Disusun oleh :
1.
2.
3.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa /
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya, penulis
dapat menyelesaikan makalah Perjanjian Roem Royen Dan Konferensi Inter
Indonesia ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak dan ibu guru, khusunya guru mata pelajaran Sejarah Indonesia
yang telah banyak memberikan masukan hingga terselesainya makalah ini.
2. Bapak dan Ibu narasumber/informan yang telah memberikan informasi
tentang segala data yang penulis perlukan untuk kelengkapan makalah ini.
3. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga apa yang telah diberikan memperoleh pahala yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang tersaji dalam makalah ini
masih jauh dari makalah yang sempurna karena kekurangan dan keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif guna
menyempurnakan karya-karya ke depannya. Pada akhirnya, penulis tetap berharap
semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi dunia pendidikan pada
umumnya dan pembelajaran Sejarah Indonesia pada khususnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Belanda di wakili oleh Dr.J.H. Van Royen dengan anggotanya seperti Blom,
Jacob, dr.Van, dr. Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben.
Dengan adanya Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan Belanda
mendapat kecaman dan reaksi dari Amerika Serikat dan Inggris, serta Dewan
PBB.Melihat reaksi mliter Belanda sehingga PBB membuat kewenangan KTN.
3
1. Pemerintah RI dengan menyesal harus menyatakan bahwa aksi militer
Belanda yang kedua telah menggoyahkan kepercayaan pada itikad baik
pemerintah Belanda, reaksi negatif ini tidak saja terlihat di dalam RI
seperti ternyata telah diletakkan jabatan oleh pemerintah Indonesia Timur
dan pemerintah Pasundan serta dari resolusi badan-badan yang
menyalahkan tindak tanduk militer itu, dan resolusi dari luar negeri, yakni
konferensi New Delhi yang dihadiri oleh negara-negara Asia Selatan dan
Tenggara
2. Pemerintah Republik tidak berpendapat bahwa pokok-pokok yang disebut
instruksi Dewan Keamanan tanggal 23 Maret sebagai pokok-pokok untuk
dibicarakan konferensi ini, merupakan satu kesatuan utuh. Harus
dibicarakan terlebih dahulu tentang kembalinya pemerintahan Republik ke
Yogyakarta setelah tercapai kata sepakat tentang hal ini, maka mudahlah
untuk membicarakan pokok-pokok hal yang lain unruk suatu pemecahan
menyeluruh. Keputusan-keputusan hakiki kemudian akan diambil oleh
pemerintah Republik di Yogya. sepakat tentang persoalan kembalinya
pemerintah Republik. Jalan akan terbuka untuk mengadakan
perundinganperundingan mendasar dan kepercayaan yang tergoyah akan
dipulihkan (Ide Anak Gede Agung, 1983:270)
Pada tanggal 16 April, dimulailah pembicaraan antara kedua delegasi yang
berlangsung hingga 7 Mei 1949.Perundingan tersebut berhasil mencapai
persetujuan yang kemudian dikenal dengan perjanjian Roem-Roijen.
Perjanjian Roem-Roijen bukan merupakan suatu perjanjian yang sifatnya
satu, akan tetapi merupakan suatu perjanjian yang terdiri dari dua keterangan yang
berbeda. Pernyataan ini masing-masing disampaikan oleh kedua delegasi
Indonesia dan Belanda.
Mohammad Roem, sebagai ketua delegasi Indonesia kemudian
mengemukakan peryataan yang berbunyi sebagai berikut: Sebagai ketua delegasi
RI saya diberi kuasa oleh Presiden Soekarno dan wakil Presiden Moh.Hatta untuk
menyatakan kesanggupan mereka pribadi sesuai dengan resolusi Dewan
4
Keamanan tanggal 28 Januari 1949 dan petunjuk-petunjuknya tanggal 23
Maret1949 untuk memudahkan tercapainya:
1. Pengeluaran perintah kepada pengikut Republik yang bersenjata untuk
menghentikan perang gerilya.
2. Bekerjasama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga ketertiban
dan keamanan.
3. Turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud
untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap
kepada negara Indonesia Serikat dengan tiada bersyarat (Roem, 1989)
Sementara itu, ketua delegasi Belanda, Van Roijen menyampaikan pendapat
sebagai berikut:
1. Pemerintah Belanda menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta,
dan dibawah pengawasan UNCI akan menghentikan perang gerilya
disamping bersedia menjaga perdamaian dan ketertiban serta keamanan.
2. Pemerintah RI bebas menjalankan tugasnya dalam residensi Yogyakarta.
3. Pihak Belanda akan menghentikan segala operasi militer dan akan
melepaskan semua tahanan politik sejak 17 Desember 1948
4. Belanda tidak akan mendirikan daerah dan negara baru di daerah RI
sebelum 19 Desember 1948.
5. Belanda akan menyokong RI masuk Indonesia Serikat dan mempunyai
sepertiga anggota dari segenap anggota Dewan Perwakilan Federal.
6. Belanda menyetujui, bahwa semua areal diluar residensi Yogya, dimana
pegawai-pegawai Republik masih bertugas tetapi menjalankan tugasnya
(Marwati Djonaedi, 1984:170)
Kedua pernyataan tersebut diatas merupakan pokok-pokok perjanjian
Roem-Roijen, yang sekaligus merupakan dasar menuju KMB, dan peristiwa yang
sangat menentukan bagi RI. Karena dengan dicapainya persetujuan tersebut maka
pemerintah RI akan dikembalikan dan dipulihkan ke Yogyakarta. Pernyataan
Roem-Roijen juga merupakan suatu kemajuan yang akan membawa kedalam
perundingan-perundingan selanjutnya.
Dengan tercapainya kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen maka
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra memerintahkan Sri
5
Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta
dari tangan Belanda. Sementara itu, pihak TNI dengan penuh kecurigaan
menyambut hasil persetujuan itu.Namun, Panglima Besar JenderalSudirman
memperingatkan seluruh komando di bawahnya agar tidak memikirkan masalah-
masalah perundingan.
Untuk mempertegas amanat Jenderal Sudirman itu, Panglima Tentara dan
Teritorium Jawa Kolonel A.H. Nasution memerintahkan agar para komandan
lapangan dapat membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau
kepentingan militer. Pada umumnya kalangan TNI tidak mempercayai
sepenuhnya hasil-hasil perundingan, karena selalu merugikan perjuangan bangsa
Indonesia. Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga
antaraRepublik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan
Belanda di bawah pengawasan Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley.
Perundingan itu menghasilkan tiga keputusan, yaitu sebagai berikut:
1. Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan
dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 1949.
2. Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan
Republik Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
3. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksanakan di Den Haag.
Perjanjian Roem-Roijen yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949, mulai
dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 1949, yang ditandai dengan kembalinya
pemerintah RI ke Yogyakarta. Yaitu bersamaan dengan kembalinya Presiden
Soekarno dan Moh.Hatta pada hari tersebut. Yang kemudian disusul dengan
pengembalian mandat dari Mr. Syafruddin Prawiranegara kepada Presiden
Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949, maka dengan demikian akan semakin
dekatmenuju pengakuan kedaulatan.
6
2. Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar
(KMB).
3. Kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta
4. Tentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer dan
pembebasan semua tahanan politik.
5. Kedaulatan RI diserahkan secara utuh tanpa syarat.
6. Dengan menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari Negara
Indonesia Serikat.
7. Belanda memberikan hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada pihak
Indonesia.
7
2.1.6 Dampak Perjanjian Roem Royen
Dengan tercapainya kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen maka
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra memerintahkan Sri
Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta
dari tangan Belanda. Sementara itu, pihak TNI dengan penuh kecurigaan
menyambut hasil persetujuan itu.Namun, Panglima Besar Jenderal Sudirman
memperingatkan seluruh komando di bawahnya agar tidak memikirkan masalah-
masalah perundingan.
Untuk mempertegas amanat Jenderal Sudirman itu, Panglima Tentara dan
Teritorium Jawa Kolonel A.H. Nasution memerintahkan agar para komandan
lapangan dapat membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau
kepentingan militer. Pada umumnya kalangan TNI tidak mempercayai
sepenuhnya hasil-hasil perundingan, karena selalu merugikan perjuangan bangsa
Indonesia. Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antara
Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di
bawah pengawasan Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley.
Perundingan itu menghasilkan tiga keputusan, yaitu sebagai berikut.
1. Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan
dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 1949.
2. Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan
Republik Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
3. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksanakan di Den Haag.
8
dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia. Soekarno menyebut konferensi ini
sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi ini banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis
pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan
kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan
dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia
Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat).
2. RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri
yang bertanggung jawab kepada Presiden.
3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia
maupun dari kerajaan Belanda.
4. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS
adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
5. Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa
Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah
RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda
lainnya.
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di selenggrakan di Jakarta pada
tanggal 30 juli dengan keputusan:
1. Bendera RIS sang Merah Putih
2. Lagu kebangsaan Indonesia Raya
3. Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
4. Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian anggota MPRS
diserahkan kepada kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya enam
belas negara. Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia
persiapan nasional yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.
9
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Roem-Roijen
https://www.google.com/search?q=perjanjian+roem-royen
http://jagosejarah.blogspot.co.id/2014/09/perjanjian-roem-royen.html.
11