Anda di halaman 1dari 20

Pada awalnya, berdirinya organisasi-organisasi pergerakan nasional tidak

ditujukan untuk perlawanan terhadap kaum penjajah, tetapi untuk meningkatkan


kesejahteraan rakyat yang mengalami penderitaan akibat penjajahan.

Pada akhirnya organisasi-organisasi ini digunakan untuk mewujudkan


kemerdekaan.

softilmu

Faktor yang mempengaruhi pergerakan nasional dan nasionalisme di Indonesia


adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain :

penderitahan akibat penjajahan, kesatuan Indonesia dibawah Pax


Neerlandica memberi jalan kearah kesatuan bangsa.

pembatasan penggunaan atau bahasa Belanda dan penggunaan bahasa Melayu


dipopulerkan, dan pergerakan kebangsaan di Indonesia dapat juga disebut
sebagai reaksi terhadap semangat kedaerahan.

Sedangkan faktor eksternal antara lain ;


ide-ide barat yang masuk lewat pendidikan barat yang modern menggantikan
pendidikan tradisionil, kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905
mengembalikan kepercayaan bangsa Indonesia akan kemampuan diri sendiri,
pergerakan dan perjuangan bangsa lain menentang penjajahan:

India, Turki, Irlandia dan lain-lain.

Garis waktu atau lini masa adalah suatu urutan peristiwa yang dapat dibuat
menurut waktu yang panjangnya dapat bervariasi. Dalam garis waktu tersebut,
terdapat titik-titik yang mewakili peristiwa-peristiwa penting.

Lini masa pergerakan nasional di Indonesia sampai dengan dikumandangkannya


Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 antara lain
sebagai berikut.

A. Masa Pembentukan (1908-1920)

Masa pembentukan adalah masa awal pergerakan nasional yang ditandai


dengan berdirinya organisasi-organisasi modern. Masa pembentukan (1908 -
1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.

Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para
mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya.
Pada tahun 1911 berdirilah Sarekat Dagang Islam ( SDI ) di Solo oleh H.
Samanhudi, seorang pedagang batik dari Laweyan Solo.

Indische Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh
Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto
Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).

Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada


tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan
Indonesia, sifatnya nonpolitik.
Pada tanggal 7 Maret 1915 di Batavia berdiri Trikoro Dharmo oleh R. Satiman
Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi.

B. Masa radikal/Nonkoperasi (1920-1930)

Masa radikal adalah masa dimana muncul organisasi-organisasi politik yang


tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Hindia Blanda dalam mewujudkan
cita-cita organisasinya.

Masa radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai


Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional
Indonesia (PNI).
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda
yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian pada
tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A.
Brandsteder, H.W. Dekker, dan P.Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV).

Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan
selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia.
(PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil
ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).

Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun
1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik,
yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI).

PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr.
Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr.
Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

C. Masa Krisis Pergerakan (1930-1935)

Pada tahun 1930-1935 masa pergerakan kebangsaan di Indonesia mengalami


masa krisis yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.

Pengaruh krisis ekonomi 1929/1930 yang memaksa pemerintah tidak keras


untuk menjaga ketertiban dan keamanan
Pembatasan hak berkumpul dan berserikat.

Tanpa melalui suatu proses pengadilan Gubernur Jendral dapat menyatakan


sesuatu pergerakan atau kegiatannya bertentangan dengan law and order
sesuai dengan Koninklijk Besluit tanggal 1 September 1919.

Sebagai akibat kerasnya pemerintah kolonial, banyak pemuka pergerakan


nasional yang diasingkan. Antara lain Soekarno, Hatta, dan Syahrir.

Meskipun pada 1935 keadaan ekonomi sudah normal kembali, pemerintah


kolonial belum bersedia memulihkan kebebasan-kebebasan politik.

Karena disebabkan bukan saja oleh sifat konservatif pemerintah, tetapi juga
karena kegentingan dari luar yang mengganggun ketenangan pemerintah India-
Belanda yaitu bahaya kuning (ekspansi Jepang).
D. Masa Moderat/Kooperasi (1935-1942)

Masa Moderat adalah masa dimana muncul organisasi yang bersifat lunak,
artinya lunak dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda (bersifat
kooperatif). Masa moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri organisasi seperti
Parindra, Partindo, dan Gapi. Di samping itu juga berdiri organisasi keagamaan,
organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.

Parindra. Permulaannya Parindra dipimpin oleh Dr. Sutomo sampai wafatnya


tahun 1938. Kemudian diganti oleh Wuryaningrat. Tokoh Parindra lain yang
terkemuka adalah M.H Thamrin dari kaum Betawi. Dasar Parindra adalah
nasionalisme Indonesia raya. Tujuannya adalah Indonesia mulia dan sempurna.

Gerindo yang didirikan pada 1937 oleh bekas orang-orang Partindo. Tokoh-
tokohnya Sartono, AK Gani, Sanusi Pane, Sipahutar, Moh. Yamin dan
sebagainya.

Gapi berdiri pada 1939, dorongan langsung pembentukan Gapi adalah


penolakan petisi Sutarjo tahun 1938, padahal petisi itu telah diterima oleh
Volksraad. Anggotanya terdiri dari Parindra, Gerindo, Pasundan, Persatuan
Minahasa, PSII, PII dan Perhimpunan Politik Katolik Indonesia.

Pemuda-pemuda Indonesia tidak ketinggalan, mereka mendirikan pada mulanya


mendirikan perkumpulan-perkumpulan pemuda lokal. Adapun tokoh-tokoh
konggres pemuda yaitu Sugondo Joyopuspito (Ketua), Muh. Yamin (Sekretaris),
Abuhanafiah, W. R. Supratman, Sukarjo Wiryoranoto, Kuncoro Purbopranoto, M.
H. Thamrin.

E. Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)

Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir
pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk persiapan kemerdekaan
yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia).

Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan


membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang bertugas menyiapkan
kemerdekaan.

F. Proklamasi Indonesia (17 Agustus 1945)


Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad
Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Tokoh yang merumuskan proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari


Tadashi Maeda, Tomegoro Yoshizumi, S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad
Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo.
Masa pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan.
Masa pergerakan nasional (1908 - 1942), dibagi dalam tiga tahap berikut.
1. Masa pembentukan (1908 - 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan
Indische Partij.
2. Masa radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis Indonesia
(PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
3. Masa moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan Gapi. Di
samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.
Masa pembentukan ( 1908 – 1920 )
a. Budi Utomo
Budi Utomo berdiri atas prakarsa dari Dokter Wahidin Sudirohusodo yang berpendapat bahwa untuk
mewujudkan masyarakat yang maju pendidikan harus diperluas. Gagasan Dokter Wahidin Sudirohusodo
ini pun mendapat dukungan dari masyarakat luas. Pada akhir tahun 1907 Dr. Wahidin Sudirohusodo
berpidato menyampaikan gagasan ini di depan mahasiswa Stovia (Sekolah Dokter Pribumi) di Jakarta.
Pidato Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat tanggapan positif dari mahasiswa Stovia. Kemudian Sutomo
seorang mahasiswa Stovia segera mengadakan pertemuan dengan teman-temannya guna
membicarakan usaha memperbaiki nasib bangsa. Pada hari Minggu tanggal 20 Mei 1908, Sutomo
beserta kawan-kawannya berkumpul di Jakarta dan sepakat mendirikan Budi Utomo yang berarti “usaha
mulia”. Tujuan Budi Utomo adalah mencapai kemajuan dan meningkatkan derajat bangsa melalui
pendidikan dan kebudayaan.

Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5 Oktober
1908. Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.
 Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.
 Tidak melibatkan diri dalam politik.
 Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.
 Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
 Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa.
Budi Utomo merupakan pelopor organisasi moderen. Organissi ini menjadi model bagi gerakan
berikutnya. Walaupun ruang lingkup kegiatan Budi Utomo terbatas pada golongan terpelajar dan
wilayahnya meliputi Jawa, Madura dan Bali, akan tetapi Budi Utomo menjadi tonggak awal kebangkitan
nasional. Karena itu, oleh Bangsa Indonesia, kelahiran Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 31,
tanggal 16 Desember 1959.

2. Sarekat Islam (SI)


Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat
Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu
koperasi pedagang batik Jawa. Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi, dengan tujuan memajukan
perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih terbatas pada ruang lingkup
pedagang, maka tidak memiliki anggota yang cukup banyak. Oleh karena itu agar memiliki anggota yang
banyak dan luas ruang lingkupnya, maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah menjadi SI
(Sarekat Islam). Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti H.O.S
Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang pesat karena bermotivasi
agama Islam.
Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam adalah:
 perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina,
 isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya, dan
 membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggaran dasarnya adalah:
 mengembangkan jiwa berdagang,
 memberi bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran,
 memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumi putera,
 menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam,
 tidak bergerak dalam bidang politik, dan
 menggalang persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.
3. Indische Partij (IP)
IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokoh Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes
Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Indische Partij merupakan satu-satunya
organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai
Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers
terhadap tanah air. IP menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar ‘De Expres’ pimpinan
E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air
Indonesia. Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik rasial
yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah
Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte
(Prancis). Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu
yang kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari
penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan
termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada
sarkastis yang berjudul ‘Als ik een Nederlander was’, Andaikan aku seorang Belanda. Akibat dari tulisan
itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap oleh Belanda
2.1.2. MASA RADIKAL
Masa radikal diartikan sebagai suatu masa yang memunculkan organisasi-organisasi politik yang
kemudian dinamakan “partai”. Beberapa partai yang dimaksud antara lain: PKI (1920), PNI
(1927) dan Partindo (1931). Pada umumnya organisasi-organisasi ini tidak mau bekerja sama
dengan pemerintah Hindia Belanda dalam mewujudkan cita-cita organisasinya. Mereka dengan
tegas menyebutkan tujuannya untuk mencapai Indonesia Merdeka. Organisasi-organisasi atau
partai ini sudah bergerak dalam bidang politik, khususnya menentang keputusan pemerintah
Belanda. Masa radikal ini juga diwarnai pengaruh Marxisme dan komunisme.
Pada tahun 1908 di negeri Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische
Vereeniging. Organisasi ini didirikan oleh pelajar-pelajar dari Indonesia. Pada mulanya hanya
bersifat sosial yaitu untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama para pelajar tersebut.
Namun sejalan dengan berkembangnya perasaan anti kolonialisme dan imperialisme setelah
berakhirnya Perang Dunia I, organisasi ini juga menginginkan adanya hak bagi bangsa Indonesia
untuk menentukan nasibnya sendiri. Sehubungan dengan itu Indische Vereeniging berganti nama
menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) dan bertujuan untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia.
Sejalan dengan itu majalah Perhimpunan Indonesia yang semula bernama “Hindia Putra” juga
berganti nama menjadi “Indonesia Merdeka”. Para anggota PI berusaha mengadakan propaganda
kemerdekaan Indenesia. Di samping itu mereka mengadakan hubungan dengan gerakan-gerakan
nasional di berbagai negara di dunia. Antara lain dengan Liga Penentang Tindasan Penjajah,
Internasionale Komunis dan ikut serta pada kongres-kongres internasional yang bersifat
humanistis.
Dalam perjalanannya pada tanggal 10 – 15 Februari 1927 Liga Penentang Tindakan Penjajahan
menggelar Kongres Internasional pertama di Brussel. Tujuan kongres ini yaitu menentang
imperialisme di dunia dan tindakan penjajahan. Dalan kongres Brussel itu hadir wakil-wakil
pergerakan kebangsaan berbagai negara terjajah di dunia termasuk Indonesia dihadiri oleh
Mohammad Hatta, Nazir Pamuntjak, Gatot Mangkupraja, Achmad Soebardjo dan Semaun.
Adapun hasil-hasil yang diputuskan dalam Kongres Brussel adalah:
1). Memberikan dukungan yang sebesar-besarnya kepada Pergerakan Kemerdekaan Indonesia
dan menyokong pergerakan itu secara terus menerus dengan segala daya upaya apa pun juga;
2). Menuntut dengan keras kepada Pemerintah Belanda agar pergerakan Rakyat Indonesia diberi
kebebasan bergerak, menghapus keputusan-keputusan hukuman mati dan pembuangan, serta
menuntut adanya pembebasan tahanan politik bagi kaum pergerakan.
Dengan lahirnya keputusan-keputusan yang memberikan dukungan kepada kaum pergerakan
maka Perhimpunan Indonesia segera menjadi anggota Liga Tindakan Anti Penjajahan.
Tujuannya adalah agar kaum pergerakan mendapat perhatian Internasional serta para pemuda
Indonesia bisa berkenalan dengan para tokoh pergerakan bangsa-bangsa lain. Di samping itu
juga untuk menanamkan rasa senasib atau rasa solidaritas dengan bangsa-bangsa terjajah lainnya
seperti: tokoh-tokoh nasional dari India, Indo Cina, Filipina, Mesir serta tokoh-tokoh pergerakan
negara-negara di Pasifik.
Tindakan Perhimpunan Indonesia (PI) itu membuat Pemerintah Kolonial Belanda bertindak
tegas. Empat anggota pengurus Perhimpunan Indonesia yaitu Mohammad Hatta, Nazir
Pamuntjak, Abdul Madjid, dan Ali Sastroamidjojo ditangkap. Mereka dihadapkan pada sidang
pengadilan Maret 1928. Dalam kesempatan tersebut, Mohammad Hatta mengajukan pidato
pembelaan yang berjudul “Indonesia Vry” . Pemerintah kolonial Belanda ternyata tidak berhasil
membuktikan kesalahannya, sehingga merekapun dibebaskan. Kejadian ini merupakan peristiwa
yang penting bagi perjalanan Pergerakan Nasional Indonesia. Penentangan yang dilakukan
membuat PI semakin mendapat simpati dari rakyat sehingga PI semakin besar.
Semangat yang tinggi untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka juga nampak pada Partai
Nasional Indonesia. Dalam anggaran dasarnya ditegaskan secara jelas yaitu mencapai
kemerdekaan Indonesia. PNI berkeyakinan bahwa untuk membangun nasionalisme ada tiga
syarat yang harus ditanamkan kepada rakyat yaitu Jiwa Nasional (nationaale geest), Niat/Tekad
Nasional (nationaale wil), dan Tindakan Nasional (nationaale daad). Dengan cara ini Partai
Nasional Indonesia berusaha dengan kekuatan rakyat sendiri, memperbaiki keadaan politik,
ekonomi, dan budaya bangsa Indonesia.
Pemahaman terhadap ketiga unsur itu menjadikan masyarakat sadar akan kemelaratannya dalam
alam penjajahan. Soekarno menjelaskan kepada rakyat bahwa masa lampau Indonesia adalah
sangat gemilang. Manusia Indonesia menurut Soekarno (tokoh PNI) dimiskinkan oleh kolonial.
Manusia Indonesia yang memiliki tanah untuk mencari nafkah, tetapi tetap miskin. Semangat
marhaenisme dan nasionalisme yang ditiupkan oleh Bung Karno mendapat simpati kelompok-
kelompok politik. Semangat marhaenisme dan nasonalisme itulah yang membuat partai-partai
politik semakin terbangun persatuannya. Oleh sebab itu pada akhir tahun 1927 PNI mengadakan
suatu rapat di Bandung yang antara lain dihadiri oleh wakil-wakil dari Partai Serikat Islam, Budi
Utomo, Paguyuban Pasundan, Sumatranen Bond dan Kaum Betawi. Rapat yang dipimpin atau
dipelopori Partai Nasional Indonesia (PNI) itu, pada tanggal 17 Desember 1927 sepakat
membentuk suatu badan kerjasama yaitu Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI).
Lahirnya PPPKI mendapat respon dalam kongres PNI tahun 1928. Dalam kongres itu
dikemukakan bahwa ada pertentangan tajam antara penjajah dan yang dijajah. Belanda,
merupakan suatu kekuatan imperialisme yang mengeruk kekayaan bumi Indonesia. Itulah
sebabnya tatanan-tatanan sosial, ekonomi dan politik Indonesia hancur lebur. Untuk mengatasi
keadaan ini diperlukan perjuangan politik yaitu mencapai Indonesia merdeka.
Tidak dapat disangkal bahwa pada masa pergerakan nasional ini ada unsur-unsur Marxisme turut
mempengaruhi sikap pergerakan nasional. Pemikiran itu disebarkan dalam rapat-rapat, kursus-
kursus dan sekolah-sekolah serta organisasi-organisasi pemuda yang didirikan oleh PNI. Pers
PNI yang terdiri dari surat-surat kabar Banteng Priangan (Bandung) dan Persatuan Indonesia
(Jakarta) juga membantu penyebaran pandangan ini. Kegiatan PNI ini dengan pesat menarik
perhatian massa. Jumlah anggota PNI pada tahun 1929 diperkirakan 10.000 orang, yang tersebar
antara lain di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Makassar. Perkembangan PNI ini
semakin mengkhawatirkan pemerintah Hindia Belanda. Dengan tuduhan akan melakukan
pemberontakan, tokoh-tokoh PNI, Soekarno dkk ditangkap, kemudian diajukan ke pengadilan
pada 18 Agustus 1930.
Dalam pengadilan tersebut, Soekarno mengajukan pidato pembelaannya yang berjudul
“Indonesia Menggugat”. Tokoh-tokoh PNI tersebut kemudian dijatuhi hukuman penjara. Setelah
tokoh-tokoh pimpinan PNI ditangkap, PNI kemudian dibubarkan. Selama Ir. Soekarno dipenjara,
di dalam tubuh PNI mengalami pertentangan antara kelompok yang tidak setuju PNI dibubarkan
yaitu PNI Merdeka yang kemudian mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI-Baru
yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Sedangkan kelompok lainnya yang dipimpin Sartono yang
lebih memilih PNI dibubarkan akhirnya mendirikan Partindo (Partai Indonesia). Setelah keluar
dari penjara Ir. Soekarno dihadapkan kepada dua pilihan organisasi yang sama-sama berat di
hatinya. Namun demikian, akhirnya Ir. Soekarno memilih masuk Partindo.
Nasionalisme juga berkembang di kalangan pemuda. Para pemuda yang telah mendirikan
berbagai organisasi pemuda juga merasa perlu untuk menggalang persatuan. Semangat persatuan
ini diwujudkan dalam kongres pemuda pertama di Jakarta pada bulan Mei 1926. Para pemuda
menyadari bahwa nasonalisme perlu ditumbuhkan dari sifat kedaerahan yang sempit menuju
terciptanya kesatuan seluruh bangsa Indonesia. Namun kongres pertama ini belum membuahkan
hasil seperti yang diharapkan.
PPI mengisnisiasi terselenggarakannya Kongres Pemuda II. Dalam Kongres Pemuda II yang
diselenggrakan pada tanggal 27 – 28 Oktober 1928 berbagai organisasi pemuda seperti
Sumatranen Bond, Jong Java, Jong Pasundan, Sekar Rukun, Jong Selebes, Pemuda Kaum
Betawi. Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda peserta Kongres ini berusaha mempertegas
kembali makna persatuan dan berhasil mencapai suatu kesepakatan yang kemudian dikenal
sebagai Sumpah Pemuda, yaitu:
 Pertama, Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia.
 Kedua, Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indoensia.
 Ketiga, Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Dalam penutupan kongres itu pula untuk pertama kali dikumandangkan lagu Indonesia Raya dan
Bendera Merah Putih dikibarkan untuk mengiringi lagu tersebut. Suasana haru yang sangat
mendalam memenuhi hati para pemuda yang hadir saat itu. Sebagai tindak lanjut Sumpah
Pemuda pada tanggal 31 Desember 1930 di Surakarta dibentuk organisasi Indonesia Muda, yang
merupakan penyatuan dari berbagai organisasi pemuda, yaitu Jong Java, Jong Sumatranen Bond,
Jong Minahasa, Jong Celebes, Sekar Rukun dan Pemuda Indonesia.
Hal itu membuat Pemerintah Belanda semakin serius mengawasi pergerakan politik bangsa
Indonesia. Gubernur Jenderal De Jonge melakukan tekanan keras terhadap organisasi pergerakan
nasional. Ia mempunyai hak luar biasa untuk menindak setiap gerakan nasional yang dianggap
mengganggu ketentraman dan ketertiban. Partai politik dikenakan larangan rapat. surat kabar
diberangus dan dibakar. Para pemimpinnya ditangkap dan dibuang. Tindakan pemerintah berupa
penangkapan dan pembuangan para pemimpin politik inilah yang menyebabkan hubungan
partai-partai politik dengan massa rakyat terputus. Pemimpin dan pengikut dipisahkan dari
kegiatan politik. Polisi rahasia atau Politieke Inlichtingen Dienst (PID) selalu memata-matai
setiap gerakan dan siap menindak.
MASA BERTAHAN
Pada tahap ini kaum pergerakan berusaha mencari jalan baru untuk melanjutkan perjuangan. Hal
itu dilakukan karena adanya tindakan keras dari pemerintah. Mereka menggunakan taktik baru,
yaitu dengan bekerja sama dengan pemerintah melalui parlemen. Partai politik mengirimkan
wakil-wakilnya dalam Dewan Rakyat. Mereka mengambil jalan kooperatif, tetapi sifatnya
sementara dan lebih sebagai taktik perjuangan saja.
Perjuangan moderat dan parlementer ini berlangsung dari tahun 1935 – 1942, pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936 – 1942). Hingga
saat pemerintah Hindia Belanda ditaklukkan oleh Jepang, pemberian hak parlementer penuh oleh
pemerintah Belanda kepada wakil-wakil rakyat Indonesia tidak pernah menjadi kenyataan.
Di antara partai-partai politik yang melakukan taktik kooperatif dengan pemerintah Hindia
Belanda adalah Persatuan Bangsa Indonesia dan Partai Indonesia Raya. Kelompok Studi
Indonesia di Surabaya menyarankan agar perbedaan antara gerakan yang berasas kooperasi dan
non-kooperasi tidak perlu dibesar-besarkan. Hal yang lebih penting yaitu tujuan organisasi sama
yakni memperjuangkan pembebasan rakyat dari penderitaan lewat kesejahteraan ekonomi, sosial
budaya dan politik.
Untuk melaksanakan cita-cita kesejahteraan ekonomi maka Persatuan Bangsa Indonesia (PBI)
mendirikan bank, koperasi serta perkumpulan tani dan nelayan. Pemakarsanya adalah Dokter
Sutomo, seorang pendiri Budi Utomo. Pada tahun 1932, anggota PBI yang berjumlah 2.500
orang dari 30 cabang menyelenggarakan kongres, kongres tersebut memutuskan bahwa PBI akan
tetap menggalakkan koperasi, serikat kerja, dan pengajaran. Untuk mencapai tujuan itu maka
tidak ada jalan lain yang dilakukan kecuali pendidikan rakyat diperhatikan dengan mengadakan
kegiatan kepanduan .
Pada tahun 1935 terjadi penyatuan antara Budi Utomo dan PBI. Dalam sebuah partai yang
disebut Partai Indonesia Raya (Parindra), Ketuanya adalah Dokter Sutomo. Organisasi-
oraganisasi lain yang ikut bergabung dalam Parindra diantaranya: Serikat Sumatera, Serikat
Celebes, Serikat Ambon, dan Kaum Betawi.
Dengan bergabungnya berbagai organisasi membuat Parindra semakin kuat dan anggotanya
tersebar di mana-mana. Jumlah anggotanya meningkat pesat. Pada tahun 1936 jumlah
anggotanya berkisar 3.425 orang dari 37 cabang. Cita-cita Parindra pun semakin tegas yaitu
mencapai Indonesia merdeka.
Dalam kongresnya tahun 1937, Wuryaningrat terpilih sebagai ketua dibantu oleh Mohammad
Husni Thamrin, Sukardjo Wiryapranoto, Raden Panji Suroso, dan Susanto Tirtoprojo. Kerjasama
antar anggota cabang-cabangnya menjadikan Parindra sebagai partai politik terkuat menjelang
runtuhnya Hindia Belanda.
Di samping Parindra juga muncul organisasi lain seperti Partindo. Namun karena desakan
pemerintah akhirnya partai itu bubar pada tahun 1936. Para pemimpinnya melanjutkan
perjuangan dengan mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta pada tanggal 24
Mei 1937. Tokoh-tokoh yang duduk dalam Gerindo antara lain Mr. Mohammad Yamin Mr.
Sartono,, dan Mr. Amir Syarifuddin. Para pemimpinnya menginginkan Gerindo menjadi partai
rakyat dengan asas kooperasi. Prinsip demokrasi dipertahankan untuk menahan desakan ekspansi
Jepang yang makin dekat.
Perjuangan melawan pemerintah Belanda terus dilanjutkan. Di pihak lain, para pejuang juga
mempersiapkan diri menghadapi Jepang yang mulai mengarah ke selatan. Namun kemudian
terjadi kericuhan di dalam Gerindo, sehingga perpecahan tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu
Mr. Mohammad Yamin mendirikan Partai Persatuan Indonesia pada tanggal 21 Juli 1939. Asas
perjuangannya adalah demokrasi kebangsaan dan kerakyatan. Namun organisasi ini tidak
mendapat tempat dalam masyarakat.
Pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum (1916 – 1921) dibentuk
Volksraad atau Dewan Rakyat, yaitu pada tanggal 18 Mei 1918. Anggota dewan dipilih dan
diangkat dari golongan orang Belanda, Indonesia, dan bangsa-bangsa lain. Orang Indonesia yang
menjadi anggota mula-mula berjumlah 39%, kemudian bertambah dalam tahun-tahun
selanjutnya. Tujuan pembentukan Dewan Rakyat adalah agar wakil-wakil rakyat Indonesia dapat
berperan serta dalam pemerintahan. Akan tetapi, dewan ini tidak mencerminkan perwakilan
rakyat yang sesungguhnya, karena yang berhak memilih anggota dewan adalah orang-orang yang
dekat dengan pemerintah. Wakil-wakil bumiputra tidak banyak mempunyai hak suara.
Meskipun demikian, partai politik yang berazaskan kooperatif mengirimkan wakil-wakilnya
untuk duduk dalam Dewan Rakyat. Mereka menyalurkan aspirasi (cita-cita, harapan, keinginan)
partainya melalui dewan itu. Sedang golongan nonkooperatif menganggap Dewan Rakyat
hanyalah sandiwara dan mereka tidak mau duduk dalam dewan itu.
Golongan kooperatif berupaya semaksimal mungkin untuk memanfaatkan Dewan Rakyat. Pada
tahun 1930 Mohammad Husni Thamrin, anggota Dewan Rakyat, membentuk Fraksi Nasional
guna memperkuat barisan dan persatuan nasional. Mereka menuntut perubahan ketatanegaraan
dan penghapusan diskriminasi di berbagai bidang. Mereka juga menuntut penghapusan beberapa
pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda tentang penangkapan dan
pengasingan pemimpin perjuangan Indonesia serta pemberangusan pers.
Pada tanggal 15 Juli 1936 Sutarjo Kartohadikusumo, anggota dewan rakyat, menyampaikan
petisi agar Indonesia diberi pemerintahan sendiri (otonomi) secara berangsur-angsur dalam
waktu sepuluh tahun. Jawaban terhadap petisi Sutarjo baru diberikan oleh pemerintah dua tahun
kemudian. Dapat dipastikan bahwa tuntutan untuk otonomi ini ditolak pemerintah, sebab hal ini
memberi peluang yang mengancam runtuhnya bangunan kolonial. Meskipun demikian, para
nasionalis tetap gigih memperjuangkan tuntutan itu lewat forum parlemen semu tersebut.
Kegagalan Petisi Sutarjo bahkan menjadi cambuk untuk meningkatkan perjuangan nasional.
Pada bulan Mei 1939 Muh. Husni Thamrin membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
yang merupakan gabungan dari Parindra, Gerindo, PSII, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik
Indonesia. Pasundan, Kaum Betawi, dan Persatuan Minahasa. Tujuannya ialah agar terbentuk
kekuatan nasional tunggal dalam menghadapi pemerintah kolonial. Selain itu, ancaman perang
makin terasa karena Jepang sudah bergerak makin jauh ke selatan dan mengancam Indonesia.
GAPI mengadakan aksi dan menuntut Indonesia Berparlemen yang disusun dan dipilih oleh
rakyat Indonesia, Pemerintah harus bertanggung jawab kepada Parlemen. Jika tuntutan itu
diterima pemerintah, GAPI akan mengajak rakyat untuk mengimbangi kemurahan hati
pemerintah.
Untuk mencapai cita-cita GAPI ini maka pada tanggal 24 Desember 1939 kaum pergerakan
mengadakan Kongres Rakyat Indonesia. Kegiatan ini antara lain menuntut pemerintah Belanda
agar menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, Indonesia Raya sebagai lagu
kebangsaan dan bendera merah putih sebagai bendera Nasional.
Pemerintah memberikan reaksi dingin. Perubahan ketatanegaraan akan diberikan setelah Perang
Dunia II selesai. Pada 1 September 1939 pecah perang di Eropa yang kemudian berkembang
menjadi Perang Dunia II. Tuntutan GAPI dijawab Pemerintah dengan pembentukan Komisi
Visman pada bulan Maret 1941. Komisi yang diketuai Visman ini bertugas mengetahui
keinginan kelompok masyarakat Indonesia dan perubahan pemerintahan yang diharapkan.
Namun Komisi ini hanya menampung hasrat masayarakat Indonesia yang pro pemerintah dan
masih menginginkan Indonesia tetapi dalam ikatan Kerajaan Belanda. Hasil penyelidikan Komisi
Visman tidak memuaskan. Komisi hanya sekedar memberi angin atau berbasa-basi kepada kaum
nasionalis Indonesia dan tidak sungguh-sungguh menanggapi perubahan ketatanegaraan
Indonesia.
Sebelum hasil Komisi Visman diwujudkan, Jepang sudah tiba di Indonesia. Meskipun demikian
pihak Indonesia telah sempat mengusulkan 3 hal, yaitu :
1. pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri;
2. penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang Dewan Rakyat;
3. pergantian kata Inlander (pribumi) menjadi Indonesier.
Untuk menguatkan dan mensukseskan perjuangan GAPI yaitu “Mencapai Indonesia
Berparlemen”, maka kaum pergerakan mengadakan kongres. Kongres Rakyat Indonesia (KRI)
yang sebelumnya hanyalah kata kerja/kegiatan (verb) kemudian dirubah menjadi seolah-olah
sebuah badan perwakilan (parlemen) bagi bangsa Indonesia.
Anggota KRI di antaranya: 1. Partai Indonesia Raya (Parindra), 2. Gerakan Rakyat Indonesia
(Gerindo), 3. Paguyuban Pasundan, 4. Persatuan Minahasa, 5. Persatuan Perkumpulan Pemuda
Indonesia (PPPI), 6. Kongres Perempuan Indonesia (KPI), 7. Istri Indonesia (II), 8. Persatuan
Djurnalis Indonesia (Perdi), 9. Persatuan Politik Katolik Indonesia (PPKI), 10. Persatuan
Hindustan Indonesia (PHI), 11. Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), 12. Partai Islam Indonesia
(PII), 13. Partai Arab Indonesia (PAI), 14. Muhammadiyah, 15. Persatuan Muslimin Indonesia
(Permi), 16. Persatuan Islam (Persis), 17. Nahdhatul Ulama (NU), 18. Gabungan Serikat Pekerja
Indonesia (Gaspi), 19. PBMTS, 20. Partai Persatuan Indonesia (Parpindo), 21. Persatuan Bangsa
Indonesia (PBI), kemudian yang berasal dari organisasi Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri
(PVPN) seperti: 22.Persatuan Pegawai Pegadaian Hindia (PPPH) yang kemudian berubah
menjadi Persatuan Pegawai Pegadaian Bumiputra (PPPB), 23. Persatuan Guru Hindia Belanda
(PGHB) yang berubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI yang merupakan gabungan dari:
VOB, PGB, OKSB, PGAS dan HKSB), 24. Landelijke Inkomsten Bond (LIB), 25. Perserikatan
Kaum Sekerja Boschwezen (PKSB), 26. Pegawai Mijn Bouw (PMB), 27. Perhimpunan Pegawai
Spoor Tram (PPST).
Kongres Rakyat Indonesia yang mempunyai anggota tidak kurang dari 27 perkumpulan tersebut
segera mempersiapkan pembentukan parlemen ala Indonesia, yakni dengan merubah Kongres
Rakyat Indonesia menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI). MRI dianggap sebagai suatu Badan
Perwakilan Rakyat Indonesia untuk sementara sampai terbentuknya parlemen Indonesia yang
sesungguhnya. Sejak tanggal 14 September 1941, Kongres Rakyat Indonesia secara resmi diganti
menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI).
Di dalam MRI duduk wakil-wakil dari organisasi politik, organisasi Islam, federasi serikat
sekerja, dan pegawai negeri. Anggota MRI adalah merupakan gabungan dari organisasi-
organisasi besar seperti Gapi, MIAI dan PVPN.
Anggota Gapi (Gabungan Politik Indonesia) meliputi: Parindra, Gerindo, PII, PPKI, PSII,
Persatuan Minahasa dan Paguyuban Pasundan. Federasi ini merupakan wadah baru setelah
PPPKI yang sebelumnya merupakan federasi dari berbagai perkumpulan beraneka warna
lumpuh. Kemudian MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) ini merupakan federasi dari organisasi-
organisasi Islam yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya. Anggota MIAI di
antaranya ialah NU, Muhammadiyah, SI dan PII. Rupanya PII disamping sebagai anggota Gapi
juga menjadi anggota MIAI.
Sedangkan PVPN (Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri), merupakan federasi perkumpulan-
perkumpulan sarikat sekerja pegawai negeri yang pada tahun 1930 jumlah anggotanya mencapai
29.700 orang dan meliputi 13 perkumpulan dan pada akhir masa pergerakan nasional PVPN
beranggotakan 18 organisasi di antaranya Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB; di mana
PGHB sendiri merupakan gabungan dari 7 perkumpulan guru-guru dengan jumlah anggota
15.000, di antaranya yang paling besar dari perkumpulan Volks Onderwijzers Bond [VOB] yang
mempunyai 103 cabang dan 9.000 anggota), dan PGHB kemudian namanya diubah menjadi
Persatuan Guru Indonesia (PGI) yang mencakup Persatuan Guru Bantu (PGB), Persatuan Guru
Ambacht School
(PGAS), VOB, Oud Kweekscholieren Bond (OKSB), Persatuan Normaal School (PNS) dan
Hogere Kweekscholieren Bond (HKSB). Sedangkan anggota PVPN lainnya seperti Perserikatan
Pegawai Pegadaian Hindia (PPPH), Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputra (PPPB),
Perhimpunan Pegawai Spoor dan Tram (PPST), Vereniging van Indonesische Personeel bij de
Irrigatie, Waterstaat en Waterschappen (VIPIW), Landelijke Inkomsten Bond (LIB; Kadaster
Bond), Perserikatan Kaum Sekerja Boschwezen (PKSB), VAMOLA, Pegawai Mijn Bouw
(PMB), Persatuan Kaum Verplegers (sters) van Indie (PKVI), PPAVB, Midpost, Opiumregie,
PPTR, VOLTA, PMMB, PPP dan ORBHB.
Walaupun terdapat perbedaan pendapat antara organisasi-organisasi yang tergabung dalam MRI,
namun persatuan dan kesatuan kaum Nasionalis terus dipupuk sampai masuknya Tentara Militer
Jepang.

Lahirnya organisasi pegerakan pasional Indonesia tidak terlepas dari peristiwa-


peristiwa yang terjadi di Benua Asia saat itu. Pergerakan nasional
Indonesia tidak lahir begitu saja melainkan sebuah perjalanan panjang dan
bercermin dari kegagalan para pejuang pendahulu dalam melawan belanda
yang masih bersifat kedaerahan dan tidak terorganisir dengan baik. Ada
beberapa faktor penyebab pergerakan nasional sebagai berikut:

 Faktor Intern (dalam Negri)


Faktor intren adalah penyebab munculnya pergerakan nasional berasal dari
indonesia itu sendiri.ada banyak penyebab munculnya pergerakan dari dalam
negri antara lain:

1. Adanya penjajahan yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan


sehingga menimbulkan tekad untuk menentangnya.
2. Adanya kenangan akan kejayaan masa lampau, seperti zaman Sriwijaya dan
Majapahit.
3. Munculnya kaum intelektual yang kemudian menjadi pemimpin pergerakan
nasional.

 Faktor Ekstern (dari luar)

Kemunculan pergerakan nasional di indonesia tidak terlepas dari keberhasilan


pergerakan di negara-negara asia dan afrika. Secara umum faktor penyebab
pergerakan nasional dari luar negeri antara lain:
1) Adanya All Indian National Congress 1885 dan Gandhiisme di India.
Yaitu gerakan kebangsaan di india dengan tujuan untuk melepaskan diri dari
penjajahan inggris.baca selengkapnya disini
2) Adanya Gerakan Turki Muda 1908 di Turki.

Gerakan turki muda adalah sebuah gerakan untuk mengubah kontitusi


turki dari kekailafan ottoman menjadi menjadi republik turki,di bawah pinpinan
kamal attatur,baca selengkapnya tentang munculnya nasionalisme turki
3) Adanya kemenangan Jepang atas Rusia (1905) menyadarkan dan
membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk melawan bangsa-bangsa Barat.
baca selengkapnya disini
4) Munculnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika yang masuk
keIndonesia, seperti liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme mempercepat
timbulnya nasionalisme Indonesia.baca selengkapnya disini
Bentuk dan Strategi Organisasi Pergerakan
Nasional
Ada banyak organisasi pergerakan yang berperan dalam pergerakan nasional
indonesia. Mulai dari organisasi kecil yang bersifat kedaerahan sampai partai
politik dan orgaqnisasi yang bersifat nasional. Walaupun berbeda dalam
organisasi namun tujuan yang sama. yaitu memerdekakan indonesia,namun
dalam perjuangannya menempuh jalan yang berbeda. Berikut organisasi
pergerakan nasional diantaranya

1.Budi Utomo (BU)


oraganisi pergerakan nasional
indonesia yang pertama yaitu boedi utomo. Budi utomo adalah sebuah
organisasi pelajar dengan tujuaan memajukan pendidikan bagi kalangan
pribumi indonesia. Budi utomo didirikan 20 Mei 1908 M oleh R.T. Notokusumo
2.Indische Partij (IP)

Indische Partij merupakan sebuah partai politik yang didirikan oleh Tiga
Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto
Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Tujuan akhir
dari partai ini yaitu memerdekakan indonesia.

3.Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi pergerakan nasional indonesia
yang bergerak di bidang keagaman. Muhmmadiah di dirikan Kiai Haji Ahmad
Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Organisasi ini bergerak
bidang pendidikan,sosial dan budaya. Muhamadiyah tidak bergerakan dalam
bidang politik.

4.Gerakan Pemuda

Banyak organisasi pergerakan pemuda di indonesia. Salah satunya adalah jong


java. Tujuan organisasi ini menyadarkan para pemuda untuk menpererat
persatuan, menambah ilmu dan meninkatkan kecintaan kepada budaya sendiri.
Namun organisasi ini hannya bersifat kedaerahan.

5.Taman Siswa
Taman siswa didirikan oleh Suwardi Suryaningrat Pada tanggal 3 Juli 1922 M.
Dengan Tujuan untuk meningkatkan derajat bangsa Melalui pendidikan.
Dengan cara menbangun sekolah- sekolah untuk kaum pribumi. tokoh
pergerakan ini yaitu kihajar dewantara.

Kongres Pemuda (ejaan van Ophuysen: Congres Pemoeda) adalah kongres nasional yang
pernah diadakan 2 kali di Jakarta (Batavia). Kongres Pemuda I diadakan tahun 1926 dan
menghasilkan kesepakatan bersama mengenai kegiatan pemuda pada segi sosial, ekonomi, dan
budaya. Kongres ini diikuti oleh seluruh organisasi pemuda saat itu seperti Jong Java, Jong
Sumatra, Jong Betawi, dan organisasi pemuda lainnya. Selanjutnya juga disepakati untuk
mengadakan kongres yang kedua.

Kongres Pemuda II, yang diadakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 dipimpin oleh pemuda
Soegondo Djojopoespito dari PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia), menghasilkan
keputusan penting yang disebut sebagai Sumpah Pemuda. Selain itu pada kongres tersebut
Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman juga ditetapkan sebagai lagu kebangsaan.
Kongres Pemuda yang pertama ini dilaksanakan di Batavia (Jakarta). Kongres Pemuda I
dilaksanakan dari tanggal 30 April - 2 Mei 1926. Kongres Pemuda I diketuai oleh Muhammad
Tabrani

Kongres kedua ini diselenggarakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928, dan keputusannya dikenal
sebagai Sumpah Pemuda. Ketua Kongres Pemuda II dipimpin oleh Sugondo Joyopuspito (PPPI)
dan wakilnya Joko Marsaid (Jong Java). Dan, penyelenggaraan kongres pemuda hari pertama di
gedung Katholikee jongelingen Bond (Gedung Pemuda Katolik). Hari kedua di gedung Oost Java
(sekarang di Medan Merdeka Utara Nomor 14). Rapat ketiga di gedung Susunan Panitia Kongres
Pemuda II adalah:

 Ketua: Sugondo Joyopuspito


 Wakil ketua: Joko Marsaid (alias Tirtodiningrat)
 Sekretaris: Muhammad Yamin
 Bendahara: Amir syarifuddin

Anda mungkin juga menyukai