Oleh
1. Ratih Satya Sundarella
2. Riska Risswana
3. Rifky Adam
4. Rosmina
5. Saddam Fidri
Segala puji saya panjatkan kepada ALLAH Yang Maha Esa karena atas
karunia kasih sayang-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.
Walaupun belum sempurna , karena kami juga sendiri masih dalam tahap
pembelajaran.
Dalam karya ilmiah ini saya mengambil judul Tumbuhnya akar-akar Nasionalisme
dan Demokrasi di Indonesia ini saya berharap tidak hanya teman-teman yang akan
tau bagaimana proses tumbuhnya akar-akar nasionalis dan demokrasi di Indonesia
dan penyebab adanya bangkitnya organisasi kemerdekaan di Indonesia
Penulis
2
3
BAB 1
1. Latar belakang
Abad XX adalah abad nasionalisme, artinya sejak awal sampai dengan
penutupan abad ini timbul kesadaran berbangsa. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah
bahwa ternyata kesadaran bangsa Indonesia sudah mengawali abad ini dan bahkan
kesadaran ini masih diikuti oleh bangsa-bangsa Semenanjung Balkan yang
menginginkan terciptanya nasion sendiri yang merdeka. Yang terakhir ini ternyata
baru berlangsung menjelang penutupan abad XX. Jelas kiranya bahwa keinginan
bersama untuk membebaskan diri dari dominasi etnik lain terjadi secara universal.
Nasionalisme Indonesia mempunyai ciri khas yang berbeda dengan
nasionalisme mana pun di penjuru dunia ini. Nasionalisme Indonesia murni
nerupakan bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Sudah selayaknya kalau
dominasi sosio-politik kolonialisme Belanda itu membangkitkan perlawanan melalui
organisasi yang diatur secara modern. Memang organisasi modern itu sebenarnya
adalah dampak modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial sendiri.
Kebangkitan nasional adalah dampak yang tidak disadari oleh pemerintah, seperti
munculnya banyak organisasi yang di dalam makalah ini kita akan membahas hal
tersebut.
2.Pembahasan
Kesadaran nasionalisme bangsa Indonesia merupakan hasil dari para orang-
orang terpelajar dan intelektual yang menjadi kunci utama dalam gerakan
nasionalisme Indonesia, mereka para kaum terpelajar tersebut merupakan hasil dari
sistem yang pendidikan yang diadakan oleh pemerintahan kolonial Belanda.
Gerakan-gerakan yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan tidak lagi dilakukan
dengan senjata melainkan organisasi modern.
Para bangsawan yang terdidik merupakan motor dari pada ide-ide cemerlang
masa pergerakan nasionalisme, sebab kaum bangsawanlah yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi yang dengannya mereka dapat berbaur dengan cara berpikir
pemerintah kolonial. Mereka mengetahui bahwasanya organisasi-organisasi para
4
kolonial memeliki susunan yang kokoh dan rapi serta tidak mungkin bagi bangsa
Indonesia untuk menghadapi mereka secara tradisional seperti sebelumnya.
1. Pada tahun 1905 Jepang menang atas Rusia dalam peperangan, sehingga
menaikkan rasa percaya diri bahwa bangsa berwarna mampu mengalahkan
bangsa kulit putih
2. Terbentuknya negara-negara baru yang merupakan hasil dari munculnya
nasionalisme di daerah Asia dan Afrika
3. Beberapa prinsip Woodrow Wilson yang terdapat dalam Wilson 14 points.
Semua hal tersebut dapat diserap oleh kaum terpelajar Indonesia saat
menuntut ilmu di luar negeri.
5
di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke
dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Van
deventer yang meliputi:
Gerakan Reformasi Islam telah dirintis di Sumatera Barat pada abad ke-19 yang
berlanjut ke Jawa dan berbagai daerah lainnya. Jika pada abad ke-19, gerakan
itu lebih menekankan pada gerakan salafi melawan kaum adat, pada abad ke-20
lebih menekankan pada pencarian etik modernitas dari dalam melawan
tradisonalisme dan kemunduran umat Islam, serta menghadapi Barat yang
menjajah mereka.
Pada awal abad ke-20, empat ulama muda Minangkabau kembali dari menuntut
ilmu di Mekah. Mereka adalah :
1. Syekh Muhammad Taher Jamaluddin (1900),
2. Syekh Muhammad Jamil Jambek (1903),
3. Haji Abdul Karim Amrullah (1906),
4. dan Haji Abdullah Akhmad (1899).
Mereka adalah murid Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, seorang imam besar
Mazhab syafi’i di Masjid Mekah yang berasal dari Minangkabau. Mereka itu kembali
ke Minangkau dengan membawa pemikiran baru. Berbekal ilmu pengetahuannya
itu mereka merancang perubahan di Minangkabau.
Kongres Pemuda II, yang diadakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928
dipimpin oleh pemuda Soegondo Djojopoespito dari PPPI (Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia), menghasilkan keputusan penting yang disebut
sebagai Sumpah Pemuda. Selain itu pada kongres tersebut Indonesia Raya
ciptaan Wage Rudolf Supratman juga ditetapkan sebagai lagu kebangsaan.
A. Demokrasi di desa
Pada masa kolonial itu, kebijakan otonomi memang mengalami naik
turun, khususnya yang menyangkut jangkauan hak, kewenangan dan
kewajiban desa, kaitanya dengan unit pemerintahan di atasnya.
Salah satu studi lama tentang desa menjelaskan bahwa secara hukum
dan politis, pemerintah kolonial Belanda memang menghormati dan mengakui
kebaradaan adat dan hukum adat bagi desa-desa, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan politik dan sistem kolonialisme. Pengakuan
dan penghormatan itu sejalan dengan ketentuan perihal desa oleh pemerintah
kolonial yang pertama kali diatur dalam Regeringsreglement (RR) tahun 1854,
yaitu pasal 71 yang mengatur tentang Kepala Desa dan Pemerintah Desa.
Aturan pelaksana dari ketentuan tersebut berupa Inlandse Gemeente
Ordonantie (IGO) pada tahun 1906, yaitu peraturan dasar mengenai desa,
khusus di daerah Jawa dan Madura. Sedangkan ketentuan desa-desa yang
berada di luar Jawa diatur dalam beberapa IGO tersendiri yang kemudian
dirangkum dalam inlandse gemeente ordonantie buitengewesteen – yang
artinya igo untuk daerah luar jawa dan madura – disingkat IGOB tahun 1938
Nomor 490.
7
Pemerintah kolonial Belanda memberikan hak untuk menyelenggarakan
pemerintahan sendiri kepada kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
dengan sebutan Inlandsche Gemeente yang terdiri dari Swapraja dan Desa
atau nama lain yang disamakan dengan desa. Ketentuan IGO dan IGOP yang
merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda tidak banyak berubah
setelah perebutan kekuasaan oleh Jepang pada tahun 1942. Hanya sedikit hal
teknis yang mengalami perubahan, seperti penyebuatan Kepala Desa yang
diseragamkan dengan sebutan Kuco, juga istilah desa diseragamkan dengan
sebutan Kudan mekanisme suksesi maupun pemberhentian kepala desa diatur
tersendiri dalam Osamu Seirei Nomor 7 tahun 2604 (1944 M) yang merupakan
produk hukum pemerintah penjajahan Jepang di Indonesia yang mengatur
tentang Desa.
Secara umum pengaturan desa masa sebelum kemerdekaan pada
dasarnya telah mengandung semangat otonomi desa. Namun demikian, jika
dipandang secara kritis, ketentuan pengaturan desa secara formal sebelum
kemerdekaan itu tidak selalu berbanding lurus dengan keberadaan desa
(kondisi sosio-politisnya) yang dalam perdebatan akademis kerap kali berada
di tengah pusaran tegangan antara desa sebagai buah interaksi rakyat secara
alamiah atau bikinan penguasa. Perdebatan ini salah satunya dikemukakan oleh
Wahono dalam bukunya “Pembaharuan Struktur Ekonomi-Sosial Desa : Dari
Pelecehan Menuju Pemberdayaan” yaitu sebagai berikut :
Pertama, akan mudah membawa orang ke titik ekstreme pengkulturan
desa, sehingga orang desa dan kehidupanya direduksi sebagai surga yang
hilang, romantisasi kehidupan masyarakat di desa.
Kedua, akan mudah membawa orang ke titik ekstreme adanya rekayasa
sosial dari luar desa sehingga orang desa dan kehidupannya direduksi sebagai
obyek belaka, bodoh, tertinggal dan tidak kritis.
B. VOLKSRAAD
Volksraad yang diambil dari bahasa Belanda dan secara harafiah berarti
"Dewan Rakyat", adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda.
Dewan ini dibentuk pada tanggal 16 Desember 1916 oleh pemerintahan Hindia
Belanda yang diprakarsai oleh Gubernur-Jendral J.P. van Limburg
Stirum bersama dengan Menteri Urusan Koloni Belanda; Thomas Bastiaan
Pleyte.
Pada awal berdirinya, Dewan ini memiliki 38 anggota, 15 di antaranya
adalah orang pribumi. Anggota lainnya adalah orang Belanda (Eropa) dan
orang timur asing: Tionghoa, Arab dan India. Pada akhir tahun 1920-an
mayoritas anggotanya adalah kaum pribumi.
Awalnya, lembaga ini hanya memiliki kewenangan sebagai penasehat.
Baru pada tahun 1927, Volksraad memiliki kewenangan ko-legislatif
bersama Gubernur-Jendral yang ditunjuk oleh Belanda. Karena Gubernur-
Jendral memiliki hak veto, kewenangan Volksraad sangat terbatas. Selain itu,
mekanisme keanggotaan Volksraad dipilih melalui pemilihan tidak langsung.
8
Pada tahun 1939, hanya 2.000 orang memiliki hak pilih. Dari 2.000 orang ini,
sebagian besar adalah orang Belanda dan orang Eropa lainnya.
Selama periode 1927-1941, Volksraad hanya pernah membuat enam
undang-undang, dan dari jumlah ini, hanya tiga yang diterima oleh
pemerintahan Hindia Belanda.
Sebuah petisi Volksraad yang ternama adalah Petisi Soetardjo. Soetardjo
adalah anggota Volksraad yang mengusulkan kemerdekaan Indonesia.
C. Demokrasi masa Indonesia merdeka
9
Oleh sebab itu pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai maka
anggota anggota kabinet pun dapat mengusai parlemen.
4. Parlemen dapat dijadikan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif,
berbeda dengan sistem presidensial. Pengalaman mereka menjadi anggota
parlemen akan sangat bermanfaat dan menjadi cikal bakal karakter yang
penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
1. Pembubaran Konstituante.
2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dengan kemunculan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini melahirkan dampak positif
dan dampak negatif pada jalannya pemerintahan Indonesia.
Selain itu juga selama beberapa dekade tidak terjadi perguliran kekuasaan
untuk kursi presiden. Soeharto terlalu lama memonopoli kekuasaan, kalaupun
ada kursi kekuasaan yang berganti hanya untuk kalangan pejabat sekelas
lurah, camat atauun bupati dan walikota. Masyarakat dituntut untuk
mengakui Golkar sebagai partai politik utama. Dengan adanya ketidakadilan
ini, amarah rakyat melonjak hingga terjadilah konflik di tahun 1998 untuk
menggulirkan kekuasaan presiden Soeharto. (Baca : Kedudukan Warga
Negara dalam Negara Indonesia)
11
6.kesimpulan
Demokrasi dan Nasionalis perlu diwujudkan menjadi suatu kenyataan hidup
dalam bidang apapun semua warga negara tanpa terkecuali harus mebiasakan hidup
nasionalis dan demokratis. Bagi penguasaan, kekuasaan yang dimiliki harus dijalankan
sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan nasionalis
12