Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para
mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya.
Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang
sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya membentuk
Studiefounds.
1) memajukan pengajaran;
2) memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan;
3) memajukan teknik dan industri
4) menghidupkan kembali kebudayaan.
Dr Sutomo
Dilihat dari tujuannya, Budi Utomo bukan merupakan organisasi politik
melainkan merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA sebagai
intinya. Sampai menjelang kongresnya yang pertama di Yogyakarta telah
berdiri tujuh cabang Budi Utomo, yakni di Batavia, Bogor, Bandung,
Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo.
Sampai dengan akhir tahun 1909, telah berdiri 40 cabang Budi Utomo dengan
jumlah anggota mencapai 10.000 orang. Akan tetapi, dengan adanya kongres
tersebut tampaknya terjadi pergeseran pimpinan dari generasi muda ke
generasi tua. Banyak anggota muda yang menyingkir dari barisan depan, dan
anggota Budi Utomo kebanyakan dari golongan priayi dan pegawai negeri.
Dengan demikian, sifat protonasionalisme dari para pemimpin yang tampak
pada awal berdirinya Budi Utomo terdesak ke belakang. Strategi perjuangan
BU pada dasarnya bersifat kooperatif.
Namun demikian, Budi Utomo tetap mempunyai andil dan jasa yang besar
dalam sejarah pergerakan nasional, yakni telah membuka jalan dan
memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Itulah sebabnya tanggal 20 Mei
ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional yang kita peringati setiap
tahun hingga sekarang.
H Samanhudi
Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo, yakni tahun 1911 berdirilah Sarekat
Dagang Islam ( SDI ) di Solo oleh H. Samanhudi, seorang pedagang batik dari
Laweyan Solo.
Organisasi Sarekat Dagang Islam berdasar pada dua hal berikut ini.
a. Agama Islam.
b. Ekonomi, yakni untuk memperkuat diri dari pedagang Cina yang berperan
sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan sebagainya).
1) memajukan perdagangan;
2) membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha
(permodalan);
3) memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli;
4) memajukan kehidupan agama Islam.
Melihat tujuannya tidak tampak adanya kegiatan politik. Akan tetapi, Sarekat
Islam dengan gigih selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran terhadap
penindasan dan pemerasan oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian, di
samping tujuan ekonomi juga ditekankan adanya saling membantu di antara
anggota. Itulah sebabnya dalam waktu singkat, Sarekat Islam berkembang
menjadi anggota massa yang pertama di Indonesia. Sarekat
Islam merupakan gerakan nasionalis, demokratis dan ekonomis, serta
berasaskan Islam dengan haluan kooperatif.
Pada tahun 1915 berdirilah Central Sarekat Islam (CSI) yang berkedudukan di
Surabaya. Tugasnya ialah membantu menuju kemajuan dan kerjasama
antar Sarekat Islam lokal. Pada tanggal 17–24 Juni 1916 diadakan Kongres SI
Nasional Pertama di Bandung yang dihadiri oleh 80 Sarekat Islam lokal
dengan anggota 360.000 orang anggota. Dalam kongres tersebut
telah disepakati istilah "nasional", dimaksudkan bahwa Sarekat
Islam menghendaki persatuan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia
menjadi satu bangsa.
Sifat Sarekat Islam yang demokratis dan berani serta berjuang terhadap
kapitalisme untuk kepentingan rakyat kecil sangat menarik perhatian kaum
sosialis kiri yang tergabung dalam Indische Social Democratische Vereeniging
(ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda), Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan
Alimin (Indonesia).
Douwes Dekker
Indische Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh
Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto
Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Melihat tujuan dan cara-cara mencapai tujuan seperti tersebut di atas maka
dapat diketahui bahwa Indische Partij berdiri di atas nasionalisme yang luas
menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa Indische Partij merupakan partai politik pertama di Indonesia dengan
haluan kooperasi. Dalam waktu yang singkat telah mempunyai 30 cabang
dengan anggota lebih kurang 7.000 orang yang kebanyakan orang Indo.
Oleh karena sifatnya yang progresif menyatakan diri sebagai partai politik
dengan tujuan yang tegas, yakni Indonesia merdeka sehingga pemerintah
menolak untuk memberikan badan hukum dengan alasan Indische
Partij bersifat politik dan hendak mengancam ketertiban umum. Walaupun
demikian, para pemimpin Indische Partij masih terus
mengadakan propaganda untuk menyebarkan gagasan-gagasannya.
Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia Belanda adalah
tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul Als ik een Nederlander was
(seandainya saya seorang Belanda) yang isinya berupa sindiran terhadap
ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat
mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga
pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka memilih
Negeri Belanda sebagai tempat pengasingannya.
4. MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada
tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan
Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang
keagamaan, pendidikan, dan sosial menuju kepada tercapainya kebahagiaan
lahir batin.
5. Gerakan Pemuda
6. Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara
Sekembalinya dari tanah pengasingannya di Negeri Belanda (1919), Suwardi
Suryaningrat menfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada
tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki
Hajar Dewantara) berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta.
Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan
baru bukan lagi dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni
mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan
akar budaya bangsa.
PKI semakin aktif dalam percaturan politik dan untuk menarik massa maka
dalam propagandanya PKI menghalalkan secara cara. Sampai-sampai tidak
segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Al -
Qur'an dan Hadis bahkan juga Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil.
Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada
tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai
politik, yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung
pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir.
Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir.
Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota
Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.
Radikal PNI telah kelihatan sejak awal berdirinya. Hal ini terlihat dari
anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI adalah Indonesia merdeka dengan
strategi perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
PNI berasaskan pada self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, artinya
memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak
oleh penjajah dengan kekuatan sendiri; nonkooperatif, yakni tidak
mengadakan kerja sama dengan pemerintah Belanda; Marhaenisme, yakni
mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Dengan munculnya isu bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan
pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah Hindia
Belanda mengadakan penggeledahan secara besar-besaran dan menangkap
empat pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun, Gatot Mangunprojo dan
Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung.
Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama Partai
Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra,
ingin tetap melestarikan nama PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
9. Gerakan Wanita
RA Kartini
Munculnya gerakan wanita di Indonesia, khusunya di Jawa dirintis oleh R.A.
Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita Indonesia.
R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia
melalui pendidikan.
2) Kartinifounds, yang didirikan oleh suami istri T.Ch. van Deventer (1912)
dengan membentuk sekolah-sekolah Kartinibagi kaum wanita, seperti di
Semarang, Batavia, Malang, dan Madiun.
3) Kerajinan Amal Setia, di Koto Gadang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus
(1914).
Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita dengan cara memberi
pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, membuat
kerajinan, dan cara pemasarannya.
Konferensi Asia–Afrika
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA; kadang juga
disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika,
yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia,
Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955,
di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi
dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika
Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.[1]
Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu
mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai
ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan dengan mereka tentang
keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka
mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat; keinginan mereka
untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan
pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika
Utara dan kekuasaan kolonial perancis di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk
mempromosikan hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.[2]
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung,
yang berisi tentang "pernyataan mengenai dukungan bagi kerukunan dan kerjasama dunia".
Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-
prinsip Nehru.[3] Konferensi ini akhirnya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-
Blok pada 1961.
Daftar isi
[sembunyikan]
1Sejarah
2Pelopor
3Pertemuan kedua (2005)
4Pertemuan ketiga (2015)
5Peserta
6Lihat pula
7Referensi
8Bacaan lebih lanjut
9Pranala luar
Nasionalisme Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Nasionalisme Indonesia adalah suatu gerakan kebangsaan yang timbul pada bangsa
Indonesia untuk menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sejak abad 19 dan abad
20 muncul benih-benih nasionalisme pada bangsa Asia Afrika khususnya Indonesia.
Daftar isi
[sembunyikan]
Paham nasionalis yang berkembang dalam bidang politik, sosial ekonomi, dan
kebudayaan
1. Dalam bidang politik, tampak dengan upaya gerakan nasionalis menyuarakan aspirasi
masyarakat pribumi yang telah hidup dalam penindasan dan penyelewengan hak asasi
manusia. Mereka ingin menghancurkan kekuasaan asing/kolonial dari Indonesia.
2. Dalam bidang ekonomi, tampak dengan adanya usaha penghapusan eksploitasi
ekonomi asing. Tujuannya untuk membentuk masyarakat yang bebas dari kesengsaraan
dan kemelaratan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia.
3. Dalam bidang budaya, tampak dengan upaya untuk melindungi, memperbaiki dan
mengembalikan budaya bangsa Indonesia yang hampir punah karena masuknya
budaya asing di Indonesia. Para nasionalis berusaha untuk memperhatikan dan
menjaga serta menumbuhkan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
Faktor dari luar (eksternal)[sunting | sunting sumber]
Golongan Terpelajar
Golongan terpelajar dalam masyarakat Indonesia saat itu termasuk dalam kelompok elite sebab
masih sedikit penduduk pribumi yang dapat memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh
pendidikan merupakan sebuah kesempatan yang istimewa bagi rakyat Indonesia. Mereka
memperoleh pendidikan melalui sekolah-sekolah yang didirikan kolonial yang dirasa memiliki
kualitas baik. Dengan pendidikan model barat yang mereka miliki, golongan terpelajar dipandang
sebagai orang yang memiliki pandangan yang luas sehingga tidak sekadar dikenal saja tetapi
mereka dianggap memiliki kepekaan yang tinggi. Sebab selain memperoleh pelajaran di kelas
mereka akan membentuk kelompok kecil untuk saling bertukar ide menyatakan pemikiran
mereka mengenai negara Indonesia melalui diskusi bersama. Meskipun mereka berasal dari
daerah yang berbeda tetapi mereka merasa senasip sepenanggunagan untuk mengatasi
bersama adanya penjajahan, kapitalisme, kemerosotan moral, peneterasi budaya, dan
kemiskinan rakyat Indonesia. Hingga akhirnya mereka membentuk perkumpulan yang
selanjutnya menjadi Oragnisasi Pergerakan Nasional. Mereka membentu organisasi-organisasi
modern yang berwawasan nasional. Mereka berusaha menanamkan pentingnya persatuan dan
kesatuan bangsa, menanamkan rasa nasionalisme, menanamkan semangat untuk
memprioritaskan segalanya demi kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi melalui
organisadi tersebut. Selanjutnya melalui organisasi pergerakan nasional tersebut mereka
melakukan gerakan untuk melawan penjajahan yang selanjutnya membawa Indonesia pada
kemerdekaan.
Jadi Golongan terpelajar memiliki peran yang besar bagi Indonesia meskipun keberadaannya
sangat terbatas (minoritas) tetapi golongan terpelajar inilah yang menjadi pelopor pergerakan
nasional Indonesia hingga akhirnya kita berjuangan melawan penjajah dan memperoleh
kemerdekaan.
Golongan Profesional
Golongan profesional merupakan mereka yang memiliki profesi tertentu seperti guru, dan
dokter.Keanggotaan golongan ini hanya terbatas pada orang seprofesinya. Golongan profesional
ini lebih banyak ada dan mengembangkan profesinya didaerah perkotaan. Golongan profesional
pada masa kolonial memiliki hubungan yang dekat dengan rakyat, sehingga mereka dapat
mengetahui keberadaan rakyat Indonesia pada saat itu. Sehingga golongan ini dapat
menggerakkan kekuatan rakyat untuk menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
a) Peran Guru
1. Pada masa kolonial dokter memiliki hubungan yang sangat dekat dengan kehidupan
rakyat.
2. Dokter dapat merasakan kesengsaraan dan penderitaan yang dialami rakyat Indonesia
melalui penyakit yang dideritanya. Ia mendengarkan berbagai keluhan yang dialami oleh
rakyat Indonesia. Penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh rakyat Indonesia
adalah akibat dari berbagai tekanan dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial Belanda.
3. Ketergerakan hati mereka diwujudkan melalui perjuangan dengan membentuk wadah
organisasi yang bersifat sosial dan budaya yang diberinama Budi Utomo yang didirikan
20 Mei 1908 oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr.
Gunawan Mangunkusumo.
1. Golongan Pers
Pers sudah mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-19, dan masuknya pers di Indonesia
memberikan pengaruh yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Wujud perkembangan pers
dapat dilihat dalam bentuk surat kabar maupun majalah. Awalnya surat kabar yang beredar
hanya digunakan untuk orang-orang asing tetapi karena untuk mengejar pelanggan dari
masyarakat pribumi maka muncul surat kabar yang di modali orang Cina tetapi menggunakan
bahasa Melayu. Peran media :
1. Melalui surat kabar terdapat pendidikan politik, sebab melalui surat kabar tersebut
ternyata dimuat isu-isu mengenai masalah politik yang sedang berkembang sehingga
secara tidak langsung melalui surat kabar tersebut telah memberikan pendidikan politik
kepada masyarakat Indonesia.
2. Melalui Surat kabar/ majalah mempunyai fungsi sosial dasar yaitu memperluas
pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat membentuk pendapat (opini) umum.
3. Pendidikan sosial politik dapat disalurkan melalui tulisan-tulisan di surat kabar dan media
masa sehingga menumbuhkan pemikiran dan pandangan kritis pembaca yang dapat
membangkitkan kesadaran bersama bagi bangsa Indonesia.
4. Surat kabar merupakan media komunikasi cetak yang paling potensial untuk memuat
berita, wawasan dan polemik (tukar pikiran melalui surat kabar), bahkan ide dan
pemikiran secara struktural dapat dikomunikasikan kepada masyarakat luas.
5. Meskipun pada masa itu ruang gerak pers dibatasi dan dikontrol ketat oleh pemerintah
kolonial. Tetapi melalui surat kabar tersebut sebagai sarana untuk menyampaikan
segala sesuatu yang dikehendaki dan diprogramkan oleh pemerintah sehingga sedapat
mungkin bisa diinformasikan kepada masyarakat luar. Dimana pemberitahuannya lebih
memihak pada pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Pada masa pergerakan nasional Indonesia, surat kabar mempunyai peranan yang sangat
penting bahkan organisasi pergerakan nasional Indonesia telah memiliki surat kabar sendiri-
sendiri, seperti Darmo Kondo (Budi Utomo), Oetoesan Hindia (Sarekat Islam), Het
Tiidsriff dan De Expres (Indische Partij), Indonesia Merdeka (Perhimpunan Indonesia), Soeloeh
Indonesia Moeda (PNI), Pikiran Rakyat (Partindo), Daulah Ra’jat (PNI Baru)
Surat kabar yang dimiliki oleh organisasi-organisasi tersebut menjadi salah satu sarana untuk
menyampaikan bentuk-bentuk perjuangan kepada rakyat, agar rakyat dapat mengetahui dan
memberikan dukungan kepada organisasi-organisasi itu.
Tahapan perkembangan nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
) Periode Radikal
Dalam periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia ditujukan untuk mencapai kemerdekaan
baik itu secara kooperatif maupun non kooperatif (tidak mau bekerjasama dengan penjajah).
Organisasi yang bergerak secara non kooperatif, seperti Perhimpunan Indonesia, PKI, PNI.
) Periode Bertahan
Periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia lebih bersikap moderat dan penuh pertimbangan.
Diwarnai dengan sikap pemerintah Belanda yang sangat reaktif sehingga organisasi-organisasi
pergerakan lebih berorientasi bertahan agar tidak dibubarkan pemerintah Belanda. Organisasi
dan gerakan yang berkembang pada periode ini adalah Parindra, GAPI, Gerindo.
Dari perkembangan nasionalisme tersebut akhirnya mampu menggalang semangat persatuan
dan cita-cita kemerdekaan sebagai bangsa Indonesia yang bersatu dari berbagai suku di
Indonesia. Nasionalisme adalah rasa luhur yang dimiliki bangsa Indonesia, cerminan dari
komitmen yang pernah diikrarkan berpuluh-puluh tahun lampau, bertolak dari rasa
persaudaraan, senasib sepenanggungan.
Indische Vereeniging
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Indonesische Vereeniging
Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa
Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908.
Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto
Soeroto yang tujuan utamanya ialah mengadakan pesta dansa-dansa dan pidato-pidato.
Sejak Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk,
pada 1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai
menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak
itulah vereeningingini memasuki kancah politik. Waktu itu pula vereeniging menerbitkan sebuah
buletin yang diberi nama Hindia Poetera, namun isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan
bernada politik.
Daftar isi
[sembunyikan]
1Perhimpunan Indonesia
2Akhir organisasi dan dikuasai komunis
o 2.1Dipimpin Hatta
3Rujukan
4Pranala luar
Politik
Topik utama[tampilkan]
Sistem politik[tampilkan]
Disipilin akademik[tampilkan]
Administrasi publik[tampilkan]
Kebijakan[tampilkan]
Organ pemerintahan[tampilkan]
Topik lain[tampilkan]
Subseri[tampilkan]
Portal politik
L
B
S
Hubungan Internasional (HI; sering disebut Studi Internasional (SI), meski keduanya tidak
sama) adalah ilmu yang mempelajari hubungan antarnegara, termasuk peran
sejumlah negara, organisasi antarpemerintah (IGO), organisasi nonpemerintah
internasional (INGO), organisasi non-pemerintah (NGO), dan perusahaan multinasional (MNC).
HI merupakan sebuah bidang akademik dan kebijakan publik dan dapat
bersifat positif atau normatif, karena keduanya berusaha menganalisis dan
merumuskan kebijakan luar negeri negara-negara tertentu. HI sering dianggap sebagai
cabang ilmu politik (khususnya setelah tata nama UNESCO tahun 1988), namun
pihak akademisi lebih suka menganggapnya sebagai bidang studi yang interdisipliner. Aspek-
aspek hubungan internasional telah dipelajari selama ribuan tahun sejak masa Thucydides,
namun baru pada awal abad ke-20 HI menjadi disiplin yang terpisah dan tetap.[1]
Berbeda dengan ilmu politik, HI menggunakan berbagai bidang ilmu
seperti ekonomi, sejarah, hukum internasional, filsafat, geografi, kerja
sosial, sosiologi, antropologi, kriminologi, psikologi, studi gender, dan ilmu budaya/kulturologi. HI
mencakup rentang isu yang luas, termasuk globalisasi, kedaulatan negara, keamanan
internasional, kelestarian lingkungan, proliferasi nuklir, nasionalisme, pembangunan
ekonomi, keuangan global, terorisme, kejahatan terorganisasi, keamanan
manusia, intervensionisme asing, dan hak asasi manusia.
Daftar isi
[sembunyikan]
1Sejarah
o 1.1Studi HI
2Teori
o 2.1Epistemologi dan teori HI
o 2.2Teori positivis
2.2.1Realisme
2.2.2Liberalisme/idealisme/Internasionalisme liberal
2.2.3Neoliberalisme
2.2.4Teori rezim
o 2.3Teori pascapositivis/reflektivis
2.3.1Teori masyarakat internasional (aliran Inggris)
2.3.2Konstruktivisme sosial
2.3.3Teori kritis
2.3.4Marxisme
o 2.4Teori kepemimpinan
2.4.1Sudut pandang kelompok kepentingan
2.4.2Sudut pandang strategis
2.4.3Model keyakinan buruk tersirat
o 2.5Teori pascastrukturalis
3Konsep
o 3.1Konjungtur
o 3.2Konsep level sistemik
3.2.1Kekuatan
3.2.1.1Polaritas
3.2.2Saling ketergantungan
3.2.3Ketergantungan
3.2.4Peralatan sistemik
o 3.3Konsep level unit
3.3.1Tipe rezim
3.3.2Revisionisme/Status quo
3.3.3Agama
o 3.4Konsep individu atau level subunit
4Institusi
o 4.1Organisasi antarnegara umum
4.1.1Perserikatan Bangsa-Bangsa
4.1.2OIC
4.1.3Lainnya
o 4.2Institusi ekonomi
o 4.3Badan hukum internasional
4.3.1Hak asasi manusia
4.3.2Hukum
o 4.4Organisasi keamanan regional
5Lihat pula
6Referensi
7Bacaan lanjutan
o 7.1Teori
o 7.2Buku teks
o 7.3Sejarah hubungan internasional
Ilmu
Ilmu formal[tampilkan]
Ilmu fisik[tampilkan]
Ilmu kehidupan[tampilkan]
Ilmu sosial[tampilkan]
Ilmu terapan[tampilkan]
Antardisiplin[tampilkan]
Portal
Kategori
L
B
S
Sejarah hubungan internasional dapat ditelusuri hingga ribuan tahun yang lalu; Barry Buzan dan
Richard Little, misalnya, menganggap interaksi antara beberapa negara-kota kuno di Sumeria,
yang berawal pada tahun 3.500 SM, sebagai sistem internasional paling dewasa pertama di
dunia.[2]
Potret resmi Raja Władysław IV dengan pakaian model Perancis, Spanyol, dan Polandia yang
merefleksikan kerumitan politik Persemakmuran Polandia-Lituania selama Perang Tiga Puluh Tahun
Realisme[tampilkan]
Liberalisme[tampilkan]
Konstruktivisme[tampilkan]
Marxisme[tampilkan]
Teori lain[tampilkan]
Klasifikasi[tampilkan]
Pendekatan lain[tampilkan]
Portal Politik
L
B
S
Teori HI dapat dibagi menjadi dua kelompok epistemologis: "positivis" dan "pascapositivis". Teori
positivis bertujuan untuk mereplikasi metode -metode ilmu alam dengan menganalisis dampak
kekuatan material. Teori tersebut biasanya berfokus pada fitur hubungan internasional seperti
interaksi negara, ukuran pasukan militer, keseimbangan kekuasaan, dll. Epistemologi
pascapositivis menolak ide bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan
bebas nilai. Teori ini menolak ide-ide sentral berupa neo-realisme/liberalisme, seperti teori pilihan
rasional, atas dasar bahwa metode ilmiah tidak dapat diaplikasikan ke dunia sosial dan bahwa
'ilmu pengetahuan' HI mustahil ada.
Perbedaan utama antara kedua posisi tersebut adalah bahwa meski teori positivis, seperti neo-
realisme, memberikan penjelasan yang bersifat sebab (seperti mengapa dan bagaimana
kekuasaan dijalankan), teori pascapositivis berfokus pada pertanyaan yang konstitutif, misalnya
apa yang dimaksud dengan 'kekuasaan'; hal apa saja yang menciptakannya, bagaimana
kekuasaan dialami dan bagaimana kekuasaan direproduksi. Teori pascapositivis secara eksplisit
sering mempromosikan pendekatan normatif terhadap HI dengan mempertimbangkan etika. Ini
adalah sesuatu yang sering diabaikan oleh HI 'tradisional', karena teori positivis membuat
perbedaan antara 'fakta' dan penilaian normatif, atau 'nilai'.
Pada akhir 1980-an dan 1990-an, perdebatan antara kaum positivis dan pascapositivis menjadi
perdebatan yang dominan dan telah disebut sebagai "Perdebatan Besar" Ketiga (Lapid 1989).
Teori positivis[sunting | sunting sumber]
Realisme[sunting | sunting sumber]
Realisme berfokus pada keamanan dan kekuasaan negara di atas segalanya. Para penganut
pertama seperti E.H. Carr dan Hans Morgenthau berpendapat bahwa negara adalah aktor
rasional yang egois dan mengejar kekuasaan, yang berusaha memaksimalkan keamanan dan
kemungkinan keselamatan mereka. Kerja sama antarnegara adalah cara memaksimalkan
keselamatan masing-masing negara (berbeda dengan alasan yang lebih idealis). Sama halnya,
tindakan perang apapun harus didasarkan pada kepentingan pribadi, alih-alih idealisme. Banyak
realis memandang Perang Dunia II sebagai pendukung teori mereka.
Perlu diketahui bahwa penulis klasik seperti Thucydides, Machiavelli, Hobbes dan Theodore
Roosevelt, sering disebut sebagai "bapak pendiri" realisme oleh para realis kontemporer.[butuh
rujukan]
Meski begitu, sementara karya mereka bisa mendukung doktrin realis, kecil
kemungkinannya bahwa mereka telah mengelompokkan diri sebagai realis (dalam artian ini).
Para realis biasanya terpisah menjadi dua kelompok: Klasik atau Realis Sifat Alami Manusia
(seperti yang dijelaskan di sini) dan Struktural atau Neorealis (di bawah).
Realisme politik yakin bahwa politik, seperti masyarakat pada umumnya, dipimpin oleh hukum
objektif yang berasal dari sifat alami manusia. Untuk memperbaiki masyarakat, pertama mereka
perlu memahami hukum yang menjadi acuan hidup masyarakat. Pelaksanaan hukum-hukum
tersebut tidak berubah dengan pilihan kita, masyarakat akan menantangnya jika muncul risiko
kegagalan.
Realisme, yang juga percaya terhadap objektivitas hukum politik, juga harus percaya terhadap
kemungkinan mengembankan sebuah teori rasional yang merfleksikan hukum-hukum objektif ini
sekalipun tidak sempurna dan memihak. Realisme juga percaya pada kemungkinan pemisahan
dalam politik antara fakta dan pendapat-antara apa yang benar secara objektif dan rasional,
diperkuat oleh bukti dan dicerahkan oleh alasan, dan apa yang berupa penilaian subjektif,
dipisahkan dari fakta sebagaimana adanya dan diinformasikan oleh pemikiran yang buruk
sangka dan penuh harapan.
Penempatan realisme di bawah positivisme jauh dari keadaan tanpa masalah. What is
History karya E.H. Carr merupakan kritik pribadi terhadap positivisme, dan tujuan Hans
Morgenthau dalam Scientific Man vs Power Politics, sebagaimana judulnya, adalah menghapus
semua pendapat bahwa politik internasional/politik kekuasaan dapat dipelajari secara ilmiah.
Liberalisme/idealisme/Internasionalisme liberal[sunting | sunting sumber]
Teori hubungan internasional liberal muncul setelah Perang Dunia I sebagai respon atas
ketidakmampuan negara-negara untuk mengendalikan dan membatasi perang dalam hubungan
internasional mereka. Para penganut pertamanya meliputi Woodrow Wilson dan Norman Angell,
yang berpendapat keras bahwa negara dapat makmur melalui kerja sama dan bahwa perang
bersifat sangat destruktif serta sia-sia.
Liberalisme belum diakui sebagai sebuah teori yang koheren sampai akhirnya secara kolektif
dan mengejek disebut idealisme oleh E. H. Carr. Sebuah versi baru "idealisme" yang berfokus
pada hak asasi manusia sebagai dasar legitimasi hukum internasional dikemukakan oleh Hans
Köchler.
Negara biru sangat gelap sering dianggap kekuatan super, negara biru gelap kekuatan besar, negara biru
pucat kekuatan menengah, dan negara biru sangat pucat juga kadang dianggap kekuatan menengah.[8]
Konsep kekuatan dapat dideskripsikan sebagai tingkat sumber daya, kemampuan, dan
pengaruh dalam masalah internasional. Konsep ini sering dibagi menjadi konsep kekuatan
keras dan kekuatan lunak; kekuatan keras berkaitan dengan kekuatan koersif, seperti
pemakaian kekuatan, dan kekuatan lunak yang biasanya mencakup
pengaruh ekonomi, diplomasi, dan budaya. Meski begitu, tidak ada garis pemisah yang jelas
antara kedua bentuk kekuatan tersebut.
Polaritas[sunting | sunting sumber]
Polaritas dalam hubungan internasional merujuk pada pengaturan kekuatan di dalam sistem
internasional. Konsep ini muncul dari bipolaritas pada Perang Dingin, dengan sistem
internasionalnya didominasi oleh konflik antara dua kekuatan super, dan telah diterapkan secara
retrospektif oleh para teoriwan. Tetapi, istilah bipolar sering digunakan oleh Stalin yang
mengatakan bahwa ia memandang sistem internasional sebagai sistem bipolar dengan dua
basis kekuatan dan ideologi yang saling bertentangan. Akibatnya, sistem internasional sebelum
1945 bisa disebut multi-polar, dengan kekuatan terbagi-bagi antara kekuatan besar.
Kejatuhan Uni Soviet tahun 1991 telah mendorong munculnya unipolaritas, dengan Amerika
Serikat sebagai kekuatan super tunggal. Tetapi, karena pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang
cepat (pada tahun 2010, Cina menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia), ditambah posisi
internasional yang patut diperhitungkan di dunia politik serta kekuasaan yang dimiliki pemerintah
Cina terhadap rakyatnya (populasi terbesar di dunia), muncul perdebatan apakah Cina sekarang
merupakan kekuatan super atau kandidat potensial pada masa depan.
Sejumlah teori hubungan internasional berasal dari ide polaritas:
Keseimbangan kekuatan adalah konsep yang menonjol di Eropa sebelum Perang Dunia I,
pemikiran bahwa dengan menyeimbangkan blok-blok kekuatan, mereka dapat menciptakan
stabilitas dan mencegah perang. Teori keseimbangan kekuatan mendapat perhatian lagi
selama Perang Dingin dan menjadi mekanisme utama dalam Neorealisme Kenneth Waltz. Di
sini, konsep menyeimbangkan (berkuasa untuk melawan lainnya) dan menempel (berpihak pada
lainnya) dikembangkan.
Teori kestabilan hegemon (dikembangkan oleh Robert Gilpin) juga berasal dari ide Polaritas,
terutama keadaan unipolaritas. Hegemoni adalah pembesaran kekuatan di satu kutub sistem
internasional, dan teori ini berpendapat bahwa ini merupakan konfigurasi yang stabil dikarenakan
manfaat bersama dari kedua kekuatan yang dominan dan kekuatan lain di sistem internasional.
Hal ini bertentangan dengan argumen Neorealis, terutama Kenneth Waltz, yang menyatakan
bahwa akhir Perang Dingin dan keadaan unipolaritas merupakan konfigurasi yang tidak stabil
dan kelak akan berubah.
Pernyataan tersebut dapat dijelaskan dalam teori peralihan kekuatan, yang menyatakan bahwa
sebuah kekuatan besar tidak mungkin menantang sebuah hegemoni setelah periode tertentu,
sehingga menghasilkan perang besar. Teori ini menyatakan bahwa meski hegemoni dapat
mengendalikan munculnya perang, mereka juga menciptakan perang. Pendukung
utamanya, A.F.K. Organski, berpendapat bahwa hal ini didasarkan pada terjadinya perang-
perang sebelumnya antara hegemoni Britania, Portugal, dan Belanda.
Saling ketergantungan[sunting | sunting sumber]
Banyak ahli menyatakan bahwa sistem internasional saat ini ditandai dengan tumbuhnya saling
ketergantungan; pertanggungjawaban dan ketergantungan bersama satu sama lain. Para
pendukung merujuk pada globalisasi yang semakin tumbuh, terutama dengan interaksi ekonomi
internasional. Peran institusi internasional, dan penerimaan sejumlah prinsip operasi dalam
sistem internasional, memperkuat ide bahwa hubungan ditandai oleh saling ketergantungan.
Ketergantungan[sunting | sunting sumber]
Teori ketergantungan adalah teori yang sering dikaitkan dengan Marxisme, menyatakan bahwa
sejumlah negara Inti mengeksploitasi beberapa negara Periferal yang lebih lemah demi
kemakmuran mereka. Berbagai versi teori ini menyatakan bahwa hal ini bisa bersifat tidak
terhindarkan (teori ketergantungan standar) atau memakai teori tersebut untuk menekankan
perlunya perubahan (Neo-Marxis).
Peralatan sistemik[sunting | sunting sumber]
Diplomasi adalah praktik komunikasi dan negosiasi antara sejumlah perwakilan negara.
Sampai batas tertentu, semua alat hubungan internasional lainnya dapat dianggap sebagai
kegagalan diplomasi. Pemakaian alat lain adalah bagian dari komunikasi dan negosiasi tetap
di dalam diplomasi. Sanksi, kekuatan, dan menyesuaikan regulasi perdagangan, meski tidak
dianggap bagian dari diplomasi, adalah alat yang sebenarnya berharga demi kepentingan
pengaruh dan penempatan dalam negosiasi.
Sanksi biasanya merupakan pilihan pertama setelah gagalnya diplomasi, serta salah satu
alat utama yang digunakan untuk mendorong perjanjian. Sanski bisa berupa sanksi
diplomatik atau ekonomi dan mencakup pemutusan hubungan dan pemberlakuan batasan
komunikasi atau perdagangan.
Perang, pemakaian kekuatan, sering dianggap sebagai alat utama dalam hubungan
internasional. Sebuah definisi yang diterima luas oleh Clausewitz mengenai perang adalah,
"penyambungan politik dengan cara lain". Ada studi baru yang mempelajari 'perang baru'
yang melibatkan aktor, bukan negara. Studi perang dalam hubungan internasional dicakup
oleh disiplin 'Studi perang' dan 'Studi strategis'.
Pengungkitan aib internasional dapat dianggap sebagai alat hubungan internasional. Ini
adalah usaha mengubah tindakan suatu negara melalui 'penyebutan nama dan
pengungkitan aib' di tingkat internasional. Ini biasanya dilakukan oleh sejumlah LSM HAM
besar seperti Amnesty International (terutama ketika mereka menyebut Teluk Guantanamo
sebagai "Gulag"),[9] atau Human Rights Watch. Alat ini sering dipakai oleh prosedur 1235
Komisi HAM PBB, yang secara terbuka mengekspos pelanggaran HAM di suatu
negara. Dewan Hak Asasi Manusia juga menggunakan mekanisme ini.
Pembagian keuntungan ekonomi dan/atau diplomatik. Contohnya adalah kebijakan
perluasan Uni Eropa. Negara-negara kandidat diizinkan masuk UE hanya jika
memenuhi kriteria Kopenhagen.
Konsep level unit[sunting | sunting sumber]
Sebagai suatu level analisis, level unit sering disebut sebagai level negara, karena level ini
menempatkan penjelasannya di tingkat nevara, alih-alih sistem internasional.
Tipe rezim[sunting | sunting sumber]
Sering dianggap bahwa bentuk pemerintahan suatu negara dapat menentukan cara negara
tersebut berinteraksi dengan negara lain dalam sistem internasional.
Teori Perdamaian Demokratis adalah teori yang mengemukakan bahwa sifat demokrasi berarti
bahwa negara-negara demokrasi tidak akan berperang satu sama lain. Pembenaran untuk hal ini
adalah bahwa negara demokrasi menyampingkan norma mereka dan hanya berperang dengan
alasan yang pasti, dan bahwa demokrasi mendorong kepercayaan dan penghargaan terhadap
satu sama lain.
Komunisme mendukung revolusi dunia, yang akan menimbulkan kehidupan berdampingan
yang damai berdasarkan masyarakat global yang proletar.
Revisionisme/Status quo[sunting | sunting sumber]
Negara dapat dikelompokkan menurut apakah mereka menerima status quo internasional, atau
bersifat revisionis, yaitu menginginkan perubahan. Negara revisionis berusaha mengubah aturan
dan praktik hubungan internasional secara dasar, merasa tidak diuntungkan oleh status quo.
Mereka melihat sistem internasional sebagai suatu bentukan dunia barat yang mengukuhkan
realitas yang ada. Jepang adalah contoh negara yang beralih dari negara revisionis ke negara
yang puas dengan status quo, karena status quo kini menguntungkan mereka.
Agama[sunting | sunting sumber]
Sering muncul anggapan[oleh siapa?] bahwa agama dapat mempengaruhi cara negara bertindak di
dalam sistem internasional. Agama terlihat sebagai suatu prinsip pengorganisasi, terutama pada
negara-negara Islam, sementara sekularisme ada di ujung lain spektrum dengan pemisahan
negara dan agama menjadi dasar teori hubungan internasional liberal.
Konsep individu atau level subunit[sunting | sunting sumber]
Level di bawah unit (negara) bisa bermanfaat untuk menjelaskan faktor-faktor dalam Hubungan
Internasional yang tidak dapat dijelaskan oleh teori-teori lain, dan untuk menjauhi pandangan
hubungan internasional yang negara-sentris.
Uni Afrika
ASEAN
Liga Arab
CIS
Uni Eropa
G8
G20
Liga Bangsa-Bangsa
Organisasi Negara-Negara Amerika
Institusi ekonomi[sunting | sunting sumber]
Mahkamah Afrika
Mahkamah Eropa
Mahkamah Internasional
Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut
Organisasi keamanan regional[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keamanan kolektif
CSCAP
GUAM
Rezim keamanan maritim
NATO
SCO
SAARC
UNASUR
Hubungan internasional