPPI melalui
kongres PSII tahun 1939, dimana dalam pidatonya sempat menyatakan: “bahwa
sikap hijrah melahirkan kekuatan luar biasa untuk mewujudkan Darul Islam”
dengan didukung oleh 7 cabang lahirlah Komite Pembela Kebenaran PSII (KPK
PSII).

15
Dari pihak PSII Abikoesno mengeluarkan pemecatan kepada S.M.K.
melalui Kongres PSII 1940. Perlu diketahui bahwa akhir tahun 1938 atau sebulan
sebelum Kongres PSII tahun 1939, S.M.K. telah mendirikan lembaga Suffah
(pusat pendidikan kaderisasi gerakan). Pada bulan Maret 1940 M di Malangbong/
Jawa barat (garut), KPK PSII dengan mendapat dukungan 21 cabang PSII
mengadakan rapat dan menyatakan kebulatan tekad: “melanjutkan politik Hijrah”
(Brosur Hijrah).

B. Masuknya pengaruh komunisme

SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh


paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet
yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging)
pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya,
tetapi karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat
Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya
kurang berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal
sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh
karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang
kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.

Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda


SI seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini
menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS
Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. SI merah berlandaskan
sosialisme-komunisme.

Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh


SI antara lain:

16
1. Central Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki
kekuasaan yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak
sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk
menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI
Semarang.
2. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai,
mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI
merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI)
dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916
menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai
Ketua SI Semarang.
3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan
membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan
perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan
dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV.
4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu
Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun
1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di Semarang.

Sarekat Islam Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto,


Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo) berhaluan kanan berpusat di kota
Yogyakarta. Sedangkan Sarekat Islam Merah (Semaoen, Alimin, Darsono)
berhaluan kiri berpusat di kota Semarang. Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada
mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut. Jurang antara SI Merah
dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komintern (Partai
Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme.

Pada saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil


Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-
Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena
keduanya memang bertentangan. Di samping itu Agus Salim mengecam SI

17
Semarang yang mendukung PKI. Darsono membalas kecaman tersebut dengan
mengecam beleid (Belanda: kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI
Semarang juga menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena
itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih).

C. Tafsir Program Asas Dan Program Tandhim

Program asas dan program tandhim Syarikat Islam, yaitu suatu organisasi
yang bermaksud menjalankan Islam dengan seluas-luasnya dan sepenuh-
penuhnya. Ke-syarikat Islam-an menunjukan kesempurnaan Agama (Dinul) Islam
yang senantiasa menghendaki suatu ummat yang bersatu, seperti yang telah
terbuki secara nyata dalam sejarah perjuangan junjungan kita Nabi Muhammad
SAW.

1. Program Asas Syarikat Islam


a. Persatuan Ummat

Untuk mempersatukan ummat Islam, perlu lebih dahulu dibangun suatu


organisasi persatuan ummat yang tidak terpecah belah atau tidak bercerai berai,
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an Surat Ali
Imran (III) ayat 103: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”,

Persatuan yang semacam itulah yang harus dibangun oleh Syarikat Islam,
dan persatuan itu sendiri merupakan bahagian dari persatuan Ummat Islam itu
sendiri pula.

b. Kemerdekaan ummat (National Vrijheid)

Mengingat perbuatan dan perjalanan Rasulullah SAW sebagai contoh yang


termulia bagi orang Islam, dan terbukti bahwa salah satu dari syarat-syarat yang
fundamental sifatnya untuk memelihara kehidupan kita sebagai ummat islam,

18
untuk mendapatkan kehidupan yang aman dan tenteram, untuk menjadi kaum
yang turut serta dalam pemerintah Negara dari bangsa sendiri, dan untuk
mencapai derjat kemanusiaan yang luhur serta mulia sebagai yang dijanjikan oleh
Allah SWT dalam ayat-ayat-Nya tersebut di atas, maka tidak boleh tidak, Insya
Allah Ta’ala kaum Muslimin akan dapat mencapai kehidupan masyarakat Islam
sempurna, yang bebas dari segala macam bentuk perhambaan, sehingga di
Indonesia hukum-hukum Islam dapat berlaku secara khusus dalam kalangan
masyarakat Islam sendiri sebagai bahagian dari masyarakat Indoneia yang lebih
luas. Untuk dapat mencapai maksud dan tujuan itu, kaum Muslimin haruslah lebih
dahulu memperoleh kemerdekaan ummat atau kemerdekaan kebangsaan (national
vrijheid) dan turut serta menunjukan jalannya pemerintahan atas bangsa dan
Negara kita sendiri.

c. Sifat Negara dan Pemerintahan

Dalam masalah Negara dan pemerintahan, demi terwujudnya masyaraat


Islam Indonesia yang berbahagia sungguh, maka kaum Syarikat Islam wajib dan
harus berusaha tercapainya suatu pemerintahan yang demokratis atas dasar
musyawarah mufakat. Menurut paham kaum Syarikat Islam dan juga mengingat
contoh-contoh pada zaman Khulafa-ur-Rasyidin, pemerintah yang dimaksud
dalam ayat tersebut di atas, terlebih-lebih untuk zaman kita sekarang ini, ialah
kekeuasaan pemerintahan yang didirikan itu haruslah berlandaskan kepada
kemauan rakyat (kemauan ummat) yang dapat melaksanakan kedaulatan secara
penuh dalam suatu Majelis Syura yang berbentuk Majelis Perwakilan Rakyat
(Parlemen) atau bentuk lainnya yang serupa itu, yang susunan, hak dan
kewajibannya harus berlandaskan asas-asas demokrasi dalam arti yang seluas-
luasnya.

d. Kehidupan Ekonomi
1) Sejak semula manusia telah dihinggapi oleh penyakit tamak kepada benda,
yang senantiasa bernafsu untuk memperbanyak benda dan harta, bahkan
berusaha menimbun danmenumpuk kekayaan dengan cara yang sangat

19
melampaui batas-batas hukum kemanusiaan dan batas-batas hukum Allah,
maka sejak itulah timbul nafsu untuk memperluas daerah jajahan (koloniale
expantie).
2) Ajaran Dunul Islam mewajibkan bagi setiap orang untuk beriktiar sungguh-
sungguh dengan seluruh tenaga dan kekuatan yang diberikan ole Allah SWT,
untuk mencari dan mendapat rezeki yang halal. Tetapi Dinul Islam melarang
setiap orang mencari dan mendapatkan rezeki dengan jalah dan usaha riba,
baik langsung maupun tidak langsung dengan cara sembunyi-sembunyi atau
dengan cara terang-terangan, karena perbuatan riba akan menuntun orang
cenderung untuk menuju nafsu kapitalisme, tegasnya: nafsu dan kehendak
untuk menumpuk dan menimbun harta dunia yang tidak selaras dengan
hukum Allah dan Sunnat-ur-Rasul.

3) Pemberian sedekah kepada fakir miskin yang berulang-ulang dipujikan oleh


Allah SWT dalam Al Qur’an dan pemberian zakat yang diwajibkan oleh
Dinul Islam, kalu dijalankan dengan sungguh-sungguh akan cukup sebagai
sumber daya yang dapat memperbaiki kehidupan ekonomi rakyat, sehingga
tidak akan ada peristiwa penumpukan kekayaan yang jahat sifatnya, dan juga
tidak ada kemiskinan yang sampai melampaui batas-batas kemanusiaan.
4) Perusahaan-perusahaan haruslah bertujuan untuk memberikan kesejahteraan
kepada ummat (bangsa) guna keperluan bersama dalam atri seluas-luasnya,
dan ini hanya dapat dilakukan oleh Negara (staat) dengan pengawasan rakyat
sepenuhnya.
5) Dalam tugas kewajiban kita memerangi kapitalisme, bukanlah maksud
Syarikat Islam untuk mempertontonkan rahasia dan kejahatan sistem itu akan
menunjuk cara dan tingkah laku serta ketentuan-ketentuankapitalisme, tetapi
dimaksudkan oelh Syarikat Oslam agar sedikit demi sedikit kita mengurangi
cara kehidupan kapitalisme dan pada akhirnya hita hapuskan sama sekali.

20
e. Keadaan dan Derajat Manusia

Keadaan dan derajat manusia dalam pergaulan hidup bersama dan di dalam
hukum, dimana Syarikat Islam yakin dan percaya akan sikapnya sebagai berikut:

1) Kaum Syarikat Islam menolak adanya perbedaan derajat manusia didalam


pergaulan hidup bersama di dalam hukum. Menurut anggapan Syarikat Islam
yang menyebabkan adanya perbedaan derajat antara manusia yang satu
dengan manusia yang lainnya hanyalah taqwanya belaka.
2) Kaum Syarikat islam mengakui adanya persamaan nilai dalam pandangan
Allah antara orang Mukmin laki-laki dengan orang Mukmin wanita
(Muslimin dan Muslimat).
3) Syarikat Islam mempertahankan persamaan hak dan dalam pergaulan suami
istri.

f. Kemerdekaan yang Sejati

Dinul Islam semenjak lahirnya secara tegas telah mengajarkan dan


melakukann tiga perkara yang menjadi anasirnya (element) sosialisme yang sejati:

1) Kemerdekaan
“La haula wa la quata illa billah” (Tidak ada sandaran dan kekuatan lain,
kecuali dari Allah semata).

Beberapa orang Arab pada zaman rasulullah SAW yang tidak bias
bertempat tinggal yang tetap, belum pernah melihat gedung yang indah-indah,
dan dengan pakainya yang buruk mereka dikirimkan kepada raja-raja besar di
Persia dan Rome, namun orang-orang Arab tadi sekali-kali tidak uka
menundukan badannya apalagi kepalanya, dan mereka tidak tampak takut
sedikitpun juga di muka raja-raja tersebut, mekipun raja-raja ini
mempertunjukan kekuasaan dan kebesarannya. Bagi mereka tidak ada
sesuatupun yang ditakutinya kecuali Allah SWT belaka, dan hanya kepada
Allah sajalah mereka mempertanggungjawabkan atas segala perbuatannya.

21
Mereka itu merdeka bagaikan udara bebas dan mereka sungguh-sungguh
merasakan kemerdekaan dalam arti seluas-luasnya sejauh orang dapat
memikirkannya.

2) Persamaan
Pengertian persamaaan dalam Dinul Islam telah saya uraikan sekedarnya,
disini saya hanya menambahkan dengan menunjuk cita-cita persamaan
sebagai yang dinyatakan oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai
berikut:

Semua orang islam diibaratkan sebagai satu badan (orang). Apabila


seseorang merasa sakit di kepalanya, maka seluruh badannya juga terasa
sakit. Dan kalau matanya sakit, maka segenap badannya pun terasa sakit pula.
“semua orang islam adalah sebagai satu tiang tembok, dimana setengah
bahagian menguatkan bagian lainnya, maka dengan cara yang demikian itu
yang satu saling menguatkan bahagian lainnya.”

3) Persaudaraan
Sifat dan pola ikatan persaudaraan yang didirikan oleh rasulullah
SAW diantara sahabat-sahabat Anshor dan sahabat-sahabat Muhajirin pada
awal permulaan zaman Madinah. Tiap-tiap sahabat Muhajir (yang turut hijrah
dari Mekkah ke Madinah) dipertemukan dalam satu ikatan kekeluargaan yang
bersifat komperatif, sehingga tiap-tiap sahabat Anshar (pembela) dalam
ikatan persaudaraan itu makin hari makin kelihatan sangat menakjubkan
karena rasa kecintaannya yang amat indah telah mempertemukan mereka satu
sama lainnya. Masing-masing orang dari sahabar Anshar mengambil seorang
Muhajir sebagai saudara di umahnya, dan menyerahkan sebahagian dari
rumahnya untuk dipakai oleh orang Muhajirin, serta membagi rata baik
barang-barang keperluan pribadi mereka maupun binatang ternak mereka
dengan orang Muhajir itu. Pekerjaan para sahabat Muhajir adalah selalu
berdagang bukan bertani, maka oleh karena itu para sahabat Anshar sendirilah

22
yang melkaukan pekerjaan bertani dan separoh dari hasilnya diberikan kepada
para sahabat Muhajirin.

Mengingat segala sesuatu yang tertulis di atas, terutama ajaran Dinul


Islam yang dapat kita peroleh dari dalam Al Qur’an dan kesaksian sejarah
(tarikh) pada zama Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya, pada zaman
Khulafa-ur Rasyidin, bahwa yang dimaksud dengan kemerdekaan sejati oleh
Syarikat Islam ialah suatu keadaan (toestand) atau peristiwa (proses) dalam
negeri Tumpah Darah dan rakyat bangsa kita sendiri, terutama kaum
Musliminnya, bilamana hukum-hukum Allah dan Sunnatur Rasul dapat
berlaku dengan sesempurna-sempurnanya atas segenap lapisan masyarakat
Islam dalam seluruh gerak hidup dan kehidupan mereka, sehingga mereka
terbebas dari gerak hidup dan kehidupan mereka, sehingga mereka terbebas
dari tiap-tiap bentuk perhambaan dari makhluk yang mana pun juga.

2. PROGRAM TANDHIM (PROGRAM PERJUANGAN)


a. Sandaran Gerak Perjuangan
1) Bersandar kepada sebersih-bersih Tauhid
2) Bersandar kepada Setinggi-tinggi Ilmu Pengetahuan
3) Bersandar kepada Sepandai-pandai Siasah (Politik)
b. Arah dan upaya perjuangan
1) Hal Syari’at Wal Ibadat
2) Hal Siasah (politik)
3) Hal Kehidupan Rakyat
4) Hal Pergaulan Hidup Bersama
5) Hal Pengajaran dan Pendidikan
6) Bab Penghabisan

23
D. SI dengan MIAI dan GAPPI

Terbentuknya Partai Politik Islam Masyumi sesungguhnya adalah


merupakan suatu kesalahan karena Masyumi itu didirikan sebagai Majelis
Permusyawatan Para Ulama Indonesia dan kolompok/ organisasi Islam yang ada
pada waktu itu untuk tujuan mendirikan majelis imamah dan bukan untuk menjadi
partai politik. Idenya sebagai kelanjutan dari MIAI (Al Majlisul Islamil A’la
Indonesia) yang didirikan tahun 1937 di Surabaya untuk menyelesaikan perbedaan
dan perselisihan paham dikalangana ummat Islam.

Hal ini adalah merupakan suatu kealfaan dan kelengahan tokoh PSII yang
tidak menyadari bahwa PSII sedang dalam keadaan uzur (tidak bubar). Para tokoh
PSII seharusnya mendeklarasikan lebih dahulu aktifnya kembali PSII sebagai
partai politik Islam dan mengajak para pemimpin Islam itu menggunakan PSII
sebagai satu-satunya partai politik Islam dan mencegah berdirinya Masyumi
sebagai partai politik Islam karena tindakan tersebut dapat diibaratkan mendirikan
sebuah mesjid baru disamping mesjid yang sudah ada dalam sebuah lingkungan.
Hukumnya adalah membuat firkah yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah
dalam Al Qur’an surat Ali Imran (103).

1) Uzur tidak berarti bubar

` Pada zaman penjajahan facicme Jepang (tahun 1942) seluruh kegiatan


politik PSII dinyatakan uzur karena tekanan yang kuat dan pelarangan semua
kegiatan politik oleh Jepang. Pernyataan uzur dalam PSII tidaklah berarti PSII
membubarkan diri atau bubar, akan tetapi menghentikan sementara
kegiatannya karena adanya suatu hal luar biasa yang tidak memungkinkan
dilaksanakannya kegiatan organisasi partai secara formil, kemudian jika
keadaan telah memungkinkan maka PSII akan menjalankan kembali
aktivitasnya sebagai partai politik.

Hal ini dinyatakan dalan Anggaran Dasar PSII, bahwa: “Sekalian anggota
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) haruslah berkeyakinan dan beri’tiqad,

24
bahwa Partai itu tidak dapat bubar atau dibubarkan. Adapun kalau sekiranya
ada udzur baginya, hendaklah dikembalikan kepada firman Allah dalam Al
Qur’an surat At Taghabun ayat 16: “Fattaqullaha mastatha’tum”, (Takutlah
kamu sekalian kepada Allah dengan sekuat kuatmu). Akan tetapi, meskipun
PSII dalam keadaan uzur, para pemimpin dan kader PSII tetap melakukan
berbagai kegiatan baik secara diam-diam di bawah tanah maupun kegiatan
formil dalam pemerintahan Jepang. Mereka telah turut berperan
mengantarkan bangsa Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan 17
Agustur 1945.

2) Tokoh Tokoh PSII yang terlibat dalam sejarah perjuangan kemedekaan

Apabila kita melihat kebelakang sejarah bangsa Indonesia, tidak sedikit


tokoh-tokoh Syarikat Islam telah terukir namanya dan tidak dapat dihapus
dalam sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa ini, antara lain K.H.
Samanhudi, H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, Abdul Muis, Dr.
Sukiman, Abikusno Cokrosuyoso, Mr. Muh. Roem, A.M. Sangadji dan
banyak lagi yang tersebar diseluruh daerah Indonesia sebagai
suhada. Presiden R.I. ke I Ir.Sukarno yang mendapat gemblengan dari tokoh
Syarikat Islam berkata dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams
halaman 52 tentang HOS Tjokroaminoto: “Seorang tokoh yang mempunyai
daya cipta dan cita-cita tinggi, seorang pejuang yang mencintai tanah
tumpah darahnya. Pak Tjokro adalah pujaanku. Aku muridnya. Secara
sadar atau tidak sadar dia menggemblengku”. Selain itu KH.Achmad
Dahlan yang kemudian dikenal sebagai tokoh dan Pimpinan Muhammadiyah,
sesungguhnya adalah tokoh sayap pendidikan Syarikat Islam, yang
dipisahkan dari organisasi Syarikat Islam untuk kepentingan mempertahankan
eksistensi kegiatan pendidikan ini ditengah-tengah pemerintahan kolonial
Belanda, karena Syarikat Islam pada tahun 1922 melancarkan politik non
kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda.

25
3) Menghindari perselisihan karena soal furuk dan khilafiah

Pada tahun 1922 atas inisiatif orang-orang Syarikat Islam dilangsungkan


Kongres Al Islam pertama bertempat di Cirebon yang dihadiri oleh para
pemuka dari berbagai organisasi Islam dan para ulama seluruh Indonesia.
Dengan adanya Kongres tersebut telah dicegah menjalarnya perselisihan dan
pertikaian dalam soal agama Islam, terutama sekali mengenai soal-soal furuk
dan dengan itu persatuan kaum muslimin dapat lebih dipererat dari waktu yang
sudah-sudah. Selain keputuan dalam bidang pendidikan, Kongres tersebut
memutuskan mendirikan Badan Komite Al Islam Pusat, yang pimpinannya
diserahkan kepada Saudara Suroso tokoh Syarikat Islam dari Garut. Masyumi
sebelum menjadi Partai Politik dan kesalah fahaman yang terjadi setelah
Masyumi menjadi Partai.

Pada awal kemerdekaan setelah penjajahan Jepang dibentuklah Majelis


Syura Muslimin Indnesia sebagai Majelis Permusyawatan Para Ulama
Indonesia dan kolompok/ organisasi Islam yang ada pada waktu itu dan bukan
sebagai partai politik. Idenya sebagai kelanjutan dari MIAI (Al Majlisul Islamil
A’la Indonesia) yang didirikan tahun 1937 di Surabya. Para tokoh Syarikat
Islam secara perorangan (bukan mewakili PSII karena PSII masih dalam
keadaan uzur) turut serta membentuk Masyumi sebagai lembaga musyawa-rah
ummat IslamIndonesia. Kemudian setelah keluar pengumuman pemerintah
pada awal kemerdekaan agar masyarakat membentuk partai-partai politik, yang
dimaksudkan untuk menunjukan kepada dunia luar bahwa kemerdekan
Indonesia yang telah diproklamasikan itu didukung dan ditopang oleh kekuatan
partai partai politik bangsa Indonesia, maka organisasi Majelis Syura Muslimin
Indonesia menjadi partai Politik Islam Masyumi.

4) Terbentuknya Partai Politik Islam Masyumi sesungguhnya merupakan suatu


kesalahan

Hal ini adalah karena Masyumi itu didirikan sebagai Majelis


Permusyawatan Para Ulama Indonesia dan kolompok/ organisasi Islam yang

26
ada pada waktu itu untuk tujuan mendirikan majelis imamah dan bukan untuk
menjadi partai politik. Idenya sebagai kelanjutan dari MIAI (Al Majlisul
Islamil A’la Indonesia) yang didirikan tahun 1937 di Surabaya untuk
menyelesaikan perbedaan dan perselisihan paham dikalangana ummat islam.

Hal ini adalah merupakan suatu kealpaan dan kelengahan tokoh PSII yang
tidak menyadari bahwa PSII sedang dalam keadaan uzur (tidak bubar) Para
tokoh PSII seharusnya mendeklarasikan lebih dahulu aktifnya kembali PSII
sebagai partai politik Islam dan mengajak para pemimpin Islam itu
menggunakan PSII sebagai satu-satunya partai politik Islam dan mencegah
berdirinya Masyumi sebagai partai politik Islam karena tindakan tersebut dapat
diibaratkan mendirikan sebuah mesjid baru disamping mesjid yang sudah ada
dalam sebuah lingkungan. Hukumnya adalah membuat firkah yang tidak sesuai
dengan ketentuan Allah dalam Al Qur’an surat Ali Imran (103).

Setelah terlanjur berdirinya partai politik Islam Masyumi dimana terdapat


para pemimpin dan tokoh-tokoh PSII didalamnya, maka para tokoh PSII dari
Sumatera Barat (Sumatera Tengah pada waktu itu) menyampaikan peringatan
kepada para tokoh PSII yang ada dalam Masyumi, bahwa PSII yang sedang
uzur harus diaktifkan kembali sebagai partai politik Islam. Maka sebagian
besar tokoh PSII yang menyadari dan taat sebagai kader yang telah
mengucapkan bai’at sebagai anggota PSII, kembali mengaktifkan PSII pada
tahun 1947 di Yogyakarta sebagai partai politik dan keluar dari Masyumi.

5) Untuk diketahui bunyi bai’at PSII adalah sbb.:

“Asyhadu allailaha illallah wa asyhadu anna –Muhammadan rasulullah


Wallahi.

Demi Allah! sesungguhnya saya masuk menjadi anggota Partai Syarikat


Islam Indonesia dengan ikhlas dan suci hati, tidak karena sesuatu keperluan
diri saya sendiri, atau karena megharapkan pertolongan dalam suatu perkara
dari sebelum saya menjadi anggota. Selama-lamanya saya akan meninggikan

27
Agama Islam diatas segala apa-apa yang dapat saya pikirkan, maka saya akan
tetap mengerjakan segala perintah Allah dan perintah Rasul Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya Saya hendak mengusahakan diri dengan
sekuat-kuat ketakutan saya kepada Allah Ta’ala dan dengan sekuat-kuat
fikiran dan tenaga saya hendak menyampaikan maksud Partai Syarikat Islam
Indonesia dan sekali-kali tidak akan membuat bencana atau khianat atas
Partai Syarikat Islam Indonesia. Saya hendak memperhatikan dan menurut
dengan sungguh-sungguh ketentuan-ketentuan Peraturan Dasar dan
keputusan-keputusan Majelis Tahkim Partai Syarikat Islam Indonesia dan
selalu membela Partai Syarikat Islam Indonesia dari pada bencana fihak mana
saja.

Kejadian tersebut menimbulkan salah paham dan friksi yang pertama dari
sebagian pemimpin Islam yang ada di Masyumi kepada para tokoh dan kaum
PSII yang mengaktifkan kembali PSII, yang dipandang sebagai telah keluar
dan tidak taat dalam persatuan Islam dengan mendirikan PSII itu, pada hal
keadaannya adalah karena taat kepada azas partai tentang uzur dan taat kepada
bai’at yang tercantum dalam anggaran dasar PSII. Kondisi kesalah pahaman ini
berkembang dan berlanjut hingga saat ini tanpa pernah adanya clarifikasi dan
penjernihan serta pemecahan masalah tentang pemahaman arti persatuan dalam
ummat Islam dibidang politik.

6) Perlu adanya klarifikasi tentang sejarah Partai Politik Islam

Berdasarkan hal hal yang diuraikan tersebut diatas kita tidak dapat
menyalahkan betul keterlanjuran berdirinya Masyumi pada waktu itu, akan
tetapi kita juga tidak dapat menyalahkan tokoh-tokoh PSII mengaktifkan
kembali Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Keadaan yang demikian itu
telah menyebabkan terjadinya firkah partai politik Islam di Indonesia.
Persoalan selanjutnya adalah bahwa partai Masyumi telah dibubarkan oleh
pemerintah Sukarno, karena alasan terlibat dalam pemebrontakan PRRI dan
PERMESTA.

28
Jika secara hukum hal pembubaran itu sah adanya, maka partai Masyumi
tidak memenuhi syarat lagi untuk diaktifkan atau dihidupkan kembali, akan
tetapi jika tindakan Sukarno membubarkan Masyumi dianggap tidak syah
secara hukum, hanya sah secara politik maka Masyumi menurut pandangan
demokrasi liberal boleh hidup lagi jika keadaan politik mengizinkannya.
Akan tetapi jika ditinjau dari sudut pandangan Islam berdasarkan
Qur’an surat Ali ‘Imran (103), bila telah ada partai Islam maka tindakan
mendirikan lagi partai Islam adalah termasuk tindakan membuat firkah.
Apalagi jika ditinjau dari sejarah terbentuknya Masyumi dimana telah ada
Partai Syarikat Islam Indonesia yang sedang uzur, maka seharusnya Partai
Syarikat Islam Indonesialah yang mesti digunakan sebagai wadah partai bagi
Ummat Islam Indonesia.

Para pemimpin, cendekiawan dan tokoh Islam berkiprah didalammnya.


menggunakan nama Partai Syarikat Islam Indonesia sebagai satu-satunya
Partai Islam milik kaum muslimin Indonesia tidaklah boleh diartikan
memenangkan kepentingan dan untuk kebanggaan kaum Syarikat Islam akan
tetapi hendaklah dianggap sebagai melaksanakan perintah Allah untuk
bersatu dalam wadah (jamaah) yang telah ada, dan yang menang dan bangga
adalah ummat Islam Indonesia. Cita-cita PSII untuk mewujudkan suatu kaum
(jamaah) yang tidak terpecah belah belum dapat terwujud karena kenyataan,
muncul banyak partai Islam di Indonesia dan ikut dalam Pemilu Pertama
(1955), yaitu partai Islam NU, PERTI, Masyumi dan PSII.

7) PSII semasa dan setelah orde baru

Pada zaman orde baru, berdasarkan Undang-undang Parpol dan Ormas


yang memasung hak demokrasi dan hak politik rakyat, PSII terpaksa dengan
berat hati dibawah tekanan politik yang amat berat memfusikan kegiatan
politiknya kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yaitu partai yang
didirikan dengan memfusikan kegiatan politik dari 4 partai politik Islam: NU,

29
MI, PSII dan PERTI. Setelah itu PSII berubah menjadi organisasi
kemasyarakatan non politik dengan nama Syarikat Islam.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dibentuk semasa orde baru itu
meskipun dilahirnya sangat sesuai dengan doktrin atau paham kemasyarakatan
Syarikat Islam tentang persatuan dalam ummat Islam, akan tetapi usaha
tersersebut disinyalir kuat berbau rekayasa untuk mengendalikan dan memecah
kekuatan dan persatuan dalam kelompok kelompok ummat Islam. Hal tersebut
menjadi dasar keengganan sebagaian besar kaum Syarikat Islam untuk
memfusikan kegiatan politiknya kepada PPP dan lagi pula karena hal itu
bertentangan dengan Anggaran Dasar, keyakinan dan i’tiqad kaum Syarikat
Islam bahwa PSII itu tidak dapat bubar atau dibubarkan sebagaimana yang
dinyatakan oleh anggaran dasarnya.

Sinyalemen tersebut terbukti dari berhasilnya pemerintah mengintervensi


PPP, mengkebirinya, dan menyelewengkan fungsinya, sehingga PPP menjadi
partai ornament pemerintah atau ornament penguasa orde baru. PPP dizaman
order baru hanya sebagai tukang stempel keinginan penguasa dan tukang
pemberi komentar yang baik terhadap semua rencana pemerintah, serta tukang
mengusulkan kemauan penguasa yang seolah-olah usul dari partai ini.
Tindakan lebih lanjut dari pemerintah orde baru mengeliminir kekuatan Islam
adalah mencabut diberlakukannya asas Islam bagi partai politik termasuk PPP,
sehingga dengan demikian tidak ada lagi partai Islam semasa orde baru,
meskipun dalam setiap kampanye para aktivisnya selalu membohongi ummat
meneriakkan PPP adalah partai Islam warisan para ulama, sedangkan asas
Islam dan jiwa keulamaan itu telah tercabut dari tubuh PPP. Pemerintah turut
campur dan memaksa melalui sistem intelnya kepada partai pada setiap
kesempatan musyawarahnya di semua lini untuk mengganti fungsionaris yang
tidak disukai pemerintah dengan orang yang diingini dan selalu ada titipan
(susupan) orang pemerintah kedalam partai sehingga partai dapat dikendalikan.

30
Pencabutan asas Islam kemudian diberlakukan pula kepada semua ormas
Islam yang ada termasuk SI yang telah menjadi ormas, menggantinya dengan
Pancasila, sebagai syarat untuk memperoleh legalitas atau syarat perizinan
melakukan kegiatannya secara formil. PPP yang telah berhasil dijadikan
ornament pemerintah ini lebih jauh telah menjadi partai per “SATE” an bagi
kehidupan ormas pendiri PPP. Politik belah bambu yang sering diterapkan para
fungsionaris PPP terhadap ormas-ormas pendiri PPP karena tekanan politik
penguasa yang dalam istilahnya dikenal dengan nama operasi TUNTAS yaitu
TUNTUNAN DARI ATAS dan ditambah lagi dengan berkembangkanya
usaha-usaha untuk memperjuangkan kepentingan kelompok sendiri didalam
partai telah menghasilkan perpecahan dalam tubuh ormas-ormas pendiri PPP.

Organisasi kaum Syarikat Islam adalah salah satu korban yang tercabik-
cabik oleh rekayasa sistem politik orde baru itu disamping NU, MI dan PERTI.
Pernyataan NU kembali kepada khitah tahun 26 menjelang pemilu 1987 adalah
sebagai akibat dan jawaban dari sepak terjang kebijakan penguasa orde baru
yang menekan dan mendorong PPP untuk menjalankan politik belah bambu
yang sangat merugikan organisasi NU itu. Kelompok MI yang tidak
terorganisir secara formil dan tidak pernah melaksanakan kongres ataupun
munas, seperti mendapat penunjukan dari penguasa untuk memegang kendali
yang mengontrol PPP. Tidak pernah PPP di ketua umumi oleh orang bukan MI
setelah tidak menjadi partai Islam.

8) Reformasi yang menghidupan Demokrasi dan mengantarkan Syarikat Islam


kembali pada fitrahnya sebagai Partai Politik Islam

Setelah berlalunya masa orde baru, dengan adanya gerakan moral oleh para
mahasiswa yang mendorong dilakukannya reformasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, untuk mengembalikan kehidupan demokrasi dan
melepaskan pemasungan hak politik rakyat, maka Syarikat Islam sebagai
organisasi perintis dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yang telah
mengantarkan bangsa Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan 17

31
Agustus 1945, serta turut aktif dalam kegiatan politik dan kemasyarakatan
mengisi kemerdekaan, telah mengambil sikap dan langkah mengembalikan
kiprahnya sebagai partai politik pada tanggal 29 Mei 1998 yaitu mengaktifkan
kembali PSII dengan berasaskan Dinul Islam sebagaimana semula.

E. Perkembangan Syarikat Islam Dari Masa ke Masa Menuju


Kemajuan
1) Mulai dari SDI (1905-1912)

SDI merupakan organisasi perjuangan yang pertama kali lahir di


Indonesia, seperti yang sudah kita ketahui bahwa pada awalnya organisasi ini
merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang masuknya
pedagang asing (khususnya pedagang Tionghoa) untuk menguasai komplar
perekonomi rakyat pada masa itu.

Tujuan yang sangat fundamental dari SDI ialah untuk menghimpun para
pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) supaya mampu bersaing
dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa (Cina). Syarikat Dagang Islam juga,
merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. SDI juga tidak membatasi
keanggotaannya, dalam artian tidak hanya untuk masyarakat Pulau Jawa dan
Madura saja, akan tetapi untuk seluruh umat Islam (keanggotaan SDI terbuka
untuk semua lapisan masyarakat muslim).

Penamaan Syarikat Dagang Islam (SDI) muali dari tahun berdiri 1905
sampai dengan tahun 1912. Tiga tahun kemudian, setelah berdirinya SDI maka
terbentuklah organisasi yang bergerak dalam bidang perekonomian dan
pendidikan (tidak bergerak dalam bidang politik praktis) dengan nama organisasi
Boedi Utomo (ejaan lama) dan menurut Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ialah
Budi Utomo (BU), organisasi ini didirikan di Batavia (Jakarta). Selanjutnya, pada
tahun 1909 terbentuklah cabang BU di Surakarta. Ditahun ini juga Samanhudi

32
ikut bergabung bersama BU, Samanhudi tidak terlalu lama ikut BU yang pada
akhirnya Samanhudi meninggalkan BU ketika ditawari bergabung dengan Kong
Sing. Pada tahun selanjutnya 1910 Tirto Adhi Soerjo, yang merupakan pimpinan
redaksi Medan Pijaji mendirikan sebuah perusahaan dengan nama Syarekat
Dagang Islam NV. Tahun 1911 Republik Rakyat Cina (RRC) dideklarasikan oleh
Dr Sun Yat Sen, yang mana gema revolusi tersebut terdengar sampai ke
Nusantara.

Pada pertemuan tokoh-tokoh SDI tahun 1911 di Surakarta (Solo) keadaan


SDI sudah tidak dapat menampung aspirasi yang berkembang. Diawal tahun
1912, Cokroaminoto masuk SDI dan ia lantas memimpin redaksi Oetosan Hindia
(surat kabar yang diterbitkan oleh Syarikat Dagang Islam). Pada tahun yang sama
Samanhudi menyatakan keluar dari Kong Sing dan menetap serta membesarkan
nama Syarikat Dagang Islam.

Pada tahun 1912, atas kuasa pengurus, serta gagasan dari Cokroaminoto
menjadikan SDI (Syarikat Dagang Islam) berubah nama menjadi SI (Syarikat
Islam) dengan ketetapan statuten Syarikat Islam Notaris 10 September 1912.
Setelah disetujui dan disepakati untuk dirubah dan ditingkatkan peranannya, serta
pastinya memiliki wawasan serta cakupan yang jauh lebih luas dari sebelumnya.

2) Berubah menjadi SI (1912-1916)


Perubahan nama dariSDI menjadi SI, sengaja Dosen Pengampu mata kuliah
Kesyarikat Islaman membahasnya pada poin sebelumnya.

Berawal dari tahun 1913 terjadi kongres pertama Syarikat Islam di Surabaya
tepatnya pada tanggal 13/26 Januari 1913. Dalam kongres ini Cokroaminoto
menyatakan bahwa SI bukan organisasi politik (bersifat kooperatif), tapi Syarikat
Islam bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antar bangsa Indonesia,
membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi, serta mengembangkan
kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.

33
Selanjutnya kongres SI kedua, tepatnya pada tanggal 23 Maret 1913,
tempatnya di Sriwedari (Surakarta) pokok dari kongres ini ialah terpilihnya
Samanhudi sebagai ketua SI danCokroaminoto sebagai wakil ketua SI.

Tanggal 18-20 April 1914 diadakan kongres SI yang ketiga (kongres SI


Nasional) di Yogyakarta yang dihadiri oleh lebih dari 80 perkumpulan SI kota.
Pada kongres ini juga Cokroaminoto mampu menyingkirkan Samanhudi dari kursi
Ketua. HOS Tjokroaminoto didampingi oleh Goenawan sebagai wakil ketua.

Kongres SI yang keempat dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 26-27


Juni 1915, kurang lebih sebulan sebelumnya, Indische Sociaal Democratische
Vereeniging (ISDV) berdiri, seperti yang sudah kita ketahui yang menjadi
penggagas ISDV ialah seorang tokoh sosialis Belanda, bernama Henk Sneevliet,
jika diterjemahkan adalah Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda.

3) Sebagai CSI (1916-1923)


Pada tanggal 30 Januari 1916 di Jakarta, Samanhudi yang sudah tidak
memiliki kursi sebagai ketua di SI akhirnya mengajak Goenawan untuk
menggelar rapat pembentukan CSI (Cetral Syarikat Islam) tandingan. Dari sinilah
SI berganti nama menjadi CSI, yang mana HOS Cokroaminoto lah sebagai ketua
dan Goenawan dijadikan wakil ketua. Akan tetapi Goenawan tidak lama duduk
sebagai wakil ketua di CSI, dan akhirnya pada bulan November ia (Goenawan)
digantikan oleh Abdoel Moeis.

Pada tanggal 17-24 Juni 1916 diadakan kongres CSI yang dilaksanakan di
Bandung. Dalam kongres ini CSI sudah mulai melontarkan pernyataan politiknya
(bersifat non kooperatif).

Tahun 1917 SI (CSI) mengadakan kongres di Batavia, dalam kongres ini


CSI menegaskan ingin memperoleh pemerintahan sendiri (kemerdekaan). Dalam
kongres ini pula CSI mendesak pemerintah Belanda agar membentuk Dewan
Perwakilan Rakyat (Volksraad). Dari CSI mencalonkan Cokroaminoto dan
Abdoel Moeis sebagai wakilnya di Volksraad.

34
Tahun 1918, kongres CSI digelar sejak akhir bulan September, dan
terpilihlah Semaoen dan Darsono sebagai komisaris CSI. Di tahun ini pula
tepatnya bulan Februari 1918 di Surabaya Cokroaminoto membentuk tentara
Kandjeng Nabi Muhammad. Dan pada tahun ini pula, tepatnya bulan Mei 1918,
Cokroaminoto diangkat menjadi anggota Volksraad mewakili Central Syarikat
islam (CSI).

Tahun 1919 kongres CSI di Surabaya pada akhir Oktober sampai dengan
awal November 1919. Dengan terjadinya kongres di tahun ini, maka serikat buruh
tumbuh menjamur (bak cendawan). Akan tetapi meskipun banyak sekali
organisasi-organisasi buruh, tapi beberapa diantaranya berada di bawah kendali
CSI.

Tahun 1920 basis kekuatan Cokroaminoto di CSI runtuh. Para


pengikutnya pun ikut hengkang. Pada bulan Mei 1920 terjadilah kehabisan uang
kas CSI yang ternyata benar-benar kosong. Maka, pada bulan September 1920
tanpa kehadiran Cokroaminoto, Soerjopranoto dan Agoes Salim menggelar rapat
pengurus pusat yang memutuskan memangkas kekuasaan Cokroaminoto.
Sekretariat/ markas CSI diboyong dari Surabaya menuju Yogyakarta.

Tahun 1921 CSI menyelenggarakan kongres di Yogyakarta yang


memutuskan bahwa kepercayaan terhadap HOS Cokroaminoto akhirnya
dipulihkan. Ditahun 1921 ini juga, tepatnya bulan Agustus, HOS Tjokroaminoto
masuk penjara, lantaran dituduh terlibat kasus “Afdeling B”. Pada tahun ini juga
Cokroaminoto diberikan cobaan bahwa istri tercintanya R.A. Soeharsikin
akhirnya meninggal dunia.

Tahun 1922, Cokroaminoto terbebas dari penjara tepatnya pada bulan


April 1922, pada tahun ini pula Cokroaminoto menikah dengan istri yang
keduanya yang bernama Roesita. Setelah terbebas dari penjara, di tahun ini pula
Cokroaminoto muncul sebagai Ketua Kongres Al-Islam yang bertempat di
Cirebon (Jawa Barat) tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1922 - 2 November 1922.

35
Tahun 1923 CSI menyelenggarakan kongres yang bertempat di Madiun
pada tanggal 17-23 Februari 1923. Pada tahun ini pula kepiawaian HOS
Cokroaminoto dalam bermain politik ditunjukan ia (Ckroaminoto dan Agus
Salim) mendekap (mendekat) ke PKI, dengan tujuan bukan untuk masuk ataupun
mengikuti faham PKI, akan tetapi hanya kepentingan politik semata. Ditahun ini
pula Cokroaminoto terpilih lagi sebagai ketua CSI.

4) Menjadi PSI Hindia Timur (1923-1930)

Tepatnya pada tahun 1927 CSI berganti nama menjadi Partai Syarekat
Islam Hindia Timur. Ditahun ini pula Partai Syarekat Islam Hindia Timur
bergabung dengan Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI).

5) Sebagai PSII (1930-1934)

Tahun 1930 nama partai Sarekat Islam Hindia Timur berubah lagi menjadi
Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Dan pada akhir tahun, PSII keluar dari
PPPKI.

6) Kembali ke SI (1934-sekarang)

Semenjak tahun 1934 dari PSII berganti nama menjadi SI, bahkan sampai
sekarang namanya tetaplah SI (Syarikat Islam).

F. Tokoh-tokoh yang berperan penting dalam Syarikat Islam


1. Samanhudi

Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi (lahir di Laweyan,


Surakarta, Jawa Tengah, 1868. Nama kecilnya ialah Sudarno Nadi. Samanhudi
adalah seorang anak dari pedagang batik bernama haji muhammadzein.keluarga
ini pindah ke lawiyan, solo. Setelah menyelesaikan studinya di sekolah kelas dua,
samanhudi membantu ayahnya berjualan batik sampai ia dapat berdiri sendiri

36
dengan membuka perusahaan batik pada tahun 1888. Ia berhasil dalam bidang ini
sehingga ia membuka cabang-cabang perusahaannya di berbagai kota di jawa
seperti Surabaya, banyuwangi, tulung agung, bandung dan parakan.

Beliau pernah menimba ilmu di beberapa pondok pesantren, antara lain :


Pontren KM Sayuthy (Ciawigebang), Pontren KH Abdur Rozak (Cipancur)
,paman ia, Pontren Sarajaya (Kab Cirebon), Pontren (di Kab Tegal, Jateng),
Pontren Ciwaringin (Kab. Cirebon) dan Pontren KH Zaenal Musthofa
(Tasikmalaya). Pada tahun 1904 pergi ke Mekkah untuk naik haji dan kembali
pada tahun berikutnya. adalah pendiri Sarekat Dagang Islam, sebuah organisasi
massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di
Surakarta.

Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan


oleh penguasa Hindia Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama
Islam dengan pedagang Tionghoa pada tahun 1905. Oleh sebab itu Samanhudi
merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela
kepentingan mereka. Pada tahun 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk
mewujudkan cita-citanya. meninggal di Klaten, Jawa Tengah, 28 Desember
1956).Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo. Sesudah itu, Serikat Islam
dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto.

2. H.O.S Cokroaminoto

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau H.O.S Cokroaminoto lahir


di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882 dan meninggal di Yogyakarta, 17
Desember 1934 pada umur 52 tahun. Cokroaminoto adalah anak kedua dari 12
bersaudara dari ayah bernama R.M. Cokroamiseno, salah seorang pejabat
pemerintahan pada saat itu merupakan keluarga yang taat beragama. Kakeknya,
R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo.
Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, ia mempunyai beberapa murid
yang selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia, yaitu

37
Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang
agamis. Namun ketiga muridnya itu saling berselisih.

Setelah menyelesaikan sekolah administasi pemerintahan di Magelang, ia


menjadi seorang juru tulis pada patih Ngawi selama tiga tahun. Ia kemudian
menjadi Patih kemudian meninggalkan pekerjaan itu dan pindah ke Surabaya. Ia
mengikuti kursus-kursus malam dalam soal teknik mesin untuk tiga tahun
lamanya antara tahun 1907 sampai 1910 dan bekerja sebagai pegawai pada sebuah
pabrik gula di luar kota Surabaya pada tahun 1911-1912. Ketika ia didatangi oleh
delegasi dari syarikat islam Solo untuk bergabung dengan organisasi ini.
Tjokroaminoto telah terkenal dengan sikapnya yang radikal dengan menentang
kebiasaan-kebiasaan yang memalukan bagi rakyat banyak. Ia terkenal sebagai
seorang yang menganggap dirinya sama sederajat dengan pihak manapun juga,
apakah dengan seorang Belanda ataupun seorang pejabat pemerintah. Dia
berkeinginan sekali untuk melihat sikap ini juga oleh kawan sebangsanya
terutama di dalam berhubungan dengan orang-orang asing. Ia sering disebut orang
Gatotkoco sarekat Islam.

Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi


Sarekat Islam. Cokroamonoto bergabung dengan sarekat islam di Surabaya atas
ajakan dari pendiri sarekat islam sendiri yakni haji samanhudi yang memang
mencari orang-orang yang pernah mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan
lebih berpengalaman untuk memperkuat organisasinya.

Selanjutnya Tjokroaminoto langsung menyusun sebuah anggaran dasar


baru bagi organisasi itu bagi seluruh Indonesia dan meminta pengakuan dari
pemerintah untuk menghindarkan diri dari apa yang disebutkan "pengawasan
preventif dan represif secara administrative". Dengan berbagai alasan pemerintah
Belanda menolak untuk memenuhi permintaan tadi, tetapi organisasi setempat
yang memiliki sifat yang sama dipertimbangkan oleh Belanda, sehingga cabang-
cabang Sarekat Islam dikisaran jawa yang memenuhi kriteria menurut

38
sistem belanda kemudian mengajukan permintaan untuk pengakuan akhirnya
diberikan.

Keputusan pemerintah yang tidak mengakui pusat Sarekat Islam yang


menaungi cabang-cabang tertentu saja mengganggu struktur oganisasi dari
Sarekat Islam yang menurut kongresnya yang pertama di Surabaya bulan januari
1913 memang menekankan kegiatan yang bersifat menyeluruh untuk semua
cabang di tanah air.

Sebagai pimpinan Sarikat Islam, Tjokroaminoto dikenal dengan kebijakan-


kebijakannya yang tegas namun bersahaja. Kemampuannya berdagang
menjadikannya seorang guru yang disegani karena mengetahui tatakrama dengan
budaya yang beragam. Pergerakan SI yang pada awalnya sebagai bentuk protes
atas para pedagang asing yang tergabung sebagai Sarekat Dagang Islam yang oleh
Tjokroaminoto dianggap sebagai organisasi yang terlalu mementingkan
perdagangan tanpa mengambil daya tawar pada bidang politik. Seiring
perjalanannya, SI digiring menjadi partai politik setelah mendapatkan status
Badan Hukum pada 10 September 1912 oleh pemerintah yang saat itu dikontrol
oleh Gubernur Jenderal Idenburg.

SI kemudian berkembang menjadi parpol dengan keanggotaan yang tidak


terbatas pada pedagang dan rakyat Jawa-Madura saja. Perpecahan SI menjadi dua
kubu karena masuknya infiltrasi komunisme memaksa HOS Cokroaminoto untuk
bertindak lebih hati-hati kala itu. Perpecahan yang terjadi dalam kubu Sarekat
Islam karena beberapa faktor salah satunya ialah penangkapan oleh pemerintah
kolonial Belanda terhadap Tjokroaminoto yang memberi peluang bagi para
petinggi Sarekat Islam yang berhaluan marxis untuk mengambil alih politik dalam
organisasi ini. Ia bersama rekan-rekannya yang masih percaya bersatu dalam kubu
SI Putih berlawanan dengan Semaun yang berhasil membujuk tokoh-tokoh
pemuda saat itu seperti Alimin, Tan Malaka, dan Darsono dalam kubu SI Merah.

Namun bagaimanapun, kewibaan HOS Cokroaminoto justru dibutuhkan


sebagai penengah di antara kedua pecahan SI tersebut, mengingat ia masih

39
dianggap guru oleh Semaun. Singkat cerita jurang antara SI Merah dan SI Putih
semakin lebar saat muncul pernyataan Kominteren (Partai Komunis Internasional)
yang menentang Pan-Islamisme (apa yang selalu menjadi aliran Tjokroaminoto
dan rekan-rekannya). Hal ini mendorong Muhammadiyah pada Kongres Maret
1921 di Yogyakarta untuk mendesak SI agar segera melepas SI merah dan
Semaun karena memang sudah berbeda aliran dengan Sarekat Islam. Akhirnya
Semaun dan Darsono dikeluarkan dari SI.

H.O.S. Cokroaminoto meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934


pada usia 52 tahun. Tjokroaminoto dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta,
setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin. Salah satu kata
mutiara darinya yang masyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid,
sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada
masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.

3. Agus Salim

Haji Agus Salim lahir pada 8 Oktober 1884 dengan nama Mashudul Haq
(berarti "pembela kebenaran") di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat. Agus
Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti
Zainab. Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.
Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus
anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di
Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia
Belanda.

Setelah lulus, Agus Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu


notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim
berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada
periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan
pamannya. Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian

40
Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi.
Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam
bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian
Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Suratkabar Fadjar Asia. Dan
selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka
kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan
dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sarekat
Islam.

Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi
pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto. Perkenalan ia dalam Sarekat
Islam amatlah ganjil, dia mendapat kabar dari seorang polisi Belanda yang
menyatakan bahwa Cokroaminoto telah menjual Sarekat Islam kepada Jerman
dengan harga 150.000 poundsterling, dengan menggunakan uang tersebut dia
dapat membangunkan pemberontakan besar di jawa, dan akan mendapat bantuan
persenjataan dari Jerman. Dari kabar tersebut dia menyimpulkan dua hal, yang
pertama kabar itu hanya bohong belaka.

Yang kedua jika kabar itu benar maka akan menjadi besar bagi negeri dan
rakyat. Lalu dia melakukan penyelidikan dan berkenalan dengan pemimpinnya
yakni H.O.S Cokroaminoto, hingga ia mengetahui tujuan mulia dari Sarekat Islam
yang menyebabkan Agus Salim menjadi seorang anggota Sarekat Islam. Agus
Salim meninggal di Jakarta, Indonesia, 4 November 1954 pada umur 70 tahun).
Haji Agus Salim adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Haji Agus
Salim ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27
Desember 1961 melalui Keppres nomor 657 tahun 1961.

4. Abikusno Cokrosuyoso

Abikoesno Tjokrosoejoso (juga dieja Abikusno Cokrosuyoso, lahir di Kota


Karanganyar, Kebumen tahun 1897 meninggal tahun 1968) adalah salah satu
Bapak Pendiri Kemerdekaan Indonesia dan penandatangan konstitusi. Ia

41
merupakan anggota Panitia Sembilan yang merancang pembukaan UUD 1945
(dikenal sebagai Piagam Jakarta). Setelah kemerdekaan, ia menjabat sebagai
Menteri Perhubungan dalam Kabinet Presidensial pertama Soekarno dan juga
menjadi penasihat Biro Pekerjaan Umum.

Kakak Tjokrosoejoso adalah Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin


pertama Sarekat Islam. Setelah kematian saudaranya pada 17 Desember 1934,
Abikoesno mewarisi jabatan sebagai pemimpin Partai Sarekat Islam Indonesia
(PSII). Bersama dengan Mohammad Husni Thamrin, dan Amir Sjarifoeddin,
Tjokrosoejoso membentuk Gabungan Politik Indonesia, sebuah front persatuan
yang terdiri dari semua partai politik, kelompok, dan organisasi sosial yang
menganjurkan kemerdekaan negara itu.

Mereka menawarkan dukungan penuh kepada otoritas pemerintahan


kolonial Belanda dalam hal pertahanan untuk melawan Jepang jika mereka
diberikan hak untuk mendirikan parlemen di bawah kekuasaan Ratu Belanda.
Belanda menolak tawaran tersebut. Selama masa pendudukan Jepang, Abikoesno
Tjokrosoejoso adalah tokoh kunci dalam Masyumi.

Ia mengalami masa perpecahan partai menjadi PARII, PII, Barisan


Penyadar PSII, dan kelompok Kartosuwiryo. Dalam pimpinan partai, ia pernah
menjadi Ketua Lajnah Tanfidzyah dan Ketua Departemen Ekonomi. Ia mewakili
partai dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia).

Menjelang runtuhnya pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan,


Abikusno ikut menandatangani Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945 dan kemudian
duduk sebagai anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Ia
menjabat Menteri Perhubungan dalam Kabinet pertama RI (19 Agustus-
November 1945). Ia menjabat pada "Komite Nine" (Panitia Sembilan) yang
merancang pembukaan (dikenal sebagai Piagam Jakarta) ke UUD 1945 di
Indonesia. Setelah kemerdekaan, ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan dalam

42
Kabinet Presiden pertama Soekarno dan diwakili oleh Moh.Hatta, dan juga
menjadi penasehat Dinas Pekerjaan Umum.

Ia ikut getah percobaan kudeta dari golongan Persatuan Perjuangan yang


dipimpin Tan Malaka bulan Juli 1946, karena namanya dicantumkan sebagai
Menteri Bangunan Umum dalam daftar nama calon-calon menteri dalam kabinet
yang hendak dipaksakan pada Kepala Negara (terkenal sebagai peristiwa 3 Juli di
Yogya). Akibatnya ia ikut menjadi tahanan pemerintah bersama 145 orang
lainnya. Ia dibebaskan kembali pada 17 Agustus 1948. Pada Konferensi Meja
Bundar, ia duduk sebagai penasehat delegasi RI, kemudian Abikusno melawat
ke Suriname sehubungan dengan kewarganegaraan tiga ratus ribu orang Indonesia
yang berada di sana. Pada bulan Oktober 1966 Raden Abikusno Tjokrosuyoso
wafat dalam usia 69 tahun dan dimakamkan di Surabaya.

5. A.M. Sangaji

A.M. Sangadji lahir di Haruku yang masyarakatnya dikenal menjunjung


tinggi adat dan agama, berasal dari keluarga Sangaji Hatuhaha. Sangaji sendiri
merupakan gelar untuk wakil Kesultanan Ternate pada masanya di Pulau
Haruku(Nusa Hatuhaha). Memulai mengenyam pendidikan dasar pada Sekolah
Belanda HIS dan dilanjutkan dengan pendidikan menengah MULO. A.M.
Sangadji yang tidak sempat melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi kemudian
memilih terjun dalam dunia politik.

A.M. Sangaji bersama H.O.S. Cokroaminoto dan beberapa pejuang


sejamannya seperti H. Agus Salim turut andil dalam mendirikan organisasi
Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang Islam. Pada tahun 1912,
A.M. Sangadji juga pernah berpartisipasi sebagai peserta dalam Kongres Pemuda
II 28 Oktober 1928 di Jakarta. Dikenal piawai dalam berpidato A.M. Sangaji
memiliki mobilitas tidak hanya di Maluku tempat asalnya saja, tapi juga pernah
berkiprah di Borneo, terlebih lagi di Jawa.

43
Pada tahun 1920-an, di Samarinda Kalimantan Timur, A.M. Sangaji
mendirikan Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rakjat (BPPR) serta mengelola
Neutrale School untuk menampung anak-anak sekolah dari kalangan bumiputera.
Setelah mendengar berita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, A.M.
Sangaji melakukan perjalanan dari Samarinda ke Banjarmasin untuk bertemu
dengan pemimpin BPRI, menyebarkan berita kemerdekaan bangsa Indonesia di
daerah yang dilalui, dan megibarkan bendera Sang Saka Merah Putih.

Oleh para pejuang kemerdekaan sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17


Agustus 1945, A.M. Sangaji disebut sebagai pemimpin tua dan dijuluki Jago Tua,
seperti diwartakan dalam beberapa surat kabar di Ibukota Republik Indonesia ,
Hindeburg Kalimantan, serta Merdeka Solo. Pihak Kolonial Belanda dan Jepang
pun tahu tentang kedudukan dia sebagai pemimpin tua itu. Pada bulan April 1946
polisi Belanda berhasil menangkap A.M. Sangaji dan memenjarakannya di
penjara Banjarmasin. Selepas keluar penjara Banjarmasin, A.M. Sangaji
menyeberang ke pulau Jawa. Ia kemudian memimpin Laskar Hisbullah yang
berpusat di Yogyakarta dan pernah menugaskan R. Soedirman untuk membentuk
Laskar untuk daerah Martapura dan Pelaihari, serta Tamtomo sebagai penghubung
Markas Besar Hisbullah Yogya untuk Kalimantan. Akan tetapi, ia kemudian
tewas ditembak militer ketika Agresi Militer Belanda I di Yogyakarta tahun 1947.

6. Kartosoewirjo

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (lahir di Cepu, Jawa Tengah, 7


Januari 1905 – meninggal di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, 5 September 1962
pada umur 57 tahun) adalah seorang tokoh Islam Indonesia yang memimpin
pemberontakan Darul Islam melawan pemerintah Indonesia dari tahun 1949
hingga tahun 1962, dengan tujuan mengamalkan Pancasila dan mendirikan
Negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah.

Pada tahun 1901, Belanda menetapkan politik etis (politik balas budi).
Penerapan politik etis ini menyebabkan banyak sekolah modern yang dibuka

44
untuk penduduk pribumi. Kartosoewirjo adalah salah seorang anak negeri yang
berkesempatan mengenyam pendidikan modern ini. Hal ini disebabkan karena
ayahnya memiliki kedudukan yang cukup penting sebagai seorang pribumi saat
itu. Pada umur 8 tahun, Kartosoewirjo masuk ke sekolah Inlandsche School der
Tweede Klasse (ISTK). Sekolah ini menjadi sekolah nomor dua bagi kalangan
bumiputera. Empat tahun kemudian, ia masuk ELS di Bojonegoro (sekolah untuk
orang Eropa). Orang Indonesia yang berhasil masuk ELS adalah orang yang
memiliki kecerdasan yang tinggi.

Di Bojonegoro, Kartosoewirjo mengenal guru rohaninya yang bernama


Notodiharjo, seorang tokoh Islam modern yang mengikuti alur pemikiran
Muhammadiyah. Ia menanamkan pemikiran Islam modern ke dalam alam
pemikiran Kartosoewirjo. Pemikiran Notodiharjo ini sangat memengaruhi sikap
Kartosoewirjo dalam meresponi ajaran-ajaran Islam.

Setelah lulus dari ELS pada tahun 1923, Kartosoewirjo melanjutkan


studinya di Perguruan Tinggi Kedokteran Nederlands Indische Artsen
School.Pada masa ini, ia mengenal dan bergabung dengan organisasi Syarikat
Islam yang dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto. Ia sempat tinggal di rumah
Tjokroaminoto. Ia menjadi murid sekaligus sekretaris pribadi H.O.S.
Tjokroaminoto.

Tjokroaminoto sangat memengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi


politik Kartosoewirjo. Ketertarikan Kartosoewirjo untuk mempelajari dunia
politik semakin dirangsang oleh pamannya yang semakin memengaruhinya untuk
semakin mendalami ilmu politik. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila
nanti Kartosoewirjo tumbuh sebagai orang yang memiliki integritas keIslaman
yang kuat dan kesadaran politik yang tinggi. Tahun 1927, Kartosoewirjo
dikeluarkan dari Nederlands Indische Artsen School karena ia dianggap menjadi
aktivis politik serta memiliki buku sosialis dan komunis.

45
S. M. Kartosoewirjo pernah bekerja sebagai Pemimpin Redaksi Koran
harian Fadjar Asia. Ia membuat tulisan-tulisan yang berisi penentangan terhadap
bangsawan Jawa (termasuk Sultan Solo) yang bekerja sama dengan Belanda.
Dalam artikelnya nampak pandangan politiknya yang radikal. Ia juga menyerukan
agar kaum buruh bangkit untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka, tanpa
memelas. Ia juga sering mengkritik pihak nasionalis lewat artikelnya.

Kariernya kemudian melejit saat ia menjadi sekretaris jenderal Partai


Sarekat Islam Indonesia (PSII). PSII merupakan kelanjutan dari Sarekat Islam.
Kartosoewirjo kemudian bercita-cita untuk mendirikan negara Islam (Daulah
Islamiyah). Di PSII ia menemukan jodohnya. Ia menikah dengan Umi Kalsum,
anak seorang tokoh PSII di Malangbong. Ia kemudian keluar dari PSII dan
mendirikan Komite Pembela Kebenaran Partai Sarekat Islam Indonesia
(KPKPSII).

Menurut Kartosoewirjo, PSII adalah partai yang berdiri di luar lembaga


yang didirikan oleh Belanda. Oleh karena itu, ia menuntut suatu penerapan politik
hijrah yang tidak mengenal kompromi. Menurutnya, PSII harus menolak segala
bentuk kerja sama dengan Belanda tanpa mengenal kompromi dengan cara jihad.
Ia mendasarkan segala tindakkan politiknya saat itu berdasarkan pembedahan dan
tafsirannya sendiri terhadap Al-Qur’an. Ia tetap istiqomah pada pendiriannya,
walaupun berbagai rintangan menghadang, baik itu rintangan dari tubuh partai itu
sendiri, rintangan dari tokoh nasionalis, maupun rintangan dari tekanan
pemerintah Kolonial.

7. Aruji Kartawinata

Arudji Kartawinata (lahir di Garut, Jawa Barat, 5 Mei 1905 – meninggal di


Jakarta, 13 Juli 1970 pada umur 65 tahun) adalah salah satu mantan Menteri Muda
Pertahanan Indonesia di Kabinet Sjahrir II. Setamatnya dari HIS ia melanjutkan
ke MULO (sekolah setingkat SMP) di Bandung. Selesai dari sana ia berprofesi
menjadi guru, lalu menjadi kepala sekolah di SD Serikat Islam di daerah Garut.

46
Selain itu sejak usia muda ia juga aktif dalam berbagai macam gerakan
kebangsaan.

Ketika di Garut, ia pernah menerbitkan surat kabar Balatentara Islam yang


menceritakan kegiatan serta gerakan Serikat Islam. Pada zaman pendudukan
tentara Jepang, ia mengikuti latihan PETA (Pembela Tanah Air) dan diangkat
menjadi daidancho Peta di Cimahi. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia lalu
diangkat menjadi Komandan BKR (Badan Keamanan Rakyat) Jawa Barat, yang
kemudian menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Divisi III Jawa Barat dan
merupakan cikal bakal Divisi Siliwangi.

Ketika Kabinet Syahrir II, ia diangkat jadi Menteri Muda Pertahanan.


Ketika tahun 1948, TNI harus hijrah ke Yogyakarta akibat adanya perjanjian
Renville. Ia ditunjuk menjadi Ketua Panitia Hijrah TNI yang mempunyai tugas
memindahkan tentara-tentara Republik Indonesia yang ada di pelosok-pelosok
daerah kekuasaan Belanda ke daerah Republik.Selain itu ia pernah pula menjadi
anggota DPR-RIS (Republik Indonesia Serikat). Setelah Pemilu 1955, ia terpilih
menjadi anggota DPR-RI. Karirnya terus menanjak menjadi anggota DPR-GR dan
akhirnya akhirnya diangkat menjadi anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
pada tahun 1966-1968.

Keputusan Maljis Tahkim ditolak oleh Sdr Abikusno Cokrosuyoso,


dengan menyatakan bahwa “Saya tidak kuasa membentuk susunan Pucuk
Pimpinan bersama-sama dengan orang-orang yang telah menjatuhkan kehormatan
diri saya dalam arena politik. Saudara tersebut hanya menghendaki formatur
tunggal, ialah beliau sendiri”. Berhubung dengan itu, Majlis Tahkim
mempercayakan kepada 4 orang lainnya sebagai formatur, yaitu Sdr. Aruji
kartawinata, anwar Cokroaminoto, Muhammad Syafe’I dan Zakaria Imban.

Akhirnya berhasillah Majlis Tahkim Luar Biasa menyusun Pucuk


Pimpinan (dewan Partai dan Lajnah Tanfidiyah) yang baru, tanpa ikut serta Sdr
Abikusno Cokrosuyoso. Sejak Majlis Tahkim ke 30 di Solo sampai Majlis

47
Tahkim Luar Biasa di Surabaya telah banyak dipergunakan tenaga dan tempo
untuk menyelesaikan peristiwa Sdr. Abikusno Cokrosuyoso, tetapi karena Sdr
Abikusno Cokrosuyoso sendiri kerja sama dengan anggota Pucuk Pimpinan yang
ada, dan bahkan menolak tugas yang diputuskan oleh Majlis Tahkim Luar Biasa,
seperti diatas telah dijelaskan maka usaha terscbut yang menjadi harapan sebagian
besar Cabang-cabang partai tidak mendapatkan hasil apa-apa, Bahkan kemudian
ternyata, setelah selesainya Majlis Tahkim luar Biasa kita, membaca sebuah
Statmen yang yang ditandatangani oleh AS. Matcik dan Idris Basin, bahwa PSII
Sumatra Selatan keluar dari PSII yang dipimpin oleh Arudji Anwar, dan
membentuk apa yang dinamakan PSII Abikusno.

Berhubung dengan itu demi untuk menjaga keselamatan, dengan surat


keputusan tertanggal 1 Oktober 1956 No.5/MT-LB/1956, Lajnah Tanfidziah PSII
Menjatuhkan hukuman royemen atas diri saudara AS.Matcik, Idris Baksin dan
Abikusno Cokrosuyoso dari keanggotaan PSII. Adapun Saudara A.Masruri telah
diroyer dari PSII sebelum berlangsungnya Majlis Tahkim Luar Biasa Setelah
selesai Majlis Tahkim Luar Biasa di Surabaya tersebut, sampai akhir tahun 1956.
Pada tahun 1970, ia meninggal dunia karena menderita penyakit radang otak dan
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

G. Lambang Syarikat Islam

Sebagai identitas suatu organisasi atau suatu Negara pada suatu bangsa pasti
memiliki lambang dan benderanya masing-masing. Dalam hal ini tak kecualinya
pada organisasi Syarikat Islam, oleh Karen itu, arti dan makna akan lambang dan
bendera itu sangat penting untuk diketahui dan dimengerti khususnya bagi yang
bersangkutan

Lambang Syarikat Islam, adalah sebagai berikut:

48
1. Lambang kebesaran Syarikat islam adalah “KALIMAT TAUHID” dan
lima buah kata (lapadz) Allah mengelilingi kata Syarikat islam semua
ditulis dengan huruf Arab dan seluruhnya berbentuk bulan bintang.
2. Panji Kebesaran Syarikat Islam, dasarnya berwarna hijau tua dengan
lambang Syarikat Islam di Tengah-tengah yang berwarna kuning emas.
3. Panji perjuangan atau Bendera sehari-hari Syarikat Islam dasarnya
berwarna hitam dengan lambang Syarikat Islam di tengah-tengah berwarna
putih.

49
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan landasan Islam pada organisasi SDI kemudian berubah menjadi
Syarekat Islam (SI), berubah menjadi Central Syarikat islam (CSI), menjadi Partai
Syarikat Islam Hindia Timur (PSI H-T), sebagai Partai Syarikat Islam Indonesia
(PSII), dan pada akhirnya kembali lagi kepada Syarikat Islam (SI), maka
pemikiran politik pada pendahulu memberikan refresentasi terhadap pemikiran
yang Quranis. Organisasasi yang didirikan tidak dilandasi oleh etnis kesukuan,
warna kulit, strata sosial masyarakat, dll tetapi oleh Islam yang rahmatan lil
alamiin. Spirit para pendahulu inilah yang mesti di tauladani oleh generasi
sekarang dalam kiprah sosial apapun juga.

Organisasi yang awalnya bernama Sarekat Dagang Islam yang kini


berganti nama menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam yang kini lebih berfokus
dalam masalah politik, merupakan organisasi yang memiliki banyak pengikut.
Oleh karena itu banyak pihak yang ingin menggunakannya demi kepentingan
politik tersendiri. Paham-paham dari luar banyak memberikan pengaruh yang
cukup besar bagi Syarikat Islam. Selain itu juga banyak pro dan kontra didalam
kubu anggota Sarekat Islam juga memberikan dampak yang begitu besar. Tokoh-
tokoh yang berperan penting dalam Sarekat Islam juga berpengaruh besar dalam
perkembangan Sarekat Islam itu sendiri. Dalam makalah ini saya hanya
memberikan beberapa tokoh yang berperan dalam perkembangan Sarekat Islam.
Masih ada banyak tokoh yang berperan penting lainnya dalam perkembangan
Sarekat Islam.

B. Saran

Setelah menyelesaikan makalah ini, saya berharap kritik dan saran dari
Bapak Dosen dan rekan-rekan Mahasiswa. Dalam makalah ini masih banyak
tokoh-tokoh penting lainnya yang belum saya sampaikan. Dan masih banyak
keselahan dalam penulisan saya.

50
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Abikoesno_Tjokrosoejoso

https://id.wikipedia.org/wiki/Arudji_Kartawinata

https://id.wikipedia.org/wiki/A.M._Sangadji

http://www.markijar.com/2015/06/sejarah-lengkap-sarekat-islam-si.html

Noer, Deliar. 1982. Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES


Http//Id_wkipedia.org.tokoh-sarekat-islam

http://kendakaku.blogspot.co.id/2014/05/latar-
belakangperkembangankemunduran.html

http://www.google.com

Rangkuman materi yang diberikan oleh Dosen pengampu Heri Kurnia, S.Pd

51
52

Anda mungkin juga menyukai