Anda di halaman 1dari 24

1

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA


Sutarno

PENDAHULUAN
Dalam tulisan ini sengaja dipillh istilah "pergerakan" dan bukan "perjuangan" karena pertimbangan
tertentu. Istilah "perjuangan" mempunyai cakupan yang sangat luas, yang mencakup juga
perjuangan fisik melawan kolonialisme antara abad XVII sampai abad XX; sedangkan istilah
"pergerakan" merupakan perjuangan yang terbatas pada usaha merebut kemerdekaan dalam bentuk
organisasi modern dan usaha pengisiannya.
Pembatasan isi tulisan ini nampak pada istilah "nasional" karena tulisan ini tidak mencakup semua
pergerakan di tanah air, melainkan dalam arti pergerakan yang mempunyai cita-cita, baik tersurat
maupun tersirat, menuju ke arah perbaikan hidup menuju kearah kemerdekaan bangsa dan negara
Indonesia. Termasuk didalamnya gerakan yang didasarkan atas kebangsaan, keagamaan, marxisme
baik yang menggunakan taktik cooperasi maupun non cooperasi.
Adapun sebab-sebab yang mendorong timbul dan tumbuhnya pergerakan modern di Indonesia,
meliputi faktor yang berasal dari dalam negeri dan faktor dari luar negeri. Faktor dari dalam negeri
antara lain: politik etis dengan logi edukasi/pendidikan telah ikut mendorong lahirnya kaum
terpelajar di Indonesia yang segera radar akan nasib bangsanya, adanya sub ordinasi bangsa pribumi
dibanding, dengan bangsa penjajah dalam segala bidang kehidupan membuat goIongan terpelajar
merasa prihatin dan dengan bermodalkan semangat kebangsaan berkeinginan untuk memperbaiki
nasib rakyat; lenyapnya larangan mengadakan perkumpulan dan persidangan politik berhubung
dengan adanya Volksraad (Dewan rakyat); perluasan desentralisasi (lokal/regional) yang melebar
dan mendalam; tumbuhnya persuratkabaran; lalu lintas yang semakin lancar yang walaupun tujuan
sebenarnya untuk menunjang pesatnya kemajuan kapitalisme, tetapi hubungan antar daerah itu
menumbuhkan semangat nasianalisme, gerakan. orang-orang Tionghoa yang mendirikan perguruan
bagi masyarakat mereka sendiri yakni Tionghoa Hwee Kwan (1901), aksi kaum peranakan (Indo-
Belanda) yang dalam tahun 1898 mendirikan "Indische Bond" di Jakarta dan dalam tahun 1907
mengadakan “Insulinde” di Bandung, keduanya untuk kepentingan goIongan Peranakan ; dan masih
banyak lagi lainnya. Sedangkan faktor dari lu ar negeri antara lain: kemenangan bangsa Jepang
(Timur) atas bangsa Rusia (Barat) pada tahun 1905 yang dianggap sebagai terompet kebangkitan
bangsa Asia/dunia Timur ; Gerakan Turki Muda untuk mencapai perbaikan nasib yang akhirnya
menimbuIkan revalusi (1908) melawan kaum kolot; Revolusi Tiongkok tahun 1911; ajaran
Marxisme-Komunisme; Gerakan Pan-Islamisme di bawah pimpinan Jamaluddin al Afghani yang,
berusaha mempersatukan seluruh umat Islam di dunia untuk menentang imperialisme; Gerakan di
India yang dipimpin oleh Mahatma Gandhi dengan Satyagraha dan Ahimsanya turut memberi arti
bagi taktik menghadapi penjajah, Revolusi Tiongkok dan lain-lain.
Makna kejadian internasional itu hanya dapat dipahami oleh kalangan terbatas yaitu kaum
intelektual atau setidaknya kaum menengah; berkat pengetahuan atau karena hubungan mereka
dengan dunia luar.
Kalau disimpulkan : kebangkitan pergerakan nasional Indonesta merupakan reaksi bangsa
Indonesia (yang, dijiwai semangat nasionalisme) menghadapi penindasan kolonialisme; sedangkan
2

kejadiian di luar negeri merupakan pendorong yang memperkuat rasa kebangsaan dan berpengaruh
terhadap cara dan taktik baru dalam menghadapi imperialisme.
Apa hubungannya dengan proklamasi dan rnengapa perlu kita pelajari ? Dalam pembukaan UUD
1945 alinea II disebutkan: "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia … mengantarkan
rakyat Indonesia … kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur".
Karena itulah pengetahuan yang mendalam tentang pergerakan kebangsaan merupakan syarat
mutlak untuk dapat memahami peristiwa proklamasi dan peristiwa sesudahnya. Yaitu mengisi
kemerdekaan dengan pembangunan. Prof. Toynbee berpendapat bahwa mempelajari sejarah itu
adalah untuk membuat sejarah (to study history is to build history). Kita dibentuk oleh sejarah dan
kita pun selayaknya mencipta sejarah. Kita saat ini adalah pelaku-pelaku sejarah itu sendiri. Hanya
persoalannya, cukup berartikah kita buat sejarah ? Tetapi kita tetap yakin, bahwa setiap jaman akan
selalu melahirkan tokoh yang sesuai dengan jamannya.
BAB I
JAMAN PERINTIS
1. BUDI UTOMO
Organisasi modern pertama bagi bangsa Indonesia ini didirikan tanggal 20 Mei 1908 oleh Sutomo,
Gunawan Mangunkusumo Gumbrek, Suraji yang waktu itu adalah pelajar STOVIA (School tot
Opleiding van Inlandse Artsen = sekolah untuk mendidik dokter pribumi) di Jakarta. Sedangkan
Dokter Wahidin sebagai pendorong untuk pendiriannya, bukan pendiri. Melihat tersia - sianya
rakyat di bidang pendidikan/pengajaran, maka tergeraklah hati Dokter Wahidin untuk mendirikan
suatu studiefonds/beasiswa. Cita-citanya itu dipropagandakan meIalui majalah "Retno Dumilah"
dan perjalanan kampanye ke beberapa daerah di Jawa pada tahun 1906 dan 1907, termasuk
diantaranya di STOVIA. Kemudian timbullah di kalangan pelajar STOVIA untuk meluaskan cita-
cita Dr. Wahidin itu dengan tidak hanya berusaha mendirikan studiefonds saja, tapi mendirikan
perkumpulan yang lebih luas. Tanggal berdirinya Budi Utomo dipandang sebagai Hari Kebangkitan
Nasional.
Mengapa dipilih nama itu ? Nama Budi Utomo dari perkataan Sutomo dalam pembicaraannya
dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo. Waktu itu Sutomo menyatakan dalam Bahasa Jawa "Puniko
pendamelan ingkang sae, … budi ingkang utami" yang artinya: itu pekerjaan yang balk, budi
(suatu tabiat yang luhur) yang utama. Dari perkataan itu oleh Soeraji (teman Sutomo) diusulkan
supaya perkumpulan itu diberi nama "Budi Utomo" (Susanto Tirtoprojo di dalam "Sejarah
Pergerakan Nasional Indonesia"). Tujuannya : "de harmonische ontwikkeling van land en volk van
Java en Madura" (kemajuan yang harmonis bagi nusa Jawa dan Madura). Sama sekali belum
disebutkan "kemerdekaan" (ingat waktu itu belum ada/lahir ide Indonesia Raya). Untuk mencapai
tujuan itu ditempuh beberapa usaha yaitu: (1) Memajukan pengadaran sesuai dengan apa yang
dicita-citakan Dr.Wahidin, (2) Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan, (3) Memajukan
teknik dan industri, (4) Memajukan kebudayaan (kesenian dan ilmu). Perlu ditegaskan disini, Budi
Utomo menekankan programnya pada bidang sosial budaya karena saat itu pemerintah kolonial
sedang melaksanakan program edukasi dari politik etisnya.
Selanjutnya dalam salah satu tujuannya disebutkan "segala yang perlu untuk menjamin kehidupan
sebagai bangsa yang terhormat". Jadi cita-cita Budi Utomo adalah kehormatan bangsa. Hal ini
berarti pertama kalinya kesadaran berbangsa diwujudkan dalam bentuk organisasi. Selain itu,
3

Konggres BU yang pertama kali diadakan tanggal 5 Oktober 1908 itu juga menetapkan /membentuk
Pengurus Besar. Ketua Pengurus Besarnya adalah R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, Dr.
Wahidin Sudirohusodo sebagai wakilnya, sedangkan anggota Pengurus Besar lainnya terdiri dari
pegawai negeri atau bekas pegawai negeri belaka. Dengan demikian organisasi ini beranggotakan
orang-orang dari kalangan atas (priyayi dan pegawai negeri dan sebagian pelajar kalangan atas).
Terpengaruh oleh hal itu, gerakan lebih condong untuk kepentingan mereka bukan penduduk
pribumi pada umumnya, sedangkan pelajar STOVIA terdesak ke belakang. Bahkan memutuskan
untuk keluar termasuk seorang tokoh radikal, Cipto Mangunkusumo.
Karena organisasi yang berpusat di Jogjakarta ini dipandang tidak berbahaya, maka oleh
Pemerintah, BU disyahkan sebagai badan hukum (rechtspersoon). Terdorong oleh keadaan, Budi
Utomo, yang sebenarnya bukan organisasi politik, akhirnya terlibat dalam kegiatan politik yaitu
ketika membahas tentang “Inlandsche militie”, milisi untuk kaum bumi putera. BU menunjuk
Dwijosewoyo sebagai wakil, di dalam delegasi yang dikirim ke negeri Belanda untuk
menyampaikan petisi itu kepada Ratu Wilhelmina. Komite "Indie Weerbaar" ini menyatakan
keyakinannya bahwa dalam menghadapi Perang Dunia di waktu itu : "buat Hindia Belanda adalah
suatu kepentingan hidup untuk selekasnya memperoleh kekuatan yang cukup baik di laut, di darat,
untuk mempertahankan diri". (A.K. Pringgodigdo : "Sejarah. Pergerakan Rakyat Indonesia").
Volksraad akan diadakan (Undang-undang dikeluarkan bulan Desember 1916). Penting juga
perbuatan Pengurus Besar BU pada waktu itu memajukan diri mengadakan Komite Nasional (terdiri
dari pemimpin perkumpulan di Indonesia yang besar). Dalam bulan Juli 1917 di Jakarta Komite
Nasional itu mengadakan sidang untuk me rundingkan arah jalan penunjukkan dan pemilihan
pertama anggota Volksraad.
Kegiatan politik kedua yang diikuti BU adalah ketika dida lam Valksraad dibentuk Radicale
Concentratie, suatu wadah untuk mempersatukan aliran-aliran yang berhaluan kiri. Radicale
Concentrasi ini memajukan dan mempertahankan keharusan adanya sebuah Majelis Nasional
sebagai "parlemen pendahuluan" yang akan terdiri dari dan dipilih oleh rakyat dengan hak-hak
sepenuhnya dengan pemerintahan yang bertanggung dawab kepada parlemen. Fraksi dalam
Volksraad yang dibentuk bulan Nopember 1918 ini, didirikan atas prakarsa anggota ISDV, Ir.
Cramer. Anggota-anggotanya terdiri dari : ISDV, Budi Utomol, Sarikat Islam, NIP (wak tu itu
bernama Insulinde).
Pada Konggres Budi Utamo tahun I921, BU ikut menuntut Inlandsche Meerderheid di dalam badan
perwakilan, artinya menuntut supaya sebagian besar anggotanya diberikan kepada golongan
Inlanders (bumiputera). Sementara itu pergerakan di Indonesia pada tahun 1920-an dipengaruhi
gerakan Mahatma Gandhi di India yang menganjurkan taktik gerakan non-cooperatie (tidak
mau bekerja sama dengan penjajah) dengan prinsip Satyagraha (tidak mentaati undang-undang yang
dtpandang tidak adil) dengan cara darnai., yang disebut Ahimsa (tidak mempergunakan kekerasan).
Karena perkembangan keadaan itu, dalam konggres BU tahun 1923 bulan April dibicarakan tentang
taktik pergerakan non cooperatie itu. Ternyata BU menolak. Mengapa ? Karena anggota BU
sebagian besar terdiri dari pegawai pemerintah. Jelas bahwa sukar bagi pegawai pemerintah untuk
secara tegas menolak kerjasama dengan pemerintah.
Tindakan keras Belanda terhadap usaha pemogokan buruh KA pada tahun 1925 menimbulkan
kegoncangan dalam BU. Akhirnya pada konggrea BU bulan April 1926 terjadi kompromi antara
4

yang non cooperatie dan cooperatie. BU sebagai organisasi bersikap non cooperaties tapi tidak
memaksakan bagi anggotanya secara perorangan.
Kegiatan politik ketiga terjadi tahun 1927 dengan memasuki Permufakatan Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPKI), yang berdiri atas inisiatif PNI. Anggotanya : PSI, BU, Pasundan
Perkumpulan Kaum Betawi, Indonesische Studieclub Surabaya, Sumatranen Bond dan PNI. Sikap
non cooperatie ini berubah lagi tahun 1928. Dalam konggres itu anggaran dasarnya berbunyi: "turut
bekerja menuju kemajuan yang harmonis-untuk negeri dan rakyat Jawa,, Madura, Bali dan Lombok
dan menuju pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia". Tindakan selanjutnya terjadi tahun 1931
dengan mengubah anggaran dasarnya yaitu membuka pintu bagi semua putra Indonesia, tidak
terbatas Jawa dan Madura saja. Tetapi organisasi ini tidak berhasil menjadi partai massa. Kalau kita
analisa ternyata kemerosotan Budi Utomo itu disebabkan oleh beberapa hal (sejak awal):
Propaganda kemerdekaan Indonesia oleh Indische Partij (berdasarkan kebangsaan sebagai Indiers).
BU dipandang terlalu Iunak, kurang tegas sehingga banyak anggotanya yang meninggalkan Budi
Utomo.
Kemajuan Sarikat Islam yang pesat meayebabkan mundurnya BU.
Para pelajar dan mahasiswa yang kecewa memutuskan untuk keluar dari Budi Utomo.
Para bupati mendirikan organisasi sendiri
Berdirinya Muhammadiyah merugikan Budi Utomo, karena Budi Utomo tidak mencampuri agama.
Banyak yang memandang bahwa BU terlalu sempit keanggotaannya yaita daerah yang
berkebudayaan Jawa semata-mata. Usahanya menarik massa dengan mengubah anggaran dasarnya
itu tidaklah banyak pengaruhnya.
Mengenal sikap/taktik non dan cooperatie terhadap penjajah pada hakekataya tidaklah menjadi
masalah sebab tujuan keduanya tetap sama yaitu mencapai kemerdekaan, hanya berbeda tekanan.
Aliran cooperatie menganggap kemerdekaan ekonomi amat penting yang harus dicapai lebih dahulu
daripada kemerdekaan politik. Untuk itu perlu bekerjasama dengan penjajah, sehingga nampak dari
luar bersikap loyal terhadap pemerintah. Sebaliknya aliran non cooperatie menganggap bahwa tiap-
tiap kerjasama dengan pemerintah jajahan hanya akan memperkuat kedudukan si penjajah. Karena
perbedaan yang tidak terlalu prinsip ini, maka nampak BU seringkali harus meninjau kembali taktik
ini sesuai dengan kebu tuhan dan keadaan waktu itu.
Usaha untuk menarik massa diteruskan dengan mengadakan fusi dengan Persatuan Bangsa
Indonesia (PBI) pimpinan Dr. Sutomo di Surabaya, sehingga dua partai yang, didirikan oleh Dr.
Sutomo ini berubah nama menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) 1935.
2. SARIKAT ISLAM
Tahun 1909 di Jakarta didirikan Sarikat Dagang Islam oleh Mas Tirtoadisuryo, kemudian menyusul
pendirian SDI di Solo bersama-sama dengan Haji Samanhudi, seorang pengusaha batik di kampung
Laweyan. Organisasi ini didasarkan atas: ekonomi dan agama yaitu membentuk semacam koperasi
dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia dalam menghadapi dominasi Cina di bawah
panji-panji Islam. Karena sikap permusuhan yang diwujudkan dengan seringnya terjadi perkelahian
dengan Cina dan dikhawatirkan berubah melawan Pemerintah, maka tanggal 12 Agustus 1912 SDI
5

diskors oleh Residen Surakarta, yaitu dilarang menerima anggota baru dan mengadakan rapat.
Tanggal 26 skors dicabut.
Atas usul seorang pelajar yang bekerja di kantor dagang Surabaya yaitu Umar Said Cokroaminoto,
SDI diperluas dan dipertegas dengan menghilangkan kata "dagang" sehingga namanya "Sarikat.
Islam".
Ternyata organisasi Nationalistis-democratis-religius ini mendapat sambutan luas dari rakyat jelata.
Sejak berdirinya SI memang diarahkan kepada rakyat jelata, berbeda dengan Budi Utomo yang
merupakan organisasi kalangan atas. Hal ini terlihat karena adanya ketentuan bahwa anggota
pengurus tidak boleh terdiri dari pegawai negeri. Corak organisasi rakyat itu nampak juga dalam
statuta Akta Notaris SI tanggal 10 September 1912 yang memuat tujuan SI. Antara lain : (a)
Memajukan semangat dagang, pertanian, kesehatan, (b) Memajukan kecerdasan rakyat, (c)
Memajukan hidup menurut perintah agama dan menghilangkan paham-paham yang keliru tentang
agama Islam, (d) Mempertebal rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong di antara anggotanya
yang mengalami kesukaran.
Mengapa organisasi ini mendapat sambutan luas di kalangan rakyat jelata ? Selain disebabkan oleh
rasa kepedihan nasional umum yaitu dijajah oleh bangsa asing yang memeluk agama lain ,
tumbuhnya SI, disebabkan oleh beberapa hal khusus : (a) Perdagangan bangsa Cina adalah suatu
halangan bagi perdagangan Indonesia (monopoli bahan batik) ditambah pula dengan tingkah laku
yang sombong bangsa Tionghoa/Cina sesudah revolusi di Cina, (b) kemajuan gerak langkah
penyebaran agama Kristen dan ucapan yang, menghina dalam parlemen negert Belanda tentang
tipisnya kepercayaan agama bangsa Indonesia, (d) Cara adat lama yang terus dipakai di daerah
kerajaan Jawa makin lama makin dirasakan sebagai penghinaan.
Kemajuan yang pesat ini tentu saja membuat Belanda khawatir. Oleh karena itu permohonan
pengurus SI untuk mendapatkan badan hukum (rechspersoon) ditolak, tetapi cabang-cabangnya
sebagai perkumpulan sendiri-sendiri (lokal) diakui sebagai badan hukum (ingat politik divide et
impera). Kemudian Pengurus SI (pusat) mengubah taktik. Yang dapat menjadi anggota SI pusat
bukan individu, tetapi perkumpulan lokal. Ketika permohonan badan hukum itu diajukan kembali,
ternyata permohonan itu dikabulkan Pemerintah pada tanggal 18 Maret 1916. Mengapa Pemerintah
mengakuinya:. sebagai badan hukum Pemerintah Hindia Belanda bermaksud supaya ada satu badan
yang dapat dipertanggungjawabkan apabila di cabang-cabang terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Oleh karena itu Pengurus Central Sarikat Islam diwajlbkan mengawasi tindakan daripada pengurus
atau anggota dari SI lokal/daerah.
Pengurus pertama Central Sarikat Islam adalah Umar Said Cokroaminoto sebagai Ketua, Abdul
Muis dan Haji Gunawan sebagai wakil ketua. Untuk menghargai jasa-jasa pendiri semula, Haji
Samanhudi diangkat sebagai Ketua Kehormatan.
Bukti makin meluasnya pengaruh SI adalah ketika di Bandung diadakan Konggres (SI) Nasional
yang pertama tanggal 17 - 24 Juni 1916. 80 SI lokal mengirim wakilnya, mewakili 360.000 orang
anggota, sedangkan jumlah semua anggota pada waktu itu lebih kurang 800.000 orang, Dalam
konggres yang dipimpin oleh Cokroaminoto –itu sudah digunakan istilah "nasional". Maksudnya
Sarikat Islam menuju ke arah persatuan dari semua golongan bangsa Indonesia menjadi suatu
bangsa (nasion). Bedakan dengan Budi Utomo !. Dengan evolusi berusaha mencapai pemerintahan
sendiri, minimal bangsa Indonesia dapat ikut serta dalam pemerintahan Indonesia. Ini semuanya
"dengan pemerintah dan untuk menyokong pemerintah". Dalam aksi komite Hindia Weerbaar, SI
6

menyetujui adanya Inlandes Militie dengan syarat bahwa adanya Inlandes Militie itu, juga harus
didirikan parlemen.
Melihat kemajuan SI, partai National Indische Partij (NIP) yang berdasarkan Indisch nationalisme
dan ISDV, berdasarkan sosialisme kiri, yang tidak banyak pengikutnya itu, berusaha mendapat
pengaruh dalam kubu Sarikat Islam. Menurut A.K. Pringgodigdo, Indisch Nationalisme (Indonesia
bukan saja tanah air bangsa Indonesia, tapi juga tanah air peranakan Belanda/Cina dll.) tidak dapat
mas.uk dalam tubuh SI karena SI merupakan organisasi rakyat Indonesia dengan pendirian
nationalisme Indonesia berpaham Islam. Sedangkan ISDV berhasil menanamkan pengaruhnya
dalam tubuh SI. Hal ini disebabkan oleh : pengaruh
Jalan aksinya hampir sama. SI menentang adat kuno dan hak istimewa bangsa Cina dalam
perdagangan ; ISDV beraksi menentang kapitalisme, berdasarkan kelas-kelas lapisan masyarakat.
Keadaan wak.tu itu memungkinkan seseorang menjadi anggota lebih dari satu partai. Semaun
menjadi ketua PKI/ISDV cabang Semarang sekaligus menjadi Ketua SI lokal Semarang.
Kekuasaan central Sarikat Islam masih lemah, sehingga cabang-cabangnya dapat bertindak sendiri-
sendiri.
Pengarus aliran revolusioner-socialistis dari ISDV ini membuat partai massa ini menjadi pecah.
Perpecahan ini berawal dari rencana pengiriman Abdul Muis (bersama Dwijosewoyo ke negeri
Belanda) dalam aksi "indie weerbaar". Kedua : ketika Semaun melakukan oposisi dengan
menentang, masuknya SI dalam Volksraad (Dewan Rakyat). Menurutnya, Volksraad hanyalah
pertunjukkan kosong, suatu akal kaum kapitalis untuk mengelabuhi mata rakyat jelata untuk
memperoleh untung lebih banyak. Tetapi Abdul Muis membantah turut duduk di dalam Volksraad
disertai usaha mengubah Volksraad menjadi sebuah parlemen yang sejati. Kedua usul Semaun untuk
tidak ikut campur dalam gerakan India weerbaar dan volksraad tidak diterima.
Ketiga : Ketika Semaun melakukan oposisi dengan menentang pendapat HOS Cokroaminoto yang,
membedakan kapitalisme haram yaitu kapitalisme bangsa asing dan kapitalisme yang tidak perlu
dilawan yaitu kapitalisme sendiri (Indonesia).
Dalam konggresnya di Surabaya pada tahun 1918 yang dihadiri 87 SI lokal ini ditegaskan bahwa SI
tetap menuntut perluasan pengajaran, penghapusan "herendi ensten", yaitu kerja paksa untuk negara
sebagai pajak, menuntut diadakannya peraturan-peraturan untuk kaum buruh untuk mencegah
penindasan dan perlakuan sewenang-wenang (upah munimuni, lama kerja dll.); memutuskan untuk
menentang pemerintah sepanjang tindakannya melindungi kapitalisme; memutuskan untuk
mengorganisasikan kaum buruh. Pegawai negeri dianggap sehagai alat untuk menyokong kapi
talisme.
Berkat desakan SI, melalui wakilnya yaitu Cokroaminoto. (sebagai anggota Volksraad yang
diangkat pemerintah) dan Abdul Muis (sebagai anggota yang terpilih), kelompok Radicale
Concentratie dalam Voiksraad memajukan nota kepada Pemerintah agar membentuk Parlemen yang
sesungguhnya, bukan Volksraad yang hanya berfungsi sebagai badan penasehat belaka. Radical
Concentratie ini didirikan tanggal 16 Nopember 1918. Dalam nota disebutkan pula agar golongan
fungsional dimasukkan didalamnya, selain wakil golongan politik.
Di dalam riwayat SI terdapat peristiwa yang, berpengaruh terhadap hidup SI, yaitu :
7

Pemberontakan di Toli-toli, Sulawesi Tengah. Dalam peristiwa tanggal 5 Juni 1919 itu terbunuh
seorang controler dari binnenlands dan beberapa pegawai negeri, sedangkan peristiwa itu terjadi
setelah Abdul Muis berpropaganda di daerah itu, sehingga pemerintah Hindia Belanda menggap ada
hubungan antara propaganda dan peristiwa Toli-toli.
Peristiwa Cimareme di desa Cimareme, Garut, Jawa Barat. Pemberontakan yang terjadi tanggal 5
Juni 1919 itu dipimpin oleh Haji Hasan.
Pemberontaknya adalah kaum petani yang tidak mau menyerahkan padinya dengan harga yang
ditetapkan oleh Pemerintah kepada Pemerintah. Didalam "Cimareme drama" ini Haji Hasan beserta
keluarga terbunuh dan beratus-ratus orang ditangkapi dan dihukum. Pemerintah menganggap bahwa
peristiwa ini ada hubungannya dengan SI, karena Pemerintah menemukan di daerah ini semacam
perkumpulan rahasia yang, mengikat anggotanya dengan sumpah. Perkumpulan ini bernama Sarikat
Islam afdeling B.
Kedua peristiwa itu berpengaruh di dalam riwayat SI, karena banyak anggotanya menjadi takut
menjadi anggota SI sebab pemerintah Hindia Belanda berpendapat bahwa SI telah menghasut rakyat
untuk menentang Pemerintah Hindia Belanda.
Sementara itu dalam tubuh SI terjadi perpecahan yaitu antara yang berhaluan komunis (merah) dan
yang berhaluan Islam - nasional (putih). Dalam konggres SI di Jogjakarta pada tanggal 2 - 6 Maret
1921 terjadilah semacam kompromi antara aliran ekonomis-dogmatis yang diwakili Semaun dan
aliran nasional keagamaan, yang diwakili Agus Salim. Inti kompromi itu berupa perumusan suatu
asas/dasar yang mempersatukan dua aliran tadi. Dikatakan bahwa penjajahan, ditinjau dari sudut
kebangsaan dan ekonomis adalah hasil/buah dari kapitalisme. Jadi yang diutamakan adalah
penentangan terhadap penjajahan (asas utamanya kebangsaan), tetapi diakui bahwa penjajahan itu
disebabkan oleh usaha kaum kapital.
Untuk tetap menjaga keutuhan SI, Central Sarikat Islam (CSI) belum melakukan disiplin partai.
Ternyata makin lama kaum komunis makin menyerang dan berusaha membelokkan haluan SI ke
arah komunisme. Menghadapi kenyataan ini akhirnya pada konggres SI tanggal 10 Oktober 1921
memutuskan untuk melakukan disiplin partai. Dengan disiplin partai ini orang harus memilih SI
atau organisasi lain. Disiplin partai ini ditentang oleh Semaun sebab dia ingin mengambil anggota.
SI itu dari dalam. Tetapi sesudah "pembersihan" (pemisahan dari kaum komunis) itu SI semakin
bertambah mundur. Untuk memperbesar pengaruhnya, terutama di lapangan keagamaan: CSI
mengadakan Conggres al - Islam I di Cirebon tanggal 31 Oktober - 2 Nopember 1922.
Dalam konggres SI tanggal 17 - 20 Februari 1923 di Madiun diambil dua keputusan penting yaitu:
Konggres memutuskan untuk membentuk "Partai Sarikat Islam", yang terdiri dari anggota-anggota
aktif yang akan bekerja dalam SI setempat untuk kepentingan partai. CSI akan tetap ada untuk
sementara waktu sebagai badan penghubung.
Mempertahankan disiplin partai. Hal ini disebabkan karena pihak Semaun masih berusaha
menghapuskaa disiplin partai.
Menghadapi kemunduran ini SI berhubungan dengan gerakan Pan-Islamisme yaitu gerakan yang
dipimpin oleh Jamaluddin al Afghani untuk mempersatukan seluruh umat Islam di dunia untuk
menentang imperalisme. Tokoh penganjurnya adalah: Agus Salim. Sebagai akibat dari munculnya
Pan Islamisme: yang dikumandangkan dari Mesir ini lmaka perkumpulan Muhammadiyah yang dari
8

semula memang dimaksudkan sebagai perkumpulan sosial dapat tertarik untuk bersama-sama
mendirikan Conggres al Islam II di Garut tanggal 19 - 21 Mei 1924. Maksud konggres itu adalah
memadukan persatuan kaum muslimin. Usaha pertama Conggres al Islam adalah memperluas
pengajaran agama. Kedua : menganjurkan pendirian Majelis Ulama untuk memutuskan perselisihan
antar kaum ulama. Conggres al-Islam mengirim Cokroaminoto (CSI) dan Haji Mansur
(Muhammadiyah) untuk menghadiri Conggres al-Islam sedunia tanggal 1 Juni 1926 di Makkah.
Karena menggabungkan diri dengan Conggres al-Islam sedunia, maka Conggres al-Islam diubah
namanya dengan "Conggres Islam Sedunia, Cabang Hindia Timur" atau M.A.I.H.S (Muktamar al-
Alam al-Islam far'al Hind asj-Sjarqyah).
Dalam konggres SI tahun 1925 di Jogja diputuskan untuk mengubah taktik perjuangan SI. SI
sebagai partai berhaluan non - cooperatie, tetapi kepada anggota partai diberi kebebasan untuk
menjabat anggota dewan perwakilan, tidak atas nama partai tapi atas namanya sendiri. Dalam
konggres SI bulan Januari 1927 , SI menegaskan bahwa tujuan partai SI adalah mencapai
kemerdekaan nasional, atas dasar agama Islam. Karena tujuannya mencapai kemerdekaan, maka SI
ikut menggabungkan dirt dalam PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia)
tanggal 17 Desember 1927 atas inisiatif PNI. Kemudian pada tahun 1929 PSI berganti nama
menjadi PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia), sebagai akibat pengaruh golongan yang kemball dari
negeri Belanda antara lain Dr. Sukiman. Karena perbedaan tekanan dari tujuan pergerakan akhirnya
PSII pecah menjadi dua aliran. Aliran Cokroaminoto-Agus Salim menekankan asas agama,
sedangkan aliran Sukiman-Suryopranoto menekankan lebih tegas pada asas kebangsaan. Pada tahun
1932 Dr. Sukiman dan kawan-kawannya dipecat dari PSII dan akhirnya mendirikan partai baru
yaitu Partai Islam Indouesia (PARII).
Karena perpecahan itu ternyata merugikan gerakan Islam yang juga bertujuan kemerdekaan
berdasarkan kebangsaan, maka pemecatan dicabut. PARII bergabung lagi dengan PSII. Tetapi
karena Sukiman, kurang mendapat pengaruh dalam PSII, maka pada bulan Desember, Sukiman dan
kawan-kawan keluar dari PSII dan mendirikan kembali Partai Islam Indonesia yang berhaluan
kooperasi. Tokoh-tokohnya antara lain : Sukiman, Wibowo, Kasman Singodimedjo, Farid Makruf,
Muzakir dan K.H.Mansjur.
Kemudian dalam tahun 1940 Kartosuwiryo keluar dari PSII untuk mendirikan partai sendiri,
sehingga PSII terpecah menjadi : PSII Abikusno, PSII Kartosuwiryo, dan PARII Dr.
Sukiman.Sampai akhirnya Jepang melarang berdirinya partai politik.
3. INDISCHE PARTIJ
Berbeda dengan SI, BU maupun Insulinde yang gerak tujuannya masih dalam lingkungan susunan
negeri Belanda, munculnya Indische Partij (IP) di Bandung, tanggal 25 Desember 1912 mempunyai
tujuan "Indie" merdeka, dengan semboyan "Indie untuk Indiers". Partai politik yang didirikan oleh
Dr. E.F.E. Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, Suwardi Suryoningrat ini berusaha mewujudkan
kerjasama yang erat untuk kemajuan tanah air dan menyiapkan kemerdekaan. Hal ini terlihat dari
rumusan tujuannya: "Persiapan un.tuk kehidupan bangsa yang merdeka". Dasarnya : Nationalisme
Indische. Anggotanya : semua golongan bangsa, yang merasa dirinya seorang indiers tanpa
membedakan tingkatan. Sebagai lambang partai dibuat bendera berwarna hitam (warna kulit
Indiers), yang satu pojoknya diberi garis hijau (harapan), merah (berani), biru (setia).
Tahun 1913 Pemerintah Belanda di Indonesia akan merayakan 100 tahun bebasnya Belanda dari
penjajahan Perancis. Ironisnya perayaan itu dilakukan pada saat Belanda sedang menjajah
9

Indonesia. Deegan berani Suwardi Suryaningrat dkk. mendirikan Komite Bumiputera, yaitu komite
untuk menentang perayaan yang memungut dana dari rakyat itu. Komite itu mengeluarkan brosur
dengan dudul "Als ik een Nederlander was" (Andaikata aku seorang Belanda) yang isinya antara
lain
“…Seandainya pada saat ini juga aku seorang Belanda, aku protes peringatan yang akan diadakan
itu. Aku akan menulis dalam surat-surat kabar, bahwa itu salah : aku akan peringatkan kawan-
kawan penjajah, bahwa sungguh berbahaya pada waktu ini mengadakan perayaan-perayaan
peringatan kemerdekaan : aku akan peringatkan semua bangsa Belanda jangan menyinggung
perasaan bangsa Indonesia yang baru bangun dan menjadi berani itu serta mengurangajarinya. Su-
ngguh aku akan protes sekeras-kerasnya…”
Setelah mengetahui hal itu, Pemerintah memeriksa orang-orang dalam komite ini. Setelah kejadian
itu Cipto menulis dalam Harian Express, sebuah karangan dengan judul : Kracht of Vrees (Kekuatan
atau Ketakutan), sebagai ejekan terhadap pemerintah. Menyusul karangan Suwardi dalam harian itu:
Eenvoor Allen maar ook Allen voor Een (satu buat semua, tetapi juga semua buat satu). Douwes
Dekker yang bangga dengan kawan-kawan mudanya ini lalu menulis pula karangan: Onze Holden:
Tjipto Mangun Kusumo en R. M. Suwardi Suryaningrat (Pahlawan Kita: Tjipto Mangun Kusumo
dan Suwardi Suryaningrat). Akibatnya mereka ditangkap dan akan diinternering ke Kupang dan
Banda. Mereka mengajukan permintaan untuk meninggalkan Hindia Belanda dan ternyata
dikabulkan. Mereka memilih Belanda. Pada bulan Juli 1914 Cipto boleh kembali ke tanah air karena
sakit dan akhirnya duduk dalam Volksraad mewakili NIP. Hukuman buang Douwes Dekker dicabut
bulan Agustus 1917, sedangkan Suwardi Suryaningrat bulan Juli 1918.
Oleh karena partai dilarang dan pemimpinnya diasingkan maka para pengikut IP bubar dan sebagian
besar masuk anggota Insulinde dan akhirnya nanti para pemimpinnya masuk pula kedalamnya
Karena pengaruh mereka pula maka Insulinde berubah menjadi Nationale Indische Partij (NIP).
Organisasi ini tidak dapat meluas di kalangan masyarakat banyak seperti halnya Sarikat Islam.
Karena masyarakat asli (Indonesia) belum berani terang-terangan menyatakan keinginan untuk
merdeka, di samping karena masih menonjolnya colour-line division (pembagian atas warna kuIit).
Suwardi Suryaningrat akhirnya meninggalkan lapangan politik,lalu menerjunkan diri dalam
lapangan pendidikan, dengan mendirikan lembaga pendidikan yang bercorak nasional yaitu : Taman
Siswa (1922).
Douwes Dekker (Setiabudi), terjun pula di lapangan pendidikan dengan mendirikan suatu lembaga
pendidikan dengan nama : Institut Indonesia. Sedangkan Cipto Mangunkusumo tetap melanjutkan
karier politiknya dengan memasuki PNI. Akibat dari kegiatannya itu dia dibuang ke Banda pada
tahun 1928, sampai kemudian Jepang membebaskannya. Tahun 1943 Dr. Cipto meninggal dunia.
Douwes Dekker dalam tahun 1940 ditangkap dan dibuang ke Suriname dan setelah Indonesia
Merdeka pulang kembali ke Indonesia dalam tahun 1947. Dia diangkat menjadi Menteri Negara
dalam Kabinet Syahrir, kemudian dalam tahun 1948 diangkat menjadi anggota Dewan
Pertimbangan Agung di Jogja; sedangkan Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantoro dalam
tahun 1945 diangkat menjadi Menteri Pengajaran pertama Republik Indonesia.

4. PARTAI KOMUNIS INDONESIA


10

Hendrickus Josephus Franciscus, Marie SNEEVLIET (sekretaris perkumpulan dagang yang dating
ke Indonesia tahun 1913 merupakan penyebar pertama dan utama ajaran Marxisme di Indonesia,
yaitu teori tentang perjuangan kelas antar kaum borjuis melawan proletar.
Melalui ISDV, yang didirikannya di Semarang tanggal 9 Mei 1914, SNEEVLIET menyusupkan
paham Marxisme itu pada tubuh organisasi lain yang sudah ada untuk dapat mendekati rakyat.
Melalui Semaun, ISDV berhasil menarik massa yang dimiliki Sarikat Islam, sehingga akhirnya SI
terpecah menjadi dua, yaitu SI Putih (Cokroaminoto) dan SI Merah (Semaun).
Tetapi akhirnya ISDV ini pecah menjadi dua :
ISDP (Indische Sociaal Democratische Partij)
Organisasi reformistis yang agak lunak ini tidak termasuk sebagai organiaasi pergerakan bangsa
Indonesia, karena tidak adanya orang Indonesia didalamnya. Walaupun juga bercita-cita mencapai
kemerdekaan dengan selfbestuur dan terbuka untuk semua bangsa, tapi organisasi yang dipimpin
oleh J.E. Stokvis, Ir. Cramer, Prof. van Geldern ini tidak mempengaruhi pergerakan nasional, tapi
pengaruhnya hanya terbatas dalam Vo2lksraad.
ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging)
Organisasi sosialis marxis yang berhaluan keras ini dipimpin oleh SNEEVLIET, Brandsteder, Ir.
Baars, van Burink, Semaun, Darsono, Alimin Prawirodirjo.
Agar semakin dapat menanamkan pengaruhnya yang kuat, ISDV berusaha mempengaruhi Sarikat
Sekerja. Tindakan ini sesuai dengan program komunis yaitu: perlawanan modal, kaum buruh
melawan kaum kapital. Usahanya ini mendapat tantangan kuat dari Sarikat Islam yang juga anti
kapitalis. Bahkan dalam usahanya untuk mempersatukan Sarikat Sekerja dalam satu federasi,
nampak Sarikat Islam lebih berhasil dibandingkan ISDV karena buat perkumpulan pegawai negeri
masih terasa sangat berbahaya apabila hidup di bawah pengaruh kaum komunis. Hal ini terbukti
dengan terbentuknya Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) tahun 1919 di Jogjakarta di bawah
pimpinan Sosrokartono, Suryopranoto, Agus Salim. Tetapi organisasi yang oleh kaum komunis
disebut Revolutionnair Socialistische Vakcentral (RSV) ini, akhirnya dapat juga dipengaruhi
Semaun sehingga vak sentral yang didirikan oleh Sosrokartono(sekretaris SI dan Ketua Sarikat
Sekerja Pegadaian) itu pecah menjadi dua (sejak rapat umum PPKB tanggal 18 - 20 Juni 1921)
yaitu :
Revolutionnaire Vakcentral yang berpusat di Semarang. Anggotanya terdiri dari 14 Sarikat Sekerja
antara lain : Sarikat Sekerja Kereta Api (sebagai tenaga inti), pelabuhan, buruh tambang, sopir,
buruh cetak, penjahit dan lain-lain. Organisasi ini berada di bawah pengaruh Komunis.
PPKB yang berpusat di Jogjakarta.
Kemenangan kaum komunis di Rusia memberikan semangat bagi kaum Marxis. ISDV diubah
menjadi Partai Komunis Indonesia (sebenarnya Partai Komunis Hindia) sebagai partai komunis
pertama di Asia pada tanggal 23 Mei 1920. Berbeda dengan ISDV yang merupakan organisasi
campuran, PKI ini praktis di pegang oIeh Bangsa Indonesia (Sneevliet diusir tahun 1918,
Brandsteder 1921, Baars 192l, Bergsma 1922).
11

Dalam konggresnya tanggal 24 Desember 1920, Semaun menyerang SI dengan menyatakan bahwa
pergerakan rakyat Indonesia sebetulnya diadakan untuk menyokong kapitalisme (SI didirikan oleh
para saudagar/pemilik modal).
Menghadapi serangan dan rongrongan kaum kamunis dari Iuar dan dari dalam ini akhirnya SI
menjalankan disiplin partai (hasil konggres SI tahun 1921) sehingga Semaun dikeluarkan dari SI.
Dalam konggres, yang dipimpin Tan Malaka (Darsono dan Semaun sedang ke Moskow) pada
tanggal 24 - 25 Desember 1921 diambil keputusan untuk menyusun satu sentral SI Merah untuk
menghadapi barisan SI Cokroaminoto-Salim (SI Putih).
Setelah mempelajari keadaan di Rusia, Cina, Jerman, Belanda; dia mengambil ketetapan untuk
mempersatukan kembali Sarikat Sekerja. Usahanya mempersatukan dua sentral sarikat sekerja itu
berhasil. Pada. tanggal 3 September 1922 di Madiun terjadilah fusi vakcentral dengan nama
Persatuan Vakbonden Hindia (PVH) yang terdiri dari sarikat sekerj,a swasta dan buruh pemerintah.
Tetapi dia gagal untuk tetap tinggaI dalam tubuh SI, karena Konggres SI bulan Februari 1923 tetap
memutuskan dilakukannya disiplin partai.
Sebagai reaksi terhadap disiplin partai itu, PKI mengadakan konggres (4 Maret 1923 di Bandung)
untuk mangubah SI Merah menjadi Sarikat Rakyat sebagai onderbouw PKI. Selain itu Semaun juga
menyerang SI dengan menyatakan bahwa SI dibentuk untuk menjunjung kepentingan kaum modal
bangsa Indonesia; bahwa SI memboroskan uang yang diterimanya dari rakyat ; bahwa pengajaran
yang dicita-citakan SI selamanya tidak akan sampai kepada rakyat Jelata.
Haji Mohammad Misbach dari Solo, seorang komunis-keagamaan, menunjukkan kecocokan antara
komunisme dengan ayat-ayat al Quran. Dikatakannya bahwa seseorang yang tidak setuju pada
dasar-dasar komunis, mustahillah ia muslim sejati. Adalah dosa besar bagi orang yang memakai
Islam sebagai seIimut untuk memperkaya diri (yang dimaksud adalah pemimpin SI). SeteIah usaha
pemberontakannya gagal, Haji Misbach dibuang ke Manokwari bulan Ju1i 1924 dan meninggal
bulan Mei 1926.
Dalam rapat PVH di Surabaya 29 - 30 April 1923 dan dalam rapat VSTP di Semarang tanggal
6 Mei 1923 Semaun menerangkan bahwa pemogokan harus dimuIai pada saat dia ditangkap. Ketika
tanggal 8 Mei 1923 ia ditangkap, meledaklah pemogokan besar dari pegawai dan buruh kereta api.
Sebagai tindakan balasan Pemerintah mengurangi hak bersidang, mengadakan hukuman terhadap
propaganda pemogokan (artikel baru dalam KUHP). Dengan kebijakan ini hubungan antara
pemimpin dan buruh terputus dan gerakan pemogokan menjadi mundur. Pada bulan Agustus 1923
Semaun diusir (hal ini lebih disukainya dibanding dengan pengasingan di Timor).
Dalam konggres tanggal 7 - 10 Juni 1924, di Jakarta disebutkan dalam anggaran dasarnya : PKI
akan memimpin kaum proletar (buruh, dan tani) dalam perjuangannya melawan kaum modal.
(kapitalis) di Indonesia, bukan hanya terhadap “kapitalisme yang berdosa” (pemimpin SI Putih
membedakan antara kapitalisme "halal” dan kapitalisme “haram"), tetapi segala macam kapitalisme.
Kemerdekaan politik dan ekonomi hanya mungkin kalau alat-alat produksi dikuasai oleh majelis
rakyat. Perjuangan tidak terbatas dalam lingkungan nasional saja, tapi meliputi seluruh dunia.
Menurut PKI, kapitalis datang ke Indonesia ini untuk menindas kaum proletar, sedangkan kaum
pertengahan dan pelajar sudah menjadi alat dari kaum kapital.
Konggres juga membahas tentang keanggotaan yang terdiri dari perkumpulan. Perkumpulan politik
menjadi susunan bawahan (onderbouw) PKI dan jika bukan perkumpulan politik ia menjadi sel
12

daripada PKI. Sarikat Rakyat adalah susunan bawah untuk rakyat jelatat sedangkan PKI sendirl
menjadi susunan atasan untuk anggota yang terpilih dan sudah dianggap cakap tentang hal
komunisme. Konggres menyerang organisasi lain dengan menyatakan bahwa: aliran kaum pelaj,ar
yang bersifat kebangsaan (Budi Utomo) ttdak akan dapat tumbuh karena tidak berdiri diatas dasar
ekonomi; pergerakan kebangsaan yang didasarkan agama (Sarikat Islam Cokro) tidak akan dapat
hidup karena hanya menjunjung kepentingan kaum modal kecil-kecil bangsa Indonesia.
Taktik perjuangan dilakukan dengan pemogokan-pemogokan untuk mendapat jaminan sosial,
penghapusan kuli kontrak dII. melaIui organisasi dan disiplin yang kuat dengan berusaha tetap
mempengaruhi sarikat sekerja agar bersifat komunis. Konggres PKI tanggaI 11 - 17 Desember 1924
di Kotagede dihadiri oleh utusan 38 seksi PKI mewakili 1.237 anggota, 46 cabang Sarikat Rakyat
mewakiIi 33.748 anggota. Konggres menekankan untuk memperkuat barisan untuk mempersiapkan
revolusi. Revolusi barulah dapat terjadi jika pergerakan sudah terpusatkan.
Aksi ini ternyata menimbulkan pemberontakan besar yang diIakukan komunis pada akhir tahun
1926 (12 - 14 Nopember di Jakarta, Jatinegara dan Tangerang, 12 Nopember - 5 Desember 1926 di
karesidenan Banten, I2 - 18 Nopember di Priangan, 17 - 23 Nopember 1926 di daerah Solo, 12
Nopember - 15 Desember 1926 di daerah Kediri dan mengadakan pemberontakan juga di
Banyumass Pekalongan dan Kedu). Hal itu sudah dapat terjadi karena sedang tidak adanya
pemimpin Semaun dan Darsono yang selaIu menghalang-halangi timbulnya revolusi.
Usaha pemberontakan ini ternyata mengalami kegagalan. Hal itu disebabkan antara lain oleh :
Buruknya persiapan dalam urusan politik dan organisasi. Pemberontakan disiapkan kira-kira
seminggu sebelumnya atas perintah pusat pimpinan PKI melalui juru propaganda kelliing.
Tidak semua tokoh-tokoh komunis yang berpengaruh terlibat.
Kesempurnaan segala kelengkapan polisi rahasia (PID = Politieke InIichtingen Dienst / Dinas
Penerangan Politik) yang dapat dengan cepat mengetahui gerakan.
Perlawanan yang kuat di kalangan masyarakat sendiri.
Pemberontakan itu dilakukan dengan tidak berdasar pada tujuan politik yang nyata dan ekonomi
yang kuat. Pemberantakan dimulai dengan tanpa memikirkan apa yang harus terjadi.
Pemberontakan ini ditindas secara kejam oleh Belanda 13.000 ditangkap, 4.500 diasingkan ke
Boven Digul, Irian Selatan. PKI dan semua onderbouwnya diIarang. Tapi itu hanya ujung dari
gunung es yang terbenam dalam samudra. Ideologi ini tetap ada.
BAB II
JAMAN PENEGAS DAN PENCOBA
PERHIMPUNAN INDONESIA
Tahun 1908 di negeri Belanda oleh pelajar Indonesia didirikan Indische Vereniging (Perkumpulan
Hindia) yang bertujuan : "memperhatikan kepentingan bersama bagi penduduk Hindia Belanda
yang ada di negeri Belanda", sama sekali tidak bertujuan politik. Tujuan ini tidak berubah sekalipun
tokoh Indische Partij yang dibuang ke Belanda (Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusuma)
masuk kedalam organisasi ini.
13

Sesudah Perang Dunia I diantara mereka timbul dua aliran :


Aliran moderat yang dipimpin Notosuroto (penyair). Golongan ini mendirikan "Nederland-
Indonesische-Verbond” yang tetap menginginkan terpeliharanya hubungan antara negeri Belanda
dan Indonesia. Disebut moderat karena tidak menginginkan Indonesia lepas dari Belanda.
Aliran progresif. Karena pengaruhnya yang kuat akhirnya Indische Vereniging diubah dengan nama
Indonesische Vereniging dengan dasar: persatuan rakyat, hak mengatur diri sendiri, demokrasi.,
menolong diri sendiri, pembentukan kekuatan, non cooperatie. Dalam tahun 1924 organisasi ini
menegaskan sikapnya dengan mengubah namanya menjado Perhimpunan Indonesia yang bertujuan
kemerdekaan Indonesia. Propagandanya dimuat dalam majalah "Indonesia Merdeka" (1924) sebagai
ganti dari majalah “Hindia Putra” yang didirikan 1 Maret 1916.
Propaganda juga ditujukan ke dunia internasional untuk menentang propaganda Belanda yang
menyatakan bahwa rakyat Indornesia senang dengan penjajahan Belanda dan tidak akan berusaha
mendapat kemerdekaan. Untuk itu Perhimpunan Indonesia mengadakan kontak antara lain dengan :
Internasionale Komunis (Komintern) .
Hubungan antara aliran anti-imperalisme-nasionalistis dengan anti kapitalisme-proletaris
dimungkinkan karena Komintern juga mendorong pergerakan kebangsaan rakyat yang terjajah, di
samping menyokong pergerakan kaum buruh dan tani. Komintern berharap dapat memimpin
kerjasama itu dan memasukkan paham komunis pada golongan yang tergabung itu. Hal ini disadari
betul oleh kaum terpelajar Perhimpunan Indonesia. Oleh karena itu mereka tetap menjaga jarak agar
tidak terkena pengaruh.
Sebaliknya terjadilah kontrak antara Semaun (wakil PKI) dan Moh. Hatta (wakil PI) pada tanggal 5
Desember 1926 (pada saat pemberontakan komunis di Jawa sudah tertindas, di Sumatra masih
berjalan). Saat itu Semaun merasa putus asa melihat akibat pemberontakan yang dijalankan tanpa
setahunya. Pada intinya kontrak itu : perlunya suatu pergerakan rakyat. PI harus menjelma menjadi
suatu partai rakyat yang akan memimpin seluruh pergerakan rakyat Indonesia menuju terciptanya
kemerdekaan Indonesia. Tapi kontrak pengakuan kaum komunis atas pimpinan kaum nasional int
tidak jadi dilaksanakan karena Executief Comite dan Komi te Internasional menganggap itu suatu
kesalahan besar sehingga akhirnya Semaun mencabut kemball pengakuannya itu.
Liga Anti Kolonial
Delegasi Indonesia dalam konggres di Brussel pada tanggal 10 - 15 Februart 1927 ini dipimpin oleh
Moh. Hatta, Nazir Pamuncak, Gatot, Achmad Subardjo (PI) dan Semaun (PKI). Konggres itu
berhasil mencapai resolusi. bahwa Konggres. Liga Anti Kolonial bersimpati pada gerakan
kemerdekaan Indonesia dan bersedia menyokongnya. Resolusi kedua menuntut penghapusan dari
interneering yang terjadi di Indonesia serta menuntut pembebasan pemimpin yang diinternerir.
Ikut serta dalam konggres internasional yang bersifat humanistis.
Tuntutan PI ini membuat kalapnya pemerintah Belanda sehingga akhirnya Pemerintah Belanda
menangkap empat pengurus P.I. yaitu Moh.Hatta, Abdul. Majid, Ali Sastroamijoyo, Natsir Datuk
Pamuncak dengan tuduhan menghasut untuk bertindak dengan kekerasan melawan pemerintah.
Karena tidak berhasil membuktikan kesalahan mereka, akhirnya Hatta Cs. oleh pengadilan
diputuskan bebas. Dalam persidangan itu mereka didampingi pembela Mr. Days, anggota SDAP
yang bersimpati pada gerakan Indonesia tapi tak sejauh sampai menyetujui Indonesia merdeka.
14

PARTAI NASIONAL INDONESIA


Akibat propaganda dari Perhimpunan Indonesia di Nederland maka timbullah studieclub di
Indonesia. Pendirian studieclub ini dimaksudkan untuk menghindari pengawasan politik
pemerintah. StudiecIub pertama yang didirikan adalah Indonesische Studieclub di Surabaya oleh Dr.
Sutomo dalam bulan Juli 1924 yang bertujuan "mendorong keinsyafan persatuan dan kepahaman
politik” dan "mengajak mereka ialah kaum terpelajar dengan jalan membahas persoalan nasional
dan sosial untuk bekerja secara konstruktif”.
MenyusuI pendirian Algemene Studieclub di Bandung oleh Ir. Sukarno, yang merupakan cikal
Bakal berdirinya Partai_ Nasional Indonesia. Partai politik yang berhaluan tegas ini didirikan
tanggal 4 JuIi 1927 oleh Ir. Sukarno, Ir. Anwari, Mr.Sartono, Mr. Iskak Cokrohadisuryo, Mr.
Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi. Kehadiran 5 orang yang disebut terakhir sebagai bekas anggota
PI yang sudah pulang ke tanah air inilah yang memberi dorongan untuk mengubah Algemene
Studieclub Bandung menjadi PNI. Pendirian PNI merupakan usaha untuk melanjutkan dan
melaksanakan cita-cita yang disebarkan oleh Perhimpunan Indonesia. Oleh karena itu tujuan PNI
sama tegasnya dengan tujuan PI yaitu untuk mencapai Indonesia merdeka. Asasnya: non-cooperatie,
self help (prinsip untuk menolong diri sendiri) dan Marhaenisme. Satu-satunya perbedaan asas
dengan Perhimpunan Indonesia adalah paham Marhaenisme yang merupakan paham yang khas
hasil pemikiran Sukarno. Marhaenisme berasal dari nama seorang petani di desa Cigereleng,
Bandung yang, mengolah tanah miliknya sendiri dengan alat-alatnya sendiri. Nama petani itulah
(Marhaen) yang digunakan oleh Sukarno untuk menyebut aneka ragam rakyat miskin yang
digerakkan untuk melawan penjajahan/imperalisme. Asas Marhaenisme adalah perjuangan
menentang kolonialisme yang menguasai Indonesia melalui massa aksi kaum Marhaen.
Usaha nyata pertama PNI adalah memprakarsai pendirian Permufakatan Perhimpunpn-perhimpunan
Polttik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), sebagai badan federasi dari PNI, PSI, BU, Pasundan, Kaum
Betawi, Sumatranenbond, dan Indonesische studieclub. Melalui badan ini PNI mempropagandakan
asasnya kepada organisasi lain. Dan memang arti partai ini terutama adalah propagandanya yang
ditujukan kepada Indonesia Merdeka yang bermodalkan semangat persatuan Indonesia. Upaya
untuk mencapai persatuan itu adalah PNI menjunjung bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia
(mengikuti jejak PI), Merah putih (warna PI dan PNI) dijunjung sebagai warna kebangsaan
Indonesia, lagu Indonesia Raya ditunjuk PNI sebagai lagu kebangsaan. Semua itu diakui oleh
golongan lain.
Pada tanggal 29 Desember 1929 Pemerintah Belanda mengadakan penyergapan di tempat
kediaman Pengurus PNI dan menangkap empat pemimpinnya yaitu Sukarno, Maskun, Gatot:
Mangkuprojo, Supriadinata dengan tuduhan akan mengadakan revolusi. Alasan penangkapan itu
sesuai dengan hasutan pers Belanda dan Vaderlandse Club yang menuduh PNI telah menyebar
benih ketidakpuasan di kalangan masyarakat yang lambat laun akan menimbulkan pemberontakan.
Pidato pembelaan Sukarno dalam persidangan di Bandung itu dikenal dengan "Indonesia
menggugat". Keterangan ini tidak memberikan keyakinan pada anggota Volksraad (dewan Rakyat)
baik yang berhaluan koperatif maupun non koperatif dan bertakad mempergiat usahanya
menghadapt tindakan pemerintah.
Tanggal 12 Januari 1930 PPPKI dalam rapat umumnya mengutuk pemerintah dan manganjurkan
pihak Indonesia untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan sampai cita-cita terkabul. Para
15

Nasional lunak yang dulu dalam VoIksraad pada tanggal 27 Desember 1930 membentuk Nationale
Fractie (Fraksi Nasional) dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui saluran
legal. Demikianlah pada tanggal 27 Januari 1931 itu M.H.Thamrin mengumumkan Iahirnya Fraksi
Nasional dalam Volksraad yang bertujuan mencapai kemerdekaan secepat-cepatnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut Fraksi Nasional melakukaa usaha-usaha sebagai berikut :
Berusaha mencapai perubahan ketatanegaraan.
Berusaha melenyapkan semua perbedaan politik, ekonomi, darn tingkat pendidikan yang
diakibatkan oleh sistern kolonial.
Menggunakan semua jalan yang sah untuk tujuan tersebut
Anggota-anggota yang masuk sebagai anggota Fraksi Nasianal tersebut adalah Moh. Husni Thamrin
(pemimpin), Kusumo Utoyo, Mochtar, Soangkupon, Suroso, Dwijosewoyo, Otto Iskandar Dinata,
Sukarjo Wiryopranoto, Mohammad Noor, Abdul Rasyid, Wiwoho Purbohadijoyo. Anggota ini
berasal dari berbagai perkum pulan dan suku. Meskipun disadari sepenuhnya bahwa
keanekaragaman keanggotaan itu mencerminkan kelemahan komposisi Fraksi Nasional dalam
tindakan-tindakannya, tapi harus diakui bahwa pembentukannya merupakan salah satu usaha untuk
menyatukan segala tenaga nasionaI yang terdapat dalam Volksraad sebagal wakil per kumpulan
masing-masing. Penyatuan tenaga nasional itu merupakan syarat mutlak menghadapi lawan.
Akhirnya Sukarno dikenai hukuman penjara 4 tahun, Maskun 2 tahun, Gatot Mangkupraja 1 tahun 8
bulan dan Supriadinata 1 tahun 3 bulan. Sebagai ahli hukum dan pengacara yang membela perkara
Sukarno, Sartono selaku ketua darurat PNI mengubah taktik. PNI dinyatakan bubar dan
mengumumkan berdirinya partai baru yaitu Partai Indonesia (Partindo). Asas dan tujuan Partindo
sebenarnya sama dengan PNI hanya perumusannya berbeda. Usaha untuk mencapai tujuan
(mencapai kemerdekaan Indonesia) ialah dengan memperjuangkan hak-hak politik yang lebih luas
dan dan perbaikan susunan kemasyarakatan serta tetap mempertahankan sikap non kooperatif dan
asas self help.
Pada akhir bulan Desember 1929 Sutan Syahrir, yang tidak menyetujui Partindo, mendirikan partai
baru, Pendidikan Nasional Indonesia. Untuk menghindarkan salah paham, maka PNI Syahrir ini
disebut PNI Baru. Partai yang didirikan di Jogjakarta ini, berhaluan social-revolusioner dengan
membentuk organisasi massa proletar. Untuk itu dibutuhkan kader-kader terdidik yang harus
mendidik massa. PNI baru inl bergerak diam-diam dan mengutamakan pendidikan kader, yang
dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan pembentukan masyarakat yang bebas dari pengaruh
kapitalia-imperialisme. Kapitalisme-lmperialisme itulah yang menciptakan kelas-kelas dalam
masyarakat. Penghapusan kapitalisme-imperaIisme berarti penghapusan kelas dalam masyarakat.
Justru perkembangan paham Marxi.s yang demikianlah yang sangat ditakuti oIeh pemerintah
Belanda. Perbedaan antara Partindo dan PNI baru adalah : Partindo adalah partai massa, dengan
menyatukan barisan kulit berwarna dan tidak memperhitungkan perbedaan kelas. Demikianlah
Partindo, berbahaya bagi pemerintah karena massa aksi. Sedangkan PNI Baru berbahaya karena
ideologinya.
Sebelum meninggaIkan Indonesia, Gubernur Jendral de Graaf memberi grasi kepada Sukarno.
Sukarno menyurati Mr. Sartono, dia menghendaki agar kaum nasionalis membatalkan maksudnya
untuk beramai-ramai menjemput Sukarno pada tanggal 31 Desember 1931 di halaman penjara
Sukamiskin. Keesokan harinya, ia berangkat menghadiri Konggres Indonesia Raya di Surabaya
16

yang diselenggarakan untuk menyambut keluarnya Sukarno dari penjara. Konggres ini diadakan
pada tanggal 1 - 3 Januari 1932, dipimpin oleh Dr. Sutomo. Sukarno dihadapkan dua pilihan yaitu
antara Partindo dan PNI Baru. Dia berusaha monyatukan keduanya, tetapi usahanya gagal. Akhirnya
is memilth Partindo. Mengapa ? Polttik baginya bukan pertama-tama menciptakan suatu ide, tetapi
menyusun suatu kekuasaan yang terpikul oleh ide. Hanya pembentukan kekuasaan yang dijiwai
oleh ide itulah yang menurut Sukarno sanggup mengaIahkan segala musuh kaum Marhaen. Partindo
adalah partai massa, yang mengutamakan massa aksi. Massa aksi adalah pembentukkan kekuasaan.
Tetapi Sukarno tetap mengharapkan persatuan antara keduanya.
Bagi Mohammad Hatta yang pada tanggal 23 Agustus 1932 sam pal di tanah air dari Belanda,
memilih PNI Baru. Mengapa ? Ia tertarik pada PNI Baru karena partai ini mempunyai asas
kedaulatan rakyat. Sikap Hatta dan Syahrir adalah non koperasi terhadap pemerintah kolonial.
Mereka mengharapkan sikap ksatria pemerintah dalam menghadapi kaum oposan seperti di negara
Nederland. Dugaan keduanya salah, pemerintah jajahan menggunakan ukuran lain, pemerintah
jajahan sanggup mengambil tindakan apapun terhadap lawan politiknya. Bila perlu pemerintah
dapat menggunakaa hak luar biasa gubernur jendral yang disobut exorbitante rechten, yaitu
penginterneran atau externeran terhadap siapapun juga yang dianggap berbahaya bagi keamanan
umum.
Tanggal 1 Agustus 1933 Sukarno ditahan. Masyarakat tidak goncang, tapi yang justru
menggoncangkan masyarakat adalah surat pernyataan Sukarno, yang menyatakaa bahwa dia keluar
dari Partindo. Ia tidak boleh keluar negeri, karena sejak tahun 1927 penyingkiran ke luar negeri atas
kehendak sendiri tidak diijinkan. Mengapa ? Alasannya : para pemimpin yang menyingkir ke luar
negeri justru mengadakan propaganda/kampanye anti pemerintah lebih hebat daripada di dalam
negeri. Sukarno: diinternie ke Endeh Flores. Bung Karno beserta keluarganya naik kapal Van
Rietbeeck dari Surabaya menuju Flores.
Tanggal 25 Pebruari 1934 pemerintah menangkap beberapa anggota. PNI Baru yaitu Hatta, Syahrir,
Maskun, Burhannuddin, Murwoto, Bondan. Dalam penjara GIodog, Hatta sempat menyeIesaikan
bukunya "Krisis Ekonomi dan Kapitalisme”. Akhirnya mereka dibuang ke Boven Digul. Praktis
kedua partai revolusioner itu Iumpuh setelah kehilangan pemimpin utamanya. Bahkan akibat
keanggotaan Partindo dalam PPPKI, Konggres Indonesia Raya II dibatalkan. Dan meskipun pada
tahun 1935 mengubah anggaran dasarnya dan mengubah asas, akhirnya pada tanggal 18 Nopember
1936 Partindo bubar. Sedangkan PNI Baru tidak pernah membubarkan diri tapi praktis tidak dapat
bergerak.
Setelah Partindo bubar, kaum Nasionalis radikal membentuk partai baru yang seirama dengan cita-
cita Partindo, tetapi yang dapat bergerak di kalangan rakyat. Untuk itu sikap non kooperatif diubah
menjadi kooperatie, dan menciptakan nama baru yaitu GERAKAN RAKYAT INDONESIA
(Gerindo) pada tanggal 24 Met 1937 yang dipimpin oleh Adnan Kapa Gani. Anggota Partindo yang
menggabungkan diri antara lain : Amir Syarifuddin, Sarmidi Mangunsarkoro, Moh.Yamin,
Nyonoprawoto. Tujuan : Indonesia merdeka dalam politik, ekonomi, sosial dengan asas self help.
Gerindo merupakan imbangan dari Parindra yang dianggap terlalu ke kanan. Gerindo bersedia
bekerjasama dengan pemerintan dalam menghadapi bahaya fascis yang mengancam Nederland dan
Indonesia, karena Gerindo menghormati paham demokrasi. Konggres Ger-indo 20 - 24 Juli 1938
menetapkan nasionalisme demokrasi sebagai asasnya. Walaupun pemerintahan de Jonge telah
diigantikan oleh pemerintahan Tjarda van Starkenborg Stachouwer yang dikatakan lebih lunak, tapi
Gerindo tetap dianggap sebagai partai ekstrem kiri. Hasil konggres keduanya tanggal 24 - 27 Juli
17

1939 menyatakan bahwa kaum Indo-Belanda yang mempunyai cita-cita dan nasib yang sama
dengan bangsa Indonesia dan ingin bekerjasama dengan bangsa Indonesia adalah bangsa Indonesia.
Sikap Gerindo ini lebih progresitf dibanding dengan Parindra yang belum mengijinkan kaum Indo--
Belanda masuk sebagai anggota. Pengalaman pahit Gerindo adalah ketika Moh.Yamin bersedia
mencalonkan disi sebagai anggota Volksraad untuk mewakili golongan Minangkabau yang tidak
bekerjasama dengan Gerindo. Ia dipecat sementara, namun Yamin tetap pada pendiriannya. Belanda
mengabulkan pencalonannya. Mengapa ? Ia digunakan oleh Belanda untuk memecah barisan kulit
berwarna. Yamin dipecat dengan tidak hormat oleh Gerindo. Pada tanggal 21 Juli 1939 golongaa
Minangkabau yang, mendukungnya ditingkatkan menjadi Partai Persatuan Indonesia (Parpindo),
tapi partai ini terasing dari gerakan nasional. Duduknya Yamin dalam Volksraad ternyata justru me-
nimbulkan keonaran dalam Fraksi Nasional yang dipimpin oleh M. H.Thamrin.
3. Usaha Menggalang Persatuan
A. PETISI SUTARJO
Sutarjo adalah wakil dari Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputera (PPBB) yaitu perhimpunan
pangreh praja bumiputera. Pada tanggal 15 Juli 1936 ia mengajukan usul kepada Volksraad. Usul
itu ditandatangani oleh Sutarjo Kartohadikusumo, Kasimo, Dr. Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo
Kwat Tiong dan Alatas. Isi usul itu: pengusul mohon kepada Volksraad agar Volksraad mendesak
Pemerintahan tertinggi dan Staten Generaal untuk mengadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-
wakil kerajaan Nederlan dan Indonesia untuk membuat rencana persiapan kemerdekaaa Indonesia,
dalam waktu 10 tahun atau dalam waktu yang telah ditetapkan dalam konferensi. Mengapa usul
yang demikian itu datangaya dari pihak PPBB ? Menurut Sutarjo, kaum pangreh praja bumiputera
adalah jembatan antara rakyat dan pemerintah. Usul_ Sutarjo atau lebih dikenal dengan PETISI
SUTARJO ini tidak radikal, ti dak memutuskan hubungan dengan Nederland. Mengenai usui ini
timbul pro dan kontra. Sutarjo tidak berhubungan lebih dahulu dengan Fraksi Nasional yang
dipimpin oleh M.H.Thamrin sehingga pendapat Fraksi Nasional mengenat usul itu tidak kompak.
Keberatan itu antara lain karena usul itu tidak menggambarkan keinginan bangsa Indonesia untuk
memilikl Indonesia merdeka. Di samping itu cara untuk memperoleh perubahan kedudukan negara
itu sangat rendah yaitu dengan jalan meminta-minta. Demikianlah wakil-wakil Parindra tidak
memberikan persetujuannya. Mereka yang menolak antara lain: Gusti M. Noor, Suroso, Wiwoho,
Sukarjo Wir yopranoto. Anggota Fraksi Nasional lainnya memberikan persetujuan dengan bersyarat.
Mereka itu adalah M.H. Thamrin, Kusumo U toyo, Saangkupon, Otto Iskandar Dinata, Abdul.
Rasyid, Yahya dan Daeng Mapuji. Yang menolak usul itu dari kalangan Belanda adalah Vaderlandse
Chub, Indische Katholieke Partij, Christelijk Staat kundige Partij. Sedangkan yang menyetujui
Politiek Economische Bond, PPBB, Indo-Europeesch Verbond (IEV). Dalam sidang Volksraad
tanggal 29 September 1936 usul ini diterima oleh Volksraad dengan pungutan suara 26 melawan 20.
Usul itu diteruskan ke Pemerintah Tertinggi dan Staten Generaal di Nederland. Untuk itu pada
tanggal 5 Oktober 1937 dibentuk Panitia Pusat Petisi Sutarjo dengan anggota Sutarjo,
Hendromartono, Atik Suardi, Otto Iskandar Dinata, Salim , Kasimo, Sinsu, Sartono, Datuk
Tumenggung. Semua gerakan nasional hampir dapat dikatakan menyokong kecuali PSII, PNI Baru,
Gerindo, Parindra bersikap setengah-setengah. Gerindo menuntut penyelenggaraan Imperiale
Conferentie yang akan dhadiri oleh wakil-wakil Nederland dan wakil-wakil Indonesia yang
kedudukannya sederajad untuk merundingkan kedudukan Indonesia di masa depan. Keputusan rapat
besar Parindra lebih cenderung kepada penyelenggaraan Imperiale Conferentie daripada Petisi
Sutarjo. Petisi ini boleh digunakan sebagai ukuran untuk menjajaki sejauh mana, pihak Pemerintah
18

memperhatikan keinginan bangsa Indonesia dalam mengurus negaranya sendiri. Tuntutan yang
lunak dan didukung kaum kooperator ini ditolak pada tanggal 16 Nopember 1938. Sebagian besar
menolak dan yang menyokong hanya Van Gelderen dari golongan sosialis dan Rustam Effendi dari
golongan komunis Penolakan Petisi ini banyak menimbulkan kekecewaan di kalangan kaum
nasionalis. Tetapi kekeruhan situasi Internasional mendesak bangsa Indonesia untuk meneruskan
perjuangan kemerdekaan melalui jalan legal dan menggalang kerjasama dengan Nederland atas
dasar Demokrasi.
B. GABUNGAN POLITIK INDONESIA (GAPI)
Setelah Petisi Sutarjo gagal, Parindra mengambil prakarsa untuk menggalang persatuan politik
menuju pembentukan konsentrasi nasional. M.H.Thamrin selaku Ketua Departemen Politik Parindra
ditugaskan menghubungi berbagai pimpinan gerakan nasional.
Gagasan ini mendapat sambutan dari Paguyuban Pasundan yang dipimpin Otto Iskandar Dinata,
Partai Islam Indonesia yang dipimpin Sukiman, Gerindo masih menunggu karena belum menerima
undangan resmi. PSII menolak kalau pembentukkan badan tersebut didasarkan atas situasi
internasional yang bisa menyeret Indonesia.
Sikap PSII dan Gerindo ini sebenarnya hanyaIah taktik. Jika Pergerakan Penyadar pimpinan Agus
Salim ikut duduk dalam badan konsentrasi nasional, PSII tidak akan bersedia. Demikian pula
Gerindo terhadap Moh.Yamin. Parindra menjatuhkan pilihan pada PSII Abikusno, berarti Agus
Salim ditinggalkan. Akhirnya Gerindo masuk setelah Yamin diketahui tidak dapat diterima dalam
badan. Mengapa ? Karena ada ketetapan bahwa badan int tidak mengijinkan masuknya anggota
karena telah diberhentikan dengan tidak hormat oleh partainya.
Pada tanggal 21 Mei 1939 diadakan rapat resmi Panitia Persiapan Pembentukan Badan Konsentrasi
di gedung Permufakatans Jakarta. Rapat ini dihadiri al eh M.H.Thamrin, Sukarjo Wiryopranoto
(Parindra), Atik Suardi, S. Suradireja, Ukar Brata Kusuma (Pasunda), Senduk, Ratulangi (Persatuan
Minahasa), Abikusno Cokrosuyoso, Syahbuddin Latif, Moh.Syafei (PSII). A.K. Gani, Amir
Syarifuddin, Sanusi Pane, Wilopo (Gorindo), Kyai Mansur, Wibowo, (PII). Dalam rapat itu Thamrin
menandaskan bahwa situasi internasional yang semakin gawat menghendaki pembentukan badan
konsentrasi nasional. Pada hari itu lahirlah badan itu dengan nama Gabungan Politik Indonesia
(GAPI) dengan tujuan:
Menganjurkan kepada semua parpol nasional untuk bekerjasama.
Menyelenggarakan konggres Indonesia.
Asas GAPI : Hak mengatur nasib sendiri, Persatuan bangsa Indonesia atas dasar demokrasi dalam
politik, ekonomi, dan sosial, Kesatuan dalam aksi. Yang dapat diterima sebagai anggota hanya partai
nasional, yang berusaha mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Untuk tiap kesempatan disusun
program aksi khusus yang harus disetujui dulu oleh anggota. Pimpinan harian dipegang oleh
Sekretariat tetap yang terdiri dari Sek.Umum, Bendahara dan Sek. Pembantu. Yang duduk
didalamnya adalah Abikusnos Thamrin, Amir Syarifuddin.
Agus Salim tentu saja tidak senang. Menurutnya Parpol itu baru mampu berebut kursi dalam dewan;
pengaruh partai terlaIu kecil dalam kehi dupan masyarakat ; dia tidak setuju membawa-bawa nama
partai, apalagi nama bangsa Indonesia menurut pikirannya sendiri. Pembentukkan GAPI bersamaan
dengan perpecahan Fraksi Nasional dalam Volksraad. Moh. Yamin mengusulkan pada Fraksi
19

Nasional untuk menyusun program yang harus disiarkan pada seluruh rakyat Indonesia. Untuk
mencegah tafsi ran bahwa Fraksi Nasional hanya bekerja untuk Jawa saja dan mengabaikan daerah
sebe rang. Pada tanggal 10 Juli 1939 Yamin bersama Abdul Rasyid,, Ta juddin Noor,. Soangkupon
membentuk Golongan Nasional Indonesia. daIam Volksraad, sehtngga praktis Fraksii nasional
menjadi lumpuh. Tindakan ini sebenarnya bermotif rasa dendam.(Ingat:: Gerindo ttdak akan duduk
dalam badan, jika Parindra mendekati Ya min).
C. AKSI INDONESIA BERPARLEMEN
Pada saat Belaada terancam Jerman pada Perang Dunla II GAPI menuntut Indonesia Berparlemen
agar dapat mempertahankan diri sendiri dan berdiri sendiri. Sikap ini menunjukkan sikap loyalitas
terhadap pemerintah sekalligus mendesak Nederland yang terdesak. Badan yang timbuinya sebagai
reakst terhadap penolak an Petisi Sutardjo ini, mendirikan Konggres Rakyat Indonesia , yang
kemudian mengadakan konggres pada tanggal 23 - 25 Desember 1939 di Jakarta. Konggres yang
dihadiri 99 organisasi ini bertujuan : menjaga keselamatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia
dengan menuntut pembentukan Parlemen. Ditegaskan pula penggunaan bendera Merah Putih,
Indonesia Raya dan Bahasa Indonesita sebagai lambang persatuan (pengaruh Sumpah Pemuda).
Ironisnya permohonan parlemen ke Staten Generaal ini justru datangnya dari GNI pimpinan Yamin.
Sikap Yamin untuk mengambil prakarsa secara menimbulkan perselisihan. Pada tanggal 10
Februari 1940 permohonan ditolak. Mosi Stokvis (anggota SDAP) untuk meninjau batas-batas
kemungkinan memberi wewenang politik kepada Indonesia ditentang menteri jajahan yaitu
Welter. Ketika Nederlland diduduki Nazi-Jerman (10 M.ei 1940 ) Pemerintah berusaha
menimbulkan kesan bahwa Pemerintah memperhatikan kaum nasianalis (Mosi Thamrin mengenai
pengg gunaan kata Indanesia, Indonesische, Indonesier sebagai ganti Nederland-Indie, ,
Nederland-Indisch,, Inlanders; mengenai pembagian kewarganegaraan Hindia dan mosi Wiwoho
Purbohadijoyo me ngenai perluasan wewenang Voiksraad), Pemerintah membentuk Panitia
Penyelidikan Perubahan-perubahan Ketatanegaraam yang dipimpin oleh Dr. F.H.Visman. Komisi
Visman, yang sebenarnya ha nya taktik mengulur waktu bagi penyusunan kekuatan pihak Belanda
ini, mengadakan pertemuan dengan GAPI yang diwakili Abikusno pada tanggal 31 Januari 1941.
Dengan tuduhan membina hubungan dengan Jepang, Thamrin pada tanggal 6 Januari 1941 ditahan.
Sebelumnya Thamrin menerima Kobajasi (utusan Jepang) di gedung Volksraad. Di rumah wakil
ketua Volkraad dan Kepala Departemen Parindra ini diketemukan Surat Douwes Dekker, yang
bekerja sebagai pemegang buku pada kantor dagang Jepang. Douwes Dekker ditahan. Parindra
diawasi secara ketat. Perkara Thamrin ini tetap gelap, karena dia tiba-tiba meninggal 5 hari sesudah
pengumuman perang Jepang.
D. MAJELIS RAKYAT INDONESIA DAN FRAKSI NASIONAL INDONESIA
Menghadapi kegawatan situasi ini Penerintah merencanakan milisi bumiputera (1941). Parindra,
PII, Paguyuban Pasundan menyatakan menolak. Sebagai partai terbesar, Parindra menolak ikut
membicarakan ordonansi milisi bumiputera dalam Volksraad. Akibatnya : ordonansi diterima oleh
sidang melalui pungutan suara. Walaupun begitu ide itu gagal diIaksanakan. Nama Volksraad tidak
populer lagi.
Sebagni reaksi dari kekalahan dalam soal milisi ini adalah konsolidasi barisan nasionalis dalam
Volksraad maupun di luarnya, Kaum Nasionalis membentuk parlemen swasta sebagai saingan
Volksraad (psseudo-parlemen) dengan nama Majelis Rakyat Indonesia pada tanggal 14 September
20

1941 oleh Konggres Rakyat Indonesia di Jogja. Usaha yang dipelopori oleh: GAPI, MIAI,
Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri bertujuan : menyenggarakan kesejahteraan rakyat Indonesia
berdasarkan demokrasi.
Dalam Volksraad kaum Nasionalis menggalang barisan dengan mengadakan fusi antara GNI dan
Fraksi Nasional menjadi Fraksi Nasional Indonesia (FRANI) dengan tujuan : Indonesia merdeka.
E. SUMPAH PEMUDA 28 OKTORER 1928
Pada saat Belanda menebarkan benih perpecahan dengan munculnya organisasi kedaerahan: Jong
Java, Sekar Rukun dll, kaum muda menjawah tantangan itu dengan ide persatuan. Tahun 1927
berhasil dibentuk Yong Indonesia. Atas inisatif Moh.Yamin, A.K. Gani. W.R.Supratman, dkk.
dilaksanakan Konggres Pemuda II pada tanggal 28 Oktaber 1928 di Wisma Indonesia jl.Kramat 106
Jakarta. LahirIah Sumpah Pemuda: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Indonesia. Sebagai
realisasinya dibentuklah Indonesia Muda sebagai wadah semua pergerakan pemuda pada tanggal 31
Desember 1930 jam 24.00.
BAB III
JAMAN PENDOBRAK
PERGERAKAN NASIONAL SAAT PENJAJAHAN JEPANG
Tanggal 10 Januari 1942 Jepang mendarat dan merebut Tarakan, Balikpapan, Pontianak, Martapura,
Banjarmasin dan Palembang. Dengan jatuhnya Palembang (16 Februari 1944) terbukalah Jawa bagi
Jepang. Tentara dari Letjen Hitosyi Imamura pada tanggal 1 Maret1942 mendarat di Teluk Banten,
Ereta Wetan (Indramayu) dan Kragan (antara Rembang dan Tuban), menyusul jatuhnya Batavia (5
Maret 1942), Ter Poorten sebagai Panglima tertinggi AD sekutu di Jawa dan Gubernur Jendral
Tjarda menyerah kepada Imamura di Kalijati (Bandung) pada tanggal 8 Maret 1942. Wilayah
Indonesia dipegang dua angkatan perang Jepang (AD dan AL) dengan pembagian:
Tentara Keenambelas (AD) meliputi Jawa dan Madura yang berpusat di Batavia.
Tentara Keduapuluhlima (AD) di Sumatra yang berpusat di Bukit Tinggi.
Armada Selatan Kedua (AL) meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian Barat
dengan pusatnya Makasar.
Kedua angkatan yang bersaing dalam merebut simpati rakyat ini berada di bawah komando
Panglima Besar untuk Asia Tenggara di Saigon. Dari Saigon langsung berhubungan dengan Tokyo).
Dai Nippon melarang semua rapat dan pada tang gal 20 Maret 1942 membubarkan semua
perkumpulan. Tapi tanggal 15 Juli 1942 diperbolehkan berdiri perkumpulan dan rapat yang bersifat
hiburan. (pelesiran, gerak badan, kesenian, pendidikan, dan distribusi). Tetapi harus bersumpah
tidak akan menjalankan aksi politik. Demikianlah cara Jepang membendung pergerakan nasional.
Sebaliknya Jepang berusaha menarik simpati golangan Islam dengan menghidupkan kemballi
Majelis Islam ala Indonesia (13 Juli 11942) yang pada tanggal 24 Oktober 1943 berganti nama
menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Untuk menarik hati rakyat umum didirikan
organisasi yang disebut Gerakan 3 A (Nippon Pelindung Asia, Cahaya Asia, Pemimpin Asia) pada
bulan April 1942. Gerakan ini dipimpin Mr. Syamsuddin dengan barisan pemuda "Pemuda Asia
Raya" di bawah Sukarjo Wiryopranoto.
21

Gerakan yang dibentuk kantor propaganda (sipil) oleh Pemerintah Militer diubah: PUSAT
TENAGA RAKYAT (PUTERA) pada tanggal 16 April l943. Organisasi yang dipimpin oleh Empat
Serangka ini Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansur) bertugasmengerahkan
kekuatan rakyat untuk mencapai kemenangan akhir dalam Perang Asia Timur Raya. Gerakan inipun
dijadikan sarang penggemblengan kaum nasionalis sehingga Jepang menggantinya dengan Jawa
Hokokai yang dipimpin langsung Gunseikan. Organisasi untuk manggalang kebaktian rakyat ini
didasari semangat kebaktian (Hoko seisyin) yaitu : mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan
dan melaksanakan sesuatu dengan bukti.
Ketika kedudukannya dalam perang semakin terancam Jepang mengambil kebijakan untuk
mengerahkan secara total seluruh kekuatan rakyat. Tindakan Jepang antara lain :
Di bidang militer
Jepang melatih para pemuda di bidang militer dengan membentuk: Seinendan (Barisan Pemuda),
Keibodan (Barisan Bantu Polisi), Heiho (Pembantu Prajurit), Gakutotai (Barisan Pelajar), Hizbullah
(Tentara Allah), Boei Giyugun (Tentara Sukarela Pembela Tanah Air) Pembantukan Peta ini
berkaitan dengan usul R. Gatot Mangkuprojo pada tanggal 7 September 1943 untuk membantu
pemerintah militerdi medan perang.
Di bidang sosial ekonomi
Romusya yaitu kerja paksa untuk membangun sarana perang (benteng, jalan, pabrik). Pada mulanya
rakyat melakukannya dengan sukarela, karena adanya prapaganda untuk mencapai kemenangan
Asia Timur Raya. Kemudian berubah menjadi paksaan dan ruang geraknya meliputi Birma,
Muangthai, Vietnam, Malaya.
Kinrohosi (Kerja Bakti). Murid diharuskan melakukan Kinrohosi seperti mengumpulkan bahan-
bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan asrama memperbaiki jalan.
Autarki lingkungan yaitu tiap daerah harus mencukupi kebutuhan sendiri dan menunjang kebutuhan
perang.
Pengambilalihan harta dan perusahaan orang serikat.
Merusak perkebunan yang dianggap tidak menunjang perang dan menggantinya dengan tanaman
yang berguna untuk perang.
Penyetoran padi dan tanaman lain untuk perang.
Di bidang politik
Cuo Sangiin (Badan Pertimbangan Pusat) yaitu suatu badan yang bertugas mengajukan usui serta
menjawab pertanyaan pemerintah mengenai soal politik den menentukan tindakan apa yang akan
dilakukan pemerintah Balatentara. Ketuanya : Sukarno.
BPUPK
Menjelang saat-saat kekalahannya, Jepang berusaha mempertahankan pengaruh Jepang dari
kepercayaan rakyat Indonesia dengan mengumumkan pembentukan Dokuritsu Jumbi Cosakai
(Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) sebagai tindak lanjut janji Koiso tentang “kemerdekaan
Indonesia di kelas kemudian hari” tanggal 7 September 1944. Tujuan : mempelajari dan menyelidiki
22

pembentukan negara Indonesia merdeka. Badan ini pada mulanya berjumlah 63 orang dengan
ketuanya dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat, wakil ketuanya Ichibangase dan R.P. Suroso
menyusul penambahan 6 orang anggota baru pada tanggal 10 Juli 1945.
Sidang I berlangsung tanggal 29 Mei 1945 - 1 Juni 1945.Sidang II dimulai tanggal 10 Juli 1945 - l7
Juli 1945. Sehari sebeIumnya pada saat pembukaan telah dilakukan pengibaran Hinomaru oleh Mr.
A.G.Pringgodigdo dan Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Keduanya membantu tugas R.P.
Suroso.
Sidang I membahas tentang dasar negara Indonesia merdeka. Kemudian oleh anggota BPUPK
diajukan usul dasar negara yaitu oleh Yamin (lisan dan tertulls) tanggal 29 Mei 1945, Supomo (31
Mei 1945) dan Sukarno, (1 Juni 1945). Ir. Sukarno memberi nama dasar negara kita adalah
“Pancasila” sesuai dengan “petunjuk seorang teman ahli bahasa”. Pada sidang II dibahas tentang
Rancangan Undang-undang Dasar. Pada tanggal 7 Agustas 1945 dibentuklah Dokuritsu Jumbi Iinkai
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) sebagai ganti BPUPKI. PPKI ini digerakkan oleh
Pemerintah, sedangkan mereka diijinkan melakukan sesuatu menurut kesanggupan bangsa
Indonesia sendiri, tetapi diwajibkan memperhatikan sebagai berikut:
a. Syarat pertama mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan perang yang dihadapi bangsa
Indoneeia, karena itu harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya dan bersama-sama pemerintah
Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam perang Asia Timur
Raya.
b. Kemerdekaan negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama di
Asia Timur Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia harus disesuaikan dengan cita-cita pemerintah
Jepang yang bersemangat Hakko Iciu (Dunia sebagai satu keluarga).
2. Detik-detik Menjelang Proklamasi
Pada tanggal 16 Mei 1945 diadakan Konggres Pemuda se-Jawa di Bandung yang dipelopori
Angkatan Moeda Indonesia (yang merupakan badan bentukan Jepang, tapi semangat anti Jepang).
Konggres bertekad untuk bersatu mempersiapkan diri melaksanakan proklamasi bukan hadiah
Jepang. Tapi kemudian pemuda radikal seperti Chaerul Saleh, Jamal Ali, Anwar Cokroaminoto,
Harsono Cokroaminoto tidak mengambil bagian di dalamnya ketika konggres menyatakan
dukungarrva kepada Penerintah Jepang untuk mencapai kemenangan akhir dalam perang.
Sebagat imbangannya mereka mengadakan pertemuan rahasia pada tanggal 3 Juni 1945 dan 15 Juni
1945 yang mengharuskan dtbentuknya Gerakan Angkatan Baru Inclonesia, yang dipelopori
Pemuda dari Asrama Menteng 31. Sebenarnya mereka telah di masukkan dalam Gerakan Rakyat
Baru yang dibentuk Jepang tanggal tanggal 28 Juli 1945 atas usul Cuo Sangi in. Didalamnya
tergabung puIa Masyumi , dan Jawa Hokokai. Tapi mereka ttdak mau duduk. didaiamnya.
Tampaklah perselisihan paham antara golongan muda dan golongan tua. Sesuai dengan
oertimbangan politik, golongan tuaberpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan
darah hanya dengan jalan bekerjasama dengan Jepang. Mereka akan meng adakan rapat PPKI
terlebih dahulu; sehingga tidak menyimpang dari. ketentuan pemerintah Jepang. Golongan muda
berpendapat bahwa PPKI adaiah badan Jepang dan tidak ingin lahirnya proklamasi Indonesia
nantinya seperti apa yang dijanjikan Terauchi di Dalath.
Sekembalinya dari Dalath menemui Terauchi, Sukarno-Hatta didatangi Sutan Syahrir yang
mengabarkan bahwa Jepang telah menyerah dan mendesak agar segera memproklamasikan
23

kemerdekaan lepas dari rencana Jepang. Orang, yang, sebenarnya dari golongan tua ini berita itu
dari radio yang tidak disegel pemerintah. Sukarno-Hatta berpendapat untuk mencari kebenaran
tentang kevacuuman kekuasaan di Indonesia ini dan inin membicarakan pelaksanaan proklamasi
pada rapat PPKI.
Dalam rapatnya tanggal 15 Agustus. 1945 di ruangan Lembaga Bakteriolog. di Pegangsaan Timur
jam 20,00 gaIongan muda menegaskan, kemerdekaan adalah hak dan soal rakyat Indonesia dan
mendesak agar Sukarno-Hatta memutuskan ikatan dengan Jepang. Wikana dan Darwis ditugaskan
menemui keduanya. Tuntutan Wikana -agar- proklamasi kemerdekaan dilaksanakan tanggal 16
Agustus 1945 ini menimbulkan ketegangan. Hal ini disaksikan oleh golongan tua: Hatta, Buntaran,
Dr. Samsi, Mr. A. Subarjo, Iwa K.
Kemudian Syodanco Singgih, Jusuf Kunto, Sukarni menculik Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok
sesuai dengan hasil rapat Cikini 71. Tujuan penculikan : menjauhkan Sukarno – Hatta dari segala
pengaruh Jepang. Dengan taruhan nyawanya A. Subarjo menyatakan bahwa kemerdekaan akan
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 paling lambat jam 12.00 asalkan Sukarno-Hatta
dibebaskan. Dengan jaminan itu akhirnya Subeno melepaskan keduanya. Sesuai dengan petunjuk
A. Subarjo rombongan menuju rumah Laksamana Maeda. Sebelumnya Sukarno-Hatta telah
menemui Mayjen Nisyimura untuk menjajaki sikapnya mengenai proklamasi kemerdekaan. Dengan
segan-segan Nisyimura tidak akan menghalangi kemerdekaan Indonesia dengan syarat tidak ada
pernyataan yang anti Jepang. Mereka tiba di Jalan Imam Bonjol 1 pada pukul 23.00.
Di ruangan makan rumah inilah teks proklamasi dirumuskan oleh: Sukarno, Hatta, A. Subarjo, yang
disaksikan Sukarni, Sudiro (Mbah), BM Diah, Sayuti Melik. Yang menuliskan “klad” nya adalah
Sukarno. Kalimat pertama diusulkan A.Subarjo yang diambilnya dari Piagam Jakarta, sedangkan
kalimat kedua diusulkan Hatta. Kemudian konsep ini dibacakan di serambi depan dihadapan tokoh-
tokoh lain (sebagian besar anggota PPKI). Chaerul Saleh tidak setuju kalau teks ditandatangani
PPKI. Masalah ini terpecahkan ketika Sukarni mengusulkan agar teks ditandatangani Sukarno-
Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Hadirin setuju. Teks itu kemudian diketik oleh Sayuti Melik
dengan tiga perubahan. Kata “tempoh”, “Wakil-wakil bangsa Indonesia”, “Djakarta 17-8-‘05”
diganti dengan “tempo”, “atas nama bangsa Indonesia”, "Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen ‘05.
Tahun '05 adalah tahun Jepang yaitu 2605 = 1945 tahun Masehi.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 teks proklamasi dibacakan di jalan PegangsaanTimur 56
menyusul pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih oleh Suhud dan Latief Hendraningrat.
DAFTAR PUSTAKA
Adipranoto, S. Indonesia Berjuang. Jilid I. Surakarta: 1985.
Dekker, N. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Malang: 1975.
Julianto. Kansil, C.S.T. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: 1984.
Malik, A. Riwayat dan Perjuangan Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
1945. Jakarta: 1962.
Mulyana, S. Nasionalisme Sebagai Modal Perjuangan Bangsa Indonesia. Jilid II. Jakarta: 1969.
Notosusanto, N (ed.). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: 1976.
24

Notosusanto, N. Basri, Y (ed.). Sejarah Nasional Indonesia untuk SMA Jilid III. Jakarta: 1981.
Pringgodigdo, A.K Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: 1984.
Tirtoprojo, S. Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta: 1984.

Anda mungkin juga menyukai