Anda di halaman 1dari 32

PERGERAKAN NASIONAL

A. Faktor-faktor yang Menyebabkan Timbulnya Pergerakan Nasional

1. Faktor Internal
• Penderitaan rakyat Indonesia akibat penjajahan
• Munculnya golongan terpelajar
• Kenangan kejayaan di masa lalu

2. Faktor Eksternal
• Kesuksesan pergerakan nasional di negara-negara Asia dan Afrika
• Peristiwa kemenangan Jepang atas Rusia (1905)
• Masuknya paham baru ke Indonesia seperti liberalisme, demokrasi, dan
nasionalisme

B. Organisasi Pada Masa Awal Kemerdekaan

1. Budi Utomo
1.1 Latar Belakang Pergerakan
Pada tahun 1907, Wahidin Sudirohusodo melakukan kunjungan ke STOVIA
dan bertemu dengan para mahasiswa yang masih bersekolah di sana. Lalu, ia
menyerukan gagasan pada mereka untuk membentuk organisasi yang dapat
mengangkat derajat bangsa. Selain itu, Sudirohusodo juga ingin mendirikan sebuah
organisasi di bidang pendidikan yang bisa membantu biaya orang-orang pribumi yang
berprestasi dan mempunyai keinginan untuk bersekolah, tetapi terhambat biaya.
Gagasan ini menarik bagi para mahasiswa di sana, terutama Soetomo, Gunawan
Mangunkusumo, dan Soeradji Tirtonegoro. Selanjutnya, Soetomo bersama dengan M.
Soeradji mengadakan pertemuan dengan mahasiswa STOVIA yang lain untuk
membicarakan gagasan organisasi yang disampaikan oleh Sudirohusodo. Acara itu
berlangsung tidak resmi di Ruang Anatomi milik STOVIA saat tidak ada jam pelajaran.
Pertemuan tersebut membentuk sebuah organisasi yang diberi nama "Perkumpulan
Budi Utomo" sehingga Budi Utomo pun berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta.
1.2 Tujuan Pergerakan
• Menyadarkan kedudukan masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura pada diri
sendiri.
• Berusaha meningkatkan kemajuan mata pencaharian serta penghidupan
bangsa dengan memperdalam kesenian dan kebudayaan.
• Menjamin kehidupan sebagai bangsa yang terhormat
• Fokus pada masalah pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan.
• Membuka pemikiran penduduk Hindia seluruhnya tanpa melihat perbedaan
keturunan, kelamin, dan agama.

1.3 Jalannya Pergerakan


Budi Utomo menjadi awal sebuah era nasionalisme indonesia yang dikenal
dengan nama pergerakan nasional. Tokoh-tokoh yang tercatat sebagai pendiri Budi
Utomo terdiri dari sembilan orang, yaitu Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno,
Goenawan Mangoenkoesoemo, Raden Angka Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh,
Raden Mas Goembrek dan M. Soewarno.
Seiring perkembangan waktu, Budi Utomo terus menambah anggota dan tokoh-
tokoh penting pergerakan Indonesia mulai bergabung, seperti Ki Hadjar Dewantara,
Tjipto Mangoenkoesomo, Tirto Adhi Soerjo, Pangeran Ario Noto Dirodjo dan Raden
Adipati Tirtokoesoemo.
Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya
yang pertama di kota Yogyakarta. Salah satu agenda yang dibahas merupakan usulan
dari Sudirohusodo untuk mendirikan Badan Bantuan Pendidikan atau studiefonds, tapi
usulan itu ditolak dengan tiga poin penolakan:

1. Keterbatasan gerakan Badan Bantuan Pelajar


2. Kesulitan saat pelaksanaan
3. Aktivitas membantu pelajar merupakan sebagian program pekerjaan
Budi Utomo

Kongres tersebut menunjuk Tirtokoesoemo sebagai ketua umum dan Wahidin


Sudirohusodo sebagai wakil ketua. Kongres tersebut juga mencetuskan tujuan Budi
Utomo, yaitu menjamin kehidupan sebagai bangsa yang terhormat serta arah organisasi
sebagai organisasi yang berfokus pada pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan. Para
pelajar STOVIA ditunjuk sebagai pengurus cabang Betawi dan kantor pusat ditetapkan
berada di Yogyakarta. Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, Budi Utomo
telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung,
Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Hingga tahun 1909, anggota Budi
Utomo mencapai 10.000 anggota.

1.4 Strategi Pergerakan


Strategi pergerakan Budi Utomo adalah kooperatif atau bersedia bekerja sama
dengan pemerintah Belanda untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

1.5 Akhir Pergerakan


Karena perkembangan organsasi ini hanya terbatas di Pulau Jawa dan Madura
serta mulai berkembangnya organisasi seperti Sarekat Islam yang mencakup
keanggotaan tanpa ada batasan wilayah, Budi Utomo pun mengalami kemunduran.
Komisi Budi Utomo – PBI pun dibentuk pada bulan Januari 1934 dan menghasilkan
kesepakatan untuk meleburkan diri. Proses peleburan terjadi pada Kongres Budi Utomo
tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo. Akhirnya, Budi Utomo bergabung dengan
pergerakan lainnya dan membentuk Partai Indonesia Raya (Parindra).

2. Sarekat Islam
2.1 Latar Belakang Pergerakan
Syarikat Islam (disingkat SI), atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat
Dagang Islam (disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji
Samanhudi. Pada awalnya, organisasi yang dibentuk oleh Haji Samanhudi dan kawan-
kawan ini adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik
Belanda memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar
ekonomi rakyat pada masa itu. Pada kongres pertama SDI di Solo tahun 1906, namanya
ditukar menjadi Sarikat Islam. Pada tanggal 10 September 1912 berkat keadaan politik
dan sosial pada masa tersebut HOS Tjokroaminoto menghadap notaris B. ter Kuile di
Solo untuk membuat Sarikat Islam sebagai Badan Hukum dengan Anggaran Dasar SI
yang baru, kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan oleh Pemerintah Belanda
pada tanggal 14 September 1912. Hos Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih
luas yang dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan sosial. ke arah politik
dan Agama untuk menyumbangkan semangat perjuangan islam dalam semangat juang
rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut.

2.2 Tujuan Pergerakan


Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-
menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat.
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, tujuan SI adalah sebagai berikut:
• Mengembangkan jiwa dagang.
• Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
• Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat
rakyat.
• Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
• Hidup menurut perintah agama.

2.3 Jalannya Pergerakan


Pada bulan Januari 1913 di Surabaya, SI mengadakan kongres pertamanya.
Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi
politik, dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia,
membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan
kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.
Kongres kedua diadakan di Surakarta yang menegaskan bahwa SI hanya
terbuka bagi rakyat biasa. Para pegawai pemerintah tidak boleh menjadi anggota. Pada
tanggal 17-24 Juni 1916 diadakan kongres SI yang ketiga di Bandung. Dalam kongres
ini SI sudah mulai melontarkan pernyataan politiknya. SI bercita-cita menyatukan
seluruh penduduk Indonesia sebagai suatu bangsa yang berdaulat (merdeka). Tahun
1917, SI mengadakan kongres yang keempat di Jakarta. Dalam kongres ini SI
menegaskan ingin memperoleh pemerintahan sendiri (kemerdekaan). Dalam kongres
ini SI mendesak pemerintah agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad).
SI mencalonkan H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis sebagai wakilnya di
Volksraad.
2.4 Strategi Pergerakan
Strategi pergerakan Sarekat Islam adalah kooperatif atau bersedia bekerja sama
dengan pemerintah Belanda, tetapi pada faktanya SI sering mengkritik pemerintah
Belanda.

2.5 Akhir Pergerakan


Setelah Sarekat Islam berjaya di Indonesia, organisasi ini mulai mengalami
perpecahan karena adanya perbedaan suasana kehidupan politik setelah tahun 1929.
Sarekat Islam telah terkena pengaruh komunis yang diperkenalkan oleh Hendrio
Joshepus Maria Sheevliet pada 1913.
Satu tahun setelahnya, 1914, Sheevliet bersama Adolf Baars mendirikan
Indische Social Democratische Vereenihing (ISDV) di Semarang. Tujuan dari ISDV
sendiri yaitu untuk menyebarkan paham Marxis. Namun, anggota ISDV tidak memiliki
hubungan dekat dengan rakyat, sehingga mereka pun berniat untuk mencoba memasuki
Sarekat Islam Semarang yang dipimpin oleh Semaun. Semaun sendiri tidak menyetujui
jika Sarekat Islam harus mengirimkan wakilnya ke dalam Volksraad (Dewan
Perwakilan Rakyat). Perlahan-lahan pengaruh Semaun pun semakin besar dalam
Sarekat Islam yang kemudian menimbulkan perpecahan.
Perpecahan pada Sarekat Islam terbagi menjadi dua bagian, yaitu SI Merah dan
SI Putih. Perpecahan ini terjadi lantaran adanya agitasi dari para golongan komunis
melalui tokoh Semaun dan Darsono ke dalam organisasi SI. SI Putih sendiri adalah
organisasi yang berhaluan kanan, diketuai oleh Tjokroaminoto, sedangkan SI Merah
berhaluan kiri dipimpin oleh Semaun dari Semarang. SI Merah ini menentang adanya
pencampuran agama dan politik dalam organisasi Sarekat Islam. Celah yang terjadi
antara SI Merah dan SI Putih pun semakin meluas saat keluarnya pernyataan dari PKI
yang menentang adanya Pan-Islamisme.

3. Muhammadiyah
3.1 Latar Belakang Pergerakan
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung
Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Ada beberapa motif yang
melatarbelakangi berdirinya gerakan ini. Di antara yang penting adalah
keterbelakangan masyarakat Muslim dan penetrasi agama Kristen. Ahmad Dahlan,
yang banyak dipengaruhi oleh reformis Mesir Muhammad Abduh, menganggap
modernisasi dan pemurnian agama dari praktik sinkretis sangat vital dalam reformasi
agama ini. Oleh karena itu, sejak awal Muhammadiyah sangat perhatian dalam
memelihara tauhid dan menyempurnakan monoteisme di masyarakat.

3.2 Tujuan Pergerakan


Tujuan Muhammadiyah adalah untuk membangun masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Masyarakat yang memahami prinsip Islam sebenarnya serta
menjalankannya dengan baik tanpa adanya pengaruh tradisi atau budaya lain yang
bertentangan.

3.3 Jalannya Pergerakan


Dari tahun 1913 hingga 1918, Muhammadiyah mendirikan lima sekolah Islam.
Pada tahun 1919 sebuah sekolah menengah Islam, Hooge School Muhammadiyah
didirikan. Dalam mendirikan sekolah, Muhammadiyah menerima bantuan yang
signifikan dari Boedi Oetomo, sebuah gerakan nasionalis penting di Indonesia pada
paruh pertama abad kedua puluh, yang menyediakan guru. Muhammadiyah pada
umumnya menghindari politik.
Pada tahun 1925, dua tahun setelah wafatnya Dahlan, Muhammadiyah hanya
memiliki 4.000 anggota tetapi telah membangun 55 sekolah dan dua klinik di Surabaya
dan Yogyakarta. Setelah Abdul Karim Amrullah memperkenalkan organisasi kepada
etnis Minangkabau, sebuah komunitas Muslim yang dinamis, Muhammadiyah
berkembang pesat. Pada tahun 1938, organisasi tersebut mengklaim 250.000 anggota,
mengelola 834 masjid, 31 perpustakaan, 1.774 sekolah, dan 7.630 ulama. Pedagang
Minangkabau menyebarkan organisasi ke seluruh Indonesia.

3.4 Strategi Pergerakan


a) Mengadakan dakwah Islam
b) Memajukan pendidikan dan pengajaran
c) Menghidupkan masyarakat tolong-menolong
d) Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf
e) Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda, supaya kelak
menjadi orang Islam yang berarti
f) Berusaha kearah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan
ajaran Islam
g) Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan
Islam berlaku dalam masyarakat

C. Organisasi Pada Periode Nasionalisme Politik

1. Indische Partij
1.1 Latar Belakang Pergerakan
Jauh sebelum pemilihan umum (Pemilu) 1955 berlangsung, sudah ada partai
politik pertama di Indonesia yang bernama Indische Partij.
Indische Partij yang berdiri di masa pergerakan nasional disebut sebagai partai
politik karena secara terang-terangan menyatakan untuk berpolitik.
Tokoh pendiri Indische Partij dikenal dengan tiga serangkai yaitu Douwes
Dekker (Danudirjo Setiabudi), Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki
Hajar Dewantara).
Douwes Dekker beralasan bahwa dirinya merasa ganjil dengan perlakuan
diskriminasi dengan alasan status sosial antara orang Belanda dan pribumi. Sementara
Tjipto Mangunkusumo merasa kolonialisme perlu diakhiri karena eksploitasi yang
dilakukan menyebabkan kemiskinan dan kesengsaraan. Ia kemudian keluar dari Budi
Utomo untuk bergabung dengan Indische Partij demi bisa melakukan perjuangannya
dari segi politik.
Indische Partij berdiri pada 25 Desember 1912 dan menjadi partai politik
pertama di Indonesia.
Penggunaan Bahasa Belanda dalam nama partai ini memiliki alasan karena saat
itu kalangan kaum terdidik di Indonesia lebih sering berkomunikasi menggunakan
bahasa tersebut. Istilah Indische juga digunakan karena pada saat itu kata Indonesia
belum jadi hal yang lazim.

1.2 Tujuan Pergerakan


Dengan ideologi nasionalisme dari para pendirinya, tujuan Indische Partij
adalah agar negara ini dapat mencapai kemerdekaan dan terbebas dari pemerintah
kolonial.
1.3 Jalannya Pergerakan
Untuk menimbulkan adanya kerjasama antara orang Indonesia dengan
bumiputera, Indische Partij memiliki beberapa program kerja, yaitu:
1. Menyerap cita-cita nasional Hindia (Indonesia).
2. Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik dalam bidang
pemerintahan maupun kemasyarakatan.
3. Memberantas berbagai usaha yang mengakibatkan kebencian antaragama.
4. Memperbesar pengaruh pro Hindia di pemerintahan.
5. Berusaha mendapatkan hak bagi semua orang Hindia.
6. Dalam pengajaran, harus bertujuan bagi kepentingan ekonomi Hindia dan
memperkuat ekonomi mereka yang lemah.
Setelah tiga serangkai membentuk Indische Partij, mereka pun mencoba untuk
mendaftarkan status badan hukum mereka ke pemerintah Hindia Belanda. Namun,
upaya tersebut rupanya ditolak pada 11 Maret 1913 oleh Gubernur Jendral Idenburg
sebagai wakil pemerintah Belanda.
Alasan penolakan ini adalah karena organisasi IP saat itu dianggap oleh kolonial
dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak untuk menentang
pemerintah kolonial Belanda. Akhirnya organisasi ini tidak dapat terbentuk.

1.4 Strategi Pergerakan


Strategi yang digunakan adalah radikal, yaitu secara terang-terangan menentang
pemerintahan kolonial Belanda serta tidak ingin bekerja sama dengan pemerintah
kolonial Belanda (nonkooperatif). Maka, strategi pergerakan Indische Partij adalah
radikal (nonkooperatif).

1.5 Akhir Pergerakan


Pada 1913, pemerintah Belanda tengah mengadakan peringatan 100 tahun
bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Prancis). Sangat aneh dilihat,
karena perayaan ini dilakukan oleh negara penjajah di negara yang sedang mereka
jajahi.
Suwardi Suryaningrat pun menulis artikel sarkastik berjudul Als ik een
Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Tidak hanya Suwardi, Cipto
Mangunkusumo juga melakukan hal yang sama, ia menuliskan artikel sarkastiknya
yang dimuat dalam De Express pada 26 Juli 1913 berjudul Kracht of Vrees? Artikel
tersebut berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan Cipto. Douwes Dekker
kemudian menyusul melakukan kritik melalui tulisan berjudul Onze Helden: Tjipto
Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan Kita: Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat).
Akibat tulisan tersebut ketiganya kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman
pengasingan ke negeri Belanda. Sepeninggal Tiga Serangkai, IP dibubarkan paksa oleh
pemerintah kolonial.

2. Gerakan Pemuda
2.1 Latar Belakang Pergerakan
Latar belakang berdirinya beberapa organisasi pemuda disebabkan peran
pemuda di Organisasi Budi Utomo kurang diakui lebih tepatnya diambil alih oleh
golongan tua yang terdiri dari para pegawai negeri dan kaum priyai. Seperti yang kita
ketahui, organisasi Budi Utomo pada awalnya memang didirikan oleh kumpulan para
pelajar, namun pada perkembangan selanjutnya organisasi ini dikuasai oleh para
pegawai negeri dan kaum priyai.
Akibat golongan muda yang semakin tersingkir, para pemuda kemudian
berinisiatif membuat perkumpulan / organisasi sendiri. Berikut ini beberapa organisasi
pemuda yang berhasil berdiri pada masa pergerakan nasional Indonesia.
1. Trikoro Dharmo
Organisasi ini merupakan organisasi pertama yang didirikan oleh para
pemuda setelah Budi Utomo dikuasai oleh para priyai. Organisasi Trikoro
Dharmo berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta,, setelah 3 tahun
kemudian, tepatnya pada tahun 1918 organisasi ini namanya diubah menjadi
Jong Java. Tokoh organisasi gerakan pemuda Jong Java meliputi : Sunardi, R.
Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman dan Agus Salim. Tujuan organisasi gerakan
pemuda Jong Java yaitu mencapai kejayaan dengan memperkuat persatuan
antara berbagai pemuda dari Jawa, Madura, Sunda, Lombok dan Bali.
Usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu dengan menambah
pengetahuan umum bagi para anggotanya, menjalin tali silaturahmi antar pelajar
sekolah menengah, sekolah kejuruan atau sekolah guru, kemudian lebih
menguatkan perasaan untuk membangkitkan budaya dan bahasa. Pada awalnya
organisasi ini tidak bergerak dalam bidang politik, tetapi setelah masuknya
Agus Salim bidang politik mulai dijajaki. Akhirnya menimbulkan beberapa pro
dan kontra, ada yang setuju dan tidak setuju mengenai pergeseran jalan ke
bidang politik. Akibat pro kontra tersebut, kemudian yang setuju bergerak
dalam politik memisahkan diri untuk membuat perkumpulan baru yang
bernama Jong Islamieten Bond.

2. Jong Sumatranen Bond


Organisasi pergerakan pemuda yang kedua adalah organisasi Sumatranen
Bond atau disebut juga sebagai persatuan para pemuda Sumatera. Organisasi
pemuda ini didirikan di Jakarta pada tahun 1917. Tokoh pelopor organisasi
pergerakan pemuda ini adalah Muh. Yamin dan Mohammad Hatta. Sementara
itu, tujuan organisasi pergerakan pemuda ini yaitu memperkuat dan
memperkukuh hubungan para pelajar yang berasal dari Sumatera, selain itu
tujuan lainnya adalah mendidik para pemuda Sumatra agar bisa menjadi
pemimpin bangsa serta mengembangkan dan mempelajari budaya asalnya.

3. Organisasi Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia


Perkumpulan pemuda ini didirikan pada bulan September 1926 oleh para
pelajar yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Tokoh yang mempelopori
berdirinya perkumpulan ini yaitu meliputi : Sugondo, Abdullah Sigit,
Reksodipuro, Suwiryo, Sumanang dan AK. Abdul Gani. Tujuan berdirinya
organisasi pergerakan pemuda ini adalah untuk memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia atau menjadikan Indonesia menjadi negara yang merdeka bebas dari
penjajahan.

4. Organisasi Pemuda Indonesia


Organisasi pemuda didirikan di kota Bandung pada tahun 1927. Sebelum
berganti nama menjadi organisasi Pemuda Indonesia, perkumpulan ini bernama
Jong Indonesia yang anggotanya kebanyakan pemuda Indonesia yang sekolah di
luar negeri. Tokoh-tokoh organisasi pemuda Jong Indonesia meliputi : Moh.
Tamzil, Suwaji, Sugiono, Sartono, Budgiarto, Asaat dan Yusapati.

2.2 Tujuan Pergerakan


Tujuan dibentuknya organisasi pemuda adalah untuk menjamin kehidupan
bangsa yang terhormat. Selain itu, tujuan organisasi pemuda adalah untuk
mempersatukan pemuda-pemuda Indonesia untuk melawan penjajah. Karena pada saat
itu bangsa Indonesia belum bersatu.

2.3 Jalannya Pergerakan


Kemerdekaan bangsa Indonesia tak lepas dari peran pemuda pada masa itu.
Berbagai pergerakan pemuda yang masih bersifat daerah, resah dengan kurangnya rasa
persatuan mereka sebagai pemuda Indonesia yang ingin kemerdekaan bangsa.
Dari keresahan itulah para pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan daerah
sepakat untuk menyelenggarakan kongres pemuda. Tujuan utama diadakan kongres
pemuda adalah untuk menyatukan organisasi-organisasi yang sempat terpecah-belah.
Kongres ini dilaksanakan sebanyak dua kali, yakni Kongres Pemuda Pertama pada 30
April-2 Mei 1926 dan Kongres Pemuda Kedua yang berlangsung pada 27-28 Oktober
1928.
Kongres Pemuda I yang diketuai oleh Muhammad Tabrani memfokuskan pada
pentingnya persatuan dan kesatuan para pemuda untuk mencapai Indonesia merdeka.
Sejumlah tokoh turut hadir dan mejadi pembicara dalam kongres ini, seperti Sumarto,
M. Tabrani, Muh. Yamin, Bahder Johan, dan Pinontoan. Pada Kongres Pemuda I ini,
para pemuda mulai sepakat untuk bersatu serta mengakui cita-cita Indonesia sebagai
negara merdeka. Namun, badan untuk mewadahi semua organisasi daerah belum
terbentuk karena adanya kesalahpahaman serta beda pendapat antar anggota kongres.
Hal tersebut membuat perwakilan pemuda Indonesia ini bertekad untuk segera
mengadakan Kongres Pemuda Kedua.
Sumpah Pemuda merupakan hasil yang muncul dari pelaksanaan Kongres
Pemuda II yang dihadiri oleh perwakilan organisasi pemuda pada waktu itu, seperti
Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong
Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, tak ketinggalan pula
perwakilan dari Papua, yakni Aitai Karubaba dan Poreu Ohee. Kongres tersebut
diadakan dua hari dengan agenda pada rapat pertama yang diadakan di Gedung
Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) dan Waterlooplein adalah memperkuat
persatuan pemuda Indonesia yang disampaikan oleh Sugondo Djojopuspito selaku
ketua PPPI. Rapat itu juga dihadiri oleh salah satu sastrawan Muh. Yamin yang
memaparkan pentingnya memupuk rasa persatuan pemuda, menurutnya terdapat lima
faktor yang memengaruhi rasa persatuan yakni sejarah, bahasa, hukum adat,
pendidikan, dan kemauan yang kuat.
Hari kedua di gedung Oost-Java Bioscoop, Poernomowoelan dan Sarmidi
Mangoensarkoro selaku pembicara berpendapat pentingnya pendidikan kebangsaan
untuk anak-anak dan keseimbangan pendidikan di sekolah maupun rumah. Sunario dan
Ramelan berkesempatan memberi pendapat pada penutupan kongres di gedung
Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106 tentang pentingnya nasionalisme
dan demokrasi dalam mengiringi gerakan kepanduan. Kongres Pemuda II ditutup
dengan diperdengarkannya lagu Indonesia Raya karya WR. Supratman serta
pembacaan secarik kertas berisi ‘Ikrar Pemuda’ atau yang lebih dikenal dengan Sumpah
Pemuda.

2.4 Strategi Pergerakan


• Menggunakan organisasi sebagai alat perjuangan
• Bersifat nasional bukan kedaerahan
• Perjuangannya mayoritas dipimpin oleh tokoh Islam

3. Gerakan Perempuan
3.1 Latar Belakang Pergerakan
Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs,
latar belakang munculnya organisasi pergerakan perempuan di Indonesia berkaitan
dengan penerapan kebijakan Politik Etis oleh pemerintah kolonial Belanda. Penerapan
Politik Etis pada awal abad ke-20 Masehi telah menciptakan banyak pembaharuan-
pembaharuan penting yang identik dengan unsur modernitas. Baca juga: Istri Sedar:
Pergerakan Politik Perempuan Pertama di Indonesia Hal tersebut berhasil memberikan
kesadaran terhadap kaum perempuan Indonesia untuk turut berjuang demi
kesejahteraan dan kemerdekaan bangsa.

3.2 Tujuan Pergerakan


Tujuan pergerakan organisasi perempuan di Indonesia adalah untuk memajukan
status perempuan pribumi di bidang sosial, politik dan pendidikan. Dengan begitu,
perempuan-perempuan Indonesia mampu memberikan kontribusi yang besar bagi
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
3.3 Jalannya Pergerakan
Pada tahun 1912, atas segala usaha Budi Oetomo berdirilah organisasi Putri
Merdika di Jakarta. Organisasi ini bertujuan memajukan pengajaran anak-anak
perempuan.
Kemunculan Putri Merdika kemudian disusul oleh munculnya organisasi
pendidikan Kautaman Istri. Organisasi ini dirintis oleh Dewi Sartika sejak tahun 1904,
sebelum akhirnya berubah menjadi Vereninging Kaoetaman Istri. Mulai 1910 sekolah
ini diurus oleh sebuah panitia yang terdiri dari “njonja Directour Opleidingschool,
Raden Ajoe Regent, Raden Ajoe Patih, dan Raden Ajoe Hoofd-Djaksa. Selanjutnya
Kautaman Istri berdiri di beberapa wilayah lain: Tasikmalaya (1913), Sumedang dan
Cianjur (1916), Ciamis (1917), dan Cicurug (1918).
Organisasi-organisasi wanita juga muncul di daerah Jawa Tengah seperti
Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanita Susilo di Pemalang (1918), Wanito
Hadi di Jepara (1915). Organisasi-organisasi tersebut memfokuskan pada pelatihan
untuk memajukan kecapakan wanita, khususnya kecakapan rumah tangga. Selain itu
juga bertujuan mempererat persaudaraan antara kaum ibu.
Tidak hanya di Jawa, organisasi-organisasi wanita juga bermunculan di luar
jawa. Di antaranya adalah “Kaoetaman Istri Minangkabau” di Padang panjang, dan
sekolah “Kerajinan Amai Satia” di Kotagedang tahun 1914. Banyak ketrampilan
kerumahtanggan diajarkan di sekolah-sekolah ini.
Salah satu tokoh wanita yang berpengaruh di luar Jawa adalah Maria Walanda
Marami. Pada tahun 1918, melalui perkumpulan Percintaan Ibu Kepada Anak
Temurunnya (P.J.K.A.T) yang dibentuknya oleh tahun 1917-mendirikan sekolah rumah
tangga Indonesia pertama di Manado dengan 20 murid tamatan sekolah dasar.
Setelah tahun 1920, organisasi wanita semakin luas orientasinya terutama dalam
menjangkau masyarakat bawah dan tujuan politik dilakukan bersama organisasi politik
induk. Dengan semakin bertambahnya organisasi wanita, setiap organisasi politik
mempunyai bagian kewanitaan, misalnya Wanudyo Utomo yang menjadi bagian dari
Sarekat Islam, kemudian berganti nama menjadi Sarekat Perempuan Islam Indonesia.
Meskipun demikian, tidak semua organisasi wanita yang muncul selalu identik
dengan politik. Salah satu contohnya adalah kemunculan Aisyiyah di Muhammadiyah
yang berdiri pada tahun 1914. Organisasi ini memfokuskan tujuannya pada kegiatan
sosial keagamaan. Pada tahun 1929, Aisyiyah mempunyai sekitar 5.000 anggota dari
47 cabang dan mempunyai 32 sekolah putri.
Selain beberapa organisasi di atas, ada jenis organisasi wanita lain yang
merupakan organisasi terpelajar seperti Putri Indonesia, JIB dames Afdeling, Jong Java
bagian wanita, organisasi Wanita Taman Siswa dll.
Dari beberapa jenis organisasi wanita tersebut paham kebangsaan dan persatuan
Indonesia juga diterima di kalangan organisasi ini. Oleh karena itu, untuk membulatkan
tekad dan mendukung Persatuan Indonesia diadakan kongres perempuan Indonesia di
Yogyakarta pada tanggal 22-25 November 1928.
Kongres tersebut bertujuan untuk mempersatukan cita-cita dan memajukan
wanita Indonesai serta membuat gabungan organisasi wanita. Beberapa organisasi hadir
dalam kongres tersebut : Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Wanito
Mulyo, Aisyiyah, SI bagian wanita, dll. Kongres ini menghasilkan keputusan untuk
membentuk gabungan organisasi wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia
(PPI).
Setahun kemudian, tanggal 28-31 Desember 1929, PPI mengadakan kongres di
Jakarta. Pokok pembahasan di dalam kongres masih mengenai kedudukan wanita dan
anti poligami. Selain itu, kongres juga memutuskan untuk merubah nama organisasi
menjadi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII), yang bertujuan memperbaiki
nasib dan derajat wanita Indonesia. Dengan dana yang dikumpulkannya diharapakan
mampu memperbaiki nasib wanita pada masa itu. Organisais ini tidak mencampuri
politik dan agama.
Pada tahun 1930 atas anjuran PNI, di bandung didirikan organisasi wanita
kebangsaan bernama Istri Sedar (IS). Organisasi ini memusatkan tenaganya di bidang
ekonomi dan kemajuan wanita. Untuk mempercepat dan menyempurnakan Indonesia
merdeka kemajuan wanita harus ditingkatkan.
IS bersikap netral terhadap agama dan menjangkau semua lapisan wanita, baik
golongan atas atau bawah. Ia juga tidak secara langsung terjun ke dalam politik, tapi
pemerintah selalu mengamati aktivitas organisasi itu, terutama setelah mengadakan
kongres pada tanggal 4-7 Juni 1931. Dalam propagandanya, ia sering menyuarakan
antikolonial.
Selain itu, ada sebuah organisasi wanita yang sangat mengecam pemerintah
kolonial, yaitu perkumpulan “Mardi Wanita” didirikan tahun 1933 oleh anggota-
anggota wanita partai politik Partai Indonesia (Partindo) setelah partai ini dikenakan
vergadeverbod (larangan mengadakan rapat) oleh pemerintah kolonial. Perkumpulan
ini mempunyai banyak cabang terutama di Jawa Tengah dan namanya diganti menjadi
“Persatuan Marhaen Indonesia” yang berpusat di Yogyakarta. Akan tetapi, setahun
kemudian organisasi ini dikenai larangan dan ketuanya, S.K Trimurti dimasukkan
pernjara karena masalah pamflet.
PPII dan IS dapat dikatakan sebagai organisasi wanita yang berpengaruh saat
itu. Namun, keduanya justru larut ke dalam konflik antar organisasi. Sejak awal
pendiriannya, IS terus berselisih dengan PPII. IS mencemoh karena PPII hanya
bergerak untuk memajukan sejahteraan wanita seperti di negara merdeka. Menurutnya
perjuagan wanita sudah sewajarnya masuk ke lapangan politik.
Dalam langkah politiknya, IS banyak mendapat dukungan dan bantuan dari
kaum nasionalis kriri dan istri-istri anggota PNI lama.
Di sisi lain, PPII sebagai federasi organisasi wanita di satu sisi tidak dapat
bekerjasama dengan IS yang lebih banyak menyerang federasi itu. Akan tetapi,
keduanya juga saling bekerjasama dalam rangka pengiriman delegasi kongres Wanita
Asia di Lahore.
Pada 20-24 Julis 1935, Kongres Perempuan Indonesia (KPI) kedua diadakan di
Jakarta. Beberapa keputusan KPI adalah mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan
Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia.
Selain itu, juga didirikan pula Badang Kongres Perempuan Indonesia, sekaligus
mengakhiri kiprah PPII.
Selanjutnya, KPI ketiga diadakan di Bandung pada 25-28 Juli 1938. Kongres
tersebut menetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu. Peringatan hari ibu setiap
tahun diharapkan dapat mendorong kesadaran wanita Indonesia akan kewajibannya
sebagai ibu bangsa.
Dengan mulai banyaknya kaum wanita yang bekerja di lapangan, maka
dirasakan perlunya membentuk sebuah organisasi. Oleh karena itu, pada tahun 1940 di
Jakarta dibentuk perkumpulan Pekerja Perempuan Indonesia yang terdiri dari mereka
yang bekerja di kantor-kantor, pemerintah atau swasta, guru perawat, dan buruh.
Mereka menyatukan diri meskpun bekerja di bidang yang berbeda-beda karena
mereka merasa senasib. Dalam masyarakat jajahan, kaum wanita mengalami
diskriminasi di lapangan pekerjaan. Diskriminasi ini terlihat jelas dalam kesempatan
untuk memperoleh pekerjaann, gaji, dan kesempatan untuk maju. Kendati demikian,
perkumpulan itu tidak melakukan kegiatan sebagai serikat pekerja, melainkan
menekankan pada pendidikan ketrampilan untuk mata pencarian dan pemupukan
kesadaran nasional.
Satu hal yang juga mencerminkan kemajuan wanita adalah terbentuknya
perkumpulan dalam kalangan mahasiswi dengan nama Indonesische Vrouwelijke
Studentedvereniging (perkumpulan mahasiswi Indonesia) di Jakarta pada thaun 1940.
Kegiatan organisasi-organisasi wanita dalam tahun sebelum pecah perang
Pasifik yang pantas dicatat dalah rapat protes yang diselenggarakan atas prakarsa 8
perkumpulan. Protes ini muncul karena tidak adanya anggota wanita dalam Volksraad.
Rapat ini diadakan di Gedung Permufakatan Indonesia, Gang Kenari Jakarta,yang
dihadiri 500 dari 45 perkumpulan. Organisasi-organisasi itu juga mendukung aksi
Gabungan Politik Indonesia (GAPI), agar Indonesia mempunyai parlemen yang benar-
benar dengan wakil-wakil rakyat.
Pasca-kemerdekaan hingga tahun 1965, berbagai organisasi perempuan mulai
menggeliat kembali. Hal ini bisa dilihat dari terbentuknya organisasi-organisasi
perempuan seperti Gerakan Wanita Sedar (GERWIS) yang berdiri pada tahun 1950.
Dua tahun kemudian, organisasi ini berganti nama menjadi Gerakan Wanita Indonesia
(GERWANI).
Sejak awal berdirinya, GERWANI banyak melakukan kegiatan-kegiatan untuk
peningkatan kesadaran kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Namun pada momen kongres perempuan ketiga, GERWANI mulai memperlihatkan
keberpihakan politiknya.
Dalam tulisan Akhiriyati Sundari di Jurnal Perempuan (2016), disebutkan
bahwa pergeseran lokus pergerakan GERWANI tampak pada isu yang disuarakan, dari
semula persoalan-persoalan dalam gerakan feminisme seperti masalah perkawinan,
menjadi masalah sosial. Untuk itu, GERWANI memfokuskan diri pada cara memimpin
gerakan yang lebih luas, membangun gerakan massa sebagaimana semangat Partai
Komunis Indonesia (PKI) yang lebih mengutamakan perwujudan sistem sosialisme
lebih dulu sebelum bicara masalah spesifik tentang urusan perempuan. Walau
demikian, kampanye anti-kekerasan seksual dan perkawinan paksa tetap GERWANI
lakukan, diselingi dengan sosialisasi program-progran organisasi.

3.4 Akhir Pergerakan


Memasuki masa Orde Baru, gerakan perempuan dipukul mundur, diawali
dengan penghancuran GERWANI melalui kampanye surat kabar militer milik
pemerintah antara 10 Oktober 1965-12 Oktober 1965. Kampanye ini menggaungkan
satu narasi bahwa GERWANI bertanggung jawab atas pembunuhan tujuh orang
jenderal di Lubang Buaya, Jakarta. Melalui kampanye ini, secara bertahap dan pasti
GERWANI sebagai organisasi massa perempuan diberangus oleh rezim Orde Baru dan
para aktivisnya ditangkap, dibuang ataupun dibunuh hingga tahun 1968.

D. Organisasi Pada Periode Radikal

1. Perhimpunan Indonesia
1.1 Latar Belakang Pergerakan
Pada awalnya perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) terbentuk hanya
perkumpulan yang bersifat sosial. Tempat para mahasiswa Indonesia di belanda
berkumpul dan berbincang-bincang. Namun setelah pemimpin (Indische Partij) tiba di
belanda, Indische Vereeniging tidak lagi bersifat social tetapi sudah berkembang ke
arah politik dan bertujuan untuk menciptakan Indonesia merdeka. Indische Vereeniging
berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia dan tidak lagi menjadi organisasi yang
bersifat sosial tapi telah menjadi organisasi radikal.

1.2 Tujuan Pergerakan


Terbentuknya Perhimpunan Indonesia mempunyai tujuan untuk menyasarkan
mahasiswa agar mempunyai komitmen yang bulat. Mereka harus sadar dan memiliki
semangat dalam persatuan dan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, tujuannya adalah
sebagai elit intelektual yang berprofesional.
Mereka mempunyai tanggung jawab dalam memimpin rakyat saat melawan
para penjajah. Selain itu, tujuan dari PI adalah membuka mata rakyat Belanda dan
meyakinkan tentang kebenaran perjuangan kaum nasionalis pada rakyat Indonesia.

1.3 Jalannya Pergerakan


Perhimpunan Indonesia berkembang pesat dan merangsang para mahasiswa
yang ada di Belanda untuk terus memikirkan kemerdekaan tanah airnya. Mahasiswa
secara teratur melakukan diskusi dan melakukan kritik terhadap pemerintah Belanda.
PI juga menuntut kemerdekaan Indonesia dengan secepatnya.
1.4 Strategi Pergerakan
Strategi yang digunakan adalah radikal, yaitu secara terang-terangan menentang
pemerintahan kolonial Belanda serta tidak ingin bekerja sama dengan pemerintah
kolonial Belanda (nonkooperatif).

1.5 Akhir Pergerakan


Pada 1926, Mohammad Hatta diangkat menjadi ketua Perhimpunan
Indonesia/Indische Vereeniging. Di bawah kepemimpinannya, PI memperlihatkan
perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan
nasional di Indonesia dengan memberikan banyak komentar di media massa di
Indonesia. Semaun dari PKI datang kepada Hatta sebagai pimpinan PI untuk
menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara umum kepada PI. Stalin
membatalkan keinginan Semaun dan sebelumnya Hatta memang belum bisa percaya
pada PKI.
Pada masa kepemimpinannya, majalah PI, yakni Indonesia Merdeka banyak
disita pihak kepolisian, maka masuknya majalah ini dengan cara penyelundupan.

2. Partai Komunis Indonesia (PKI)


2.1 Latar Belakang Pergerakan
Henk Sneevliet dan kaum sosialis Hindia Belanda lainnya membentuk serikat
tenaga kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama Indische Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV). ISDV pada dasarnya dibentuk oleh 85 anggota
dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP dan Partai Sosialis Belanda yang kemudian
menjadi SDP komunis, yang berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda. Para
anggota Belanda dari ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk mengedukasi
orang-orang Indonesia mencari cara untuk menentang kekuasaan kolonial.
Pada Oktober 1915, ISDV mulai aktif dalam penerbitan surat kabar berbahasa
Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Pada saat pembentukannya, ISDV
tidak menuntut kemerdekaan untuk Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar
100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan warga
pribumi Indonesia. Namun, partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan
anti kapitalis. Perubahan terjadi kembali,ketika Sneevliet memindahkan markas mereka
dari Surabaya ke Semarang dan menarik banyak penduduk asli dari berbagai elemen
seperti agamawan, nasionalis dan aktivis gerakan lainnya yang akhir-akhir ini sedang
tumbuh di Hindia Belanda sejak tahun 1900. Di bawah pimpinan Sneevliet, partai ini
merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri
dari ISDV dan menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah karena menolak
"berpura-pura" menjadi Dewan Masyarakat (Volksraad) Hindia Belanda. Pada tahun
1917 kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri, dan membentuk partai sendiri
dengan nama Partai Demokrat Sosial Hindia. Pada tahun 1917 ISDV meluncurkan
sendiri publikasi pertama berbahasa Indonesia, Soeara Merdeka.
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober
seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil
mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan
di Hindia Belanda. Dibentuklah 'Pengawal Merah' dan dalam waktu tiga bulan jumlah
mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu
memberontak di Surabaya di sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat
itu, dan membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa kolonial menindas dewan-
dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda,
termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan dari kalangan militer Belanda
dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.
Sementara itu, ISDV membentuk blok dengan organisasi anti-kolonialis Sarekat
Islam. Banyak anggota SI seperti dari Surabaya, Semaun dan Darsono dari Solo tertarik
dengan ide-ide Sneevliet. Sebagai hasil dari strategi Sneevliet akan "blok dalam",
banyak anggota SI dibujuk untuk mendirikan revolusioneris yang lebih dalam Marxis-
didominasi Sarekat Rakjat.
ISDV terus bekerja secara klandestin. Meluncurkan publikasi lain, Soeara
Rakyat. Setelah kepergian paksa beberapa kader Belanda, dalam kombinasi dengan
pekerjaan di dalam Sarekat Islam, keanggotaan telah berpindah dari mayoritas Belanda
ke mayoritas Indonesia. Pada tahun 1919 hanya memiliki 25 anggota Belanda, dari total
anggota yang kurang dari 400.
Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah
menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun adalah ketua partai dan
Darsono menjabat sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima
anggota komite adalah orang Belanda. PKH adalah partai komunis Asia pertama yang
menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai pada
kongres kedua Komunis Internasional 1921.
Pada periode menjelang kongres keenam Sarekat Islam pada tahun 1921,
anggota menyadari strategi Sneevliet dan mengambil langkah untuk menghentikannya.
Agus Salim, sekretaris organisasi, memperkenalkan sebuah gerakan untuk melarang
anggota SI memegang keanggotaan dan gelar ganda dari pihak lain di kancah
perjuangan pergerakan indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota
komunis kecewa dan keluar dari partai, seperti oposisi dari Tan Malaka dan Semaun
yang juga keluar dari gerakan karena kecewa untuk kemudian mengubah taktik dalam
perjuangan pergerakan indonesia. Pada saat yang sama, pemerintah kolonial Belanda
menyerukan tentang pembatasan kegiatan politik, dan Sarekat Islam memutuskan untuk
lebih fokus pada urusan agama, meninggalkan komunis sebagai satu-satunya organisasi
nasionalis yang aktif.
Bersama Semaun yang berada jauh di Moskow untuk menghadiri Far Eastern
Labor Conference pada awal 1922, Tan Malaka mencoba untuk mengubah pemogokan
terhadap pekerja pegadaian pemerintah menjadi pemogokan nasional untuk mencakup
semua serikat buruh Indonesia. Hal ini ternyata gagal, Tan Malaka ditangkap dan diberi
pilihan antara pengasingan internal atau eksternal. Dia memilih yang terakhir dan
berangkat ke Rusia.
Pada Mei 1922, Semaun kembali setelah tujuh bulan di Rusia dan mulai
mengatur semua serikat buruh dalam satu organisasi. Pada tanggal 22 September,
Serikat Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Persatuan Vakbonded Hindia) dibentuk.
Pada kongres Komintern kelima pada tahun 1924, ia menekankan bahwa
"prioritas utama dari partai-partai komunis adalah untuk mendapatkan kontrol dari
persatuan buruh" karena tidak mungkin ada revolusi yang sukses tanpa persatuan kelas
buruh ini
Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai
Komunis Indonesia (PKI).

2.2 Tujuan Pergerakan


Tujuan utama PKI adalah untuk menantang imperialisme dan kapitalisme
pemerintah Belanda dengan membangun serikat pekerja dan untuk mempromosikan
pentingnya kesadaran politik di antara para petani.
2.3 Jalannya Pergerakan
Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan
kolonial di Jawa Barat dan Sumatra Barat. PKI mengumumkan terbentuknya sebuah
republik. Bersama Alimin, Musso yang merupakan salah satu pemimpin PKI di era
tersebut sedang tidak berada di Indonesia. Ia sedang melakukan pembicaraan dengan
Tan Malaka yang tidak setuju dengan langkah pemberontakan tersebut. Pemberontakan
ini akhirnya dihancurkan dengan brutal oleh penguasa kolonial. Ribuan orang dibunuh
dan sekitar 13.000 orang ditahan, 4.500 dipenjara, sejumlah 1.308 yang umumnya
kader-kader partai diasingkan, dan 823 dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp tahanan
di Papua. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis politik non-
komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan alasan menindas
pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan
Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak di bawah tanah.
Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri,
terutama karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin
PKI Musso kembali dari pengasingan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali
PKI dalam gerakannya di bawah tanah. Namun Musso hanya tinggal sebentar di
Indonesia. Kemudian PKI bergerak di berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan
serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa
Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia, yang tak lama
kemudian berpihak pada PKI.
Pada tanggal 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Jakarta setelah dua belas tahun
di Uni Soviet. Politibiro PKI direkonstruksi, termasuk D.N. Aidit, M.H. Lukman dan
Njoto. Pada 5 September 1948 dia memberikan pidato anjuran agar Indonesia merapat
kepada Uni Soviet. Dan anjuran itu berujung pada peristiwa pemberontakan PKI di
Madiun, Jawa Timur.

2.4 Strategi Pergerakan


1. Melakukan pengaderan melalui gerakan bawah tanah. Meski organisasinya
telah dinyatakan terlarang, mereka terus melakukan hal itu dan membentuk
OTB (Organisasi Tanpa Bentuk).
2. Membentuk organisasi-organisasi “mantel” untuk merekrut kader-kader
militan, misalnya mendirikan organ-organ kepemudaan komunis. Tahun 1945,
misalnya, mereka mendirikan PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia); tahun
1946 mendirikan SOBSI (Sentral Buruh Seluruh Indonesia); di samping
mendirikan laskar-laskar misalnya Laskar Rakyat, Laskar Merah, dan Laskar
Buruh.
3. Mendidik kader di luar negeri, untuk menyiapkan kader-kader pimpinan
komunis.
4. Menyusupkan orang-orang komunis ke dalam organisasi politik besar dengan
pertimbangan bisa efektif dijadikan penggerak massa. Sejak peristiwa
pemberontakan yang gagal tahun 1926, mereka banyak yang masuk menyusup
ke dalam tubuh PNI.
5. Melakukan infiltrasi ke tubuh birokrasi untuk mempengaruhi bahkan menguasai
pemerintahan.
6. Melakukan infiltrasi ke tubuh militer. Peristiwa Madiun 1948, misalnya,
merupakan bukti bahwa Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Kepolisian bisa
mereka konsolidasikan untuk melakukan pemberontakan. Bukti lain tentang ini
yang sangat fenomenal adalah peristiwa G-30-S/PKI tahun 1965.

2.5 Akhir Pergerakan


Pemberontakan PKI di Madiun dapat dipadamkan oleh pemerintah dengan
mengerahkan TNI dan akhirnya dua tokoh PKI Madiun yaitu Musso ditembak mati,
sedangkan Amir Sjarifuddin dijatuhi hukuman mati.

3. Partai Nasionalis Indonesia (PNI)


3.1 Latar Belakang Pergerakan
Partai Nasional Indonesia lahir sebagai organisasi untuk mengekspreksikan rasa
nasionalisme Indonesia pada masa pra kemerdekaan. Pada 4 Juli 1927, Soekarno,
membentuk sebuah gerakan yang dinamakan Persatuan Nasional Indonesia. Kemudian
pada Mei 1928, terjadi perubahan nama menjadi Partai Nasional Indonesia.

3.2 Tujuan Pergerakan


Tujuan dalam bidang politik: PNI berusaha memperkuat rasa kesatuan dan
persatuan kebangsaan, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, kehidupan politik
dan memberantas segala penghalang usaha kemerdekaan. Selain itu melalui PPPKI,
PNI berhasil menghimpun beberapa organisasi pergerakan lainnya yang sudah
terbentuk.
Tujuan dalam bidang sosial: Berusaha memajukan pengajaran berskala
nasional, mengangkat derajat wanita, mengurangi pengangguran, memperbaiki
kesehatan, meningkatkan transmigrasi.
Tujuan dalam bidang ekonomi: Berusaha memajukan ekonomi melalui
perdagangan rakyat, koperasi, industri kecil, kerajinan-kerajinan dan bank-bank.

3.3 Jalannya Pergerakan


Dalam rangka memperkuat organisasi dan memperbesar pengaruhnya di
kalangan masyarakat, organisasi ini memiliki dua cara, yaitu:
1. Kegiatan internal partai, yang ditujukan untuk melakukan usaha-usaha
seperti menyelenggarakan khusus, mendirikan sekolah, mendirikan bank,
dan lain-lain.
2. Kegiatan eksternal, dalam bentuk mengadakan rapat-rapat umum,
menerbitkan surat kabar seperti “Persatoean Indonesia” di Jakarta dan
“Benteng Priangan” di Bandung.
Melalui dua cara tersebut, PNI dalam waktu singkat menarik perhatian
masyarakat. Belanda pun merasa khawatir dengan perkembangan partai ini serta
mengingatkan para pemimpinnnya untuk menahan diri dan tidka melakukan
propaganda yang mengancam ketertiban umum.
Menjelang akhir tahun 1929, tiba-tiba muncul desas-desus bahwa PNI akan
mengdakan pemberontakan pada awal tahun 1930. Pemerintah kolonial Belanda yang
terpengaruh desas-desus tersebut melakukan penggeledahan besar-besaran serta
menangkap empat pemimpin PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangunprojo,
dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung dengan
tuduhan: mengambil bagian dalam suatu organisasi yang mempunyai tujuan
menjalankan kejahatan, selain usaha yang mengarah pada penggulingan kekuasaan
Hindia-Belanda.
Di pengadilan, Soekarno membacakan pembelaan (pleodi) yang berjudul
Indonesia Menggugat. Dalam pleidoi itu, ia menandaskan bahwa “pergerakan nasional
di Indonesia bukanlah buatan kaum intelektual dan komunis saja, melainkan juga reaksi
umum yang wajar dari masyarakat jajahan yang di dalam batinnya merasa telah
merdeka. Revolusi Indonesia adalah revolusi zaman sekarang, bukan revolusinya
sebagaian besar rakyat dunia yang bodoh dan terkebelakang, dan yang mudah untuk
diperbodoh”.
Pembelaan tersebut tidak dapat membebaskan Soekarno dari hukuman 4
(empat) tahun penjara di Penjara Sukamiskin, Bandung. Sementara itu, Maskun, Gatot
Mangunprojo, dan Supriadinata masing-masing dihukum 2 (dua) tahun, satu tahun
depan bulan, dan satu tahun tiga bulan penjara.

3.4 Strategi Pergerakan


1. Mengadakan rapat umum.
2. Menerbitkan surat kabar antara lain Persatuan Indonesia di Jakarta dan Benteng
Priangan di Bandung.
3. Mendirikan sekolah sekolah.
4. Bersikap non kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda.

3.5 Akhir Pergerakan


Pada akhir Desember 1929, PNI memiliki sebanyak 10.000 anggota. Hal ini
kemudian membuat para pihak berwenang merasa khawatir, sehingga Soekarno dan
tujuh pemimpin partai lainnya ditangkap pada Desember 1929. Mereka diadili karena
dianggap mengancam ketertiban umum. Akibat permasalahan ini, PNI pun dibubarkan
pada 25 April 1931.

4. PARTINDO
4.1 Latar Belakang Pergerakan
Partindo merupakan organisasi kelanjutan dari PNI yang didirikan oleh Sartono
yang pada saat itu menjabat sebagai ketua PNI-lama menggantikan Soekarno yang di
tangkap pemerintah belanda tahun 1929. Organisasi ini berdiri pada 30 april 1931
dengan harapan PNI akan bergabung dengan Partindo.

4.2 Tujuan Pergerakan


• Menumpuk semangat mandiri.
• Perbaikan hubungan dalam masyarakat (sosial, ekonomi, dll).
• Pembentukan pemerintah rakyat berdasarkan demokrasi.
• Mewujudkan Indonesia merdeka melauli hak-hak politik.
• Untuk mencapai Indonesia merdeka yang mandiri tanpa campur tangan
negara penjajah.
4.3 Jalannya Pergerakan
Mr. Sartono bangkit untuk menggantikan Bung Karno, yang berada di Penjara
Sukamiskin karena tindakannya dianggap berbahaya. Pada tanggal 30 April 1931, Mr.
Sartono telah mendirikan Partindo yang menyingkat partai Indonesia untuk
melanjutkan perjuangan PNI dan tidak berhenti. Dia telah menentang kemah Moh.
Hatta, yang ingin memulai sebuah organisasi lain setelah PNI, dan kehilangan Sukarno.
Kekosongan dalam figur sentral memang begitu berbahaya. Partindo memang
nama yang berbeda dari PNI yang pernah didirikan oleh Soekarno. Tujuan dan prinsip
menjaga keaslian PNI. Partindo didirikan untuk mendapatkan kemerdekaan Indonesia
dengan tangannya sendiri dan tanpa kerja sama dengan pihak lain.
Awal mulanya Sukarno telah mencoba untuk menyatukan fraksi dalam PNI
yang sudah berbeda, tetapi gagal. Suka atau tidak suka, Soekarno harus memilih satu.
Keputusannya dibuat pada 1 Agustus 1932 dalam bentuk pemberitahuan di mana tugas
partisan Sukarno untuk Partindo dituntut.

4.4 Akhir Pergerakan


Belanda, yang telah merasa bahwa dalam Partindo begitu membahayakan dalam
adanya sebuah posisi mereka di wilayah Indonesia, dan mengeluarkan pesan yang
membatasi ruang Partindo. Pada tanggal 27 Juni 1933, pegawai pemerintah yang
ditunjuk sebagai pegawai negeri sipil tidak diizinkan untuk datang ke Partindo atau
menyerahkan jabatannya.
Diikuti dengan arahan pada tanggal 1 Agustus 1933, yang tidak mengizinkan
dalam adanya sebuah kegiatan Partindo dalam bentuk pertemuan di mana pun mereka
berada. Sementara Partindo masih di bagian Indonesia, dalam kegiatan pertemuan
Partindo harus paksa diberhentikan.
Kebosanan dalam Partindo dengan sebuah aktivitas-aktivitas ini membuat
situasi yakni semakin rumit. Mr. Sartono, sebagai ketua, merasa ia harus membubarkan
Partindo. Niat ini diblokir oleh beberapa rekannya di Partindo. Sayangnya, upaya
rekan-rekannya tidak lebih besar dari Tuan Determinasi. Akhirnya, Mr. Sartono telah
membubarkan Partindo pada 18 November 1939.
Sebelum Partindo secara resmi dibubarkan, ia telah berhasil menemukan 71
cabang di wilayah tersebut. Selain itu, Partindo telah mengendalikan massa hingga
20.000 orang yang sebenarnya masih memiliki potensi untuk terus tumbuh jika Partindo
tidak dibubarkan. Tercatat bahwa pada saat pembubaran, Partindo sudah memiliki 24
kandidat regional yang siap untuk memperluas anak perusahaan Partindo di peringkat
yang lebih rendah.

E. Organisasi Pada Periode Bertahan

1. VOLKSRAAD
1.1 Latar Belakang Pergerakan
Volksraad yang diambil dari bahasa Belanda dan secara harafiah berarti
“Dewan Rakyat”, adalah semacam dewan perwakilan rakyat Hindia Belanda,
rancangan peraturan mengenai Volksraad ini telah disiapkan dan diajukan oleh Menteri
Jajahan Willem K.B. van Dedum pada 1893. Setelah mengalami beberapa perubahan,
rancangan peraturan tersebut kemudian disetujui oleh parlemen Belanda pada 16
Desember 1916. Berdasarkan Dekrit Kerajaan tanggal 30 Maret 1917, disebutkan
bahwa UU mengenai Volksraad mulai berlaku sejak 1 Agustus 1917 sedangkan
lembaganya baru diresmikan oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum pada
18 Mei 1918. Pada awal berdirinya, Dewan ini memiliki 38 anggota, 15 di antaranya
adalah orang pribumi. Anggota lainnya adalah orang Belanda (Eropa) dan orang timur
asing:Tionghoa, Arab dan India. Pada akhir tahun 1920-an mayoritas anggotanya
adalah kaum pribumi. Beberapa pemimpin dari pihak radikal seperti, Yamin, dr. A.K.
Gani, Amir Syarifuddin, dan lain-lain mengubah taktik dan mendirikan partai bersifat
kooperatif sejalan dengan arah yang dianut gerakan nasional pada masa itu. Dan
volksraad sebagai wadah penyaluran aspirasi rakyat yang dibenarkan oleh pemerintah,
menjadi pusat perjuangan dalam mencapai cita-cita Indonesia merdeka.

1.2 Tujuan Pergerakan


Volksraad yang didirikan oleh pemerintah Belanda tahun 1918 sebagai wadah
untuk mengontrol dan mengarahkan aktivitras kaum pergerakan, digunakan oleh
pemimpin pergerakan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia. Jadi
duduknya wakil-wakil rakyat di volksraad tidak hanya dipandang dari segi
kooperatifnya, akan tetapi juga sebagai taktik perjuangan, sebagaimana dikemukakan
oleh Otto Iskandar Dinata, bahwa: "kalau kita tidak ikut dalam dewan rakyat maka
suara kita kurang didengar. Dan nasib rakyat makin dibiarkan oleh pemerintah Hindia
Belanda".
1.3 Jalannya Pergerakan
Golongan kooperatif ingin mencoba memanfaatkan volksraad untuk
kepentingan rakyat. Beberapa partai dan organisasi nasional mempunyai wakil dalam
volksraad. Untuk memperkuat kedudukannya dalam volksraad, pada tanggal 27 Januari
1930, Mohammad Husni Thamrin memperakarsai berdirinya Fraksi Nasional dengan
wakilnya kusumo utoyo. Tujuannya ialah meraih kemerdekaan Indonesia secepat
cepatnya dan menuntut kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar mengadakan
perubahan tata negara (politik) dan penghapusan diskriminasi di berbagai bidang.
Dalam rangka mencapai tujuannya fraksi nasional melakukan usaha usaha
berikut;
1. Mendesak segera dilakukannya perubahan ketatanegaraan
2. Menghapus perbedaan politik, ekonomi,dan pendidikan yang di akibatkan oleh
penjajahan
3. Menggunakan semua jalan yang sah untuk mencapai tujuan tersebut.
Kelumpuhan menyebabkan pergerakan nasional ini lumpuh. Akibat politik
penindasan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal tersebut menumbuhkan "Petisi
Sutarjo" (anggota volksraad, bernama Sutarjo Kartohadikusumo) pada bulan Juli 1936.
Petisi (usul) itu ditandatangani oleh Sutarjo Kartohadikusumo, I.J. Kasimo, Dr.
Ratulangi, Datuk Tumenggung, KhokwattTiong, dan Alatas.
Isi Petisi Sutarjo, pada intinya menghimbau agar pemerintah Kerajaan Belanda
selambat-lambatnya dalam waktu sepuluh tahun memberikan kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Jadi, statusnya sebagai negara
dominian.

1.4 Akhir Pergerakan


Petisi Sutarjo telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota volksraad.
Karena sebagian besar anggota menghendaki kemerdekaan penuh. Petisi Sutarjo
diterima volksraad tahun 1936 itu juga, tetapi tuntutannya ditolak. Penolakan tersebut
mendorong partai-partai politik yang ada di Indonesia meningkatkan persatuan dan
kesatuan pada bulan Maret 1939. Dengan mendirikan Gabungan Politik Indonesia
(GAPI). GAPI juga mempunyai tuntutan, agar di Indonesia dibentuk parlemen sejati.
2. Taman Siswa
2.1 Latar Belakang Pergerakan
Pada masa Politik Etis (1901-1916), Belanda menerapkan sistem pendidikan
bertingkat sesuai dengan status sosial masyarakat Indonesia. Rakyat jelata hanya
diberikan pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD), sedangkan kaum priyayi dan
bangsawan Eropa diperbolehkan untuk menempuh pendidikan tinggi. Bahkan, banyak
kaum priyayi yang mendapat akses untuk berkuliah di Eropa. Dengan kondisi sosial
dan pendidikan yang seperti itulah, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa
pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta sebagai sarana perjuangan melawan kolonialisme
Belanda.

2.2 Tujuan Pergerakan


Taman Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai bentuk perjuangan
dalam menentang penjajahan di Indonesia. Model perjuangan Taman Siswa tidak
berbentuk partai politik. Taman Siswa didirikan untuk menentang penjajahan melalui
jalur pendidikan dan kebudayaan.

2.3 Jalannya Pergerakan


Organisasi Taman Siswa mengajarkan tentang dasar-dasar kemerdekaan bagi
masyarakat pribumi Indonesia. Ajaran kemerdekaan yang dimaksud Taman Siswa
adalah kemerdekaan yang berasal dari diri sendiri. Pendidikan di Taman Siswa selalu
menekankan kepada siswanya untuk tidak bergantung kepada orang lain dan tetap
berpegang teguh pada prinsip berdikari (berdiri di kaki sendiri). Pada
perkembangannya, ajaran Taman Siswa menjadi dasar bagi kaum pribumi Indonesia
untuk melakukan perjuangan kemerdekaan melawan kolonialisme Belanda. Sebagai
sebuah organisasi pendidikan, terdapat tiga semboyan Taman Siswa, yaitu: Ing Ngarsa
Sung Tuladha, yang berarti ‘di depan memberi contoh’ Ing Madya Mangun Karsa, yang
berarti ‘di tengah membangun semangat’ Tut Wuri Handayani, yang berarti ‘di
belakang memberikan dorongan’

2.4 Akhir Pergerakan


Keberadaan Taman Siswa menimbulkan rasa cemas di kalangan pemerintah
Belanda. Pada tahun 1930, Belanda menerapkan Wilde Scholen Ordonantie atau
Undang-Undang Sekolah Liar untuk membatasi perkembangan pendidikan alternatif
Indonesia, termasuk Taman Siswa. Baca juga: Sistem Pendidikan di Era Pendudukan
Jepang Setelah UU Sekolah Liar berlaku, Belanda menutup seluruh kegiatan Taman
Siswa dan membatasi ruang gerak para pengajar Taman Siswa. Penutupan Taman
Siswa tidak menghentikan aktivitas pendidikan Taman Siswa. Guru dan murid Taman
Siswa tetap melanjutkan pendidikan dengan cara bergerilya atau sembunyi-sembunyi.

3. Parindra
3.1 Latar Belakang Pergerakan
Dr. Soetomo, salah seorang pendiri Boedi Oetomo, pada akhir tahun 1935 di
kota Solo, Jawa Tengah berusaha untuk menggabungkan antara Persatuan Bangsa
Indonesia (PBI), Serikat Selebes, Serikat Sumatera, Serikat Ambon, Budi Utomo, dan
lainnya, sebagai tanda berakhirnya fase kedaerahan dalam pergerakan kebangsaan,
menjadi Partai Indonesia Raya atau Parindra.

3.2 Tujuan Pergerakan


Bertujuan bekerja sama dengan Belanda untuk mengamankan kemerdekaan
Indonesia.

3.3 Jalannya Pergerakan


Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani,
menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia
(Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri
sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan
percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah.
Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal
Hindia Belanda pada saat itu, van Starkenborg, yang menggantikan de Jonge pada tahun
1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan de
Jonge, menjadi beambtenstaat(negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik
kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun
1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di
Jawa Timur. Pada bulan Mei 1941 (menjelang perang Pasifik), Partai Indonesia Raya
diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang.
Ketika Dr. Soetomo meninggal pada bulan Mei 1938, kedudukannya sebagai
ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin (MHT), seorang
pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, Moehammad
Hoesni Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia
memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad.
Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang,
pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Soekarno.
Maka pada tanggal 9 Februari 1941, rumah Moehammad Hoesni Thamrin digeledah
oleh PID (dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria,
selang dua hari kemudian Muhammad Husni Thamrin menghembuskan napas yang
terakhir.
Salah satu bukti kedekatan Parindra dengan Jepang yaitu ketika Thamrin
meninggal dunia, para anggota Parindra memberikan penghormatan dengan
mengangkat tangan kanannya. Bukti lain adalah pembentukan gerakan pemuda yang
disebut Surya Wirawan (Matahari Gagah Berani), yang disinyalir nama ini bertendensi
dengan negara Jepang.
Dengan demikian Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerjasama
dengan pemerintahan Hindia Belanda di awal berdirinya, akan tetapi dicurigai di akhir
kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain
mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan.

3.4 Akhir Pergerakan


Akibat kegagalan Petisi Sutardjo, Parindra kemudian mengambil prakarsa
untuk menggalang persatuan politik menunj pembentukan badan konsentrasi nasional,
yang disebut Gabungan Politik Indonesia (GAPI).

4. GAPI
4.1 Latar Belakang Pergerakan
Pendirian GAPI berawal dari penolakan Belanda terhadap Petisi Soetardjo pada
tahun 1936. Kegagalan Petisi Soetardjo mendorong Moh. Hoesni Thamrin untuk
menyatukan partai politik di Indonesia dalam bentuk organisasi.
Alasan lain terbentuknya GAPI adalah munculnya paham fasisme di dunia
Internasional yang sangat mengkhawatirkan bagi nasib demokrasi di Indonesia. Tokoh
nasional Indonesia khawatir akan penyebaran fasisme di kalangan pemerintah kolonial
Belanda.

4.2 Tujuan Pergerakan


Berdasarkan anggaran dasar organisasinya, GAPI memiliki tujuan untuk:
1. Menyatukan partai politik Indonesia dalam perjuangan kedaulatan
pemerintahan Indonesia
2. Demokratisasi pemerintahan Indonesia
3. Mencegah konflik antar partai politik Indonesia dalam melakukan
perjuangan kemerdekaan

4.3 Jalannya Pergerakan


Pada September 1939 GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang kemudian
dikenal dengan nama Manifest GAPI. Isinya mengajak rakyat Indonesia dan rakyat
negeri Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya fasisme di mana kerjasama akan
lebih berhasil apabila rakyat Indonesia diberikan hak-hak baru dalam urusan
pemerintahan. Yaitu suatu pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari dan oleh
rakyat, di mana pemerintahan tersebut bertanggungjawab kepada parlemen tersebut.
Untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, GAPI menyerukan agar perjuangan
GAPI disokong oleh semua lapisan rakyat Indonesia. Seruan itu disambut hangat oleh
pers Indonesia dengan memberitakan secara panjang lebar mengenai GAPI bahkan
sikap beberapa negara di Asia dalam menghadapi bahaya fasisme juga diuraikan secara
khusus.
GAPI sendiri juga mengadakan rapat-rapat umum yang mencapai puncaknya
pada tanggal 12 Desember 1939 di mana tidak kurang dari 100 tempat di Indonesia
mengadakan rapat memprogandakan tujuan GAPI.
Selanjutnya GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Kongres
Rakyat Indonesia diresmikan sewaktu diadakannya pada tanggal 25 Desember 1939 di
Jakarta. Tujuannya adalah "Indonesia Raya" bertujuan untuk kesejahteraan rakyat
Indonesia dan kesempatan cita-citanya. Dalam kongres ini berdengunglah suara dan
tuntutan "Indonesia berparlemen".
Keputusan yang lain yang penting diantaranya, penerapan Bendera Merah Putih
dan Lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia dan
peningkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.

4.4 Akhir Pergerakan


Pada bulan Agustus 1940, ketika negeri Belanda telah dikuasai oleh Jerman dan
Indonesia dinyatakan dalam keadaan darurat perang. GAPI kembali mengeluarkan
resolusi yang menuntut diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia dengan
menggunakan hokum tatanegara dalam masa genting (nood staatsrecht). Isi resolusi
yaitu mengganti Volksraad dengan parlemen sejati yang anggota-anggotanya dipilih
oleh rakyat, merubah fungsi kepala-kepala departemen (departemenshoofden) menjadi
menteri yang bertanggungjawab kepada parlemen tersebut. Resolusi ini dikirimkan
kepada Gubernur Jenderal, Volksraad, Ratu Wilhelmina dan kabinet Belanda di
London. Menghadapi tuntutan itu, atas persetujuan pemerintah dibentuklah Commisie
tot bestudeering van staatsrechtelijke hervorminogen atau komisi untuk menyelidiki
dan mempelajari perubahan-perubahan ketatanegaraan. Komisi yang dikenal sebagai
Komisi Visman ini dibentuk pada 14 September 1940. Komisi ini sendiri bertugas
untuk mengumpulkan bahan-bahan apa yang menjadi keinginan dari Indonesia.

Harapan bagi GAPI benar-benar hilang saat Ratu Wilhelmina mengadakan


pidato di London dan pidato dari Gubernur Jenderal di Volksraad mengenai masa depan
Indonesia. Situasi internasional yang memburuk akibat Perang Dunia II juga membuat
pemerintah kolonial memperketat izin mengadakan rapat-rapat. Setelah itu rakyat
Indonesia diberikan peraturan wajib bela atau inheemse militie.

KELOMPOK 2 XI IPA 1

Putri Arifah Agustin G


Cintya Kamilia Nabila Laksana
Zhafira Salsabila
Belia Anindya Putri
Isma Melani
Iqbal Thio Salam

Anda mungkin juga menyukai