Anda di halaman 1dari 12

Sejarah

Gerakan awal

● BUDI UTOMO

Budi Utomo (dalam ejaan van Ophuijsen: Boedi Oetomo) adalah organisasi pemuda yang
didirikan oleh Soetomo dan para mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen
(STOVIA), yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908.
Organisasi ini digagas oleh Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi,
dan budaya yang tidak bersifat politik.

Berdirinya Budi Utomo menjadi awal pergerakan, yang bertujuan untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia. Pada awalnya, organisasi ini hanya ditujukan bagi golongan
berpendidikan di wilayah Jawa. Hingga saat ini, tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional

Nama Budi Utomo diperkirakan diadaptasi dari kata bodhi yang memiliki makna keterbukaan
jiwa, pikiran, dan akal atau pengadilan. Budi Utomo pun menjadi awal sebuah era
nasionalisme indonesia yang dikenal dengan nama pergerakan nasional. Tokoh-tokoh yang
tercatat sebagai pendiri Budi Utomo terdiri dari sembilan orang, yaitu Mohammad
Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, Raden Angka
Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, Raden Mas Goembrek dan M. Soewarno.

Seiring perkembangan waktu, Budi Utomo terus menambah anggota dan tokoh-tokoh
penting pergerakan Indonesia yang mulai bergabung, seperti Ki Hadjar Dewantara, Tjipto
Mangoenkoesomo, Tirto Adhi Soerjo, Pangeran Ario Noto Dirodjo dan Raden Adipati
Tirtokoesoemo.

satu faktor yang menyebabkan lambatnya gerakan organisasi ini mungkin karena
organisasi menerapkan prinsip "Biar lambat asal selamat daripada hidup sebentar mati
tanpa bekas” yang menganut cara hidup pohon beringin yang tumbuhnya lambat, tetapi saat
tumbuh besar dapat menjadi tempat berteduh yang rindang dan kokoh.[16] Selain faktor
tersebut, gerakan lambat ini mungkin juga karena faktor anggota yang mayoritas merupakan
pangreh praja yang takut bertindak.

Masa-masa kepemimpinan Budi Utomo tanpa memasuki bidang politik berlangsung selama
periode 1908-1926, sebelum kepulangan Soetomo dari Belanda.Sepulangnya Soetomo, dia
mendirikan organisasi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) yang merupakan partai yang dia
ketuai. PBI merupakan organisasi yang dia dirikan pada tanggal 16 Oktober 1930 untuk
menggantikan Indonesische Studieclub (ISC) sebagai organisasi politik. ISC sendiri didirikan
pada tanggal 1 Juli 1924 yang beranggotakan para cendekiawan untuk memberikan
pengajaran membentuk usaha bagi masyarakat seperti sekolah tenun, bank kredit, koperasi,
dan sebagainya.

Karena perkembangan organsasi ini hanya terbatas di Pulau Jawa dan Madura serta mulai
berkembangnya organisasi seperti Sarekat Islam yang mencakup keanggotaan tanpa ada
batasan wilayah, Budi Utomo pun mengalami kemunduran. Komisi Budi Utomo – PBI pun
dibentuk pada bulan Januari 1934 dan menghasilkan kesepakatan untuk meleburkan diri.
Proses peleburan terjadi pada Kongres Budi Utomo tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo.
Akhirnya, Budi Utomo bergabung dengan pergerakan lainnya dan membentuk Partai
Indonesia Raya (Parindra).

● SYARIKAT ISLAM

Syarikat Islam (disingkat SI), atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat Dagang Islam
(disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI
merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi yang
dibentuk oleh Haji Samanhudi dan kawan-kawan ini adalah perkumpulan
pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda memberi keleluasaan masuknya
pedagang asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat pada masa itu. Pada kongres
pertama SDI di Solo tahun 1906, namanya ditukar menjadi Sarikat Islam. Pada tanggal 10
September 1912 berkat keadaan politik dan sosial pada masa tersebut HOS Tjokroaminoto
menghadap notaris B. ter Kuile di Solo untuk membuat Sarikat Islam sebagai Badan Hukum
dengan Anggaran Dasar SI yang baru, kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan
oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1912.

HOS Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang dulunya hanya mencakupi
permasalahan ekonomi dan sosial. ke arah politik dan Agama untuk menyumbangkan
semangat perjuangan islam dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan
imperialisme pada masa tersebut. Selanjutnya karena perkembangan politik dan sosial SI
bermetamorfosis menjadi organisasi pergerakan yang telah beberapa kali berganti nama
yaitu Central Sarekat Islam (disingkat CSI) tahun 1916, Partai Sarekat Islam (PSI) tahun
1920, Partai Sarekat Islam Hindia Timur (PSIHT) tahun 1923, Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII) tahun 1929, Syarikat Islam (SI) tahun 1973 karena keluar dari Majelis
Tahkim ke-33 tahun 1972 di Majalaya, dan pada Majlis Tahkim (kongres nasional) ke-35 di
Garut tahun 2003, namanya diganti menjadi Syarikat Islam (disingkat SI). Sejak kongres
tersebut, eksistensi dan pergerakan Syarikat Islam yang masih ada dan tetap bertahan
hingga sekarang disebut Syarikat Islam Indonesia. Sejak Majlis Tahkim ke-40 di Bandung
pada tahun 2015 telah mengukuhkan Dr. Hamdan Zoelva, SH., MH. sebagai Ketua Umum
Laznah Tanfidziyah. Melalui keputusan tertinggi organisasi tersebut, Syarikat Islam kembali
ke khittahnya sebagai gerakan dakwah ekonomi.

SDI bertujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya
pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa.
Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian
menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang
biasa disebut sebagai Inlanders.

SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi,
perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M.
Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun
1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian pula, di
Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto
masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian
memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian dipilih
menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1912,
oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi
Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang
ekonomi, tetapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya,
dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan jiwa dagang.


2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat
rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan
Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya
partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun
1917, yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung dalam CSI
menjadi anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan bukan
mewakili Central SI sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang

Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913 di Surabaya.[4] Dalam kongres ini
Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan bertujuan
untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang
mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat
Indonesia.

Kongres kedua diadakan di Surakarta yang menegaskan bahwa SI hanya terbuka bagi
rakyat biasa. Para pegawai pemerintah tidak boleh menjadi anggota. Pada tanggal 17-24
Juni 1916 diadakan kongres SI yang ketiga di Bandung. Dalam kongres ini SI sudah mulai
melontarkan pernyataan politiknya. SI bercita-cita menyatukan seluruh penduduk Indonesia
sebagai suatu bangsa yang berdaulat (merdeka). Tahun 1917, SI mengadakan kongres
yang keempat di Jakarta. Dalam kongres ini SI menegaskan ingin memperoleh
pemerintahan sendiri (kemerdekaan). Dalam kongres ini SI mendesak pemerintah agar
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). SI mencalonkan H.O.S. Tjokroaminoto
dan Abdul Muis sebagai wakilnya di Volksraad.[4]

● INDISCHE PARTIJ

Indische Partij (Partai Hindia) adalah partai politik pertama di Hindia Belanda. Berdiri tanggal
25 Desember 1912 oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara. Partai ini menjadi organisasi orang-orang
pribumi dan campuran di Hindia-Belanda[1]. Anggota Partai Indische: (duduk dari kiri) Dr.
Tjipto Mangoenkoesoemo, Dr. E.F.E. Douwes Dekker, R.M. Soewardi Soerjaningrat; (berdiri
dari kiri): F. Berding, G.L. Topée, dan J. Vermaesen.

Karena besarnya antusiasme masyarakat Hindia-Belanda terhadap Indische Partij, dalam


waktu empat bulan saja mereka telah memiliki 25 cabang dengan jumlah anggota 5,775
orang. Indische Partij cabang Surabaya saat itu memiliki anggota 827, Semarang 1.375,
Jakarta 809, dan Bandung 740 orang.[2] Indische Partij dapat menjaring anggota hingga
7000-an orang dan sekitar 1000-an di antaranya kaum Bumiputera. Indische Partij juga
memiliki 30 cabang di seluruh Hindia-Belanda. Tidak hanya itu, Indische Partij juga
menerima anggota dari keturunan China, Arab, dan lainnya.[5][4]
Indische Partij melakukan beberapa usaha agar terjadi kerja sama antara orang Indo dan
Bumiputera. Usaha tersebut diantaranya:
1. Menyerap cita-cita nasional Hindia (Indonesia)
2. Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik dalam bidang
pemerintahan maupun kemasyarakatan
3. Memberantas berbagai usaha yang mengakibatkan kebencian antaragama
4. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di pemerintahan
5. Berusaha mendapatkan hak bagi semua orang Hindia

Indische Partij merupakan partai pertama Indonesia yang menggaungkan kebebasan Hindia
dengan semboyan “indie untuk indier”. Hindia merupakan rumah nasional (national home)
bagi semua orang baik keturunan Bumiputera, Belanda, China, Arab, dan lainnya yang
mengakui Hindia sebagai tanah air dan kebangsaannya. Paham ini dikenal dengan Indisch
Nationalisme yang kemudian melalui Perhimpunan Indonesia dan Partai Nasional Indonesia
menjadi Indonesisch Nationalisme atau Nasionalisme Indonesia.[2]

pada tanggal 25 Desember 1912 diadakan permusyawaratan wakil-wakil Indische Partij.


Dalam permusyawaratan tersebut tersusunlah Anggaran Dasar dan pengurus partai.
Susunan pengurusnya sebagai berikut:
Ketua: E.F.E Douwes Dekker
Wakil: dr. Tjipto Mangunkusumo
Panitia: J.G van Ham
Bendahara: G.P Charli
Pembantu: J.R Agerbeek dan J.D Brunveld van Hulten
Bendera hitam dijadikan sebagai bendera partai. Warna hitam tersebut ada yang
menafsirkan sebagai identik warna kulit indier. Ada juga yang menafsirkan sebagai warna
berkabung karena belum merdekanya tanah air. Pada pojok kanan, terdapat jalur-jalur
triwarna yaitu hijau-merah-biru. Warna hijau melambangkan tujuan yang akan dicapai yakni
kemakmuran, warna merah melambangkan semangat keberanian partai, dan warna biru
melambangkan kesetiaan indier terhadap tanah airnya.[2]

Gerakan Radikal

● PARTAI NASIONAL INDONESIA (PNI)

Partai Nasional Indonesia (PNI) adalah partai politik nasionalis di Indonesia yang didirikan
pada tahun 1927. PNI didirikan oleh Presiden Pertama RI Soekarno sebelum kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan PNI baru memasok sejumlah perdana menteri, dan berpartisipasi
dalam sebagian besar kabinet pada 1950-an dan 1960-an. Namun Partai ini dilebur secara
paksa menjadi Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1973 oleh Presiden Kedua RI
Soeharto.

Didirikan tanggal 4 Juli 1927 di Bandung oleh para tokoh nasional seperti Dr. Tjipto
Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo.[2] Selain itu para
pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie Club (ASC) yang diketuai oleh Ir. Soekarno
turut pula bergabung dengan partai ini.

Pada tahun 1928 Berganti nama dari Perserikatan Nasional Indonesia menjadi Partai
Nasional Indonesia

Pada tahun 1929 PNI dianggap membahayakan Belanda karena menyebarkan


ajaran-ajaran pergerakan kemerdekaan sehingga Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
perintah penangkapan pada tanggal 24 Desember 1929. Penangkapan baru dilakukan pada
tanggal 29 Desember 1929 terhadap tokoh-tokoh PNI di Yogyakarta seperti Soekarno, Gatot
Mangkupraja, Soepriadinata dan Maskun Sumadiredja

Pada tahun 1930 Pengadilan para tokoh yang ditangkap ini dilakukan pada tanggal 18
Agustus 1930. Setelah diadili di pengadilan Belanda maka para tokoh ini dimasukkan dalam
penjara Sukamiskin, Bandung.[3] Dalam masa pengadilan ini Ir. Soekarno menulis pidato
Indonesia Menggugat dan membacakannya di depan pengadilan sebagai gugatannya.

Pada tahun 1931 Pimpinan PNI, Ir. Soekarno diganti oleh Mr. Sartono. Mr. Sartono
kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partindo pada tanggal 25 April 1931.[3] Moh.
Hatta yang tidak setuju pembentukan Partai Indonesia akhirnya membentuk PNI-Baru atau
Pendidikan Nasional Indonesia. Ir. Soekarno bergabung dengan Partindo. [note 2]

Pada tahun 1933 Ir. Soekarno ditangkap dan dibuang ke Ende, Flores sampai dengan 1942.
Pada tahun 1934 Moh. Hatta dan Syahrir dibuang ke Bandaneira sampai dengan 1942.
Pada tahun 1955 PNI memenangkan Pemilihan Umum 1955. Pada tahun 1973 PNI
bergabung dengan empat partai peserta pemilu 1971 lainnya membentuk Partai Demokrasi
Indonesia. Pada tahun 1998 Dipimpin oleh Supeni, mantan Duta besar keliling Indonesia,
PNI didirikan kembali. Pada tahun 1999, PNI menjadi peserta pemilu 1999. Pada tahun
2002 PNI berubah nama menjadi PNI Marhaenisme dan diketuai oleh Sukmawati
Soekarnoputri, anak dari Soekarno

● PERHIMPUNAN INDONESIA ATAU Indische Vereeniging

Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia adalah organisasi pelajar dan mahasiswa
Hindia di Negeri Belanda yang berdiri pada tahun 1908. Organisasi Indische Vereeniging
berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada dan R.M. Noto Soeroto yang tujuan
utamanya ialah mengadakan pesta dansa-dansa dan pidato-pidato.

Pertemuan Perhimpunan Indonesia, diperkirakan di Leiden, ca. 1924–1927


Semula, gagasan nama Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti indisch
(Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi)
diganti dengan indonesiër (orang Indonesia).

Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota organisasi ini antara lain: Achmad Soebardjo,
Soekiman Wirjosandjojo, Arnold Mononutu, Mr. Dr. Mohamad Nazif, Prof Mr Sunario
Sastrowardoyo, Sastromoeljono, Abdulmadjid Djojoadiningrat, Sutan Sjahrir, Sutomo, Ali
Sastroamidjojo, Wreksodiningrat, Soedibjo Wirjowerdojo dll.

Pengurus Perhimpoenan Indonesia. Kiri ke kanan: Gunawan Mangunkusumo, Mohammad


Hatta, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, dan R.M. Sartono
Pada 1926, Mohammad Hatta diangkat menjadi ketua Perhimpunan Indonesia/Indische
Vereeniging.[3] Di bawah kepemimpinannya, PI memperlihatkan perubahan. Perhimpunan
ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan nasional di Indonesia dengan
memberikan banyak komentar di media massa di Indonesia.[4] Semaun dari PKI datang
kepada Hatta sebagai pimpinan PI untuk menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara
umum kepada PI.[4] Stalin membatalkan keinginan Semaun dan sebelumnya Hatta memang
belum bisa percaya pada PKI.[5]

● PARTAI KOMUNIS INDONESIA (PKI)

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah partai politik di Indonesia yang telah bubar.
PKI adalah partai komunis non-penguasa terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok,
yang pada akhirnya dihancurkan pada tahun 1965 dan dinyatakan sebagai partai terlarang
pada tahun berikutnya.

Henk Sneevliet dan kaum sosialis Hindia Belanda lainnya membentuk serikat tenaga kerja di
pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama Indies Social Democratic Association (dalam
bahasa Belanda: Indische Sociaal Democratische Vereeniging-, ISDV). ISDV pada dasarnya
dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP dan Partai Sosialis
Belanda yang kemudian menjadi SDP komunis, yang berada dalam kepemimpinan Hindia
Belanda.[4] Para anggota Belanda dari ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk
mengedukasi orang-orang Indonesia mencari cara untuk menentang kekuasaan kolonial.

Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi
Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun adalah ketua partai dan Darsono menjabat
sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima anggota komite adalah orang
Belanda.[6] PKH adalah partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis
Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai pada kongres kedua Komunis.
Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI).

● SUMPAH PEMUDA
Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan
Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita
berdirinya negara Indonesia.

Isi dan Makna Sumpah Pemuda


Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air
Indonesia.

Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Bunyi ketiga keputusan kongres dalam Ejaan Bahasa Indonesia (ejaan terbaru yang
digunakan pada masa kini):

Pertama:
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.

Kedua:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

Ketiga:
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Didalam buku Menguak Misteri Sejarah (2010), Kongres Pemuda II yang menghasilkan
Sumpah Pemuda merupakan salah satu tonggak sejarah bangsa Indonesia dalam
mengawali kesadaran kebangsaan. Sumpah Pemuda mengajarkan nilai-nilai persatuan
bangsa dan membuktikan bahwa perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia ternyata dapat
disatukan sebagai perwujudan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap
satu”.

Rumusan Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik kertas yang
disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada sesi terakhir
kongres (sebagai utusan kepanduan) sambil berbisik kepada Soegondo: Ik heb een
eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan
untuk keputusan Kongres ini), yang kemudian Soegondo membubuhi paraf setuju pada
secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain untuk paraf setuju juga.[3]
Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan
panjang-lebar oleh Yamin.[4]

Berikut adalah nama-nama tokoh pemuda yang ikut dalam Kongres Pemuda tersebut;Ketua:
Soegondo Djojopoespito
Wakil Ketua: R. M. Joko Marsaid
Sekretaris: Mohammad Yamin (menulis rumusan kongres pemuda kedua)
Bendahara: Amir Sjarifoeddin
Pembantu I: Johan Mohammad Cai
Pembantu II: R. Katja Soengkana
Pembantu III: Rumondor Cornelis Lefrand
Pembantu IV: Johannes Leimena
Pembantu V: Mohammad Rochjani Su'ud

Gerakan pertahanan

● Volksraad

Volksraad yang diambil dari bahasa Belanda dan secara harafiah berarti "Dewan Rakyat",
adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda. Dewan ini dibentuk pada tanggal
16 Desember 1916 oleh pemerintahan Hindia Belanda yang diprakarsai oleh
Gubernur-Jendral J.P. van Limburg Stirum bersama dengan Menteri Urusan Koloni Belanda;
Thomas Bastiaan Pleyte.Pembukaan Volksraad oleh gubernur-jendral Van Limburg Stirum
tanggal 18 Mei 1918

Anggota Volksraad pada tahun 1918 : D. Birnie (ditunjuk), Kan Hok Hoei (ditunjuk), R.
Sastro Widjono (dipilih) dan Mas Ngabehi Dwidjo Sewojo (ditunjuk)

Gedung Volksraad pada tahun 1925, sekarang menjadi Gedung Pancasila.


Pada awal berdirinya, Dewan ini memiliki 38 anggota, 15 di antaranya adalah orang pribumi.
Anggota lainnya adalah orang Belanda (Eropa) dan orang timur asing: Tionghoa, Arab dan
India. Pada akhir tahun 1920-an mayoritas anggotanya adalah kaum pribumi.

Awalnya, lembaga ini hanya memiliki kewenangan sebagai penasehat.[3] Baru pada tahun
1927, Volksraad memiliki kewenangan ko-legislatif bersama Gubernur-Jendral yang ditunjuk
oleh Belanda. Karena Gubernur-Jendral memiliki hak veto, kewenangan Volksraad sangat
terbatas. Selain itu, mekanisme keanggotaan Volksraad dipilih melalui pemilihan tidak
langsung. Pada tahun 1939, hanya 2.000 orang memiliki hak pilih. Dari 2.000 orang ini,
sebagian besar adalah orang Belanda dan orang Eropa lainnya.

Selama periode 1927-1941, Volksraad hanya pernah membuat enam undang-undang, dan
dari jumlah ini, hanya tiga yang diterima oleh pemerintahan Hindia Belanda.

Tokoh-tokoh yang dikenal aktif di Volksraad antara lain


1. H.O.S. Cokroaminoto
2. H. Agus Salim
3. Hok Hoei Kan
4. Khouw Kim An, Majoor der Chinezen Abdoel Moeis
5. Soetardjo Kartohadikoesoemo Loa Sek Hie
6. Mas Aboekassan Atmodirono
7. Mohammad Hoesni Thamrin
8. Wiranatakoesoema V
9. Otto Iskandardinata
10. Jahja Datoek Kajo
11. Dr. Radjiman Wedyodiningrat
12. R.M.A.A. Koesoemo Oetoyo

Gerakan modern

● GERINDRA

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) adalah sebuah partai politik di Indonesia.
Dibentuk pada tahun 2008, Gerindra berfungsi sebagai kendaraan politik mantan jenderal
Prabowo Subianto. Saat ini Gerindra adalah partai kedua terbesar di Indonesia berdasarkan
hasil perolehan suara Pemilihan Umum Legislatif 2019, dan partai terbesar ketiga di DPR

Sejarah Gerindra tidak bisa dilepaskan dari Partai Indonesia Raya (Parindra) bentukan
kakek Prabowo, R.M. Margono Djojohadikusumo bersama Dr. Soetomo dan Mohammad
Husni Thamrin atas saran dari Sukarno sebelum diasingkan ke Ende pada tahun 1933.

Pada tahun 2007, Prabowo mencoba mendaftarkan nama Partai Indonesia Raya ke KPU,
namun gagal karena sudah pernah digunakan sebelumnya[8]. Akhirnya ditambahkan kata
"Gerakan", menjadi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)

Berikut adalah susunan kepengurusan utama Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra
(2020–2025):
Ketua Dewan Pembina: Letnan Jenderal TNI (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo
Wakil Ketua Dewan Pembina:
Hashim Djojohadikusumo
Sandiaga Uno
Ahmad Muzani
Sufmi Dasco Ahmad
Fadli Zon
Desmond Junaidi Mahesa
Thomas Djiwandono
Angky Retno Yudianto
Sekretaris Dewan Pembina: Sugiono
Wakil Sekretaris Dewan Pembina: Prasetyo Hadi
Ketua Umum: Letnan Jenderal TNI (Purn.) H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo
Wakil Ketua Umum:
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi, Kaderisasi, Keanggotaan, dan Pemenangan
Pemilu:Sufmi Dasco Ahmad
Wakil Ketua Umum Bidang Luar Negeri: Fadli Zon
Wakil Ketua Umum Bidang Ideologi, Politik, Pemerintahan, Disiplin Partai dan Informasi
Strategis: Sugiono
Wakil Ketua Umum Bidang Ekonomi dan Lingkungan Hidup: Budi Djiwandono
Wakil Ketua Ketua Umum Bidang Pertahanan dan Keamanan: Mayjen TNI (Purn.) Musa
Bangun
Wakil Ketua Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Potensi Jaringan, Koperasi, dan UMKM:
Ferry Joko Yuliantono
Wakil Ketua Ketua Umum Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan: drg. Putih Sari
Wakil Ketua Ketua Umum Bidang Pemuda, Perempuan, dan Anak: Rahayu Saraswati
Djojohadikusumo
Wakil Ketua Ketua Umum Bidang Hukum dan Advokasi: Habiburokhman
Wakil Ketua Ketua Umum Bidang Pengabdian Masyarakat dan Kesejahteraan Rakyat:
Sumaryati Amin Aryoso
Wakil Ketua Ketua Umum Bidang Pendidikan dan Infrastruktur: Susi Marleny Bachsin
Wakil Ketua Ketua Umum Bidang Bidang Agama Mochamad: Irfan Yusuf
Sekretaris Jenderal: Ahmad Muzani
Bendahara Umum: Thomas Djiwandono

● PERINDO

Partai Persatuan Indonesia atau biasa disingkat Partai Perindo adalah sebuah partai politik
di Indonesia. Partai ini didirikan oleh Hary Tanoesoedibjo, pengusaha dan pemilik
perusahaan konglomerat multinasional MNC Group. Perindo dideklarasikan pada 7 Februari
2015 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta.[2] Pada acara deklarasi tersebut,
dihadiri oleh beberapa petinggi Koalisi Merah Putih (KMP), seperti Ketua Umum Partai
Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, Presiden Partai
Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Djan
Faridz. Selain itu juga hadir Wiranto, Ketua Umum Hanura.[3] Awalnya Perindo adalah
ormas yang baru dideklarasikan pada 24 Februari 2013 di Istora Senayan, Jakarta.[4][5]
Tetapi Diperingati Hut Nya Pada Tanggal 7 November 2014. Partai Perindo mendukung
seluruh pelestarian adat dan kebudayaan naasional, kebudayaan lokal, maupun
kebudayaan asal asing, asalkan tidak melakukan peyimpangan dari ajaran-ajaran gerakan
sosial-keagamaan reformis yang menganjurkan ijtihat interpretasi individu yang telah ada di
Indonesia dari sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Partai Perindo hadir untuk
Indonesia sejahtera.

Ketua Umum: Hary Tanoesoedibjo


Ketua Harian Nasional: Muhammad Zainul Majdi
Ketua Bidang Organisasi: Syafril Nasution
Ketua Bidang Kader, Anggota, dan Saksi: Armyn Gultom
Ketua Bidang Litbang dan IT: Sururi Alfaruq
Ketua Bidang Media dan Komunikasi Massa: Arya Mahendra Sinulingga
Ketua Bidang UMKM dan Koperasi: A. Wishnu Handoyono
Ketua Bidang Politik dan Kebijakan Publik: Mohammad Yamin Tawary
Ketua Bidang Perekonomian: Susy Meilina
Ketua Bidang Perindustrian dan Perdagangan: Hendrik Luntungan
Ketua Bidang Perempuan dan Anak: Ratih Purnamasari Gunaevy
Ketua Bidang Pemuda Pemilih Pemula, Pemuda, dan Olahraga: Anna Luthfie
Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan: Budiyanto Darmastono
Ketua Bidang Keagamaan: Abdul Khaliq Ahmad
Ketua Bidang Hukum dan HAM: Christophorus Taufik
Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri: Wibowo Hadiwardoyo
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga: R. Fathor Rahman
Ketua Bidang Perburuhan dan Ketenagakerjaan: Wina Armada Sukardi
Ketua Bidang Energi dan SDA: Carol Daniel Kadang
Sekretaris Jenderal: Ahmad Rofiq
Bendahara Umum: Henry Suparman
● GAPI
.
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi yang menjadi payung atau
wadah dari organisasi dan partai politik yang beraliran nasional di masa Hindia Belanda.
GAPI berdiri pada tanggal 21 Mei 1939 bertempat di Jakarta.

Saat pendiriannya, GAPI terdiri dari Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa, Persatuan
Pendidikan Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Paguyuban Pasundan, dan PSII.
Walaupun tergabung dalam GAPI, partai-partai tersebut tetap mempunyai kemerdekaan
penuh terhadap program kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan antara
partai-partai, GAPI bertindak sebagai penengah.

Organisasi
Sunting
GAPI dibentuk atas prakarsa Ketua Departemen Politik Parindra Muhammad Husni
Thamrin. Pimpinan pertama GAPI dipegang oleh Muhammad Husni Thamrin dari Parindra,
Amir Syarifuddin dari Gerindo, dan Abikoesno Tjokrosoejoso dari PSII.

Di dalam anggaran dasar di terangkan bahwa GAPI berdasar kepada:


Hak untuk menentukan diri sendiri Persatuan nasional dari seluruh, bangsa Indonesia
dengan berdasarkan kerakyatan dalam paham politik, ekonomi dan sosial.
Persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia
Di dalam konfrensi pertama GAPI tanggal 4 Juli 1939 telah dibicarakan aksi GAPI dengan
semboyan "Indonesia berparlemen".

September 1939 GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang kemudian dikenal dengan
nama Manifest GAPI. Isinya mengajak rakyat Indonesia dan rakyat negeri Belanda untuk
bekerjasama menghadapi bahaya fasisme di mana kerjasama akan lebih berhasil apabila
rakyat Indonesia diberikan hak-hak baru dalam urusan pemerintahan. Yaitu suatu
pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari dan oleh rakyat, di mana pemerintahan
tersebut bertanggungjawab kepada parlemen tersebut.

Untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, GAPI menyerukan agar perjuangan GAPI
disokong oleh semua lapisan rakyat Indonesia.

Seruan itu disambut hangat oleh pers Indonesia dengan memberitakan secara panjang
lebar mengenai GAPI bahkan sikap beberapa negara di Asia dalam menghadapi bahaya
fasisme juga diuraikan secara khusus.

GAPI sendiri juga mengadakan rapat-rapat umum yang mencapai puncaknya pada tanggal
12 Desember 1939 di mana tidak kurang dari 100 tempat di Indonesia mengadakan rapat
memprogandakan tujuan GAPI.

Selanjutnya GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Kongres Rakyat Indonesia
diresmikan sewaktu diadakannya pada tanggal 25 Desember 1939 di Jakarta. Tujuannya
adalah "Indonesia Raya" bertujuan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan kesempatan
cita-citanya.
Dalam kongres ini berdengunglah suara dan tuntutan "Indonesia berparlemen".

Keputusan yang lain yang penting diantaranya, penerapan Bendera Merah Putih dan Lagu
Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia dan peningkatan pemakaian
bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.

Walaupun berbagai upaya telah diadakan oleh GAPI namun tidak membawa hasil yang
banyak. Karena situasi politik makin gawat akibat Perang Dunia II, pemerintah kolonial
Hindia Belanda mengeluarkan peraturan inheemse militie dan memperketat izin
mengadakan rapat.

Anda mungkin juga menyukai