Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANTARA PERANG DAN DIPLOMASI

Disusun oleh

Kelompok 6 Kelas XI MIA 4

Nama Kelompok :

Aathirah Fairuz Sahid Bintang

Elza Fatimah Zahra

Muhammad Raffi

Nazra Aisyiyah

MAN 1 MEDAN
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Antara
Perang dan Diplomasi” ini dapat kami selesaikan dengan baik. Shalawat beserta
salam tidak lupa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menghantarkan umat manusia dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasan yang kami miliki. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya saran dan masukan yang membangun agar dapat membuat makalah ini
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
pembaca.

Medan, 26 Mei 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................4

C. Tujuan...........................................................................................................4

D. Manfaat.........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6

1. Rangkaian Perjanjian Linggarjati..................................................................6

2. Agresi Militer I..............................................................................................9

3. Peran Komisi Tiga Negara............................................................................9

4. Perjanjian Renville......................................................................................10

5. Agresi Militer II dan Penangkapan Pimpinan Negara................................10

6. Peran PDRI: Penjaga Eksistensi RI............................................................11

7. Tetap Memimpin Gerilya............................................................................11

BAB III PENUTUP...............................................................................................12

A. Kesimpulan.................................................................................................12

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, bangsa


Indonesia masih harus tetap mempertahankan kemerdekaannya dari
bangsa asing, yaitu Belanda. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia
pada tahun 1949. Sepanjang dari setelah Indonesia merdeka sampai tahun
1949 disebut dengan masa revolusi.
Dengan semangat juang dan rasa nasionalisme yang tinggi para
pahlawan Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Namun bangsa
Indonesia menyadari bahwa tidak hanya dengan cara perperangan untuk
mempertahankan kemerdekaan, tetapi juga bisa diupayakan dengan
diplomasi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan


kemerdekaan ?
2. Perjanjian apa saja yang dilahirkan pada saat pelaksanaan diplomasi ?
3. Kapan peristiwa tersebut terjadi ?
4. Dimana peristiwa tersebut terjadi ?
5. Bagaimana peristiwa terjadi ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan bangsa Indonesia dalam


mempertahankan kemerdekaan.
2. Untuk mengetahui peristiwa sejarah Indonesia.
3. Untuk mengetahui hasil perjanjian yang dilakukan selama masa
revolusi.

4
D. Manfaat

1. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca.


2. Meningkatkan rasa nasionalisme.

5
BAB II

PEMBAHASAN

Berbagai upaya dilakukan bangsa Indonesia untuk dapat


mempertahankan kemerdekaan, baik itu melalui perperangan maupun diplomatik
yang menghasilkan beberapa perjanjian. Berikut upaya yang ditempuh bangsa
Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan selama masa revolusi :

1. Rangkaian Perjanjian Linggarjati

Perjanjian ini melibatkan pihak Indonesia dan Belanda, serta Inggris


sebagai penengah. Tokoh-tokoh dalam perundingan ini adalah Letnan
Jenderal Sir Philip Christison dari Inggris. Wakil dari Belanda adalah Dr. H.J
Van Mook. Dan Indonesia diwakilkan Perdana Menteri Republik Indonesia
Sutan Syahrir.
a. Perundingan Awal di Jakarta
Pada tanggal 10 Februari 1946 dilakukan perundingan Indonesia
dengan Belanda di Jakarta, dibawah pengawasan dan perantaraan Sir
Archibald Clark Kerr sebagai wakil yang dikirim dari Inggris. Dalam
perundingan tersebut Van Mook selaku perwakilan dari Belanda
mengajukan usul-usul sebagai berikut :
1). Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran berbentuk federasi,
memiliki pemerintahan sendiri tetapi didalam lingkungan Kerajaan
Belanda.
2). Masalah dalam negeri diurus oleh Indonesia, sedangkan urusan luar
negeri ditangani oleh pemerintahan Belanda.
3). Sebelum dibentuk persemakmuran, akan dibentuk pemerintahan
peralihan selama sepuluh tahun.
4). Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.
Namun, dalam beberapa waktu pihak Indonesia belum menanggapi
dan mengajukan usul-usul balasan dikarenakan terjadi krisis situasi

6
Kabinet Syahrir. Pada 13 Maret 1946 dibentuk Kabinet Syahrir II.
Kabinet Syahrir II mengajukan usul balasan, yaitu:
1). RI harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah
Hindia Belanda.
2). Federasi Indonesia Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu.
Mengenai urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu
badan federasi yang anggotanya terdiri atas orang-orang Indonesia dan
Belanda.
3). Tentara Belanda segera ditarik kembali dari republik.
4). Pemerintah Belanda harus membantu pemerintah Indonesia untuk
menjadi anggota PBB.
5). Selama perundingan sedang terjadi, semua aksi militer harus
dihentikan.
Tetapi usulan tersebut ditolah oleh Van Mook. Dan mengusulkan
tentang pengakuan Republik Indonesia sebagai wakil Jawa untuk
mengadakan kerjasama dalam upaya pembentukan negara federal yang
bebas dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Pada tanggal 27 Maret 1946,
Sutan Syahrir memberikan jawaban disertai konsep persetujuan. Usulan
tersebut saling mendekati kompromi dan usaha perundingan
ditingkatkan.
b. Perundingan Hooge Veluwe
Perundingan dilanjutkan di Belanda pada bulan April 1946. Pokok
pembicaraan dalam perundingan adalah memutuskan pembicaraan
yang dilakukan di Jakarta oleh Van Mook dan Sutan Syahrir. Akan
tetapi perundingan mengalami deadlock sejak hari pertama karena
masing-masing pihak memiliki harapan yang berbeda.
Delegasi Indonesia berharap ada langkah nyata dalam upaya
pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Sedangkan pihak
Belanda menganggap pertemuan di Hooge Veluwe hanya untuk
sekedar pendahuluan. Kegagalan perundingan Hooge Veluwe bagi

7
kedua negara membawa untuk kembali mengadakan perundingan.
Perundingan itu pula yang menghantarkan pada diplomasi
Internasional dalam Perjanjian Linggarjati di kemudian hari.
c. Pelaksanaan Perundingan Linggarjati
Pada awal November 1946, perundingan diadakan di Indonesia,
bertempat di Linggarjati. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan
Syahrir. Sementara Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn. Dalam
perundingan dihasilkan kesepakatan yang terdiri atas 17 pasal. Isi
pokok perundingan linggarjati antara lain:
1). Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secara de facto
pemerintahan RI atas wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Daerah-
daerah yang diduduki sekutu atau Belanda secara berangsur-angsur
akan dikembalikan kepada RI.
2). Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi
seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negara berdaulat.
3). Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-
Belanda yang dipimpin oleh raja Belanda.
4). Pembentukan NIS dan Uni Indonesia-Belanda diusahakan sudah
selesai sebelum 1 Januari 1949.
5). Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi
hak milik asing.
6). Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan
pengurangan jumlah tentara, dan
7). Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan
menyerahkan masalahnya kepada Komisi Arbitrase.
Naskah persetujuan kemudian diparaf oleh kedua delegasi di
Rijswijk Jakarta. Setelah persetujuan linggarjati disahkan, beberapa
negara memberikan pengakuan terhadap kekuasaan RI.

8
d. Konferensi Malino
Dalam situasi politik yang tidak menentu di Indonesia, Belanda
melakukan tekanan politik dan militer di Indonesia. Tekanan politik
dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino.
Penyelenggaraan konferensi ini bertujuan untuk membentuk negara-
negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan
Autralia kepada Belanda.

2. Agresi Militer I

Pada tanggal 21 Juli 1947 tengah malam, pihak Belanda


melancarkan aksi polisional mereka yang pertama. Pada tanggal 30 Juli
1947, pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar
masalah Indonesia-Belanda dimasukkan dalam agenda Dewan Keamanan
PBB. Untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata, Dewan Keamanan
PBB membentuk Komisi Konsuler.
Pada tanggal 3 Agustus 1947, Belanda menerima resolusi di DK
(Dewan Keamanan) PBB dan memerintahkan kepada Van Mook untuk
menghentikan tembak-menembak. Pada 25 Agustus 1947, DK PBB
menerima usul Amerika Serikat tentang pembentukan Komisi Tiga Negara
(KTN). Belanda menunjuk Belgia sebagai anggota dan Indonesia memilih
Australia. Kemudian Belanda dan Indonesia memilih negara pihak ketiga,
yakni Amerika. Komisi tersebut resmi dibentuk pada 18 September 1947.

3. Peran Komisi Tiga Negara

Salah satu peran PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia-


Belanda adalah dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) atas
usulan Amerika Serikat. KTN beranggotakan Belgia, Australia, dan
Amerika Serikat. KTN berperan aktif dalam penyelenggaraan Perjanjian
Renville Serangan Belanda pada Agresi Militer II dilancarkan didepan
mata KTN sebagai wakil DK PBB di Indonesia.

9
KTN membuat laporan yang disampaikan kepada DK PBB, bahwa
Belanda banyak melakukan pelanggaran. Hal ini telah menempatkan
Indonesia lebih banyak didukung negara-negara lain.

4. Perjanjian Renville

Perjanjian Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember


1947 di kapal Renville yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi
Belanda dipimpin oleh R. AbdulkadirWijoyoatmojo, orang Indonesia yang
memihak Belanda.
Dengan berbagai pertimbangan, Indonesia menyutujui Perundingan
Renville yang terdiri atas :
a). Persetujuan tentang gencatan senjata yang antara lain diterimanya
garis demarkasi Van Mook (10 pasal).
b). Dasar-dasar politik Renville, yang berisi tentang kesediaan kedua
pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara damai (12 pasal).
c). Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi, antara lain tentang
kedaulatan Indonesia yang berada ditangan Belanda selama masa
peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).
Sebagai konsekuensi ditandatanganinya Perjanjian Renville,
wilayah RI semakin sempit dikarenakan diterimanya demerkasi Van
Mook. Dampak lainnya adalah anggota TNI yang masih berada di daerah
kantong yang dikuasai Belanda, harus ditarik masuk ke wilayah RI
disekitar Yogyakarta.

5. Agresi Militer II dan Penangkapan Pimpinan Negara

Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresinya


yang kedua. Dengan taktik perang kilat, Belanda melancarkan serangan di
semua front RI. Presiden dan wakil presiden memutuskan untuk tetap
tinggal di ibu kota. Sementara itu, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang

10
sedang sakit mengambil alih komando pasukan untuk memperjuangkan
kedaulatan dan keutuhan NKRI dengan melakukan gerilya. Sudirman
segera menuju istana Presiden untuk mengajak Presiden dan pimpinan
yang lain untuk meninggalkan kota, namun Presiden Soekarno tidak
bersedia dan akan tetap di istana, sehingga akhirnya ditangkap Belanda.
Aksi militer Belanda yang kedua ini ternyata menarik perhatian
PBB, karena Belanda terang-terangan tidak mengikuti Persetujuan
Renville didepan Komisi Tiga Negara yang ditugaskan PBB. Kegagalan
Belanda di medan pertempuran serta tekanan dari AS yang mengancam
akan memutuskan bantuan ekonomi dan keuanga, memaksa Belanda untuk
kembali ke meja perundingan.

6. Peran PDRI: Penjaga Eksistensi RI

Pada saat terjadi agresi militer II, Presiden Soekarno telah


membuat mandat kepada Syafruddin Prawinegara yang ketika itu berada
di Bukittinggi untuk membentuk pemerintahan darurat. Syafruddin
berhasil mendeklarasi berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia
ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember
1948.
PDRI dapat berfungsi sebagai mendataris kekuasaan pemerintahan
RI dan berperan sebagai pemerintah pusat. PDRI juga berperan sebagai
kunci dalam mengatur arus informasi.

7. Tetap Memimpin Gerilya

Jika para pemimpin pemerintahan dan beberapa menteri ditangkap


Belanda, Panglima Besar Sudirman yang dalam kondisi sakit justru tetap
teguh memimpin gerilya. Sungguh heroik perjalanan Sudirman. Ia telah
menempuh perjalanan kurang lebih 1000km dalam waktu enam bulan.
Sekalipun dalam keadaan sakit, Sudirman terus memberi semangat anak
buahnya untuk berjuang melawan kelicikan Belanda.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia menempuh


berbagai upaya demi kedaulatan NKRI. Perjuangan yang dilakukan
tidak hanya melalui perperangan tetapi juga secara diplomatik yang
melahirkan beberapa perjanjian, seperti Perjanjian Linggarjati dan
Perjanjian Renville.
Beberapa peristiwa penting juga dilalui seperti terjadinya Agresi
Militer I dan II, Perang Gerilya. Sampai dibentuknya Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI). Perseteruan Indonesia-Belanda
menarik perhatian International dan PBB. Berbagai cara dilakukan
untuk aksi perdamaian seperi dibentuknya Komisi Tiga Negara (KTN).
Sampai akhirnya pada tahun 1949 Belanda mengakui kedaulatan
Republik Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai