Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Tumbuhnya akar-akar Nasionalisme dan


Demokrasi di Indonesia

Oleh
1. Ratih Satya Sundarella
2. Riska Risswana
3. Rifky Adam
4. Rosmina
5. Saddam Fidri

Lembaga Pendidikan Mujahidin


Madrasah Aliyah Mujahidin
2019
1
Kata Pengantar

Segala puji saya panjatkan kepada ALLAH Yang Maha Esa karena atas
karunia kasih sayang-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.
Walaupun belum sempurna , karena kami juga sendiri masih dalam tahap
pembelajaran.
Dalam karya ilmiah ini saya mengambil judul Tumbuhnya akar-akar Nasionalisme
dan Demokrasi di Indonesia ini saya berharap tidak hanya teman-teman yang akan
tau bagaimana proses tumbuhnya akar-akar nasionalis dan demokrasi di Indonesia
dan penyebab adanya bangkitnya organisasi kemerdekaan di Indonesia

Pontianak.14 februari 2019

Penulis

2
3
BAB 1
1. Latar belakang
Abad XX adalah abad nasionalisme, artinya sejak awal sampai dengan
penutupan abad ini timbul kesadaran berbangsa. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah
bahwa ternyata kesadaran bangsa Indonesia sudah mengawali abad ini dan bahkan
kesadaran ini masih diikuti oleh bangsa-bangsa Semenanjung Balkan yang
menginginkan terciptanya nasion sendiri yang merdeka. Yang terakhir ini ternyata
baru berlangsung menjelang penutupan abad XX. Jelas kiranya bahwa keinginan
bersama untuk membebaskan diri dari dominasi etnik lain terjadi secara universal.
Nasionalisme Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dengan
nasionalisme mana pun di penjuru dunia ini. Nasionalisme Indonesia murni
nerupakan bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Sudah selayaknya kalau
dominasi sosio-politik kolonialisme Belanda itu membangkitkan perlawanan melalui
organisasi yang diatur secara modern. Memang organisasi modern itu sebenarnya
adalah dampak modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial sendiri.
Kebangkitan nasional adalah dampak yang tidak disadari oleh pemerintah, seperti
munculnya banyak organisasi yang di dalam makalah ini kita akan membahas hal
tersebut.

2.Pembahasan
Kesadaran nasionalisme bangsa Indonesia merupakan hasil dari para orang-
orang terpelajar dan intelektual yang menjadi kunci utama dalam gerakan
nasionalisme Indonesia, mereka para kaum terpelajar tersebut merupakan hasil dari
sistem yang pendidikan yang diadakan oleh pemerintahan kolonial Belanda.
Gerakan-gerakan yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan tidak lagi dilakukan
dengan senjata melainkan organisasi modern.

Para bangsawan yang terdidik merupakan motor dari pada ide-ide cemerlang
masa pergerakan nasionalisme, sebab kaum bangsawanlah yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi yang dengannya mereka dapat berbaur dengan cara berpikir
pemerintah kolonial. Mereka mengetahui bahwasanya organisasi-organisasi para

4
kolonial memeliki susunan yang kokoh dan rapi serta tidak mungkin bagi bangsa
Indonesia untuk menghadapi mereka secara tradisional seperti sebelumnya.

Munculnya nasionalisme bangsa Indonesia ini dimotori oleh beberapa faktor.


Secara garis besar faktor-faktor tersebut terbagi kepada dua faktor utama, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.

Adapun faktor internal adalah sebagai berikut:

1. Penindasan serta kezaliman yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial pada


bangsa Indonesia membuat tali persaudaraan menjadi semakin kuat atas
dasar senasib dan sependeritaan. Hal itu disebabkan oleh kekuasaan kolonial
yang meliputi seluruh Nusantara menjadi kesatuan politik, pemerintahan, dan
hukum.
2. Adanya kelompok intelektual yang membuat ideologi dan beragam gerakan
yang digunakan dalam melawan kolonialisme Barat, hal-hal tersebut mereka
pelajari dari sistem pendidikan barat yang mereka lantuni dalam memahami
beragam konsep Barat.
3. Masa-masa keemasan yang diraih oleh kerajaan-kerajaan terdahulu
seperti sejarah kerajaan mataram kuno, sejarah kerajaan sriwijaya,
dan sejarah kerajaan majapahit yang menjadi sebuah motivasi tersendiri bagi
bangsa Indonesia untuk berjuang menghadapi kolonialisme Barat guna
meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri bangsa.

Adapun faktor eksternal adalah sebagai berikut:

1. Pada tahun 1905 Jepang menang atas Rusia dalam peperangan, sehingga
menaikkan rasa percaya diri bahwa bangsa berwarna mampu mengalahkan
bangsa kulit putih
2. Terbentuknya negara-negara baru yang merupakan hasil dari munculnya
nasionalisme di daerah Asia dan Afrika
3. Beberapa prinsip Woodrow Wilson yang terdapat dalam Wilson 14 points.
Semua hal tersebut dapat diserap oleh kaum terpelajar Indonesia saat
menuntut ilmu di luar negeri.

3.Unsusr-unsur bangkitnya Nasionalisme di Indonesia

A. Politik Etis atau Politik Balas Budi

adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial


memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera. Pemikiran ini
merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang
dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van
Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih
memperhatikan nasib para bumiputera yang terbelakang.Pada 17
September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam
pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai
panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa bumiputera

5
di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke
dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van
deventer yang meliputi:

1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan


dan bendungan untuk keperluan pertanian.
2. Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.

B. Pers membawa kemajuan

Pers Membawa Kemajuan Kemerdekaan Indonesia – Pada awal abad ke-


20, para priyayi baru menuangkan gagasannya melalui pers (media cetak)
mengenai isu-isu perubahan. Isu-isu yang dipopulerkan, yaitu terkait dengan
peningkatan status sosial rakyat bumiputra dan peningkatan kehidupan di bidang
sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Kata kemajuan menjadi populer pada saat
itu. Kemajuan saat itu diartikan dengan pendidikan, pencerahan, peradaban,
modernisasi, dan kesuksesan hidup.

C. Moderenisasi dan Reformas Iislam

Modernisme diartikan sebagai cara berpikir dengan peradaban Barat,


dengan merujuk upaya mengejar ketertinggalan melalui pencarian mendasar etik
kepada Islam untuk kebangkitan politik dan budaya. Reformasi biasanya
diartikan sebagai pembaruan melalui pemurnian agama. Reformasi agama
(Islam) diartikan sebagai gerakan untuk memperbaharui cara berpikir dan cara
hidup umat menurut ajaran yang murni.

Gerakan Reformasi Islam telah dirintis di Sumatera Barat pada abad ke-19 yang
berlanjut ke Jawa dan berbagai daerah lainnya. Jika pada abad ke-19, gerakan
itu lebih menekankan pada gerakan salafi melawan kaum adat, pada abad ke-20
lebih menekankan pada pencarian etik modernitas dari dalam melawan
tradisonalisme dan kemunduran umat Islam, serta menghadapi Barat yang
menjajah mereka.
Pada awal abad ke-20, empat ulama muda Minangkabau kembali dari menuntut
ilmu di Mekah. Mereka adalah :
1. Syekh Muhammad Taher Jamaluddin (1900),
2. Syekh Muhammad Jamil Jambek (1903),
3. Haji Abdul Karim Amrullah (1906),
4. dan Haji Abdullah Akhmad (1899).
Mereka adalah murid Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, seorang imam besar
Mazhab syafi’i di Masjid Mekah yang berasal dari Minangkabau. Mereka itu kembali
ke Minangkau dengan membawa pemikiran baru. Berbekal ilmu pengetahuannya
itu mereka merancang perubahan di Minangkabau.

4.Proses penguatan Jati diri bangsa


A.Kongres Pemuda
6
adalah kongres nasional yang pernah diadakan 2 kali di Jakarta
(Batavia). Kongres Pemuda I diadakan tahun 1926 dan menghasilkan
kesepakatan bersama mengenai kegiatan pemuda pada segi sosial, ekonomi,
dan budaya. Kongres ini diikuti oleh seluruh organisasi pemuda saat itu
seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Betawi, dan organisasi pemuda
lainnya. Selanjutnya juga disepakati untuk mengadakan kongres yang kedua.

Kongres Pemuda II, yang diadakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928
dipimpin oleh pemuda Soegondo Djojopoespito dari PPPI (Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia), menghasilkan keputusan penting yang disebut
sebagai Sumpah Pemuda. Selain itu pada kongres tersebut Indonesia Raya
ciptaan Wage Rudolf Supratman juga ditetapkan sebagai lagu kebangsaan.

B. Bangkitnya Nasionalisme Modern

Kebangkitan nasional adalah masa di mana bangkitnya rasa dan


semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang sebelumnya tidak pernah
muncul selama masa penjajahan. Dalam masa ini muncul sekelompok
masyarakat Indonesia yang menginginkan adanya perubahan karena
penindasan dan penjajahan. Kebangkitan nasional Indonesia ditandai dengan
berdirinya organisasi Budi Utomo. Tanggal 20 Mei 1908 adalah hari lahirnya
organisasi sosial pertama di Indonesia, Budi Utomo.

5.Tumbuhnya akar-akar Demokrasi di Indonesia

A. Demokrasi di desa
Pada masa kolonial itu, kebijakan otonomi memang mengalami naik
turun, khususnya yang menyangkut jangkauan hak, kewenangan dan
kewajiban desa, kaitanya dengan unit pemerintahan di atasnya.
Salah satu studi lama tentang desa menjelaskan bahwa secara hukum
dan politis, pemerintah kolonial Belanda memang menghormati dan mengakui
kebaradaan adat dan hukum adat bagi desa-desa, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan politik dan sistem kolonialisme. Pengakuan
dan penghormatan itu sejalan dengan ketentuan perihal desa oleh pemerintah
kolonial yang pertama kali diatur dalam Regeringsreglement (RR) tahun 1854,
yaitu pasal 71 yang mengatur tentang Kepala Desa dan Pemerintah Desa.
Aturan pelaksana dari ketentuan tersebut berupa Inlandse Gemeente
Ordonantie (IGO) pada tahun 1906, yaitu peraturan dasar mengenai desa,
khusus di daerah Jawa dan Madura. Sedangkan ketentuan desa-desa yang
berada di luar Jawa diatur dalam beberapa IGO tersendiri yang kemudian
dirangkum dalam inlandse gemeente ordonantie buitengewesteen – yang
artinya igo untuk daerah luar jawa dan madura – disingkat IGOB tahun 1938
Nomor 490.

7
Pemerintah kolonial Belanda memberikan hak untuk menyelenggarakan
pemerintahan sendiri kepada kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
dengan sebutan Inlandsche Gemeente yang terdiri dari Swapraja dan Desa
atau nama lain yang disamakan dengan desa. Ketentuan IGO dan IGOP yang
merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda tidak banyak berubah
setelah perebutan kekuasaan oleh Jepang pada tahun 1942. Hanya sedikit hal
teknis yang mengalami perubahan, seperti penyebuatan Kepala Desa yang
diseragamkan dengan sebutan Kuco, juga istilah desa diseragamkan dengan
sebutan Kudan mekanisme suksesi maupun pemberhentian kepala desa diatur
tersendiri dalam Osamu Seirei Nomor 7 tahun 2604 (1944 M) yang merupakan
produk hukum pemerintah penjajahan Jepang di Indonesia yang mengatur
tentang Desa.
Secara umum pengaturan desa masa sebelum kemerdekaan pada
dasarnya telah mengandung semangat otonomi desa. Namun demikian, jika
dipandang secara kritis, ketentuan pengaturan desa secara formal sebelum
kemerdekaan itu tidak selalu berbanding lurus dengan keberadaan desa
(kondisi sosio-politisnya) yang dalam perdebatan akademis kerap kali berada
di tengah pusaran tegangan antara desa sebagai buah interaksi rakyat secara
alamiah atau bikinan penguasa. Perdebatan ini salah satunya dikemukakan oleh
Wahono dalam bukunya “Pembaharuan Struktur Ekonomi-Sosial Desa : Dari
Pelecehan Menuju Pemberdayaan” yaitu sebagai berikut :
Pertama, akan mudah membawa orang ke titik ekstreme pengkulturan
desa, sehingga orang desa dan kehidupanya direduksi sebagai surga yang
hilang, romantisasi kehidupan masyarakat di desa.
Kedua, akan mudah membawa orang ke titik ekstreme adanya rekayasa
sosial dari luar desa sehingga orang desa dan kehidupannya direduksi sebagai
obyek belaka, bodoh, tertinggal dan tidak kritis.

B. VOLKSRAAD
Volksraad yang diambil dari bahasa Belanda dan secara harafiah berarti
"Dewan Rakyat", adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda.
Dewan ini dibentuk pada tanggal 16 Desember 1916 oleh pemerintahan Hindia
Belanda yang diprakarsai oleh Gubernur-Jendral J.P. van Limburg
Stirum bersama dengan Menteri Urusan Koloni Belanda; Thomas Bastiaan
Pleyte.
Pada awal berdirinya, Dewan ini memiliki 38 anggota, 15 di antaranya
adalah orang pribumi. Anggota lainnya adalah orang Belanda (Eropa) dan
orang timur asing: Tionghoa, Arab dan India. Pada akhir tahun 1920-an
mayoritas anggotanya adalah kaum pribumi.
Awalnya, lembaga ini hanya memiliki kewenangan sebagai penasehat.
Baru pada tahun 1927, Volksraad memiliki kewenangan ko-legislatif
bersama Gubernur-Jendral yang ditunjuk oleh Belanda. Karena Gubernur-
Jendral memiliki hak veto, kewenangan Volksraad sangat terbatas. Selain itu,
mekanisme keanggotaan Volksraad dipilih melalui pemilihan tidak langsung.

8
Pada tahun 1939, hanya 2.000 orang memiliki hak pilih. Dari 2.000 orang ini,
sebagian besar adalah orang Belanda dan orang Eropa lainnya.
Selama periode 1927-1941, Volksraad hanya pernah membuat enam
undang-undang, dan dari jumlah ini, hanya tiga yang diterima oleh
pemerintahan Hindia Belanda.
Sebuah petisi Volksraad yang ternama adalah Petisi Soetardjo. Soetardjo
adalah anggota Volksraad yang mengusulkan kemerdekaan Indonesia.
C. Demokrasi masa Indonesia merdeka

a.Sistem Demokrasi Parlementer/Liberal

Sistem demokrasi parlementer ini diberlakukan pada masa awal


kemerdekaan Indonesia. Sebenarnya sistem demokrasi parlementer ini secara
praktiknya sudah diberlakukan sejak November 1945, namun secara hukum
konstitusional baru ditetapkan pada tahun 1950 sejak disahkannya UUDS
1950.

Sistem demokrasi parlementer bukanlah sistem pertama yang


diterapakan di Indonesia, setelah pasca proklamasi kemerdekaan.
Pemerintahan pada waktu itu menerapkan sistem presidensil tepat satu bulan
setelah proklamasi kemerdekaan. Penerapan sistem presidensil ini mengacu
pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Namun beberapa bulan setelah
diberlakukannya sistem presidensil ini digantikan dengan sistem demokrasi
parlementer, tepatnya November 1945.

Pergantian sistem presidensil menjadi sistem demokrasi parlementer ini


didasari pada maklumat wakil presiden no X November 1945. Sistem
presidensil yang mengkiblat eropa ini dianggap terlalu memberi kekuasaan
berlebih kepada sosok seorang presiden. Pendapat ini pertama kali dicetuskan
oleh Sutan Syahrir berdasarkan kecemasannya terhadap anggapan dunia
internasional bahwa kemerdekaan Indonesia terjadi karena bantuan Jepang
dan penerapan sistem presidensil yang menganut sistem negara eropa ini
dijadikan sebagai daya pikat agar negara eropa mengakui kemerdekaan
Indonesia. Namun ada juga beberapa pihak yang menganggap Sutan Syahrir
ingin menepikan posisi Soekarno hanya sebatas simbol kekuatan negara.
Setelah sistem presidensil resmi digantikan dengan sistem demokrasi
parlementer tepat pada 15 Agustus 1950 melalui disahkannya UUDS 1945.

Kesalahan-kesalahan pada sistem demokrasi parlementer :

1. Kedudukan badan eksekutif bergantung pada dukungan parlemen,


mengakibatkan kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen sewaktu-waktu.
2. Badan eksekutif tidak bisa ditentukan masa berakhirnya sesuai dengan masa
jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat dibubarkan oleh parlemen.
3. Kabinet bisa mengendalikan parlemen. Hal ini dapat terjadi jika anggota
anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas.

9
Oleh sebab itu pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai maka
anggota anggota kabinet pun dapat mengusai parlemen.
4. Parlemen dapat dijadikan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif,
berbeda dengan sistem presidensial. Pengalaman mereka menjadi anggota
parlemen akan sangat bermanfaat dan menjadi cikal bakal karakter yang
penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

b. Sistem Demokrasi Terpimpin

Setelah mengalami perubahan dari sistem presidensil menjadi sistem


demokrasi parlementer, beberapa pihak masih merasa banyak kekurangan
yang terjadi dalam pemerintahan negara. Jika pada sistem presidensil
dianggap presiden terlalu didewakan, kini untuk sistem demokrasi
parlementer, peran presiden dianggap hanya sebatas simbol atau kepala
negara saja, seluruh kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh partai politik.

Untuk meredam konflik yang terjadi pada sistem demokrasi parlementer,


maka dikeluarkanlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi.

1. Pembubaran Konstituante.
2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dengan kemunculan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini melahirkan dampak positif
dan dampak negatif pada jalannya pemerintahan Indonesia.

Dampak positif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

1. Menyelamatkan pemerintahan negara dari perpecahan dan krisis politik


berkepanjangan.
2. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan
pemerintahan negara.
3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga
tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen
tertertunda pembentukannya.

Dampak Negatif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

1. Berdasarkan kenyataannya UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan


konsekuen. UUD 1945 harusnya dijadikan dasar
hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan, namun
pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
2. Memberi kekeuasaan berlebih pada presiden, MPR dan lembaga tinggi
negara. Hal itu terlihat pada masa demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai
Orde Baru.
3. Memberi peluang untuk pihak militer terjun kedalam politik. Sejak Dekrit,
militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal
itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
10
c. Demokrasi Masa Order Baru dan Masa Reformasi

Setelah runtuhnya rezim pemerintahan presiden Soekarno dan digantikan


dengan masa pemerintahan presiden Soeharto, pemberlakuan sistem
demokrasi di Indonesia dianggap berantakan. Sebenarnya pemberlakuan
demokrasi Pancasila yang dilakukan ada masa orde baru ini sangatlah sesuai
dengan hati dan kepribadian rakyat Indonesia, namun sering berjalannya
waktu, kaidah demokrasi Pancasila mulai diselewengkan dan fungsi-fungsi
pengatur dalam demokrasi Pancasila mulai ditinggalkan.

Sistem dan budaya demokrasi Pancasila yang diselewengkan ini sangat


terkesan jauh dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pada masa presiden
Soeharto, kebebasan rakyat dalam berpendepat sangat dibatas. Dan secara
tidak langsung Golkar menjadi satu-satunya partai politik yang sangat
dominan dan menguasai segala segi pemerintahan.

Selain itu juga selama beberapa dekade tidak terjadi perguliran kekuasaan
untuk kursi presiden. Soeharto terlalu lama memonopoli kekuasaan, kalaupun
ada kursi kekuasaan yang berganti hanya untuk kalangan pejabat sekelas
lurah, camat atauun bupati dan walikota. Masyarakat dituntut untuk
mengakui Golkar sebagai partai politik utama. Dengan adanya ketidakadilan
ini, amarah rakyat melonjak hingga terjadilah konflik di tahun 1998 untuk
menggulirkan kekuasaan presiden Soeharto. (Baca : Kedudukan Warga
Negara dalam Negara Indonesia)

Runtuhnya kekuasaan Soeharto kemudian digantikan dengan naiknya B.J


Habibie menjadi presiden. Kemudian penerapan sistem
demokrasi Pancasila masih diberlakukan, namun beberapa penyelewengan
yang terjadi pada masa orde baru mulai diperbaiki.

Ciri Masa Demokrasi Pancasila Reformasi :

1. Adanya sistem multi partai.


2. Diberlakukan pemilihan langsung (Pemilu) kepala pemerintahan.
3. Diberlakukan supermasi hukum.
4. Adanya pembagaian kekuasan yang lebih tegas.
5. Kebebasan hak politik rakyat (kebebasan berpendapat dan informasi publik &
pers).

11
6.kesimpulan
Demokrasi dan Nasionalis perlu diwujudkan menjadi suatu kenyataan hidup
dalam bidang apapun semua warga negara tanpa terkecuali harus mebiasakan hidup
nasionalis dan demokratis. Bagi penguasaan, kekuasaan yang dimiliki harus dijalankan
sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan nasionalis

12

Anda mungkin juga menyukai