Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa Pergerakan Nasional yang dimulai dari tahun 1908 hingga 1942 merupakan awal mula
pergerakan Indonesia. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan timbulnya banyak
Organisasi-organisasi yang sudah tersusun secara struktural. Maksud dari Organisasi yang
tersusun secara struktural yaitu Organisasi yang ada tidaklah bersifat tradisional. Organisasi
yang tradisional dicirikan dengan peran pemimpin yang sangat dominan. Jika pemimpin
tersebut meninggal atau ditangkap maka organisasi tersebut akan lenyap. Selain dari
organisasi yang sudah tersusun secara struktural ciri dari masa ini yaitu lingkup yang sudah
menasional. Nasional di sini dimaksudkan bahwa organisasi tersebut bukan hanya terpaku
oleh daerah-daerah saja, tetapi juga sudah melebarkan sayapnya hingga meraih anggota dan
pengaruh ke daerah lain yang lebih luas.

Salah satu organisasi pada masa pergerakan nasional adalah Sarekat Islam. Sarekat Islam
mula-mula dinamakan Sarekat Dagang Islam. Ketika masih menjadi Sarekat Dagang Islam
organisasi ini lebih berfokus kepada masalah perekonomian, tetapi ketika sudah menjadi
Sarekat Islam maka lebih berfokus kepada masalah politik.

Sarekat Islam merupakan suatu organisasi yang banyak memberikan konstribusi kepada
pergerakan nasional. Kongres-kongres yang dilakukan oleh Sarekat Islam banyak yang
memberikan kritik kepada pemerintah Belanda serta memberikan peluang kepada masyarakat
pribumi. Walaupun karena kritik tersebut Sarekat Islam pernah dibekukan.

Sarekat Islam merupakan organisasi yang memiliki banyak pengikut. Oleh karena itulah
banyak sekali pihak yang ingin menggunakannya demi kepentingan politik tersendiri. Paham-
paham dari luar yang banyak memberikan pengaruh juga memberikan dampak yang cukup
besar bagi Sarekat Islam itu sendiri. Paham tersebut juga menjadi bumerang bagi Sarekat
Islam. Selain itu juga adanya pro dan kontra di dalam kubu anggota Sarekat Islam juga
memberikan dampak yang begitu besar bagi organisasi tersebut. Indie Weerbaar dan
Volksraad juga memberikan konstribusi dalam perjalanan Sarekat Islam.

1.2 Rumusan Permasalahan


Melihat latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu :

1. Apa yang melatarbelakangi didirikannya Serikat Islam ?

2. Bagaimana pengaruh Sosialisme-Revolusioner terhadap Serikat Islam ?

3. Apa yang menyebabkan perpecahan dalam Serikat Islam ?

4. Bagaimana kondisi Serikat Islam pasca perpecahan ?

5. Bagaimana pengaruh ataupun peran Serikat Islam dalam pergerakan nasional ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dengan melihat adanya permasalahan yang muncul, dengan demikian tujuan penulisan ini,
yaitu :

1. Memberikan informasi seputar hal yang melatarbelakangi didirikannya Serikat Islam;

2. Mengetahui pengaruh Sosialisme-Revolusioner terhadap Serikat Islam;

3. Memberikan pengetahuan terkait penyebab perpecahan dalam Serikat Islam;

4. Memberikan gambaran kondisi Serikat Islam pasca perpecahan;

5. Menjelaskan pengaruh ataupun peran Serikat Islam dalam pergerakan nasional.

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan mengetahui Serikat Islam yang merupakan salah satu pergerakan nasional awal yang
ada di Indonesia, manfaat yang diharapkan yaitu:

1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan keilmuan dalam Sejarah


Pergerakan Nasional Indonesia khususnya dalam bidang Sarekat Islam.

2. Pembaca, sebagai wahana penambah pengetahuan dan keilmuan serta kajian teoritis
dalam Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia khususnya dalam bidang sarekat Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Didirikannya Serikat Islam

Sarekat Islam, yang sebelumnya merupakan Sarekat Dagang Islam, pada awalnya merupakan
perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang tidak lain adalah golongan-golongan pedagang
pribumi sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi pedagang orang-orang Cina. Hal ini
berawal dari timbulnya usaha pengusaha batik di kota Surakarta untuk mengadakan persatuan
demi melawan taktik dagang para pedagang Cina.

Usaha tersebut dipelpori oleh Haji Samanhudi di kampung Laweyan di kota Surakarta. Haji
Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 yang beranggotakan para
pengusaha batik di kota Surakarta. Tujuan utama didirikannya Sarekat Dagang Islam adalah
untuk memperkuat usaha dalam menghadapi para pedagang Cina, dengan tujuan awal untuk
menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing
dengan pedagang-pedagang besar orang-orang Cina (Muljana, 2008: 121). Pada saat itu,
pedagang-pedagang Cina tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status
yang lebih tinggi dari pada pedagang pribumi lainnya. Berdirinya perkumpulan Sarekat
Dagang Islam itu jelas berdasarkan pertimbangan ekonomi. Oleh karena itu, para pengusaha
batik di Indonesia pada umumnya memeluk agama Islam.

Berdirinya Sarekat Dagang Islam disambut baik oleh para pengusaha batik yang
mengharapkan dapat membeli bahan batik lebih murah. Meskipun demikian, untuk bergerak
secara sah, Sarekat Dagang Islam harus menyusun anggaran dasarnya untuk disahkan oleh
pemerintah. Untuk menyusun anggaran dasar tersebut. Haji Samanhudi merasa kurang
mampu. Oleh karena itu, dia kemudian mencari bantuan kepada seorang pelajar Indonesia
yang berkerja pada perusahaan di Surabaya. Pelajar yang dimaksu adalah Cokroaminoto.
Kemudian, Haji Samanhudi menghubungi Umar Said Cokroaminoto. Setelah bertukar
pikiran, timbul gagasan dalam diri Umar Said Cokroaminoto untuk mengubah nama Sarekat
Dagang Islam menjadi Sarekat Islam, atas pertimbangan bahwa perkumpulan itu tidak
terbatas sampai pada para pedagang saja, tetapi juga mempunyai dasar yang lebih luas
sehingga orang Islam yang di luar pedagang dapat menjadi anggota. Gagasan Cokroaminoto
diterima baik oleh Haji Samanhudi. Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Umar
Said Cokroaminoto, nama Serikat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam. Hal ini
dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam
bidang lain, seperti halnya politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan
tujuan SI adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan jiwa dagang;

2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha;

3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat;

4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam;

5. Hidup menurut perintah agama.

Pada tahun 1914 telah berdiri 56 cabang Sarekat Islam dengan pengakuan sebagai badan
hukum. Cabang-cabang tersebut masih berdiri sebagai Sarekat Islam Lokal karena badan
pusat tidak ada. demikianlah pengurus Pusat Sarekat Islam mengajukan permohonan
pengakuan sebagai badan hukum dengan penjelasan bahwa pusat Sarekat Islam tidak
mempunyai anggota perorangan, tetapi anggotanya terdiri dari sarekat-sarekat Islam Lokal.
Maka pada tanggal 18 Maret 1916, diputuskan oleh yang berwajib untuk pengakuan sebagai
badan hukum (Muljana, 2008: 122-123).. Tujuan Serikat Islam adalah membangun
persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan
perekonomian rakyat. Keanggotaan Serikat Islam terbuka untuk semua lapisan masyarakat
muslim. Pada waktu Serikat Islam mengajukan diri sebagai Badan Hukum, pada
awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikannya pada
Serikat Islam lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik,
tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan
menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya
Serikat Islam memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran
pemerintah Belanda.

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya Serikat Islam pusat diberikan pengakuan sebagai
Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya
partai politik, Serikat Islam berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya
ke Volksraad tahun 1917.

Tokoh-tokoh pendiri pusat Sarekat Islam dengan pengurus yang terdiri :


1. Haji Samanhudi (Ketua Kehormatan)

2. Umar Said Cokroaminoto

3. Agus Salim

4. Abdul Muis

5. Haji Gunawan

6. Wondoamiseno

7. Sasrokardono

8. Soerjopranoto

9. Alimin Prawirodirejo

10. Semaun

2.2 Pengaruh Serikat Islam dalam Pergerakan Nasional

Serikat Islam pada mulanya bernama Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh H.
Samanhudi yang berdasarkan pada Agama dan Perekonomian Rakyat sebagai dasar dalam
pergerakannya, tujuannya pula adalah melindungi hak hak pedagang pribumi dari monopoli
dagang yang dilakukan oleh pedagangpedagang besar tionghoa. Dan dengan lahirnya
Sarikat Dagang Islam yang menghimpun pedagang Islam pribumi pada saat itu, diharapkan
dapat bersaing dengan pedagang asing seperti Tionghoa, India, dan Arab.

Pada 1912 Sarekat Dagang Islam berganti nama menjadi Sarekat Islam oleh H.O.S.
Tjokroaminoto, pergantian nama ini didasarkan agar Sarekat Islam ini tidak hanya bergerak
dalam bidang agama dan Ekonomi saja, tetapi dapat bergerak dalam Politik pula, sehingga
membuat ruang gerak Sarekat Islam pun bertambah luas. Setelah menjadi SI sifat gerakan
menjadi lebih luas karena tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum pedagang saja. Dalam
Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan perkumpulan ini diperluas ,antara lain:

1. Memajukan perdagangan;

2. Memberi pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran (semacam usaha


koperasi);
3. Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama;

4. Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham- faham yang keliru tentang
agama Islam.

Program yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama yaitu dalam bidang
perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang tidak membatasi pada
keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua masyarakat. Tujuan politik tidak
tercantumkan karena pemerintah masih melarang adanya partai politik. Perluasan
keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu relatif singkat keanggotaan Serikat Islam
meningkat drastis. Mobilisasi terhadap rakyat pun bertambah luas, karena pada saat itu
muncul Nasionalisme dalam pengertian politik baru saat Sarekat Islam ini diketuai oleh HOS
Tjokroaminoto. Sebagai organisasi poltik pelopor Nasionalisme, saat itu Tjokroaminoto pun
memberikan batasan :

Pengertian Nasional sebagai usaha meningkatkan seseorang pada tingkat natie berjuang
menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang kurangnya bangsa Indonesia diberi hak untuk
mengemukakan suaranya dalam masalah politik. (Muhibin : 2009).

Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja dibagi atas delapan
bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah,
perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu
lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk legelatif. Sarekat Islam juga menuntut
penghapusan kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, Serikat
Islam menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-
sekolah. Dalam bidang agama, Serikat Islampun menuntut dihapuskannya segala peraturan
dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut
pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap perlu dibangun suatu
hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri. Partai
juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere
landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang
menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam bidang
keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang
dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah
untuk memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan
tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para
pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis

Benda dalam Padmo (2007) menyatakan bahwa SI mempunyai daya tarik yang jauh
jangkauannya di luar penduduk kota yang berpendidikan Barat. Tujuh tahun setelah
Tjokroaminoto memimpin SI, partai ini memusatkan perhatiannya secara eklusif pada orang
Indonesia dengan merekrut semua kelas, baik di kota maupun desa. Mereka adalah pedagang
muslim, pekerja di kota, kyai dan ulama, beberapa priyayi, dan tak kurang pula petani ditarik
dalam partai politik yang pertama pada masa kolonial di Indonesia ini. Serikat Islam
meratakan kesadaran Nasional terhadap seluruh lapisan masyarakat, baik itu lapisan
masyarakat atas maupun lapisan masyarakat tengah, dan rakyat biasa di seluruh Indonesia,
terutama melalui Kongres Nasional Senntral Islam di Bandung pada 1916. Pada periode awal
perkembanganya, Sarekat Islam dapat memobilisasi massa dengan sangat baik, hal iti terbukti
pada empat tahun berjalannya Serikat Islam yang telah memiliki anggota sebanyak 360.000
orang, kemudian menjelang tahun 1919, anggotanya telah mencapai hampir dua setengah juta
orang. Para pendiri Serikat Islam mendirikan organisasinya ini tidak hanya untuk
mengadakan perlawanan terhadap orangorang Cina, tetapi untuk membuat front melawan
semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera. Oleh karena itu, Serikat Islam berhasil
mencapai lapisan bawah masyarakat yang berabadabad hampir tidak mengalami perubahan
dan paling banyak menderita.

Pada mulanya Serikat Islam bersifat loyal dan membantu pemerintah. Kongresnya yang
pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1916, kebijakan yang diambil pada saat itu
adalah untuk membantu pemerintah. Namun pada saat kongres Nasional di Madiun pada 17
20 Februari 1923, kongres mengambil keputusan untuk membentuk sebuah Partai yaitu
partai Serikat Islam (PSI), kongres ini pula membicarakan sikap politik partai terhadap
pemerintah, pada kongres ini dibahas mengenai perubahan sikap terhadap pemerintah.
Perubahan sikap politik ini adalah partai tidak mempercayai lagi pemerintah, dan partai
menolak kerjasama dengan pemerintah, sikap politik ini biasa disebut juga sebagai sikap
Politik Hijrah.

2.3 Pengaruh Sosialisme-Revolusioner terhadap Serikat Islam

Kemenangam Revolusi pada bulan Oktober di Rusia memberikan dorongan dan antusiasme
yang lebih hebat kepada ISDV untuk menyebarkan Marxisme dalam politik Indonesia dan
Sarekat Islam adalah sasaran utama, karena merupakan satu-satunya gerakan massa terkuat
pada saat itu. ISDV mengadakan infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam dengan tujuan dapat
menguasai massa.

Pada tahun 1920, kelompok-kelompok kiri yang lebih ekstrim dalam ISDV telah berhasil
mengadakan kontak-kontak dekat dengan unsure-unsur kiri dalam Sarekat Islam, seperti
Semaoen dari cabang Semarang, Alimin Prawirodirdjo dan Darsono. Ketiga tokoh Sarekat
Islam ini telah berhasil dibina oleh Snevliet dengan ideologi Marxisme dalam tempo yang
relatif singkat.

Pada tahun 1918 Sneevleit diusir dari Indonesia karena kegiatan-kegiatannya akan
membahayakan kekuasaan kolonial kedepannya, sebab Marxisme dikatakan sebagai antitesi
terhadap kolonialisme dan kapitalisme.

Setahun setelah ISDV cabang Semarang didirikan, yaitu pada tahun 1914, menerima anggota
pribumi sebanyak 85 orang dan pada tahun 1916 anggotanya telah bertambah menjadi 134
orang. Dalan kongres ISDV di Jakarta bulan Mei 1917, Sneevliet disidang akibat tulisan
Zegepraal-nya, namun ia tetap pada pendiriannya dan beberapa temannya mendukung sikap
dan garis perjuangannya.

Akhirnya ISDV pecah, puncaknya ketika ISDV cabang Batavia dan Bandung memisahkan
diri dan bergabung dengan ISDP (Indische Sosiaal Democraatische Partij). Setelah pecah
Sneevliet menarik orang-orang pribumi untuk menduduki posisi penting organisasi. Mereka
adalah Semaoen, Mas Marco dan Darsono.

ISDV melakukan penyusupan dalam usaha memperoleh pengaruh diadakan pembagian tugas
sebagai berikut: (1) Untuk mendekati serdadu bangsa Belanda di lakukan oleh Sneevliet; (2)
Untuk mendekati serdadu Angkatan Laut Belanda ditangani oleh Brandsteder; (3) Untuk
mendekati pegawai-pegawai negeri bangsa Belanda bagian sipil dijalankan oleh Baars dan
van Burink; (4) Untuk mendekati bangsa Indonesia, Semaoen memasuki Sarekat
Islam yang kemudian disusul oleh Darsono, Tan Malaka dan Alimin Prawirodirjo (Materu
1985:19).

Strategi ini dikenal sebagai blok di dalam atau block within yang dikembangkan sejak
tahun 1916 oleh ISDV untuk meraih dukungan dari massa Sarekat Islam. Maksud dari taktik
ini adalah mengembangkan propaganda dan koneksitas di antara massa dengan membangun
semacam sel-sel di dalam tubuh partai induk yaitu menjadikan anggota ISDV menjadi
anggota Sarekat Islam dan sebaliknya menjadikan anggota Sarekat Islam menjadi anggota
ISDV (Priyono, 1990:2). Mereka memperkuat pengaruh dengan jalan memanfaatkan keadaan
buruk akibat Perang Dunia I dan panenan padi yang gagal serta ketidakpuasan buruh
perkebunan sebagab upah yang rendah dan membubungnya harga-harga. Ada beberapa hal
yang menyebabkan berhasilnya ISDV melakukan infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam,
yaitu: (1) Central Sarekat Islam sebagai badan koordinasi pusat masih sangat lemah
kekuasaannya. Tiap-tiap cabang Sarekat Islam bertindak sendiri-sendiri secara bebas. Para
pemimpin lokal yang kuat mempunyai pengaruh yang menentukan di dalam Sarekat Islam
cabang; (2) Kondisi kepartaian pada waktu itu memungkinkan orang untuk menjadi
anggota lebih dari satu partai, karena pada mulanya organisasi-organisasi didirikan bukan
sebagai partai politik melainkan sebagai suatu organisasi guna mendukung berbagai
kepentingan sosial budaya dan ekonomi. Di kalangan kaum terpelajar menjadi kebiasaan bagi
setiap orang untuk memasuki berbagai macam organisasi yang dianggapnya dapat membantu
kepentingannya (Poesponegoro dan Notosusanto 1993: 199-200).

Pandangan miring terhadap Sneevliet dan kawan-kawannya berkembang terutama setelah


Sarekat Islam cabang Semarang bergerak radikal dan menunjukkan warna merahnya. Abdoel
Moeis, tokoh cabang Bandung adalah yang paling gencar menyerang gerakan Sneevliet dan
kawankawannya. Abdoel Moeis meragukan komitmen perjuangan Sneevliet dengan alasan
mereka tidak berdarah santri Jawa.

Pada tanggal 6 Mei 1917, Semaoen diangkat menjadi Presiden Sarekat Islam cabang
Semarang menggantikan Raden Sodjono. Perlahan-lahan Semaoen mempengaruhi para
pemimipin Sarekat Islam Semarang dan berhasil membawa organisasi bergeser ke arah
sosialis-revolusioner. Sebagai puncak usahanya merevolusinerkan Sarekat Islam Semarang
pada tanggal 19 November 1917 melalui organ Sarekat Islam Semarang yakni harian Sinar
Hindia (dulu bernama Sinar Djawa) yang berhasil dikuasainya (Gie, 2005: 23). Sarekat Islam
Semarang menjadi kelompok yang sulit diawasi oleh pimpinan pusat Sarekat Islam.
Walaupun menurut tujuan utama Sarekat Islam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia, Sarekat Islam Semarang menolak penampilan Islam, menyerukan aksi
revolusioner dan dengan provokatif menuduh anggota-anggota Sarekat Islam yang moderat
sebagai borjuis.

2.4 Perpecahan dalam Serikat Islam


Pada mulanya Sarekat Islam (SI) dilarang untuk menjalankan organisasinya oleh pemerintah
Belanda pada Agustus 1912. Setelah diadakan perubahan pada anggaran dasar SI maka
diperbolehkan untuk menjalankan aktivitasnya kembali. Rutgers (2012; 4) menerangkan
bahwa, ...pada Juni 1913, pengaktifan Pimpinan Pusat SI tidak diizinkan, dan untuk
sementara waktu, yang diizinkan itu hanya cabang-cabangnya belaka. Baru pada 1916
Pimpinan Pusat SI diperkenankan sesudah pengawasan pemerintah diperkuat.

Pada tanggal 26 Januari 1913 diadakan kongres Sarekat Islam pertama di Surabaya. Pada
kongres tersebut pimpinan SI Oemar Said Tjokroaminoto mengutarakan intinya bahwa SI
setia terhadap pemerintahan Belanda. Hal ini disebutkan dalam Rutgers (2012; 4), SI
bukanlah suatu partai politik yang menghendaki revolusi seperti yang disangka kebanyakan
orang. Jika nanti diadakan pengejaran-pengejaran, kita harus meminta perlindungan terhadap
gubernur Jenderal. Kita setia dan puas terhadap kekuasaan Belanda. Sungguh tidak benar,
kalau kita dikatakan hendak menyebabkan huru-hara, sungguh tidak benar, kalau kita
dikatakan berontak. Itu semua tidak benar, tidak, seribu kali tidak.

Kongres Sarekat Islam I menghasilkan keputusan bahwa Sarekat Islam bukan lagi sebagai
organisasi daerah Surakarta melainkan organisasi terbuka yang cakupannya meliputi Hindia
Belanda. Oleh karena itu disahkan tiga kota sebagai sentral dari Sarekat Islam meliputi
Surabaya, Yogyakarta dan Bandung.

Fungsi dari tiga kota sentral Sarekat Islam menurut Suryanegara (2012; 380) yaitu :

1. Pertama, dari centraal Sjarikat Islam (CSI) Surabaya, membangkitkan kesadaran


berpolitik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Timur hingga
seluruh wilayah Indonesia Timur;

2. Kedua, dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Yogyakarta, membangkitkan kesadaran


politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Tengah hingga
seluruh wilayah Indonesia Tengah;

3. Ketiga, dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Bandung, membangkitkan kesadaran politik
nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Barat hingga Indonesia
barat.

Dalam penetapan fungsi tersebut memang disebutkan pembagian wilayah. Tetapi perlu
diingatkan kembali bahwa pembagian daerah teritorial seperti Indonesia Timur, Indonesia
Tengah dan Indonesia Barat masih belum jelas. Hal ini dikarenakan belum adanya pembagian
wilayah seperti sekarang pada masa itu.

Dalam waktu beberapa bulan semenjak kongres Sarekat Islam pertama, SI sempat dibekukan.
Menurut Kartodirdjo (Mulyanti, 2010: 22-23) bahwa:

Sarekat Islam yang berdiri di Semarang sempat menyulut perkelahian antara orang Cina
dengan anggota Sarekat Islam Semarang. Perkelahian tersebut terjadi di kampung
Brondongan pada tanggal 24 Maret 1913. Penyebab perkelahian adalah kebencian seorang
Cina penjual tahu dan nasi, bernama Liem Mo Sing terhadap orang-orang Sarekat Islam.
Semula warung Liem Mo Sing tergolong laku, buruh yang bekerja di perusahaan di dekat
warungnya hampir sebagian besar menjadi langganan. Setelah di kampung Brondongan
berdiri Sarekat Islam dan buruh perusahaan tersebut menjadi anggota maka berdiri toko dan
koperasi. Sebagai akibat warung Liem Mo Sing tidak laku. Oleh karena itu Liem Mo Sing
menjadi benci terhadap Sarekat Islam dan berusaha mengganggu orang-orang yang sedang
salat, memaki-maki orang-orang Sarekat Islam dan sebagainya. Pada hari Kamis malam
tanggal 27 Maret 1913, seorang bernama Rus setelah salat Isa melihat Liem sedang
bersembunyi di bawah surau. Karena diketahui Liem melarikan diri, kemudian dikejar oleh
orang-orang yang sedang di surau. Akhirnya Liem tertangkap dan dipukuli, sedangkan orang-
orang Cina yang berusaha melarikan diri karena takut ikut dipukuli penduduk karena dikira
akan membantu Liem.

Perselisihan dengan Tinghoa tersebut juga dituliskan oleh Rutgers (2012: 5),
kejadian-kejadian seperti merampoki Tinghoa adalah juga tergolong kelompok nasional
ini. Dalam sikap terhadap bangsa Tinghoa terdapat perubahan antara lain disebabkan oleh
meletusnya Revolusi Tiongkok 1911-1912 yang menyebabkan banyak penduduk Tinghoa
berubah sikap dan menyakinkan akan benarnya gerakan kemerdekaan di Indonesia juga.
Sebaliknya rakyat Indonesia mulai ikut serta dalam demonstrasi-demonstrasi yang amat
menguntungkan gerakan revolusioner Tionghoa.

2.3.1 Perpecahan Akibat Pendirian Volksraad & Indie Weebar

Pada tanggal 17-24 Juli 1916 dilaksanakan National Congres Centraal Sjarikat Islam di
Bandung. Menurut Suryanegara (2012: 387) suasana Bandung pada saat kongres Nasional
pertama yaitu :
Suasana kongres Nasional pertama Centraal Sjarikat Islam tersebut, disampaikan Mohamad
Rroem dalam harian ABADI, senin 22 Juni 1970 M atau 17 Rabiul Awal Achir 1390 H. Dua
tahun kemudian, pada 1972, laporan Mohamad Roem tersebut dibukukan dalam Bunga
Rampai dari Sadjarah. Mohamad Roem menuturkan, alun-alun Bandung sebagai kongres
dihias sangat indah, disertai dengan bufet yang menyediakan makanan dan minuman.

Pelaksanaan kongres mendapat dukungan dari para ibu guru sekolah kautamaan istri. Mereka
ikut serta dalam melayani tamu-tamu yang akan menikmati hidangan makanan dan minuman
di bufet-bufet. Mohammad Roem memberikan penilaian bahwa adanya aktivitas kaum Ibu
Parahiyangan tersebut pertanda para Ibu tidak mau ketinggalan dalam gerakan kebangkitan
kesadaran nasional.

Pada Ahad, 18 Juni 1916 M, diadakan pula pawai besar yang berlangsung damai. Pawai
tersebut melewati jalan-jalan raya di Bandung. Ini pertanda Sjarikat Islam mendapat
sambutan dari segenap rakyat. Saat itu hanya Sjarikat Islamlah yang memelopori kongres
yang disertai dengan penyelenggaraan berbagai acara, seperti pameran, pawai dan rapat
akbar.

Rutgers (2012: 7) memaparkan bahwa, Kongres Sarekat Islam yang dilangsungkan di


Bandung antara 17-24 Juli 1916 dikunjungi oleh wakil dari tidak kurang 80 daerah di segala
pelosok Indonesia dan mewakili tidak kurang dari 360.000 anggota. Dalam hal ini pendapat
dari Rutgers saling mendukung dengan Suryanegara bahwa Kongres Sarekat Islam
mendapatkan dukungan dari banyak orang.

Mengenai pembahasan Rutgers (2012:7) membahas bahwa, Soal-soal politik dan perluasan
hak-hak politik menjadi acara pembicaraan dan yang mencolok mata ialah, bahwa kongres ini
oleh ketianya diberi nama kongres Nasional yang pertama dari Sarekat Islam. Meskipun ia
mengajurkan pada anggota-anggota supaya memperhatikan semua undang-undang dan
peraturan-peraturan pemerintah kolonial dan supaya mengejar kemakmuran dan
kesejahteraan dengan jalan yang sah, yang menonjol ke depan adalah tuntutan zelf bestuur
(pemerintahan sendiri) dan tuntutan adanya wakil-wakil rakyat dalam pemerintahan, dengan
desentralisasi dan otonomi untuk beberapa bagian dari Indonesia

Jelas terlihat bahwa SI sangat kental akan kritikannya kepada pemerintah Belanda. Kritikan
tersebut juga tersirat dengan digunakannya bahasa Melayu oleh Oemar Said Tjokroaminoto
pada pidatonya. Suryanegara (2012: 387) mengemukakan, Adapun pidato Oemar Said
Tjokroaminoto disampaikan dalam bahasa Melayu, karena pengunjungnya dari berbagai
etnis. Pidato tersebut memakan waktu selama dua jam. Perlu diingat kembali bahwa
penggunaan bahasa Belanda pada waktu itu dilarang digunakan oleh kalangan ulama, santri
dan umat Islam.

Suryanegara (2012: 392) memaparkan tuntutan yang dihasilkan oleh Kongres Nasional
Sarekat Islam di Bandung yaitu, Pertama, segenap undang-undang yang akan diberlakukan
untuk pribumi, harus dibuat bersama dengan pimpinan perwakilan dari rakyat Indonesia.
Berarti kongres menuntut adanya dewan perwakilan rakyat. Kedua, dengan diberlakukannya
sistem desentralisasi dari Pemerintah Hindia Belanda sejak 23 Juli 1903, maka kongres
menuntut agar sistem desentralisasi diberlakukan lebih luas untuk seluruh wilayah Nusantara
Indonesia. Dengan kata lain, kongres menuntut agar Indonesia ber-pemerintahan sendiri atau
Indonesia Merdeka.

Selain dari dua hal tersebut kongres nasional Sarekat Islam juga menuntut agar diizinkan ikut
serta dalam Indie Weerbaar (Pertahanan India atau pertahanan Indonesia). Cara yang
dilakukan yaitu mengikutsertakan pemuda Indonesia dalam pertahanan. Bousquet
(Suryanegara, 2012: 395) mengatakan bahwa :

Sjarikat Islam menyadari kuatnya penjajah karena memiliki siperioritas militer. Sebaliknya,
ulama dan Santri dalam posisi lemah karena tidak memiliki organisasi militer moderen.
Dengan menyertakan para pemuda dalam sistem pertahanan yang dilaksanakan oleh
pemerintah kolonial Belanda dalam menghadapi Perang Dunia I (1914-1919 M), diharapkan
nantinya mereka akan dapat merebut kembali kedaulatan bangsa dan negara dari penjajah.
Rencana tersebut, baru berhasil pada masa pendudukan Jepang (1942-1945 M) dalam upaya
memenangkan Perang Asia Timur Raya (1941-1945 M), yakni dengan dibentuknya Tentara
Pembela Tanah Air (PETA) dan Lastjar Hizboellah.

Ricklefs (2008: 371) menyebutkan bahwa, masalah Indie Weerbaar (Pertahanan Hindia)
mula-mula merupakan persoalan pertahanan, tetapi segera berkaitan erat dengan usul-usul
bagi pembentukan Volksraad, dewan rakyat. Gagasan pembentukan milisi paruh-waktu
yang terdiri atas orang-orang Indonesia telah dipertimbangkan, dan ditolak oleh pemerintah
pada tahun 1913-4. Akan tetapi, dengan pecahnya Perang Dunia I pada bulan agustus 1914,
gagasan tersebut dibicarakan lagi, karena milisi merupakan kekuatan pertahanan yang lebih
murah daripada memperbesar pasukan profesional.

Berkaitan dengan pandangan SI terhadap pembentukan Indie Weerbaar sendiri, Ricklefs


(2008: 371) mengungkapkan bahwa, ..., kampanye Indie weerbaar dengan cepat berubah
menjadi isu perwakilan rakyat. Pada tahun 1916-1917, suatu delegasi yang terdiri atas wakil-
wakil Budi Utomo, SI, Regenten Bond, dan organisasi-organisasi serupa dari keempat
kerajaan Jawa berkunjung ke negara Belanda. Mereka mengajukan petisi kepada ratu
Wilhelmia dan berkeliling negara itu guna memberikan ceramah-ceramah. Ketika perlemen
Belanda bertindak menangani masalah-masalah itu, maka rancangan undang-undang bagi
pembentukan milisi pribumi tidak disetujui, tetapi pada bulan Desember 1916 rancangan
undang-undang bagi pembentukan Volksraad disetujui.

Di dalam kubu Sarekat Islam sendiri juga terdapat perbedaan pendapat. Salah satu tokoh
Sarekat Islam yaitu Samaun tidak menghendaki jika SI masuk ke dalam Indie Weerbaar.
Pringgodigdo (1994: 8), tetapi pimpinan C.S.I. masih menyetujui aksi aksi parlementer-
evolusioner. Juga usulan Samaun untuk tidak ikut campur dalam gerakan Indie Weerbaar
tidak terima (pada waktu itu Abdul Muis sebagai anggota utusan Indie Weerbaar
memberikan laporan tentang pengalamannya di negeri Belanda.

Selain tidak menyetujui SI masuk ke dalam Indie Weerbaar, Samaun juga tidak setuju jika SI
masuk ke dalam Volksraad. Pringgodigdo (1994: 8) menyebutkan bahwa, Usaha Semaun
agar S.I jangan ikut duduk dalam Volkstraad juga sia-sia. Semaun berkata, Volksraad hanya
suatu pertunjukan kosong, suatu akal dari kaum kapitalis mengelabuhi mata rakyat jelata
untuk memperoleh untung lebih banyak. Terhadap ini Abdul Muis berpendapat: turut duduk
didalamnya dengan sambil berusaha, lambat laun mengubah Volksraad menjadi sebuah
parlemen sejati. Kongres mufakat SI turut serta dalam komite nasional yang didirikan atas
anjuran BU. Komite itu mempunyai tujuan membuat daftar nama-nama calon anggota
Volksraad untuk dipimpin oleh majelis-majelis daerah dan/atau diangkat oleh pemerintah
Hindia Belanda; SI akan memajukan dua calon.

Volksraad berdiri atas keputusan dari pemerintah Belanda mengenai Dewan Nasional. Seperti
telah dipaparkan di atas bahwa kongres nasional SI di Bandung menghendaki adanya Dewan
Perwakilan Nasional. Sayangnya pendirian Volksraad tidak sesuai dengan harapan. Rutgers
(2012: 10) mengatakan bahwa, Tetapi tuntutan-tuntutan gerakan nasional dan Sarekat Islam
jauh melebihi itu, hingga di sana-sini timbul bentrokan. Di kalangan kaum tani timbullah
gerakan samin, yang pimpinannya dipegang oleh Samat. Gerakan ini mempunyai tujuan-
tujuan komunisme kuno untuk kaum tani.

Kongres Nasional SI ke III di Surabaya membicarakan kelanjutan dari kongres di Bandung


mengenai Dewan Rakyat. Dengan tanggapan dan pembicaraan dari pemerintah Belanda
mengenai dewan rakyat yang dibentuk sebagai Volksraad. Sayangnya anggota pribumi yang
ikut serta dalam Volksraad sedikit, lebih banyak diisi oleh orang-orang luar pribumi.

2.3.2 Pecah Menjadi SI Revolusioner dan SI Berlandaskan Asas Islam

Ketika pengaruh Rusia mulai menyebar ke penjuru dunia, tidak luput pula pengaruhnya
datang ke Indonesia. Pengaruh ini dimulai saat Sneevliet mendirikan Indische sociaal-
Democratische Vereeniging (ISDV) di Surabaya. Ricklefs (2008: 370) mengungkapkan,
Pada tahun 1913, H.J.F.M. Sneeviet (1883-1942) tiba di Indonesia. Dia memulai kariernya
sebagai penganut mistik Katolik, tetapi kemudian beralih ke ide-ide sosial-demokrat yang
revolusioner dan aktivisme serikat buruh. Dia kemudian bertindak sebagai agen komintern di
Cina dengan nama samaran G. Maring. Pada tahun 1914, dia mendirikan Indische Sociaal-
Democratische Vereeninging (ISDV), Ikatan Sosial-Demokratis Hindia, di Surabaya.

Sayangnya kelemahan dari ISDV yaitu anggota-anggota yang tergabung di dalamnya terdiri
dari orang-orang Belanda. Untuk mengambil hati rakyat pribumi maka tahun 1915 menjalin
kerjasama dengan Insulinde. Sayangnya kerjasama dengan Insulinde tidak berpengaruh besar,
maka dari itu mulai dilirik Sarekat Islam. Ricklefs (2008: 370) mengemukakan, Anggota
Insulinde berjumlah 6000 orang, termasuk beberapa orang Jawa terkemuka, tetapi organisasi
ini jelas bukanlah alat yang ideal untuk mendapatkan basis rakyat. Oleh karena itu, perhatian
ISDV mulai beralih kepada Sarekat Islam, satu-satunya organisasi yang memiliki pengikut di
kalangan rakyat Indonesia.

Tahun 1914 Semaun yang termasuk ke dalam anggota sarekat Islam di cabang Surabaya
bergabung dengan ISDV. Semaun kemudian dipindahkan ke Semarang. Semaun membawa
ideologi sosialis yang dibawanya dari ISDV ke Sarekat Islam cabang Semarang ini. Ricklefs
(2008: 372) mengemukakan, pengaruh kiri dalam Sarekat Islam semakin bertambah besar
karena ISDV berusaha memperoleh basis rakyat. Pada tahun 1914, seorang pemuda Jawa
buruh kereta api yang bernama Semaun (1899-1971) menjadi anggota SI cabang Surabaya.
Pada tahun 1915, dia pindah ke Semarang, di mana Sneevliet aktif dalam Serikat Buruh
Kereta Api dan Trem (VSTP). Kini Semaun juga bergabung dalam ISDV. Jumlah anggota SI
Semarang berkembang pesat mencapai 20.000 orang pada tahun 1917. Di bawah pengaruh
Semaun, cabang ini mengambil garis antikapitalis yang kuat.
Kongres Nasional SI ke II menuai konflik antara Semaun dengan Abdoel Moeis mengenai
masalah Volksraad dan Indie Weerbaar. Giie (Muryanti, 2010: 30) mengemukakan, Dalam
kongres ini untuk pertama kali membahas masalah tanah partikelir, perkebunan tebu,
Volksraad dan masalah nasib buruh. Namun dalam kongres tersebut terjadi pertentangan
antara Abdoel Moeis dengan Semaun terutama mengenai masalah Indie Weerbaar dan
Volksraad. Hasilnya golongan yang anti Indie Weerbaar dan memihak Sarekat Islam
Semarang hampir separuh.

Akibar konflik yang terjadi di dalam kubu Sarekat Islam sendiri berkaitan dengan perbedaan
ideologi maka SI terpecah menjadi dua. Sarekat Islam yang tetap mempertahankan asas
kebangsaan dan keagamaan (SI Putih) dan anggota yang berpindah haluan menjadi sosialis-
komunis yang dipimpin oleh SI cabang semarang.

Faktor-faktor perpecahan yang terjadi di dalam tubuh Sarekat Islam sendiri bermula dari
keinginan untuk bergabung dengan Volksraad dan Indie Weerbar. Keinginan ini membuat
munculnya golongan yang tidak sependapat dan menentang keras. Masuknya pengaruh
Sosialis-komunis yang dibawa oleh Sneeviet dan Semaun. Pengaruh ini mengakibatkan
perbedaan ideologi yang sangat drastis di dalam kubu Sarekat Islam itu sendiri.

2.4 Kemunduran Partai Serikat Islam

Kehancuran atau kemunduran Partai Serikat Islam ini dimulai pada saat struktur organisasi
partai yang dianggap telah sempurna, lalu adanya pemecatan terhadap Dr. Soekiman yang
merupakan salah satu elit pengurus partai. Kemudian Dr. Soekiman beserta pengikutnya
membentuk sebuah partai lagi yang diberi nama Partai Islam Indonesia (PII), kemudian
adanya konflik di dalam partai juga membuat partai ini semakin melemah. Melemahnya
partai juga terlihat pada saat Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa
tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena
tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam
menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI) (Hasyim, 2010). Kemudian, hal ini terlihat pada tahun 1938 ketika
Abikusno sudah mulai tidak konsisten dengan ia memilih menggabungkan PSII ke dalam
GAPPI yang dianggap sebagai wadah Organisasi Nasional. Tujuan GAPPI adalah
mempersatukan semua partai politik Indonesia Raya. Dasar aksinya adalah hak mengatur diri
sendiri, kebangsaan yang bersendikan demokrasi menuju citacita bangsa Indonesia.
Kemudian juga kelemahan dan kehancuran partai pun semakin terlihat pada tahun 1939,
ketika secara resmi S.M. Kartosuwiryo mengundurkan diri dari kepengurusan Partai,
Kartosuwiryo pada saat itu jabatannya adalah sebagai sekjen yang merangkap sebagai wakil
Presiden dalam partai, dan setelah ia keluar dari Partai Serikat Islam Indonesia, ia
membentuk sebuah lembaga yang dinamakan lembaga Suffah (Pusat Pendidikan Kaderisasi
Gerakan).

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

Sarekat Islam merupakan suatu organisasi yang banyak memberikan konstribusi kepada
pergerakan nasional. Kongres-kongres yang dilakukan oleh Sarekat Islam banyak yang
memberikan kritik kepada pemerintah Belanda serta memberikan peluang kepada masyarakat
pribumi. Walaupun karena kritik tersebut Sarekat Islam pernah dibekukan.

Sarekat Islam merupakan organisasi yang memiliki banyak pengikut. Oleh karena itulah
banyak sekali pihak yang ingin menggunakannya demi kepentingan politik tersendiri. Paham-
paham dari luar yang banyak memberikan pengaruh juga memberikan dampak yang cukup
besar bagi Sarekat Islam itu sendiri. Paham tersebut juga menjadi bumerang bagi Sarekat
Islam. Selain itu juga adanya pro dan kontra di dalam kubu anggota Sarekat Islam juga
memberikan dampak yang begitu besar bagi organisasi tersebut. Indie Weerbaar dan
Volksraad juga memberikan konstribusi dalam perjalanan Sarekat Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Adikarya. Suhartono. 1994. Sejarah Pergerak Nasional:Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi
1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gie, Soe Hok. 2005. Dibawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920.
Yogyakarta : Bentang.

Hanifah, Abu. 1978. Renungan Sejarah Bangsa Dulu dan Sekarang. Jakarta: Yayasan Indayu.

Hasyim, M. (2010) Serikat Islam. [Online]. Tersedia :


http://hasheem.wordpress.com/2010/02/17/sarekat-islam/. [6 Maretg 2013]

Anda mungkin juga menyukai