Masa pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi pergerakan. Masa
1. Masa pembentukan (1908 - 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.
2. Masa radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan
3. Masa moderat/kooperasi (1930 - 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan Gapi. Di samping itu juga
Pada awal abad XX sudah banyak mahasiswa di kota-kota besar terutama di Pulau Jawa. Sekolah kedokteran
bernama STOVIA (School tot Opleideing van Inlandsche Aartsen) terdapat di Jakarta. Para tokoh mahasiswa
kedokteran sepakat untuk memperjuangkan nasib rakyat Indonesia dengan memajukan pendidikan rakyat. Pada
tanggal 20 Mei 1908 sebuah organisasi bernama Budi Utomo dibentuk di Jakarta. Ketua Budi Utomo adalah dr
Sutomo, dan tonggak berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 dikenang sebagai Hari Kebangkitan
Nasional. Tokoh lain pendiri Budi Utomo adalah Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan R.T. Ario Tirtokusumo.
Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda.
Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf
yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian,
memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi
a. Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam
b. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang
Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang
mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban. Berikut ini ada
a. Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada penduduk umumnya.
c. Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menyebabkan kaum terpelajar tersisih. Ketika
meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang politik.
Pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak itu BU terus
Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam
(SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa.
Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi, dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-
panji Islam. Keanggotaan SDI masih terbatas pada ruang lingkup pedagang, maka tidak memiliki anggota yang
cukup banyak. Oleh karena itu agar memiliki anggota yang banyak dan luas ruang lingkupnya, maka pada tanggal 18
September 1912, SDI diubah menjadi SI (Sarekat Islam). Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh
SDI seperti H.O.S Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang pesat karena
bermotivasi agama Islam. Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam adalah:
b. isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya
Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jenderal Idenburg untuk
memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah
pimpinan H.O.S Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan pemerintah colonial
Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI yang ada di daerah. Ini suatu taktik pemerintah
colonial Belanda dalam memecah belah persatuan SI. Bayangan perpecahan muncul dari pandangan yang berbeda
antara H.O.S Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang memiliki pandangan
sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921, ditetapkan
adanya disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota organisasi lain
terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putih dan SI Merah.
a. SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim,
b. SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat di Semarang. Dalam
kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927
berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama
menjadi Sarekat Rakyat (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI).
Indische Partij adalah partai politik pertama di Indonesia. menunjukkan para pendiri Indische Partij yang terkenal
dengan sebutan tiga serangkai E.F.E. Douwes Dekker (Danudirjo Setiabudi), R.M. Suwardi Suryaningrat, dan dr.
Keanggotaannya pun terbuka bagi semua golongan tanpa memandang suku, agama, dan ras.
Pada tahun 1913 terdapat persiapan pelaksanaan perayaan 100 tahun pembebasan Belanda dari kekuasaan
Perancis. Belanda meminta rakyat Indonesia untuk turut memperingati hari tersebut. Para tokoh Indische Partij
menentang rencana tersebut. Suwardi Suryaningrat menulis artikel yang dimuat dalam harian De Expres, dengan
judul Als Ik een Nederlander was (Seandainya aku orang Belanda). Suwardi mengecam Belanda, bagaimana
mungkin bangsa terjajah (Indonesia) disuruh merayakan kemerdekaan penjajah. Pemerintah Belanda marah dengan
sikap para tokoh Indische Partij. Akhirnya Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat
4. Perhimpunan Indonesia
Pada tahun 1908 di Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Pelopor pembentukan
organisasi ini adalah Sutan Kasayangan Soripada dan RM Noto Suroto. Para mahasiswa lain yang terlibat dalam
organisasi ini adalah R. Pandji Sosrokartono, Gondowinoto, Notodiningrat, Abdul Rivai, Radjiman Wediodipuro
Tujuan dibentuknya Indische Vereeniging adalah Indonesia merdeka, memperoleh suatu pemerintahan Indonesia
yang bertanggung jawab kepada seluruh rakyat. Kedatangan tokoh-tokoh Indische Partij seperti Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, sangat mempengaruhi perkembangan Indische Vereeniging. Masuk
konsep “Hindia Bebas” dari Belanda, dalam pembentukan negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri.
Perasaan anti-kolonialisme semakin menonjol setelah ada seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson
tentang kebebasan dalam menentukan nasib sendiri pada negara-negara terjajah (The Right of Self Determination).
Partai Komunis Indonesia (PKI) secara resmi berdiri pada tanggal 23 Mei 1920. Berdirinya PKI tidak terlepas dari
ajaran Marxis yang dibawa oleh Sneevliet. Ia bersama teman-temannya seperti Brandsteder, H.W Dekker, dan P.
Bergsma, mendirikan Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) di Semarang pada tanggal 4 Mei 1914.
Tokoh-tokoh Indonesia yang bergabung dalam ISDV antara lain Darsono, Semaun, Alimin, dan lain-lain.
PKI terus berupaya mendapatkan pengaruh dalam masyarakat. Salah satu upaya yang ditempuhnya adalah
melakukan infiltrasi dalam tubuh Sarekat Islam. Organisasi PKI makin kuat ketika pada bulan Februari 1923 Darsono
kembali dari Moskow. Ditambah dengan tokoh-tokoh Alimin dan Musso, maka peranan politik PKI semakin luas.
Pada tanggal 13 November 1926, Partai Komunis Indonesia mengadakan pemberontakan di Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemberontakan ini sangat sia-sia karena massa sama sekali tidak siap di samping
organisasinya masih kacau. PKI telah mengorbankan ribuan orang yang termakan hasutan untuk ikut serta dalam
pemberontakan. Dampak buruk lainnya yang menimpa para pejuang pergerakan di tanah air adalah berupa
pengekangan dan penindasan yang luar biasa dari pemerintah Belanda sehingga sama sekali tidak punya ruang
gerak. Walaupun PKI dinyatakan sebagai partai terlarang tetapi secara ilegal mereka masih melakukan kegiatan
politiknya. Semaun, Darsono, dan Alimin meneruskan propaganda untuk tetap memperjuangkan aksi revolusioner di
Indonesia.
6. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Berdirinya partai-partai dalam pergerakan nasional banyak berawal dari studie club. Salah satunya adalah Partai
Nasional Indonesia (PNI). Partai Nasional Indonesia (PNI) yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 tidak
terlepas dari keberadaan Algemeene Studie Club. Lahirnya PNI juga dilatarbelakangi oleh situasi
sosio politik yang kompleks. Pemberontakan PKI pada tahun 1926 membangkitkan semangatuntuk menyusun kekuatan baru
dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo,
Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo. Pada awal berdirinya, PNI berkembang sangat pesat karena
c. Propagandanya menarik dan mempunyai orator ulung yang bernama Ir. Soekarno (Bung Karno).
Untuk mengobarkan semangat perjuangan nasional, Bung Karno mengeluarkan Trilogi sebagai pegangan
perjuangan PNI. Trilogi tersebut mencakup kesadaran nasional, kemauan nasional, dan perbuatan nasional.
Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI menggunakan tiga asas yaitu
self help (berjuang dengan usaha sendiri) dan nonmendiancy, sikapnya terhadap pemerintah juga antipati dan
PPPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 17 - 18 Desember 1927. Beranggotakan organisasi-organisasi seperti
Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Budi Utomo (BU), PNI, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan
b. menyatukan organisasi, arah, serta cara beraksi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia
Pembentukan organisasi PPPKI sebagai ide persatuan sejak awal mengandung benih-benih kelemahan dan
keretakan. Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan keretakan tersebut.
Ketika Ir. Soekarno yang menjadi tokoh dalam PNI ditangkap pada tahun 1929, maka PNI pecah menjadi dua yaitu
Partindo dan PNI Baru. Partindo didirikan oleh Sartono pada tahun 1929. Sejak awal berdirinya Partindo memiliki
banyak anggota dan terjun dalam aksi-aksi politik menuju Indonesia Merdeka. Dasar Partindo sama dengan PNI
yaitu nasional. Tujuannya adalah mencapai Indonesia merdeka. Asasnya pun juga sama yaitu self help dan
nonkooperasi.
Partindo semakin kuat setelah Ir. Soekarno bergabung ke dalamnya pada tahun 1932, setelah dibebaskan dari
penjara. Namun, karena kegiatan-kegiatannya yang sangat radikal menyebabkan pemerintah melakukan
pengawasan yang cukup ketat. Karena tidak bisa berkembang, maka tahun 1936 Partindo bubar.
9. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai Indonesia Raya (Parindra). Parindra didirikan di kota Solo oleh dr. Sutomo pada tanggal 26 Desember 1935.
Parindra merupakan fusi dan Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Tujuan Parindra adalah mencapai
Indonesia Raya. Asas politik Parindra adalah insidental, artinya tidak berpegang pada asas kooperasi maupun
nonkooperasi.
Sikapnya terhadap pemerintah tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi, jadi luwes. Tokoh-tokoh Parindra
yang terkenal dalam membela kepentingan rakyat di volksraad adalah Moh. Husni Thamrin.
Parindra berjuang agar wakil-wakil volksraad semakin bertambah sehingga suara yang berhubungan dengan upaya
mencapai Indonesia merdeka semakin diperhatikan oleh pemerintah Belanda. Perjuangan Parindra dalam volksraad
cukup berhasil, terbukti pemerintah Belanda mengganti istilah inlandeer menjadi Indonesier.
Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 oleh orang-orang bekas Partindo.
Tokoh-tokohnya antara lain Sartono, Sanusi Pane, dan Moh. Yamin. Dasar dan tujuannya adalah nasional dan
mencapai Indonesia Merdeka. Gerindo juga menganut asas incidental yang sama dengan Parindra. Tujuan Gerindo
antara lain:
Pada tanggal 15 Juli 1936, partai-partai politik dengan dipelopori oleh Sutardjo Kartohadikusumo mengajukan usul
atau petisi, yaitu permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah antara wakilwakil Indonesia dan negara
Tujuannya adalah untuk menyusun suatu rencana pemberian kepada Indonesia suatu pemerintah yang berdiri
sendiri. Namun usul tersebut ditolak oleh pemerintah kolonial Belanda. Adanya kekecewaan terhadap keputusan
pemerintah Belanda tersebut, atas prakarsa Moh. Husni Thamrin pada tanggal 21 Mei 1939, dibentuklah Gabungan
Politik Indonesia (Gapi). Berikut ini ada beberapa alasan yang mendorong terbentuknya Gapi.
a. Kegagalan petisi Sutarjo. Petisi ini berisi permohonan agar diadakan musyawarah antara wakil-wakil Indonesia
dan Belanda. Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia diberi pemerintahan yang berdiri sendiri.
Tujuan Gapi adalah menuntut pemerintah Belanda agar Indonesia mempunyai parlemen sendiri, sehingga Gapi
mempunyai semboyan Indonesia Berparlemen. Tuntutan Indonesia Berparlemen terus diperjuangkan dengan gigih.
Akhirnya pemerintah Belanda membentuk komisi yang dikenal dengan nama Komisi Visman karena diketuai oleh Dr.
F.H.Visman. Tugas komisi ini adalah menyelidiki dan mem-pelajari perubahan-perubahan ketatanegaraan.
Namun, setelah melakukan penelitian, Komisi Visman mengeluarkan kesimpulan yang mengecewakan bangsa
Indonesia. Menurut komisi tersebut, sebagian besar rakyat Indonesia berkeinginan hidup dalam ikatan Kerajaan
Belanda. Gapi menolak keputusan tersebut, sebab dianggap hanya rekayasa Belanda dan bertentangan dengan
Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh
K.H. Ahmad Dahlan. Muhammadiyah berarti umat Muhammad atau pengikut Muhammad. Dengan nama ini memiliki
harapan dapat mencontoh segala jejak perjuangan dan pengabdian Nabi Muhammad.
Di samping Muhammadiyah, gerakan keagamaan lain yang memiliki andil bagi kemajuan bangsa antara lain, berikut
ini.
b. Nahdlatul Ulama (NU), berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur.
Perkumpulan pemuda yang pertama berdiri adalah Tri Koro Dharmo. Organisasi ini berdiri pada tanggal 7 Maret
1915 di Jakarta atas petunjuk Budi Utomo. Diprakarsai oleh dr. Satiman Wirjosandjojo, Kadarman, dan Sunardi.
Mereka mufakat untuk mendirikan organisasi kepemudaan yang anggotanya berasal dari siswa sekolah menengah di
Jawa dan Madura. Perkumpulan ini diberi nama Tri Koro Dharmo yang berarti tiga tujuan mulia (sakti, budhi, bakti).
Organisasi kepemudaan lainnya yang bersifat kedaerahan banyak bermunculan seperti Pasundan, Jong Sumatranen
Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes, Timorees Ver Bond, PPPI (Perhimpunan Pelajar
Pelajar Indonesia), Pemuda Indonesia, Jong Islamienten Bond, kepanduan, dan sebagainya.
Di samping gerakan para pemuda, kaum wanita juga tidak mau ketinggalan. Pergerakan wanita dipelopori oleh
R.A.Kartini dari Jepara dengan mendirikan Sekolah Kartini. Perkumpulan wanita yang didirikan sebelum tahun 1920
antara lain Putri Mardika yang didirikan atas bantuan Budi Utomo. Perkumpulan ini bertujuan untuk memajukan
pengajaran terhadap anak-anak perempuan dengan cara memberi penerangan dan bantuan dana, mempertinggi
sikap yang merdeka, dan melenyapkan tindakan malu-malu yang melampaui batas.
Perkumpulan Kautamaan Istri didirikan pada tahun 1913 di Tasikmalaya, lalu pada tahun 1916 di Sumedang, Cianjur,
tahun 1918. Tokoh Kautamaan Istri yang terkenal adalah Raden Dewi Sartika.
Di Yogyakarta pada tahun 1912 didirikan perkumpulan wanita yang benafaskan Islam dengan nama Sopa Tresna,
yang kemudian pada tahun 1914 menjadi bagian wanita dari Muhammadiyah dengan nama Aisyah. Di Yogyakarta
ada perkumpulan wanita yang bernama Wanito Utomo, yang mulai memasukkan perempuan ke dalam kegiatan
Di samping R.A.Kartini dan Dewi Sartika, masih terdapat seorang tokoh wanita yaitu Ibu Maria Walanda Maramis dari
Minahasa. Beliau mendirikan perkumpulan yang bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) pada
Sumpah pemuda, tidak dapat lepas dari organisasi kepemudaan yang bernama PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar
Indonesia) yang didirikan pada tahun 1926. PPPI mendapat dukungan dari sejumlah organisasi kepemudaan seperti
Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Minahasa, Jong Batak, dan Jong Islamienten
Bond dengan penuh keyakinan ingin mencapai tujuannya yaitu persatuan Indonesia. Para pemuda ini menginginkan
suatu upaya penyatuan peletakan dasar untuk kemerdekaan dengan menentang ketidakadilan yang dialami selama
masa penjajahan.
Kongres Pemuda Indonesia 1 dan 2
Kongres Pemuda Indonesia 1 dan 2
Januari 29, 2015 | Nasional
Kongres Pemuda Indonesia 1 dan 2 – Kongres Pemuda Indonesia dalam sejarahnya dilakukan sebanyak dua kali,
yaitu Kongres Pemuda I dan Kongres Pemuda II. Kongres inilah yang merupakan tonggak sejarah lahirnya sumpah
pemuda Indonesia. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia I dan II :
a. Kongres Pemuda I
Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dan Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam di dalam sanubari pemuda-pemuda Indonesia. Untuk itu, pada
tanggal 30 April – 2 Mei 1926 di Jakarta di adakan Kongres I Pemuda Indonesia. Kongres tersebut diikuti oleh semua
perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan.
Kongres Pemuda I, di dalamnya dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu. Disampaikan
pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh di atas kepentingan golongan, bahasa,
dan agama. Selanjutnya, dibicarakan juga tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak di
kemudian hari.
b. Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah kongres Pemuda Indonesia Pertama, tepatnya pada tanggal 27-28
Oktober 1928. Kongres tersebut dihadiri wakil-wakil dari perkumpulan-perkumpulan pemuda, antara lain : Pemuda
Sumatra, Pemuda Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islameten Bond,
Jong Java, Jong Ambon, dan Jong Celebes.
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, yaitu tanggal 27 dan 28 Oktober 1928. Persidangan yang
dilaksanakan sebanyak tiga kali diantaranya membahas persatuan dan kebangsaan Indonesia, pendidikan, serta
pergerakan kepanduan.
Kongres Pemuda II berhasil mengambil keputusan yang sampai sekarang dikenal sebagai “Sumpah Pemuda“.
Adapun isi dari sumpah pemuda yang asli ejaannya sebagai berikut :
Pertama : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH-DARAH JANG SATOE,
TANAH INDONESIA.
Kedua : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA
INDONESIA.
Ketiga : KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATUAN, BAHASA
INDONESIA.
Itulah 3 keputusan yang telah dihasilkan pada Kongres Pemuda Indonesia yang kedua, yang merupakan tonggak
sejarah Sumpah Pemuda yang hingga saat ini pada tanggal tersebut selalu diperingati sebagai Hari Sumpah
Pemuda.
Sejarah Kongres Pemuda Dan
Sumpah Pemuda
SHARE ON:FacebookTwitter Google +
Pada tanggal 28 Oktober 1928 malam, di Indonesische Clubgebouw yang penuh sesak, ribuan pemuda mendengar pidato
penutupan Kongres Pemuda Indonesia ke-dua dan sekaligus mendengar lantunan lagu “Indonesia Raya” dari biola WR.
Soepratman.
Menjelang penutupan, Muhammad Yamin, yang saat itu baru berusia 25 tahun, mengedarkan secarik kertas kepada pimpinan
rapat, Soegondo Djojopoespito, lalu diedarkan kepada para peserta rapat yang lain. Siapa sangka, dari tulisan tinta Yamin di
Sumpah itu lalu dibaca oleh oleh Soegondo, lalu Yamin memberi penjelasan panjang lebar tentang isi rumusannya itu. Pada
awalnya, rumusan singkat Yamin itu dinamakan “ikrar pemuda”, lalu diubah oleh Yamin sendiri menjadi “Sumpah Pemuda”.
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia
Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia
Kongres Pemuda II berlangsung pada 27-28 Oktober dalam tiga tahap rapat. Rapat pertama berlangsung di gedung Katholieke
Jongelingen Bond di Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng), lalu dipindahkan ke Oost Java Bioscoop di Konigsplein
Noord (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara), dan kemudian Gedung Kramat 106 baru dipakai untuk rapat ketiga sekaligus
penutupan rapat.
Dari rapat pertama hingga rapat ketiga, kongres pemuda II ini menghadirkan 15 pembicara, yang membahas berbagai tema.
Diantara pembicara yang dikenal, antara lain: Soegondo Djojopespito, Muhammad Yamin, Siti Sundari, Poernomowoelan,
Hadir pula banyak organisasi pemuda dan kepanduan saat itu, diantaranya: Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak,
Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Roekoen, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll.
Kongres Pertama (I) berlangsung pada tahun 1926. Kongres Pertama sudah membahas bahasa persatuan. Mohammad Yamin
mengusulkan bahasa Melayu. Tetapi penamaan “Bahasa Melayu” dikritik oleh salah seorang peserta Kongres, Tabrani
Soerjowitjitro. Menurut Tabrani, kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa itu bernama Indonesia, maka bahasa itu harus disebut
bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu, walaupun unsur-unsurnya Melayu. Keputusan kongres pertama akhirnya
Seusai kongres pemuda ke-II, sikap pemerintah kolonial biasa saja. Bahkan Van Der Plass, seorang pejabat kolonial untuk urusan
negara jajahan, menganggap remeh kongres pemuda itu dan keputusan-keputusannya. Van Der Plass sendiri menertawakan
keputusan kongres untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, mengingat bahwa sebagian pembicara dalam
kongres itu justru menggunakan bahasa Belanda dan bahasa daerah. Soegondo sendiri, meskipun didaulat sebagai pimpinan
sidang dan berusaha mempergunakan bahasa Indonesia, terlihat kesulitan berbahasa Indonesia dengan baik.
Siti Sundari, salah satu pembicara dalam kongres pemuda II itu, masih menggunakan bahasa Belanda. Hanya saja, dua bulan
kemudian, sebagaimana ditulis Dr Keith Foulcher, pengajar jurusan Indonesia di Universitas Sydney, Australia, Siti Sundari
Akan tetapi, perkiraan Van Der Plass ternyata meleset. Sejarah telah membuktikan bahwa kongres itu telah menjadi “api” yang
Meskipun, seperti dikatakan sejarahwan Asvi Warman Adam yang mengutip pernyataan Profesor Sartono Kartodirdjo, Manifesto
Politik yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda pada 1925 jauh lebih fundamental daripada Sumpah
Pemuda 1928. Manifesto Politik 1925 berisi prinsip perjuangan, yakni unity (persatuan), equality (kesetaraan), dan liberty
Bung Karno sendiri menganggap Sumpah Pemuda 1928 bermakna revolusioner: satu negara kesatuan dari Sabang sampai
Merauke, masyarakat adil dan makmur, dan persahabatan antarbangsa yang abadi. “Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi
warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah
satu bahasa, bangsa, dan tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir,” kata Soekarno dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-35 di
Usaha untuk menuju persatuan dan kesatuan antar organisasi pemuda ditempuh dengan cara
melaksanakan kongres yang kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres
Pemuda I dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 30 April – 2 Mei 1926, oleh sebuah komite
dengan susunan sebagai berikut.
Ketua : M. Tabrani
Wakil Ketua : Sumarto
Sekretaris : Jamaludin
Bendahara : Suwarso
Pembantu : Bahder Johan, Sumarto, Yan Toule Soulehuwiy, dan Paul Pinontuan,
Hamami, dan Sanusi Pane