PERANG TONDANO
Disusun Oleh :
SEJARAH INDONESIA
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
Guru Pembimbing
IBUK YUNI RUSNA, S.Pd.
Bismillahirrahmanirrohiim
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya dan
karuniaNya,kami bisa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Perang Tondano”dengan tepat waktu dan baik, makalah ini disusun guna
memenuhi Tugas mata pelajaran sejarah Indonesia Masa Kolonial
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Semua
pihak/rekan-rekan yang telah membantu kelancaran penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, sudah barang tentu kritik dan saran penulis harapkan dari pembaca guna
melengkapi dan menyempurnakan kekurangan daripada penulis. Semoga dengan disusunnya
makalah ini penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kitasemua, khususnya
bagi Mahasiswa program pendidikan sejarah
Kotanopan, ……………….
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. RumusanMasalah.................................................................................... 2
C. TujuanMasalah.. ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Mengapa Disebut Perang Tondano. ....................................................... 3
B. Mengetahui Posisi Minahasa Sebelum Perang Tahun 1808-1809.......... 4
C. Faktor Ekonomi Di Minahasa.............. .................................................. 4
D. Rentang Waktu Perang Tondano..... ....................................................... 6
E. Terjadinya Perang Tondano.................. ................................................. 7
F. Suasana Saat Perang Di Minahasa.......................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
E. Jalannya Perang
1. Perang pertama (1661-1664)
Perang Tondano pertama terjadi pada tanggal 1 Juni 1661. Perang ini merupakan
kisah heroic yang dilakukan oleh rakyat yang bermukim di sekitar Danau Tondano,
tepatnya disebelah selatan kota Tondano sekarang ini yang dahulu disebut Minawanua,
melawan pasukan Kolonial Belanda. Boleh dikatakan perang pertama ini merupakan
perang yang luar biasa. Sebab dilihat dari segi militer oleh pihak Belanda ternyata lawan
mereka yang tergolong sebagai rakyat biasa/primitive yang berumah di atas air dapat
menyiapkan infrastruktur perang yang demikian lengkapnya.
Kurang lebih seribu empat ratus laskar (termasuk kaum perempuannya) terlibat
dalam pertempuran. Ratusan perahu disiapkan untuk melayani medan perang yang
berkecemuka di atas air dan rawa. Perahu-perahu tempur ini telah dibuat sedemikian
rupa, sehingga dengan ditumpangi empat sampai lima orang dengan peralatan
perangnya, dapat bergerak di atas air maupun di atas rumput-rumput rawa dengan cepat
dan gesit. Lamanya pertempuran berlangsung selama beberapa bulan dan telah
menimbulkan korban jiwa di kedua belah pihak. Beberapa pahlawan yang terlibat
langsung dalam perang Tondano pertama selain berasal dari Tondano seperti,
Kawengian, Wengkang, Gerungan, Nelwan, Tawaluyan dan Rumambi. Juga turut serta
pahlawan dari Remboken, seperti Kentel, Tellew, Tarumetor, dan Wangko dari Kakas.
Pada suatu ketika ekspedisi Simon Cos dengan bantuan sementara pemimpin rakyat
Maesa yang telah menyeleweng, telah dapat mendesak untuk menghentikan peperangan
ini
2. Perang Kedua (1681-1682)
Singkatnya latar belakang terjadinya perang kedua ini, ada hubungannya dengan
perlakuan semena-mena Belanda demi kepentingannya sendiri atas makna Perjanjian 10
Januari 1679 yang disebut oleh N.Graaland (1898) dalam Umboh (1985) sebagai kunci
kontrak besar persekutuan persahabatan antara Minahasa dan Belanda yang
ditandatangani oleh Robertus Padttbrugge dari pihak Belanda, dan dari pihak Minahasa
ditandatangani oleh Maondi (Mandey), Capitaine Pacat (Paat), Soepit (Supit) dan Pedro
Rantij (Ranti).
Disebut Perang Tondano oleh karena Walak Tondano dalam menghadapi
kehadiran kaum colonial Belanda, cenderung menunjukan sikap antipasti maupun
ketidakpatuhan atas eksistensi kompeni Belanda, maka konsekuensinya kawasan
pemukiman Walak Tondano tepatnya di Minawanua dijadikan sasaran penyerbuan
pasukan Belanda dan antek-anteknya. Bagi kompeni Belanda kawasan Minawanua yang
disebut oleh Boven Tondano (tempat tinggal orang Tondano), merupakan kawasan yang
dijadikan tempat berkumpul para ekstrimis (Pangalila).
Sementara ukung Sarapung, tanpa suatu pernyataan tidak pula kelihatan pada hari
pembukaan, sehingga dikira Ukung senior Sarapung bermaksud memboikot jalanya
musyawarah. Ternyata setelah diketahui Ukung Sarapung berhalangan hadir karena
disamping usiannya yang sudah lanjut, jugab mengalami gangguan kesehatan. Akhirnya
musyawarah dapat dikendalikan oleh Ukung Tewu selain sebagai Teterusan (Panglima
Perang) yang menguasai lahan pertanian yang sangat luas (Tana’I Tewu), Matulandi
(saudara dari Ukung Sarapung) dan Lumingkewas (ketiganya sari Minawanua-
Tondano), serta Lonto (Kepala Walak Tomohon), dan Mamait (Kepala Walak
Remboken). Para pemimpin Minahasa yang hadir dalam musyawarah antara lain, dari
Tondano-Toliang, yakni Tewu (pemilik Benteng Moraya), Sarapung, Walintukan,
Korengkeng, Rumapar, Wuisan, Lumingkewas, Sepang, Dari Kakas terdiri dari L.
Supit, dan Kalalo , dari Remboken terdiri atas Mamaitdan Tendean, sedangkan dari
Tonsea diwakili oleh Pangemanan, Lengkong dan Ombu yang memihak Tondano,
sedangkan mewakili Tombulu adalah Lonto. Dan juga mendapat dukungan dari
beberapa kepala walak Minahasa lainnya seperti, Pantouw dari Saroinsong, Koyongin
dari Pasan, Walewangko dari Sonder, Tuyu dari Kewangkoan, Sondakh dari Tompaso,
Iroth dari Langowan, Runtuwene dari Tombasian, Tumbelaka dari Rumoong, Watak
dari Ratahan, Rugian dari Tonsawang dan Mokolensang dari Ponosakan.
Dengan berlandaskan semangat Mapalus (tolong menolong), Maesa (bersatu), dan
Matuari (turunan Toar-Lumimu’ut), akhir musyawarah mengahasilkan keputusan,
menyatakan tekad bahwa apabila pihak kompeni tidak menghentikan pelanggaran
terhadap Verbond 10 Januari 1679, dan pemaksaan yang bertentangan dengan adat,
maka seluruh Walak Minahasa yang hadir dalam musyawarah memutuskan hubungan
dan melawan Kompeni Belanda yang berbentuk perlawanan sebagai berikut:
1. Penghentian pemasokan dan perdagangan beras,
2. Tidak membayar hutang sandang,
3. Tidak mengizinkan seorang pemuda pun untuk menjadi serdadu kompeni,
4. Tuntutan pemulangan serdadu-serdadu dari luar Minahasa,
5. Bila residen Predigger mau mengadakan penekanan, maka Minahasa terpaksa
memutuskan ikatan persahabatan dengan Belanda, dan mengadakan perlawanan
terbuka terhadap tiap bentuk pemaksaan.
Musyawarah Pinawetengan, hasil musyawarah Minawanua, antara lain diputuskan
untuk melanjutkan musyawarah di Pinawetengan. Bagi Walak Tondano usulan ini
sangat strategis dalam upaya untuk memperkuat ikatanse-Maesa, dimana ditenggarai
masih ada sejumlah walak yang belum dilibatkan dalam musyawarah Minawanua.
Kecuali itu, disinyalir beberapa walak lainnya masih diragukan komitmennya untuk
melakukan perlawanan terhadap kompeni. Dengan kata lain, masih ada walak yang
masih bersikap kooperatif dengan Belanda. Selang beberapa hari kemudian
berangkatlah utusan-utusan walak Tondano ke Pinawetengan, bertemu dengan walak-
walak lainnya, antara lain, Kakas, Romboken, Langowan, Tompaso, Sonder, Langowan,
Pasan, Ratahan, Ponosakan, Tounsawang, Tomohon, Kakaskasen, Tombariri,
Rumoong, Tombasian, dan Amurang. Sementara itu wakil dari Tonsea sulit untuk
bergabung karena begitu kerasnya tekanan dari pihak Belanda,apalagi sejumlah
pimpinan disana sudah diperalat sebagai kaki tangan Belanda, kecuali walak-walak
Likupang, Kema dan Talawaan dengan cara sembunyi-sembunyi mengutus waranei-
waraneinya untuk mengikuti musyawarah di Pinawetengan tersebut.
Jalannya musyawarah tidak berlangsung lama, karena isu-isu yang dibahas sudah
dirumuskan terlebih dahulu. Terutama mengenai pembagian tugas dalam upaya untuk
menyediakan bahan-bahan untuk memperkuat benteng dan persiapan perang. Seperti
menyediakan balok-balok kayu, bambu, logistic (bahan makanan dan obat-obatan),
persenjataan, amunisi dan meriam. Sementara itu menentukan strategi organisasi
perang, siapa yang diandalkan berperan di medan tempur, siapa yang dipercaya bias
melakukan penyusupan (mata-mata). Dalam pembicaraan juga cara bagaimana
menggunakan sandi agar orang-orang Minahasa yang bergabung dengan pasukan
Belanda bias menghindar dari terjangan peluru pasukan Minahasa, sandi yang dimaksud
adalah Rumungku se Maesa. Disamping itu, para pemimpin musyawarah memanfaatkan
waktu untuk mendengar keluhan dari walak-walak lainnya yang wilayahnya dekat
dengan pos-pos keamanan Belanda, seiring mendapatkan tekanan bahkan ancaman
terror. Keluhan-keluhan ini akhirnya dimasukkan menjadi bagian dari rumusan
kesepakatan hasil musyawarah antara lain:
1. Bahwa walak-walak yang ada disekitar benteng, terutama walak Tondano
betapapun akibatnya akan tetap meneruskan perlawanan/peperangan.
2. Kepada walak-walak lain, oleh karena sesuatu dan hal lain tidak sanggup lagi
meneruskan perlawanan/peperangan, dihimbau untuk tetap mengirim bantuan-
bantuan mesiu, terutama bahan makanan.
3. Khususnya kepada walak lainnya yang memgang sama sekali tidak bias
melanjutkan peperangan dan mengirim bantuan, ditekankan agar jangan sampai
menjadi kaki tangan Belanda (berhianat).
Hasil rumusan musyawarah ini diputuskan secara bulat untuk dilaksanakan secara
murni dan konsekuen, bagi yang tidak melaksanakan akan mendapat sangsi secara adat
(Tauli 1961; Wuntu 1963).
A. Kesimpulan
1. Puncak petualangan Kompeni Belanda itu dimulai, dilaksanakan dan diakhiri di
wilayah Walak Tondano.
2. Hak oktroi hanya boleh dimiliki oleh kompeni tidak boelh ada pemasokan beras ke
negara lain kecuali hanya untuk kompeni saja sehingga kebutuhan logistik dianggap
penting karena beras menjadi komoditi pelayaran Armada Dagang pergi pulang
Maluku-Eropa Barat.
3. Asal mula Minahasa mereka menemukan nama tersebut pada saat mereka mencari
makanan sehingga Malesung/nama tua disebut sebagai Minahasa. Perlawan para
walak Minahasa terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1661-1664, 1681-
1682, 1707-1711, dan 1807-1809.
DAFTAR PUSTAKA
Kusen, Albert W.S. 2007. Makna Minawanua: Refleksi Atas Perjuangan Orang Minahasa-
Tondano. Dipresentasi dalam Forum Seminar ’Kembalikan Minawanua’ ku, di
Tondano, 23 Desember.
Mambu, Edy, 1986. Jalannya Perang Tondano. Jakarta: Yayasan Kebudayaan Minahasa.
Sendoh, Joutje, 1985. Perang Minahasa di Tondano. Dipresentasi daslam Lokakarya ’Perang
Tondano’, di Tondano, 22 Deswember 1986.
Supit, Bert, 1991. Sejarah Perang Tondano (Perang Minahasa di Tondano). Jakarta:
Yayasan Lembaga Penelitian Sejarah dan Masyarakat.
Umboh, Sam A.H.1985. Perang Tondano. Skripsi Jur. Sejarah Fakultas Sastra Unsrat.
Weichhart, Gabriele, 2004. Identitas Minahasa: Sebuah Praktek Kuliner. Dalam Jurnal
Antropologi Indonesia.
Wenas, Jessy, 2007 Sejarah & Kebudayaan Minahasa. Jakarta: Institut Seni Budaya Sulawesi
Utara.