Anda di halaman 1dari 32

Jejak Pengaruh Hindu di Tanah Karo

Sumatera Utara

Suprayitno
Ketua MSI Cabang Sumatera Utara

Universitas Hindu Indonesia


Denpasar, 5 Juli 2018
Jejak Komunitas India Tamil
di Asia Tenggara
⚫ Pengaruh India (Tamil-Hindu) di Asia Tenggara dapat diketahui berdasarkan
temuan delapan prasasti berbahasa Tamil yang tersebar 4 di Sumatera (Lobu
Tua, Barus, 1088 M, Porlak Dolok (Gunung Tua, 1258/1265), Batu Bapahat
(abad 14 M), Neusu, Banda Aceh (abad 13 M), 3 di Thailand (Wat Khlong
Tong abad 4 M, Takua Pa abad 9 M, Nakhon Si Thammarat abad 13 M) dan
satu di Myanmar abad ke 13 M.
⚫ Berdasarkan prasasti itu, maka pengaruh India (Tamil Hindu) di Sumatera
Utara sekurang-kurangnya sudah ada antara abad 11-14 M.
⚫ Disamping prasasti juga kehadiran komunitas Tamil dapat dilacak berdasarkan
temuan-temuan akeologis seperti, reruntuhan Candi di Simangambat (Tapsel),
Padang Lawas, Kota Cina; fragment tembikar, mata uang dsb.
⚫ Jadi ada empat situs penting sebagai bukti adanya jejak-jejak kuno kehadiran
komunitas pedagang Tamil (500 orang) terdapat di Barus, Tapanuli Selatan,
Madina, Padang Lawas, Kota Cina, Neusu Banda Aceh.
⚫ Diperkirakan komunitas Tamil yang berasal dari India Selatan ini kemudian
menyebar ke Tanah Karo untuk berdagang kapur barus yang banyak dijumpai
di sepanjang sungai singkel dan lau renun (tanah Karo), logam mulia (emas)
dan hasil bumi pulau Sumatera lainnya. Dari sini awal mula kontak budaya
antara orang Tamil dengan Orang Karo, yang memunculkan marga
Sembiring.
Bahasan
⚫ Orang Karo; Tradisi Lisan dan Jejak persebarannya
⚫ Sejarah Merga Sembiring; Jejak pengaruh Hindu di
Tanah Karo.
⚫ Ritual pembakaran mayat (kremasi) dalam religi orang
Karo (Pemena) sebagai bukti adanya pengaruh Hindu
di dalam sistem kepercayaan asli orang Karo.
⚫ Ritual erpangir ku lau (bermandi ke sungai) satu
tradisi dalam budaya Karo yang dipengaruhi oleh
unsur-unsur Hindu
⚫ Nama-nama hari pada sistem pertanggalan orang Karo
ASAL USUL ORANG KARO
⚫ Dari India Selatan dekat Myanmar;
Tradisi Lisan: menjelaskan perjalanan
seorang raja dari India bersama
panglimanya bernama Karo dan
putrinya bernama Si Miansari.
Dikisahkan juga tentang asal usul
merga si lima (Karo karo , Ginting,
Perangin-angin, Tarigan dan
Sembiring) [Sempa Sitepu,
Kompasiana.com)
⚫ Menyebar dari Tanah Tingi Karo ke
Pesisir Timur Sumatera Utara abad
ke-16 (J.H. Neuman, 1972).
⚫ Orang Karo Sudah ada Sejak
munculnya Kerajaan Haru abad ke
13-16 M. Haru/Aru sama dengan
Karo [Brahma Putro, 1981; Tridah
Bangun, 1985]. Nama Karo adalah
penyebutan nama dari Haru/Aru.
Kerajaan Haru dan Orang
Karo
Dalam Atlas Sejarah karya Muhammad
Yamin, pada sekitar abad ke-15 M wilayah
Kerajaan Aru meliputi seluruh Pesisir
Timur Sumatera Utara dari Tamiang
sampai ke Rokan dan bahkan sampai ke
Mandailing dan Barus.

Haru didirikan oleh orang Karo. Pembesar


Haru yang disebut dalam Sejarah Melayu,
seperti nama Serbayaman Raja Purba, Raja
Kembat, identik dengan nama-nama Karo.

Di wilayah kerajaan Deli, Serdang,


Langkat, ada empat kepala Urung yang
berasal dari Suku Karo (Sunggal, XII Kota,
Senembah, dan Sukapiring).
Hancurnya Kerajaan Aru
Kesultan Deli
Genealogi
Sultan-Sultan Melayu
(Deli, Serdang )
berkaitan dengan
Orang Karo.

Tambo Langkat:
Dewa Syahdan
leluhur Raja Langkat
merupakan seorang
Panglima Perang Aru
Daniel Perret, 2010: 47
TANEH KARO
TANAH TINGGI KARO
(KAB.TANAH KARO)
KABUPATEN DELI SERDANG
KOTA MEDAN
LANGKAT
KOTA BINJAI
KABUPATEN SIMALUNGUN
KABUPATEN ACEH TENGGARA
KABUPATEN DAIRI
Sejarah Marga Sembiring
⚫ Pengaruh Hindu yang paling monumental adalah hadirnya
merga Sembiring di Tanah Karo. Asal-usul orang Karo
banyak dikaitkan dengan keberadaan Kerajaan Haru/Aru
yang eksis di wilayah pesisir Sumatera Bagian Utara (abad
13-16 M). Etimologi Karo diambil dari kata Haru.
(Suprayitno, 2008)
⚫ Sukar dipastikan sejak kapan merga Sembiring menjadi
bagian dari masyarakat Karo. Namun merga Sembiring
dipandang sebagai merga termuda dari empat merga
lainnya yang masuk ke Tanah Karo. Sembiring berasal dari
Si+e+mbiring (hitam) artinya yang ini hitam. Makna kata
ini merujuk kepada kelompok masyarakat yang berkulit
hitam. Berdasarkan temuan-temuan arkeologis di Barus dan
Kota Cina bahwa kelompok masyarakat Tamil berasal dari
India Selatan dan telah bermukim di Barus dan Kota Cina
sebagai pedagang. (Abad 11-14 M)
Teritorial Dinasti Chola di India
Selatan
(985-1297 M)

akhirmh.blogspot.com/2016
Jalur ekspedisi Ankola dan Panai ke Sumatera
(Barus, Kota Cina, dan Panai Padang Lawas)

Herman Kulke, Nagapattinam to Suvarnadwipa,


Reflection on the Chola Naval Expeditions to
Southeast Asia, Chola pernah menyerang sriwijaya,
kedah, panai, jambi, patani 1025 M.
Kompas.com, 6-9-2010.

https://id.m.wikipwdia.org

akhirmh.blogspot.com/2016
Dari India Selatan
ke Pedalaman Batak
⚫ Nama Panai sendiri adalah nama suatu daerah di
Ceilon. Namun dalam perkembangannya, dominasi
Hindu semakin menguat di Panai. Orang-orang Hindu
di Panai diduga adalah sebagian orang-orang Hindu di
Siaboe (Simangambat) yang bermigrasi ke Panai
(Padang Lawas).
⚫ Koloni-koloni Ceilon yang masih tersisa di Siaboe dan
sekitarnya (seperti Pijar Koling di daerah Angkola
yang sekarang.
⚫ Koloni pedagang dari India selatan di Tanah Batak
adalah sebagai berikut: Orang Tamil Nadu di Baros.
orang Ankola, Karnataka di Angkola dan orang Panai,
Ceilon di Baroemoen, Padang Lawas.
[akhirmh.blogspot.com/2016]
Jejak Sejarah
Prasasti Tamil di Neusu, Banda Aceh, Lobu Tua , Barus dan Porlak Dolok

Sumber:
rencongaceh.blogspot.com www.situsbudaya.id
Soesatyo S. Kepurbakalaan
Padang
Tinjuan Literatur, Tesis, UI,
2010
Situs Kota Cina

Sumber: www: Paduanwisata.id Struktur Candi di Kota


Cina
replubica.co.id.27 april
2016
Candi Simangambat, dan Portibi

Sumber:
Mandailing.online.com

www.situsbudaya.id
Peta Sebaran Candi di Sumatera
Utara

Sumber: history
1978.wordpress.com

Peta Angkola dan Padang Lawas dibatasi bukit barisan


1919
Sumber: akhirmh.blogspot.com/2016
Submarga Sembiring
⚫ Dalam marga Sembiring terdapat submarga antara ⚫ Riwayat leluhur merga Sembiring Brahmana yang
lain Sembiring Brahmana, Pandia, Colia, Meliala, ada di Desa Limang, Kecamatan Tiga Binanga.
Guru Kinayan, Keling, Pelawi, Kembaren, Sinulaki, Tradisi lisan menyatakan bahwa leluhur mereka
Sinipayung, Bangko, Keloko, Depari, Pelawi, Bunu merujuk kepada seorang yang bernama Trennu
Aji, Busok dan lain-lain. Sinulaki, Sinupayung dan Lenni Smegit, seorang pertapa dan banyak
Bangko. Lahirnya sub-sub marga ini diduga karena mendamaikan negeri-negeri yang bertikai di sekitar
berkaitan dengan daerah asal mereka di India. Sinabun dan Sibayak, Tanah Karo. Berkat jasanya
Misalnya Sembiring Pandia diduga berasal dari itu, maka seorang pendeta Hindu dari Kuta Buluh
daerah Pandya, Colia dari daerah Chola, Muham menganugerahi jabatan kepadanya sebagai Rsi
dari daerah Muoham, Meliala dari daerah Bregu dan Brahmana kepada Trennu Lenni Smegit
Malaylam, Brahmana dari kelompok pendeta Hindu. sekitar tahun 1600-an. Trennu Lenni yang berasal
Nama-nama submarga ini membuktikkan kuatnya dari Khasmir/India menyatu kedalam klan
pengaruh Hindu dalam masyarakat Karo, khususnya Sembiring yang sudah lebih dahulu datang ke Tanah
merga Sembiring.(Pertampilan S.Brahmana, 2005). Karo. Trennu Lenni bukan beragama Hindu, tapi
penganut kepercayaan Pemena (Sipemena).
⚫ Sembiring Muham, Depari, Meliala dan Colia
datang ke Limang untuk meminta semua keturunan
Smegit Brahmana masuk ke dalam merga
Sembiring pada tahun 1600-an.Versi lain (Ginting,
1999: 3) menyatakan bahwa pada abad ke 16 M,
datang seorang resi Megit Brahmana dari India yang
menikah dengan putri Karo. Keturunan resi ini
kemudian mengembangkan agama Hindu ajaran
Maharesi Brgu Sekte Ciwa, lalu bergabung dengan
klen merga Sembiring. Kedua versi ini meskipun
berbeda,
Situs Megitnamun Brahmana,
secara sama menyatakan ada
leluhur mereka datang dari India dan bergabung
Rumah
dengan Kabanjahe
merga Sembiring.
Bastanta P. Sembiring, arikokena
blogspot.com/2012
No. Nama Merga Sembiring Desa Asal (desa yang dibangun oleh subklen marga tersebut)
1 Kembaren Samperaya, Liangmelas

2 Sinulaki Silalahi, Paropo

3 Keloko Pergendangen, Tualang, Paropo

4 Pandia Seberaya, Payung, Beganding

5 Gurukinayan Gurukinayan, Gunungmeriah

6 Brahmana Rumah Kabanjahe, Perbesi, Limang, Bekawar

7 Meliala Sarinembah, Kidupen, Rajaberneh, Naman, Munte

8 Depari Seberaya, Perbesi, Munte

9 Pelawi Ajijahe, Perbaji, Selandi, Perbesi, Kandibata.

10 Maha Martelu, Pandan, Pasirtengah

11 Sinupayung Jumaraja, Negeri

12 Colia Kubucolia, Seberaya

13 Pandebayang Buluhnaman, Gurusinga

14 Tekang Kaban

15 Muham Susuk, Perbesi

16 Busok Kidupen, Lau Perimbon

17 Sinukaban Tidak diketahui lagi desa asalnya

18 Keling Rajaberneh, Juhar

19 Bunu Aji Kutatengah, Beganding

20 Sinukapar Sidikalang, Sarintonu, Pertumbuken


Tradisi Kremasi Dalam Religi Karo
Pemena
⚫ Orang Karo sejak masa prasejarah telah mengenal sistem kepercayaan
yang dikenal dengan Pemena. Inti ajarannya adalah mereka
mempercayai bahwa ada kekuatan yang menciptakan dan mengatur
kehidupan di alam semesta ini. Mereka mempercayai ada tiga
perwujudan Tuhan (Dibata) yakni Dibata Kaci-kaci (Dibata
Diatas=Tuhan yang berkuasa di langit /atas); Dibata Padukah Ni Aji
(Dibata Tengah=Tuhan yang berkuasa di bumi) dan Dibata Banua
Koling (Dibata Teruh= Tuhan yang berkuasa di bawah bumi).
⚫ Kekuatan Dibata itu dapat mendatangkan kebahagiaan dan juga
malapetaka. Kekuatan itu ada pada roh-roh leluhur yang bersemayam
di Gunung, Hutan atau alam sekitar manusia, dapat berujud batu,
hewan, dan sebagainya. Kepercayaan ini dikenal dengan nama Pemena
(yang pertama). Dari arti kata itu bisa dikatakan kepercayaan inilah
yang pertama berkembang di Karo sebelum datangnya agama dari
India (Hindu/Budha), Islam dan Kristen.
⚫ Masuknya agama Hindu kemudian beralkulturasi dengan kepercayaan
Pemena. Dari sekian banyak ritual dalam kepercayaan Pemena, maka
yang paling pas untuk dijelaskan disini adalah tentang upacara kremasi
(pembakaran mayat).
Kremasi (Pakuwaluh)
⚫ Kepercayaan Pemena memiliki ritual penguburan mayat yang dikenal
dengan sirang-rang. Ketika penguburan tiba, seluruh anggota keluarga
harus menari (landek). Proses penguburan diiringi dengan gendang
yang disertai dengan teriakan dan ratapan. Selama ritual ini dilakukan,
sehelai kain putih dikibarkan untuk memanggil tendi orang yang
berduka untuk mengikuti roh orang yang meninggal.
⚫ Ketika sampai di area perkuburan, seorang kerabat dekat akan
mengayunkan tangan kirinya sambil memegang sebongkah sirih dan
daun ersam sebanyak empat kali sambil mengucapkan “nggo nam sam
kerina belawanta, mejuah-mejuah kam kerina itadingkendu (semua
kesepakatan kami kini sudah terpenuhi, semoga engkau meninggalkan
kami semua dalam keadaan damai) [Simon Rae,tp: 50].Upacara ini
sudah berlangsung lama bahkan sampai tahun 1960-an, khususnya di
Desa Limang. Namun Darwan Prints (2004: 35-40) mencatat upacara
ini terakhir 1939 di Perbesi dan Buah Raya. Bukti-bukti lokasi dan
lubang-lubang tempat penyangga abu jenazah masih dapat ditemukan
di tepi Sungai Serembo, yang berhulu ke Sungai Wampu terus Langkat
dan Selat Melaka .
Kremasi......
⚫ Prosesi ini dipimpin oleh seorang guru dan dibantu oleh 4 orang
perempuan yang bertugas sebagai pembakar mayat yang disebut
si dapur. Jenazah yang sudah dikremasi diletakkan di dibagian
depan dari kuburan dengan menempatkan anggota badan ke
dalam nyala api. Para si dapur inilah yang bertanggungjawab
untuk menguburkan jenazah secara layak. Sebelum jenazah
dibawa ke luar rumah, di depan pintu diletakkan kudin (belanga
dari tanah liat) di dalamnya diisi gulai ayam (cipera).
⚫ Suami atau istri kemudian menendang kudin itu hingga pecah,
sebagai simbol hancunya hati suami/istri yang ditinggal mati.
Kemudian daging ayam disuguhkan kepada kerabat dekat saat
makan siang. Dengan memakannya diharapkan kesedihan akan
hilang. Setelah itu mayat dibawa ke tempat kremasi di lapangan
terbuka di tepi sungai. Sebelumnya telah dipersiapkan kayu
bakar dari pohon dokum oleh anak beru. Selama proses
pembakaran mayat kayu tidak boleh ditambah, sehingga jumlah
kayu harus diperhitungkan secara eksak.
Kremasi.....
⚫ Ditempat kremasi, keluarga yang meninggal disuruh kembali ke rumah
dan tinggal guru dan 4 orang si dapur. Sebelum api disulutkan, guru
yang memimpin prosesi memerintahkan si dapur untuk melepas semua
pakaian jenazah dan ditelungkupkan di atas batang kayu dokum dan si
dapur diperintahkan oleh sang guru untuk memukul kaki jenazah
sekuat-kuatnya agar arwahnya tidak kabur dan gentayangan. Bagi
mayat perempuan yang meninggal melahirkan, bayinya juga turut
dibakar.
⚫ Setelah itu barulah guru membakar jenazah di atas kayu yang telah
dipersiapkan. Kemudian, si dapur harus segera membuang abu jenazah
ke sungai terdekat dan membersihkan sisa-sisa upacara agar sisa-sisa
jenazah tidak digunakan oleh orang-orang yang menuntut ilmu hitam.
Si dapur kemudian melakukan ritual yang dipimpin oleh sang guru.
Mereka dimandikan lau penguras yaitu air yang sudah dijampi-jampi
oleh sang guru.
⚫ Setelah itu baru dibolehkan pulang ke rumah dan setelah sampai di
rumah mereka harus mencuci telapak tangan dan memegang para-para
yaitu tungku api untuk masak. Ini dilakukan agar si dapur tidak
diganggu oleh jenazah orang yang dibakar tadi.
Bukti Tempat Kremasi di Limang
Desa Limang, Lau Sirembo

Di tepi Lau
Sirembo
Upacara kremasi diperkirakan antara 1914-1919
Sunber http://karosiadi.blogspot.com
Berkabung didekat mayat seorang wanita
1910-1925

Sebuah acara kremasi di lapangan Perpisahan dalam acara kremasi


terbuka 1920-1925
Jenazah diletakkan diatas tumpukan
kayu untuk dikremasi, Karo,
1914-1926 Jenazah diletakkan diatas tumpukan
kayu untuk dikremasi, Karo,
1914-1926
Perahu Kematian (Pelangkah)

Pelangkah di rumah adat Sibayak


Surbakti
Erpangir ku lau
⚫ Ritual erpangir ku lau yang artinya berlangir (membersihkan diri) bukanlah
proses mandi biasa. Akan tetapi erpangir adalah upacara religius menurut
kepercayaan tradisional Karo. Ritual erpangir dilakukan misalnya sebagai
ungkapan tanda syukur kepada Dibata, karena sembuh dari penyakit, terhindar
dari maut, bersyukur karena hasil panen yang berlimpah, menyembuhkan
penyakit, memohon keberhasilan usaha pertanian dan lain-lain. Sebagai
sebuah tradisi lama, ritual erpangir ini selalu diiringi dengan gendang (musik)
Karo dan dibimbing oleh seorang guru sibaso. Ritual ini juga membutuhkan
beberapa ramuan seperti cara erpangir untuk mengobati orang gila (mehado);
yang dahulu sering dilakukan oleh penghulu Limang. Ritual itu membutuhkan
jeruk purut, lumut dari tujuh tempat keramat, kulit ular yang baru ganti kulit,
besi-besi sangka sempilet, daun sebalik sumpa, daun sebalik angin, daun
sarang, daun peldang), daun peldang raja, daun abang-abang), daun jarak dan
padang lalis (Novrasilofa. S,2010: 4).
⚫ Dari musik dan ramuan pendukung ritual ini sukar untuk memastikan apakah
ritual erpangir ini dipengaruhi oleh unsur-unsur agama Hindu. Namun dari
mantera-mantera yang diucapkan oleh guru sibaso, dapat dikenali bahwa
upacara ritual ini terpengaruh juga dengan unsur agama Hindu. Ritual erpangir
ku lau selalu dimantrai. Mantra (tabas) ini biasa diucapkan oleh guru sibaso
dengan menembangkannya. Mantra ini dipercayai mempunyai kekuatan magis
untuk mempengaruhi atau menyembuhkan penyakit dengan memanggil arwah
guru yang dipanggil nini bulang. (Kumalo Tarigan, 2002).
Erpangir ku lau
Penutup
⚫ Pengaruh Hindu di Sumatera Utara sudah berlangsung berabad-abad lamanya
sebagaimana bukti arkeologi yang ditemukan di Barus, Tapanuli Selatan dan Padang
Lawas serta Kota Cina/Haru (abad 8-14 M). Dari Barus, Pantai Barat Sumatera,
orang-orang Tamil kemudian menyebar ke daerah pegunungan menuju Tapanuli Selatan
dan Padang Lawas sampai ke Danau Toba terus ke Pantai Timur dan akhirnya ke Tanah
Karo. Dari Pantai Timur (Kota Cina/Haru), orang Tamil yang berasal dari India Selatan
menyebar ke dataran Tinggi Karo.
⚫ Orang-orang Tamil ini kemudian diterima menjadi salah satu Merga Silima, dengan
merga Sembiring dan sub-sub marganya seperti Sembiring Brahmana, Cholia, Pandia,
dan Mugam. Proses akulturasi dengan agama pemena dan budaya lokal melahirkan
ritual kremasi pada orang Karo. Usungan mayat seperti lige-lige dan kalimbaban mirip
usungan mayat di Bali pada acara ngaben. Guru yang sedang kesurupan (bermantera)
memakai kain putih, baik sebagai tudung untuk wanita dan bulang untuk pria sama pula
dengan kebiasaan orang-orang Hindu. Hal itu mengindikasikan pengaruh Hindu
tertanam kuat di kalangan masyarakat Karo.
⚫ Pengaruhi agama Hindu dapat dilihat juga dari nama-nama hari dalam kalender orang
Karo, seperti Aditia, Suma, Nggara, Budaha, Beraspati, Sami Sara, Suma, Cukra enem,
Belah naik, Sumawa siwah, Nggara sepuluh, Budaha ngadep, Suma cepik dan lain-lain.
Ada 30 nama hari dalam bahasa Karo yang menunjukkan adanya pengaruh bahasa
Sanskerta (Tarigan, 2016).

Anda mungkin juga menyukai