Anda di halaman 1dari 13

KERAJAAN PAGARUYUANG MINANGKABAU ( SUMATERA BARAT )

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Minangkabau terkenal dengan falsafahnya yaitu “Adat basandi Syarak” yang artinya

adat bersandi kepada Syarak (syari’at). Dengan kata lain bahwa agama adalah penopang dari

adat yang ada di wilayah tersebut. bersandi syarak berarti Syari’at yang tak lain adalah

syari’at Islam. Semenjak Islam masuk ke Minangkabau sejak itu pula agama menjadi bagian

dari adat dan budaya di Minangkabau.

Wilayah Minangkabau sendiri pada mulanya bukanlah wilayah Islam, sebelumnya

merupakan wilayah yang masyarakatnya menganut agama Hindu dan Budhha. Namun pada

perkembangannya setelah masuknya Islam ke wilayah Sumatera melalui Aceh, dan akhirnya

sampai ke wilayah pesisir barat Sumatera melalui para pedagang yang berinteraksi dengan

masyarakat lokal, maka islam mulai menjadi agama yang diterima olah masyarakat

Minangkabau. Pada awalnya Islam merupakan agama yang berkembang di wilayah pesisir

namun akhirnya terus masuk ke wilayah daratan dan akhirnya sampai ke Pagaruyuang yang

akhirnya Raja beserta pemuka adat menerima ajaran islam dan menjadikan Islam sebagai

agama.

Maka berubahlah kerajaan Pagaruyuang yang beragama Buddha berganti menjadi

Kerajaan Atau Kesultanan Islam Pagaruyuang. Dan akhirnya Adat Barsendi Syarak, Syarak

Barsendi Kitabullah di masyarakat Minang yang menjadi identitas, lahir dari sebuah

kesadaran sejarah dan pergumulan tentang perjuangan dan hidup. Masuknya agama Islam

danberpadu dengan adat istiadat setempat melahirkan kesepakatan luhur.


Bahwasesungguhnya seluruh alam merupakan ciptaan Allah SWT dan menjadi ayat-ayat

yang menjadi tanda kebesaran-Nya, memaknai eksistensi manusia sebagai khalifatullah di

dunia.

Kerajaan Islam Pagaruyuang dalam perjalanannya tidak seperti kerajaan-kerajaan

Islam lainnya, dikarenakan adat yang berlaku di wilayah Minangkabau dimana garis

keturunan berdasarkan garis keturunan ibu (Matrilineal), tak banyak catatan menganai siapa

saja Raja yang berkuasa di masa Kerajaan Islam Pagaruyuang terlepas dari adanya Tambo

yang berdasarkan cerita saja. Hanya ada beberapa Raja yang bisa dilacak sebagaimana

catatan Belanda.

Oleh karena itu makalah ini sedikit banyak akan membahas mengenai Kerajaan

Islam Pagaruyuang, dengan dimulai dari Proses bagaimaman Islam berkembang, bagaimana

sejarah berdirinya Kerajaan Pagaruyuang hingga peninggalan apa saja yang ada hingga saat

ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Sejarah Berdirinya

2. Proses Masuk Dan Berkembangnya Islam

3. Masa Keemasan/Kejayaan

4. Wilayah Kerajaan

3. Masa Kehancuran

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM

Agama Islam masuk ke Minangkabau diperkirakan sekitar abad ke-VII M, namun

adajuga pendapat lain yang mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke- XIII. Dalam Buku

“Ayahku” Hamka menuliskan bahwa agama islam telah masuk ke Aceh dan Sumatera

khususnya dan Indonesia umumnya jauh sebelum abad ke-13 dan ke-14 M. 1 Dikarenakan

pada masa Khulafaur Rasyidin perdaganan bangsa Arab telah sangat maju melalui selat

Malaka dari laut Merah terus ke Tiongkok (China). Jauh sebelum orang Portugis, orang Arab

lebih dulu menguasai perdagangan, sehingga banyak ahli-ahli geografi bangsa Arab yang

menyebut tentang kerajaan Kilah (Kataha di Sumatera Tengah, atau Kedah di Malaya) dan

kerajaan Syarbazah (Sriwijaya). Pada abad ke-9 M (abad ke-3 H) telah banyak ahli-ahli

geografi yang menyebutkan kata—kata tersebut. dan dalam salah satu kalender Tiongkok

disebutkan bahwa pada tahun 674 M sudah didapati satu kelompok masyarakat Arab di

Sumatera Barat. Kalau diingat bahwa Nabi Muhammad SAW wafat pada 632 M, nyatalah

bahwa tahun 52 H, 42 tahun setelah wafat Nabi SAW orang arab telah memiliki

perkampungan di Sumatera Barat. Mungkin kata-kata “Pariaman” berasal dari bahasa Arab

“Barri Aman”(tanah daratan yang aman).

B. SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN PAGARUYUANG

Kerajaan Pagaruyuang sudah sejak lama ada, bahkan, menurut Sejarah Riau, setelah

dirajakan di Kuantan, di awal abad ke-14 M. Sang Sapurba yang berasal dari Bukit

Siguntang, Palembang itu sempat juga dirajakan di Pagaruyuang. Kemudian Adityawarman


1

3
yang sebelumnya berkerajaan di Drarmasraya/Swarnabhumi, kemudian memindahkan pusat

pemerintahannya ke Pagaruyuang pada tahun 1347. Menurut Sejarah Riau ketika kedatangan

Adityawarman ke Pagaruyuang wilayah itu sedang tidak memiliki Raja, sehingga beliau

disambut oleh para petinggi dan pembesar kerajaan, atas persetujuan para pembesar

Pagaruyuang yang dipimpin Datuak Parpatiah Nan Sabatang, Adityawarman kemudian

dirajakan di Pagaruyuang.2

Lahirnya Kerajaan Pagaruyuang menurut Tambo adat Minangkabau ini adalah ketika

Adityawarman datang ke daerah Pagaruyuang, ia bertemu dengan dua pemuka Adat setempat

yaitu Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang, dan akhirnya setelah

mufakat akhirnya Adityawarman menikah dengan Gadih Jamilan yang merupakan adik

perepmpuan dari Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. Dan

Akhirnya Adityawarman menjadi penguasa di Pagaruyuang.3

Adityawarman meninggal pada tahun 1375 M. Ia digantikan oleh putranya dari istrinya

Putri Reno Jalito, yaitu Ananggawarman (1375-1417 M), setelah itu kerajaan Pagaruyuang

dipimpin oleh beberapa Dinasti, namun sulit untuk menelusuri nama Rajanya karena lebih

banyak berbentuk Tambo (Legenda). Namun sumber yang layak dijadikan sebagai rujukan

adalah catatan Belanda pada abad ke-17, ketika Raja dan rakyat sudah memeluk agama

Islam.

Menurut pendapat setengah ahli sejarah Kerajaan Islam berdiri di Minangkabau pada

tahun 1650 M, karena setelah tersebarnya Islam di Minangkabau, maka peraturan-peraturan

syari’at berkembang secara bertahap. Maka adata yang berlawanan dengan agama lambat

laun ditinggalkan, dan akhirnya berdirilah kerajaan Islam di Minangkabau (1650M). Setelah

4
berdirinya kerajaan islam maka peraturanperaturan yang berlaku dalam nagari dinamakan

HukumAdat dan peraturan-peraturan secara Islam dinamakan Hukum Syarak. 4

Berdasarkan catatan William Marsden, Kerajaan Pagaruyuang sangat kaya dengan hasil

emas. Pada tahun 1732, regent VOC Belanda di Padang mencatat, seorang Ratu Pagaruyuang

yaitu Putri Jamilan, telah mengirimkan tombak dan pedang berbahan emas, sebagai pengukuh

dirinya penguasa bumi penghasil emas. Menurut Sejarah Siak Putri Jamilan pernah mengutus

Raja Kecik merebut tahta ke Johor dan Raja Kecik berhasil mekalukkan Johor pada 1717 M.

Kerjaan Pagaruyuang juga turut bermain dalam percaturan perdaganagn dan politik di tanah

Semenanjung. Orang melayu asal Pagaruyuang selanjutnya banyak bermukim di Jelai,

Jelebu, Johor, Klang, Naning, Pasir Besar, Rembau, Segamat, dan sunagi Ujung yang kini

menjasi Negeri Sembilan.5

C. MASA KEJAYAAN

Di bawah pemerintahan Adityawarman dan putranya, Ananggawarman, Kerajaan

Pagaruyung menjadi sangat kuat hingga berhasil melebarkan kekuasaannya ke wilayah

Sumatera bagian tengah. Dari berita China, diketahui bahwa antara 1371 hingga 1377

Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke Dinasti Ming sebanyak enam kali. Namun,

keturunan Ananggawarman bukanlah raja-raja yang kuat dan dapat melanjutkan kejayaan

pendahulunya. Setelah Adityawarman meninggal, Kerajaan Majapahit diduga kembali

mengirimkan ekspedisi pada 1409. Pemerintahan kemudian digantikan oleh orang

Minangkabau sendiri, yaitu Rajo Tigo Selo yang dibantu oleh Basa Ampat Balai. Daerah-

daerah Siak, Kampar, dan Indragiri kemudian lepas dan ditaklukkan oleh Kesultanan

Malaka dan Aceh.

5
D. WILAYAH KERAJAAN

Menurut Tomé Pires dalam Suma Oriental, tanah Minangkabau selain dataran tinggi

pedalaman Sumatera tempat dimana rajanya tinggal, juga termasuk wilayah pantai

timur Arcat (antara Aru dan Rokan) ke Jambi dan kota-kota pelabuhan pantai

barat Panchur (Barus), Tiku dan Pariaman. Dari catatan tersebut juga dinyatakan tanah

Indragiri, Siak dan Arcat merupakan bagian dari tanah Minangkabau, dengan Teluk Kuantan

sebagai pelabuhan utama raja Minangkabau tersebut. Namun belakangan daerah-daerah

rantau seperti Siak, Kampar dan Indragiri kemudian lepas dan ditaklukkan oleh Kesultanan

Malaka dan Kesultanan Aceh.6

Wilayah pengaruh politik Kerajaan Pagaruyuang adalah wilayah tempat hidup,

tumbuh, dan berkembangnya kebudayaan Minangkabau. Wilayah ini dapat dilacak dari

pernyataan Tambo (legenda adat) berbahasa Minang ini:

Dari Sikilang Aia Bangih

Hingga Taratak Aia Hitam

Dari Durian Ditakuak Rajo

Hingga Sialang Balantak Basi

Sikilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di daerah Pasaman Barat,

berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah bengkulu.

Durian ditakuak Rajo adalah wilayah di kabupaten Bungo, Jambi, yang terakhir adalah

Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau

sekarang.

6
Armando Cortesão, The Suma Oriental of Tomé Pires, ( London: Hakluyt Society,1944), Vol. 2, hal 136

6
Secara lengkapnya di dalam tambo yang dinyatakan bahwa Alam Mianngkabau

(wilayah Kerajaan Pagaruyuang ) adalah sebagai berikut :

Nan salilik Gunuang Marapi ( daerah sekeliling gunung merapi/ Luhak nan tigo)

Saedaran Gunuang Pasaman (daerah di sekeliling gunug pasaman)

Sajajaran Sago jo Singgalang (Sekitar gunung sago dan gunung singgalang)

Saputaran Talang jo Kurinci (Sekitar gunung talang dan gunung kerinci)

Dari Sirangkak nan Badangkang (daerah Pariangan dan sekitarnya)

Hinggo Buayo Putiah Daguak (Daerah di Pesisir Selatan hingga Muko-Muko)

Sampai ka Pintu Rajo Hilia (Daerah Jambi sebelah barat)

Hinggo Durian Ditakuak Rajo (Daerah yang berbatasan dengan Jambi)

Sipisau-pisau Hanyuik (Daerah sekitar Indragiri Hulu- Gunung Sahilan, Kampar)

Sialang Balantak Basi (Daerah sekitar Gunung Sailan dan Singingi)

Hinggo Aia Babaliak Mudiak (Daerah hingga ke rantau pesisir sebelah timur atau

daerah Kabupaten Pelalawan)

Sailiran Batang Bangkaweh (Daerah sekitar Danau Singkarak dan Batang Ombilin)

Sampai ka ombak nan badabua (Daerah hingga Samudra Indonesia)

Sailiran Batang Sikilang (Daerah sepanjang pinggiran Batang Sikilang, Pasaman

Barat)

Hinggo lauik nan sadidieh (Daerah yang berbatasan dengan Samudra Indonesia)

7
Ka timua Ranah Aia Bangih (Daerah sebelah timur Air Bangis)

Rao jo Mapek Tunggua (Daerah di kawasan Rao dan Mapek Tunggua)

Gunuang Mahalintang (Daerah perbatasan dengan Tapanuli selatan)

Pasisia Banda Sapuluah (Daerah sepanjang pantai barat Sumatra)

Taratak Aia Hitam (Daerah sekitar Silauik dan Lunang)

Sampai ka Tanjuang Simalidu (Daerah hingga Tanjung Simalidu)

Pucuak Jambi Sambilan Lurah7 (Daerah sehiliran Batang Hari).

Berdasarkan tambo tersebut wilayah kekuasaan kerajaan Pagaruyuang tidak hanya

terbatas pada wilayah Luhak nan Tigo (Tanah Data, Agam, Dan Limo Puluah) saja namun

sampai ke perbatasan wilayah bengkulu, Jambi, Kampar, sepanjang pantai barat Sumatera

sampai ke perbatasan tapanuli selatan.

E. MASA KEMUNDURAN

Kerjanaan Pagaruyuang mengalamai kemunduran sudah sejak lama, bahkan sebelum

perang Paderi terjadi. Ketika itu wibawa politik Pagaruyuang bersifat terbuka sehingga

pemerintahan telah memberi kebebasan kepada nagari-nagari di pesisir. Bagian wilayah

kerajaan di pesisir barat Sumatera telah dipengaruhi secara politik ekonomi Aceh. Nagari-

nagari di pesisir diperintahi oleh Raja Kecil dan di sentral kerajaan Melayu Minangkabau

nagari diperintahai oleh Penghulu. Hal ini menimbulkan pepatah “Luhak bapenghulu, rantau

barajo”. Pemerintahan nagari sebagai penjelmaan dari Kerajaan Melayu Minangkabau diatur

8
dengan hukum tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun berupa aturan adat seperti

yang tercantum dalam tambo adat.

Menurut William Marsden, ketika Pulau Sumatra dikunjungi oleh pelaut Eropa

untuk pertamakalinya, kerajaan Minangkabau (Pagaruyuang) sedang mengalami kemunduran

\. Hal itu terlihat dari besarnya pengaruh politik Raja Aceh dan Pasai pada masa itu, walau

mereka mengakui bahwa Miangkabau merupakan sumber kekuasaan yang bergelar Yang

Dipertuan. Namun salah seorang raja Aceh mengklaim pantai Barat Minangkabau karena

daerah tersebut telah dihibahkan kepadanya sebagai hadiah perkawinan. Dan daerah yang

dihibahkan tersebut meliputi seluruh pesisir barat sampai ke Bengkulu. Akan tetapi daerah

yang diklaim tersebut hanya sampai Padang. Dan akhirnya, daerah yang dimilikinya hanya

sampai barus.8

Selain itu rakyat patuh pada perintah Penghulu yang teguh memegang adat. Pada

tahun 1580 Sultan Alif digantkan oleh Yamtuan Pasambahan Daulat Yang Dipertuan Sultan

Siput Aladin dari 158-1600. Pada tahun 1600-1674 digantikan oleh Yamtuan Barandangan

Daulat Yang Dipertuan Tuanku Sari Sultan Ahmad Syah yang memerintah di Pagaruyuang.

Sistem Pemerintahannya bercorak desentralisasi berdasarkan Hukum Islam dan hukum adat,

yang lazim disebut Tungku Tigo Sajarangan atau Tali Tigo Sapilin, yang terdiri dari unsur

ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai. Pada masa itu Pagaruyuang sebagai sentral

kerajaan semakin lemah, karena tidak mempunyai Angkatan Perang, dan daerah pesisir

tumbuh menjadi pusat perdagangan komersil. Adanya pembagian kekuasaan ini juga

diperkuat oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental yang ditulis antara tahun 1513 dan 1515,

yang menyebutkan bahwa di pedalaman Minangkabau terdapat tiga raja dan salah seorang

dari mereka telah menjadi muslim sejak 15 tahun sebelumnya. 9.

9
Terjadinya perang Paderi juga menjadi salah satu penyebab kemunduran Kekuasaan

Kerajaan Pagaruyuang. Pecahnya perang Paderi yang merupakan perang antara kaum Adat dan kaum

agama (Paderi) yang berlangsung cukup lama kurang lebih 15 tahun dari tahun 18-21-1837. Kaum

pderi yang menerangkan bahwa berjudi, minum tuak, mengadu ayam, dan hal-hal yang merupakan

maksiat merupakan perkara yang hram dilakukan. Terutama yang mendapat lecaman dari kaum

Paderi adalah kaum Adat yang berkaitan dengan peyerahan wwarisan kepada kemenakan

(Keponakan) buka kepada anak merupakan hal yang tidak dibenarkan dalam Islam. Pada mulanya

gerakan Paderi brejalan secara halus, namun karena mendapat pertentangan dengan kaum adat maka

terjadi perang. Dan pada saat itu juga Belanda sedang berusaha menguasai wilayah Minangkabau.

Kaum adat yang meminta bantuan pada Belanda dengan adanya perjanjian penyerahan kedaulatan

seluruh Minangkabau kepada Belanda (10 Februari 1821). 10maka dengan ini secara resmi kekuasaan

Pagaruyuang berakhir.

10

10
BAB III

PENUTUP

 KESIMPULAN

Kerajaan Pagaruyung sebelum masuk Islam ke wilayah Minangkabau merupakan

kerajaan Hindu-Buddha, dengan masuknya agama Islam ke Minangkabau maka kerajaan

yang semula beragama Buddha akhrinya berubah menjadi kerajaan Islam. Agama Islam

terlebih dahulu dipercayai oleh masyarakatnya, terutama masyarakat yang tinggal di wilayah

pesisir barat pantai Sumatera. Agama Islam yang mudah diterima oleh manyarakat akhirnya

berkembang pesat di wilayah pesisir, akhirnya berkembang dan masuk ke wilayah daratan

dimana pusat pemerintahan pada saat itu berada yaitu Pagaruyuang. Setelah agama islam

masuk ke Istana dan dianut oleh penguasa, maka sistem adat juga menerima pengaruh dari

agama Islam.

Pengaruh Islam di Aceh merupakan salah satu yang menyebabkan Islam memasuki

wilayah Minangkabau, karena pada awal Islam masuk melalui interaksi dengan Aceh yang

terlebih dahulu menerima agama Islam. Tokoh penyebar Islam Minangkabau yang terkenal

seperti Syekh Burhanuddin Ulakan juga merupakan murid dari Syekh Abdur Rauf dari Aceh.

Setelah berguru ke Syekh Abdur Rauf beliau kembali pulang dan menyebarkan ajaran yang

beliau terima di kampung halamannya. Meski beliau bukan merupakan Ulama pertama yang

menyebarkan Islam di Wilayah Minangkabau namun beliau merupakan Ulama yang

menyebarkan agama Islam yang lebih terstrukur pertama kali dengan membangun pendidikan

Surau.

Kerajaan Pagaruyung tidak banyak meninggalkan bukti sejarah yang autentik, hanya

berdasarkan tambo, dan tidak terlalu diketahui siapa saja yang pernah menjadi Raja di

11
kerajaan tersebut secara pasti. Namun ada beberapa yang tercatat dalam catatan Belanda.

Mungkin hal ini disebabkan oleh sistem kekerabatan yang dianut adalah Matriakat yang

menurut garis keturunan ibu. Selain itu Raja tidak begitu berpengaruh di kehidupan sehari-

hari massyarakat, karena di masyarakat sendiri mereka sudah memiliki Penghulu (petinggi

suku) yang disebut Datuak (datuk) sehingga peran Raja tidak begitu berpengaruh. Raja hanya

mengatasi masalah politik yang datang dari luar wilayah saja.

Tidak adanya peran yang menonjol dan akhirnya pecah perang Paderi menjadikan

kerajaan Pagaruyuang mengalami kemunduran dan akhirnya kedaulatan berpindah ke

Belanda karena perjanjian Kaum adat yang saat itu penguasa Pagaruyung dengan

pemerintahan Belanda untuk membantu kaum adat berperang dengan kaum agama (Paderi).

12
DAFTAR PUSTAKA

A.B, Bobin, Soerisman Marah, dan Ramelan Ms., Album Sejarah Seni Budaya Minangkabau,

Jakarta: Balai Pustaka, TT

Alam, Syamsir, dkk., Tenun Tradisional Desa Pandai Sikek dan Kubang di Sumaatera barat,

Jakarta: Proyek Pengembangan Permuseuman, 1984

Anom, I.G.N., dan Tim, Masjid Kuno Indonesia, Jakarta:Direktorat Perlindungan dan

Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, 1999

Bakhtiar, dkk., Ranah Minang di Tengah Ceengkeraman Kristenisasi, Jakarta: Bumi Aksara,

2005

Cortesão, Armando, The Suma Oriental of Tomé Pires, Vol.2, London: Hakluyt Society,1944

Dahlan, Ahmad, Sejarah Melayu, Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia, 2014

Graves, Elizabeth. E., Asal-Usul Elite Minangkabau Modern, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2007judul asli “ The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule

Nineteenth Century”.

Hamka, Ayahku: Riwayat Hidup DR.H.Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama

di Sumatera, Jakarta:Umminda, 1982

Rangkoto, N.M, , Pantun Adat Minangkabau, Jakarta: Balai Pustaka, 1982

Syamsidar, Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Barat, Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1991

Yunus, Mahmud,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:Hida Karya Agung, 1979

Website :

13

Anda mungkin juga menyukai