Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENGANTAR SEJARAH INDONESIA

PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

DISUSUN OLEH :

DWI WAHYU WIDIATMOKO ( 190706001 )


MUHAMMAD AZLI ( 190706004 )
RIDHO ABDILLA ( 190706019 )
NAHDARUL AHMADI PURBA ( 190706025 )
KHAIRUL AKBAR ( 190706028)
ALIF MUHAMMAD RIZKI ( 190706030 )
ANDREAS DEO. P ( 190706031 )
MUHAMMAD LIPUTRA ( 190706039 )
BASTIAN SIBURIAN ( 190706041 )
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “Pergerakan Nasional“ memiliki suatu pengertian yang khas yakni


merupakan sebuah perjuangan yang dilakukan oleh organisasi secara modern ke
arah perbaikan hajat hidup bangsa Indonesia yang disebabkan rasa ketidakpuasan
terhadap keadaan masyarakat yang ada. Dengan demikian istilah ini mengandung
arti yang sangat luas. Gerakan yang mereka jalankan memang tidak hanya terbatas
untuk memperbaiki taraf hidup bangsa tetapi juga meliputi gerakan di berbagai
sektor, seperti: sosial, ekonomi, pendidikan,  keagamaan, kebudayaan, wanita,
pemuda dan lain-lain.
Istilah “nasional” berarti bahwa pergerakan-pergerakan tersebut
mempunyai cita-cita nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsanya yang
masih terjajah. Disamping itu, sifat pergerakan pada masa ini lebih bersifat
nasional bila dibanding dengan sifat pergerakan sebelumnya yang bercorak
kedaerahan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pergerakan
nasional, antara lain yaitu, Faktor yang berasal dari luar negeri (eksternal), antara
lain: pada waktu itu pada umumnya bangsa-bangsa di Asia sedang menghadapi
imperialisme Barat. Hal inilah yang mendorong bangkitnya nasionalisme Asia.
Selain itu kemenangan Jepang dalam perang melawan Rusia tahun 1905 juga
membuktikan bahwa ternyata Bangsa Timur dapat juga mengalahkan Bangsa
Barat. Disamping adanya gerakan Turki Muda yang bertujuan mencari perbaikan
nasib.
Faktor yang berasal dari dalam negeri (internal), yaitu adanya rasa tidak
puas, penderitaan, rasa kesedihan dan kesengsaraan dari bangsa Indonesia
terhadap penjajahan dan penindasan kolonial. Ketidakpuasan itu sebenarnya sudah
lama mereka ungkapkan melalui perlawanan bersenjata melawan Belanda di
berbagi daerah, antara lain: perlawanan yang dipimpin oleh Pattimura, Teuku
Umar, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro dll. Namun perlawanan-perlawanan
itu menemui kegagalan karena di antara mereka masih belum ada rasa persatuan
nasional. Kegagalan demi kegagalan inilah yang menyadarkan para pemimpin
bangsa atau dalam hal ini kaum pergerakan nasional untuk merubah taktik dan
strategi perjuangan melawan penjajah dalam mewujudkan cita-cita mereka, yaitu
mencapai “Indonesia Merdeka” dengan mendirikan organisasi-organisasi modern.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagamaina pergerakan nasional yang digerakkan organisasi Budi Utomo.


2. Bagaimana pergerakan nasional yang digerakkan organisasi Sarekat Islam.
3. Bagaimana pergerakan nasional yang digerakkan organisasi
Muhammadiyah.
4. Bagaimana pergerakan nasional yang digerakkkan organisasi Indische
Partij.
5. Bagaimana pergerakan nasional yang digerakkan Partai Komunis
Indonesia.
6. Bagaimana pergerakan nasional yang digerakkan Partai Nasional
Indonesia.
7. Bagaimana pergerakan nasional yang digerakkan Gabungan Politik
Indonesia.
8. Bagaimana pergerakan nasional yang digerakkan Volksard.
BAB II
PEMBAHASAN

2.2 Pergerakan Serikat Islam (SI, 16 Oktober 1905)


Berbeda dengan Budi Utomo yang mula-mula hanya mengangkat derajat para
priyayi khususnya di Jawa, maka organisasi Serikat Islam mempunyai sasaran
anggotanya yang mencakup seluruh rakyat jelata yang tersebar di seluruh pelosok
tanah air. Pada tahun 1909 R.M. Tirtoadisuryo mendirikan perseroan dalam
bentuk koperasi bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perseroan dagang ini
bertujuan untuk menghilangkan monopoli pedagang Cina yang menjual bahan dan
obat untuk membatik. Persaingan pedagang batik Bumiputra melalui SDI dengan
pedagang Cina juga nampak di Surakarta. Oleh karena itu Tirtoadisuryo
mendorong seorang pedagang batik yang berhasil di Surakarta, Haji Samanhudi
untuk mendirikan Serikat Dagang Islam. Setahun setelah berdiri, Serikat Dagang
Islam tumbuh dengan cepat menjadi organisasi raksasa. Sekitar akhir bulan
Agustus 1911, nama Serikat Dagang Islam diganti menjadi Serikat Islam (SI).
Hal ini dilakukan karena adanya perubahan dasar perkumpulan, yaitu
mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan dan
tolong-menolong di antara kaum muslimin. Anggota SI segera meluas ke seluruh
Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Sebagian besar anggotanya adalah
rakyat jelata. Serikat Islam ini dapat membaca keinginan rakyat, dengan
membantu perbaikan upah kerja, sewa tanah dan perbaikan sosial kaum tani.
Perkembangan Meningkatnya anggota Serikat Islam secepat ini, membuat
pemerintah Hindia Belanda menaruh curiga. Gubernur Jenderal Idenburg berusaha
menghambat pertumbuhannya. Kebijakan yang diambil antara lain dengan cuma
memberikan izin sebagai badan hukum pada tingkat lokal. Sebaliknya pada
tingkat pusat tidak diberikan izin sebab dianggap membahayakan, jumlah anggota
yang terlalu besar diperkirakan akan dapat melawan pemerintah.
Dalam kongres tahunannya pada tahun 1916, H.O.S Cokroaminoto
mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk Komite Pertahanan Hindia.
Hal itu menunjukkan bahwa kesadaran politik bangsa Indonesia mulai meningkat.
Dalam kongres itu diputuskan pula adanya satu bangsa yang menyatukan seluruh
bangsa Indonesia. Sementara itu orang-orang sosialis yang tergabung dalam de
Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) seperti Semaun, Darsono,
dan lain-lain mencoba mempengaruhi SI. Sejak itu SI mulai bergeser ke kiri
(sosialis). Melihat perkembangan SI itu, pimpinan SI yang lain kemudian
menjalankan disiplin partai melalui kongres SI bulan Oktober 1921 di Surabaya.
Selanjutnya SI pecah menjadi SI “putih” di bawah Cokroaminoto dan SI “merah”
di bawah Semaun dan Darsono. Dalam Perkembangan SI “merah” ini bergabung
dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang telah berdiri sejak 23 Mei 1920.
Dalam kongres Serikat Islam di Madiun pada tahun 1923 nama Serikat Islam
diganti menjadi Partai Serikat Islam (PSI). Partai ini bersifat nonkooperasi yaitu
tidak mau bekerjasama dengan pemerintah tetapi menginginkan adanya wakil
dalam Dewan Rakyat (Volksraad).

2.1 Pergerakan Budi Utomo (BU, 20 Mei 1908)


Gagasan pertama pembentukan Budi Utomo berasal dari dr. Wahidin
Sudirohusodo, seorang dokter Jawa dari Surakarta. Ia menginginkan adanya
tenaga-tenaga muda yang terdidik secara Barat, namun pada umumnya pemuda-
pemuda tersebut tidak sanggup membiayai dirinya sendiri. Sehubungan dengan itu
perlu dikumpulkan beasiswa (study fond) untuk membiayai mereka. Pada tahun
1908 dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo, pelajar Stovia. Dokter Wahidin
mengemukakan gagasannya pada pelajar-pelajar Stovia dan para pelajar tersebut
menyambutnya dengan baik. Secara kebetulan para pelajar Stovia juga
memerlukan adanya suatu wadah yang dapat menampung kegiatan dan kehidupan
budaya mereka pada umumnya. Sehubungan dengan itu pada tanggal 20 Mei 1908
diadakan rapat di satu kelas di Stovia. Rapat tersebut berhasil membentuk sebuah
organisasi bernama Budi Utomo dengan Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya.
Pada awalnya tujuan Budi Utomo adalah menjamin kemajuan kehidupan
sebagai bangsa yang terhormat. Kemajuan ini dapat dicapai dengan
mengusahakan perbaikan pendidikan, pengajaran, kebudayaan, pertanian,
peternakan, dan perdagangan. Namun sejalan dengan berkembangnya waktu
tujuan dan kegiatan Budi Utomo pun mengalami perkembangan. Pada tahun 1914
Budi Utomo mengusulkan dibentuknya Komite Pertahanan Hindia (Comite Indie
Weerbaar). Budi Utomo menganggap perlunya milisi bumiputra untuk
mempertahankan Indonesia dari serangan luar akibat Perang Dunia Pertama (PD
I, 1914 – 1918). Namun, usulan itu tidak dikabulkan dan justru pemerintah
Belanda lebih mengutamakan pembentukan Dewan Rakyat Hindia (Volksraad).
Selanjutnya ketika Volksraad (Dewan Rakyat) didirikan, Budi Utomo aktif dalam
lembaga tersebut. Pada tahun 1932 pemahaman kebangsaan Budi Utomo makin
berkembang maka pada tahun itu pula mereka mencantumkan cita-cita Indonesia
merdeka dalam tujuan organisasi.

2.3 Pergerakan Muhammadiyah (18 November 1912)


Pada tanggal 18 November 1912 Muhammadiyah didirikan oleh Kyai Haji Ahmad
Dahlan di Yogyakarta. Organisasi Muhammadiyah bergerak di bidang pendidikan, sosial
dan budaya. Muhammadiyah bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam dalam
pelaksanaan hidup sehari-hari agar sesuai dengan Al-Qur‟an dan Hadits.
Muhammadiyah berusaha memberantas semus jenis perbuatan yang tidak sesuai
dengan al-Qur‟an dan hadits. Di samping itu, Muhammadiyah juga giat memerangi
penyakit TBC (Taklid, Bid’ah dan Churafat) yang menghinggapi masyarakat khususnya di
Jawa. Praktik Churafat atau lebih dikenal dengan praktik-praktik amalan ibadah
yang salah menurut Islam, karena mendekati takhayul, perilaku syirik
(menyekutukan Tuhan) yang banyak terjadi di lingkungan Kerajaan Mataram
Yogyakarta dan sekitarnya seperti: percaya kepada kekuatan keris, tombak,
peristiwa gerhana bulan dianggap sebagai Buta Ijo sedang memakan bulan, dan
bahkan ada yang percaya kepada Nyi Roro Kidul. Hal itu barangkali alasan yang
dapat menjawab pertanyaan mengapa Muhammadiyah lahir di kota Yogyakarta.
Untuk mencapai tujuannya Muhammadiyah melakukan berbagai usaha seperti:
mendirikan sekolah-sekolah, mendirikan rumah sakit, mendirikan panti asuhan,
mendirikan rumah anak yatim piatu dan lain-lain.
Di bidang pendidikan Muhammadiyah mendirikan dan mengelola sekolah-
sekolah dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Di sekolah-
sekolah Muhammadiyah selain diajarkan agama juga diajarkan pelajaran umum
yang mengacu pada kaidah-kaidah modern. Pendidikan mengenal sistem
kurikulum kelas atau tingkatan, sebagaimana dilakukan sekolah model Barat.
Dalam perkumpulan Muhammadiyah terdapat bagian wanita yang disebut
Aisyiah, bagian khusus anak gadis disebut Nasyiatul Aisiyah, dan kepanduan
yang disebut, Hizbul Wathan.

2.4 Pergerakan Indische Partij (IP, 1912)

Organisasi yang sejak berdiri1nya sudah bersikap radikal adalah Indische Partij.
Organisasi ini dibentuk) Organisasi pada tanggal 25 Desember 1912 di kalangan orang-
orang Indo di Indonesia yang dipimpin oleh Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (dr.
Danudirja Setiabudi). Cita-citanya adalah agar orang-orang yang menetap di Hindia
Belanda (Indonesia) dapat duduk dalam pemerintahan. Adapun semboyan IP adalah
Indie Voor de Indier (Hindia bagi orang-orang yang berdiam di Hindia). Dalam
menjalankan propagandanya ke Jawa Tengah, E.F.E Douwes Dekker bertemu
dengan Cipto Mangunkusumo yang telah meninggalkan Budi Utomo. Cipto
Mangunkusumo terkenal dalam Budi Utomo dengan pandangan-pandangannya
yang radikal, segera terpikat pada ide Douwes Dekker. Suwardi Suryaningrat (Ki
Hajar Dewantara) dan Abdul Muis yang berada di Bandung juga tertarik pada ide
Douwes Dekker tersebut. Dengan dukungan tokoh-tokoh tersebut, Indische Partij
berkembang menjadi 30 cabang dengan 7.300 orang anggota, sebagian besar
terdiri atas orang-orang Indo-Belanda.
Indische Partij berjasa memunculkan konsep Indie voor de Indier yang
sesungguhnya lebih luas dari konsep “Jawa Raya” dari Budi Utomo.
Dibandingkan dengan Budi Utomo, Indische Partij telah mencakup suku-suku
bangsa lain di nusantara. Budi utomo dalam perkembangannya terpengaruh juga
oleh cita-cita nasionalisme yang lebih luas. Hal ini dialami juga oleh organisasi-
organisasi lain yang keanggotaannya terdiri atas suku-suku bangsa tertentu,
seperti Serikat Ambon, Serikat Minahasa, Kaum Betawi, Partai Tionghoa
Indonesia, Serikat Selebes, dan Partai Arab-Indonesia. Cita-cita persatuan ini
kemudian berkembang menjadi nasionalisme yang kokoh, hal ini menjadi pokok.
Masa akhir Indische Partij terjadi setelah Suwardi Suryaningrat dan Cipto
Mangunkusumo ditangkap.
Pemerintah Belanda menganggap Indische Partij mengganggu serta
mengancam ketertiban umum. Oleh karena itu, para pemimpinnya ditangkap dan
dibuang. dr. E.F.E. Douwes Dekker atau dr. Danudirja Setiabudi dibuang ke
Kupang (NTT), dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Bandanaira di Kepulauan
Maluku, dan Raden Mas Suwardi Suryaningrat dibuang ke Pulau Bangka.
Akhirnya kedua tokoh tersebut meminta dibuang ke negeri Belanda. Demikian
juga Douwes Dekker dibuang ke Belanda dari tahun 1913 sampai dengan 1918.
Pada saat pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan negeri
Belanda dari Belgia, tokoh yang disebut terakhir ini juga menulis sebuah artikel
berjudul “Als Ik de Netherlander was” (seandainya aku seorang Belanda) yang
berisikan kritikan pedas terhadap pemerintah. Kelak karena permohonan ketiga
tokoh itu sendiri, akhirnya mereka dibuang ke negeri Belanda.

2.5 Partai Komunis Indonesia (PKI, 1924)

Sejak Karl Marx mencetuskan manifesto komunis pada tahun 1884, maka
golongan itu menyebar luas di kalangan rakyat Eropa termasuk negeri Belanda.
Pegawai Belanda bernama Sneevliet pada tahun 1914 mendirikan Indische Social
Democratische Veereniging (ISDV) dengan Semarang sebagai pusatnya. Lalu,
Sneevliet memengaruhi Semaun dan Darsono yang merupakan anggota Sarekat
Islam.Seperti yang disampaikan di atas, SI pecah dan mereka bergabung dalamSI
Merah. Pada tahun 1920 didirikan Perserikatan Komunis Indonesia oleh SI Merah
dan tahun 1924 namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hubungan PKI dnegan pemerintah kolonial Belanda makin memburuk karena


PKI mengadakan pemberontakan pada tahun 1926. Pemberontakan itu dipimpin
oleh Muso, Alimin, dkk. Pemberontakan ini terjadi di Banten. Lalu, setahun
berikutnya terjadi di Sumatera Barat. Oleh karena itu, PKI dianggap sebagai partai
terlarang. Sukar untuk menilai pemberontakan tersebut sebagai peristiwa yang
membanggakan dalam sejarah nasional Indonesia. Sebaliknya sebagai akibat
petualangan PKI itu pergerakan nasional Indoensia mengalami penindasan yang
luar biasa sehingga semakin tidak dapat bergerak pada tahun-tahun berikutnya.
2.6 Pergerakan Partai Nasional Indonesia (PNI, 1928)

Partai nasionalis yang didirikan oleh Soekarno dan para anggotaAlgemene


Studieclub pada 4 Juli 1927 dengan nama PerserikatanNasional indonesia dan
menjadi Partai Nasional Indonesia pada Mei 1928. Sejak awal, PNI berupaya
mencapai kemerdekaan penuh dan berupaya mewakili seluruh rakyat Indonesia
dari semua kelompok agama, etnis, dan kelas, walaupun pendukung terbesarnya
dalah kelas menengah dan petani abangan. PNI menolak menjadi
anggota Volksraad (Dewan Rakyat) dan sebaliknya berupaya membangun
pengikut massa dan mengklaim memiliki sepuluh ribu anggota pada 1929.

Walaupun lebih kecil dari Sarekat Islam, PNI membuat khawatirpemerintah


kolonial. Pada masa itu sempat muncul berita-berita provokatif yangmengatakan
PNI akan melaksanakan pemberontakan.Pemerintah kolonial akhirnya menangkap
dan memenjarakan Soekarno dan kawan-kawan pada 1929. Sisa-sia partai ini
membubarkan diri secara formal pada April 1931. Terkejut melihat begitu
mudahnya Belanda menghancurkan PNI Soekarno dengan menangkap para
pemimpin puncaknya, Hatta mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI
Baru) bersama Sutan Sjahrir sebagai bagian dari rencana jangka panjang untuk
membangun kader bagi pergerakan nasionalis.

2.7 Pergerakan Gabungan Politik Indonesia (Gapi) pada 1939

Perhimpunan organisasi-organisasi nasionalis Indonesia yang dibentuk Mei


1939 terutama atas inisiatif M.H. Thamrin dari Partai Indonesia Raya (Parindra)
dan termasuk Gerakan Indonesia Raya (Gerindo) dan Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII). Gapi menuntut penentuan nasib sendiri dan parlemen yang
dipilih untuk Indonesia. Gapi menggunakan slogan Indonesia Berparlemen. Pada
1939, Gapi mensponsori Kongres rakyat Indonesia yang menyerukan kerja sama
antara Indonesia dengan Belanda dalam menghadapi situasi duni ayang
memburuk. Namun, seruan ini mengalami kegagalan.
2.8 Pergerakan Volksraad (Dewan Rakyat)

Lembaga perwakilan Hindia Belanda yang dibentuk pada tahun 1918 dengan
39 anggota, setenaghnya dipilih dan sisanya diangkat. Kenaggotannya
berdasarkan etnis, yaitu pada awalnya 15 pribumi ditambah 23 Eropa dan “timur
asing”. Pada 1931, keanggotaanya diperluas menjadi 60 orang, 30 orang pribumi
yang 20 di antaranya dipilih, 25 orang Eropa (15 dipilih). Perwakilan pribumi
yang dipilih bertugas selama empat tahun dipilih dewan-dewan lokal dan
kabudapten sebagai elektorat tunggal. Pada awalnya Volksraad hanya bisa
memberi masukan. Namun, karena para anggotanya memeiliki imunitas
parlementer maka hal ini menjadi dasar bagi kaum nasionalis untuk menerima
pemilihan.

Pada Juli 1936 disampaikan Petisi Soetardjo oleh Soetardjo Kartohadikusumo,


seorangbirokrat karier dan bukan anggotapergerkan nasionalis. Petisi ini meminta
diadakannya konferensi untuk mempersiapkan status dominion untuk Indonesia
setelah sepuluh tahun, mengikuti model Persemakmuran Filipina. Banyak kaum
nasionalis yang percaya bahwa petisi ini meminta terlalu sedikit. Namun,
kegagalanpemerintah kolonial untuk menidaklanjuti petisi ini setlah disahkan oleh
Volksraad menjadi simbol kekerasan pendirian politik Belanda.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada masa pergerakan nasional, perlawanan digerakkan oleh pemuda-
pemuda atau pelajar-pelajar yang membentuk organisasi dalam melawan
penjajahan. Tidak ada perbedaan suku bangsa, geografis, bahasa, dll. Pergerakan
sudah menjadi satu, dengan tujuan yang sama yaitu menuju bangsa yang
berdaulat. Organisasi-organisasi tersebut yang sangat berperan penting
mngahantar Indonesia merdeka sampai saat ini.

3.2 Saran
Nusantara meuju Indonesia merdeka pada masa pergerakan nasional, telah
berhasil menyatukan bangsa yang majemuk ini. Menghancurkan kepentingan
kelompok, suku bangsa dan kepentingan pribadi, dengan satu tujuan yaitu
Indonesia merdeka menjadi negara berdaulat.
DAFTAR PUSAKA

 Sianipar, pagar. 2014. “ pergerakan nasional indonesia”,


http://www.kompasiana.com/pagar_sianipar/pergerakan-nasional-
indonesia_54f3e15a7455139f2b6c822f, diakses pada 5 november 2019
pukul 14.00.

Anda mungkin juga menyukai