Anda di halaman 1dari 5

Nama : Arlingga Pandega

Kelas : X IPS B

Absen : 03

 KESULTANAN ISLAM DI JAMBI

Kesultanan Jambi adalah kerajaan Islam yang berkedudukan di provinsi Jambi sekarang.
Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan kerajaan-kerajaan Minangkabau seperti
Siguntur dan Lima Kota di utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan dengan Kesultanan
Palembang (kemudian Keresidenan Palembang). Jambi juga mengendalikan lembah Kerinci,
Ibukota Kesultanan Jambi terletak di kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batang Hari.

Berdasarkan temuan-temuan arkeologis tersebut dapat dibuat tafsiran bahwa kehadiran Islam
di wilayah Jambi terjadi sejak abad ke-10 hingga ke-13 walau islamisasi yang terjadi masih
bersifat secara perseorangan. Sedangkan islamisasi besar-besaran di Jambi terjadi sejak awal
abad ke-16, yang ditandai dengan pemerintahan Orang Kayo Hitam, anak Paduka Berhala.

Menurut Undang-undang Jambi, tokoh Datuk Paduka Berhala adalah seorang Turki yang
terdampar di Pulau Berhala (kemudian disebut pula sebagai Ahmad Salim) dan menikah dengan
Putri Salaro Pinang Masak, seorang putri pribumi Muslim, keturunan raja-raja
Pagaruyung.Pernikahan mereka melahirkan Orang Kayo Hitam, Sultan Jambi yang terkenal.
Penyebaran Islam sudah ada sejak abad ke-15, tepatnya tahun 1460 bila kita merujuk saat Datuk
Paduka Berhala terdampar dan menikah dengan Putri Pinang Masak.

Raja Jambi yang terkenal adalah Orang Kayo Hitam. Raja ini dikatakan melakukan
hubungan dengan Majapahit. Orang Kayo Hitam diceritakan pergi ke Majapahit untuk
mengambil keris bertuah yang kelak akan dijadikan sebagai keris pusaka Kesultanan Jambi.
Setelah Datuk Paduka Berhala wafat maka beliau diganti oleh Orang Kayo Pingai dan kemudian
Orang Kayo Pedataran.

Orang Kayo Hitam kemudian diganti oleh Panembahan Hang di Aer yang setelah wafat
dimakamkan di Rantau Kapas, sehingga terkenal dengan Panembahan Rantau Kapas. Orang
Parsi (Iran), Turki dan bangsa Arab datang untuk berdagang ke pantai timur Jambi (Bandar
Muara sabak) sekitar abad 1 H (abad 7 M).

Berita I-Tsing menyebutkan I-Tsing datang ke Melayu dengan menggunakan kapal Persia
(Iran). Saat itu Islam hanya berkembang di kalangan pedagang di sekitar kota pelabuhan dan
bandar-bandar.
Dalam sejarah Jambi disebutkan bahwa Datuk Paduko Berhalo menikah dengan Tuan Puteri
Selaro Pinang Masak yang merupakan seorang raja putri yang berkuasa di Ujung Jabung dan
memiliki anak antara lain:

 Orang Kayo Pingai


 Orang Kayo Kedataran
 Orang Kayo Hitam
 Orang kayo Gemuk

Baik pada masa pemerintahan Putri Selaras Pinang Masak, maupun pemerintahan Orang
Kayo Pinggai dan masa pemerintahan Orang Kayo Kedataran belum tampak pengaruh agama
Islam dalam pemerintahan dan penduduk. Namun setelah Orang Kayo Hitam naik tahta tahun
1500 M ia melepaskan hubungan dengan Majapahit dan mengumumkan agar seluruh penduduk
harus memeluk agama Islam.

Orang Kayo Hitam selama hidupnya melakukan banyak hal dan berjasa bagi Islam di Jambi.
Salah satu di antaranya adalah mengislamkan penduduk Jambi seperti tertulis di dalam Pasal 36
Piagam Jambi.

 KESULTANAN ISLAM DI SUMATERA SELATAN

A. Awal Masuknya Islam Di Palembang

Berdasarkan sumber-sumber Arab dan Cina, pada abad ke-9 di Palembang, yang diyakini
sebagai ibukota Kerajaan Buddha Sriwijaya, telah terdapat sejumlah pemeluk Islam di kalangan
penduduk pribumi Palembang. Hal ini merupakan konsekwensi dari interaksi antara penduduk
Sriwijaya dengan kaum Muslimin Timur Tengah yang sudah berlangsung sejak masa awal
kelahiran Islam. Meskipun Sriwijaya merupakan pusat keilmuan Buddha terkemuka di
Nusantara, ia merupakan kerajaan yang kosmopolitan. Penduduk Muslim tetap dihargai hak-
haknya sebagai warga kerajaan sehingga sebagian dari mereka tidak hanya berperan dalam
bidang perdagangan tetapi juga dalam hubungan diplomatik dan politik kerajaan. Sejumlah
warga Muslim telah dikirim oleh Pemerintah Sriwijaya sebagai duta kerajaan, baik ke Negeri
Cina maupun ke Arabia.

Pada awal masuknya Islam di Nusantara, Palembang merupakan salah satu tempat yang
pertama kali mendapat pengaruh Islam. Tome Pires, seorang ahli obat-obatan dari Lisabon (yang
lama menetap di Malaka, yaitu pada tahun 1512 hingga 1515), pada tahun 1511, mengunjungi
Jawa dan giat mengumpulkan informasi mengenai seluruh daerah Malaya-Indonesia.dia
mengatakan bahwa pada waktu itu sebagian besar raja-raja Sumatera beragama Islam, tetapi
masih ada negeri-negeri yang masih belum menganut Islam.
Hurgronje (1973), berpendapat bahwa agama Islam secara perlahan-lahan masuk ke daerah-
daerah pantai Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil lainnya di seluruh
Kepulauan Nusantara sejak kira-kira setengah abad sebelum Baghdad (pusat Khilafah
Abbassiyah) jatuh ke tangan Hulagu (raja Mongol) pada tahun 1258. Hurgronje mengemukakan
bahwa Islam masuk ke Indonesia dari Hindustan yang dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat.
Usaha penyebaran Islam ke pedalaman seterusnya dilakukan juga oleh orang Muslim pribumi
sendiri, dengan daya tariknya pula, tanpa campur tangan penguasa negara.

B. Proses Islamisasi di Palembang

Walaupun pada masa Kerajaan Sriwijaya, sudah ada penduduk Muslim, agama Islam
belum menjadi agama negara. Setelah melalui proses yang panjang yang berhubungan erat
dengan kerajaan-kerajaan besar di Pulau Jawa, seperti Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, dan
Mataram. Raden Patah alias Raden Panembahan Palembang yang lahir di Palembang, sebagai
Pendiri dan Raja Demak yang pertama (1478-1518), sangat besar pengaruhnya terhadap
Palembang atau sebaliknya.

Raden Patah berhasil memperbesar kekuasaan dan menjadikan Demak sebagai kerajaan
Islam pertama di Jawa. Akibat pertentangan politik, Kerajaan Demak tidak dapat bertahan lama.
Perebutan kkuasaan antara Aria Penangsang dari Jipang dan Pangeran Adiwijaya dari Pajang
disebabkan masalah suksesi dan warisan Kerajaan Demak, mengakibatkan Demak tidak dapat
bertahan lama. Kemunduran Demak mendorong tumbuhnya Kesultanan Pajang. Penyerangan
Kesultanan Pajang ke Demak mengakibatkan sejumlah bangsawan Demak melarikan diri ke
Palembang.

C. Berdirinya Kesultanan Palembang

Tokoh pendiri Kerajaan Palembang adalah Ki Gede Ing Suro. Keraton pertamanya di Kuto
Gawang, pada saat ini situsnya tepat berada di komplek PT. Pusri. Dimana makam Ki Gede Ing
Suro berada di belakang Pusri. Dari bentuk keraton Jawa di tepi Sungai Musi, para penguasanya
beradaptasi dengan lingkungan melayu di sekitarnya.

Dengan diproklamirkannya Kesultanan Palembang Palembang Darussalam ini maka Agma


Islam resmi sebagai Agama Kerajaan (negara) sampai masa berakhirnya. Dengan Proklamasi
Kesultanan Palembang ini, keterkaitan dengan Mataram, baik kultural maupun politik terputus,
dan Palembang mengembangkan pemerintahan dan kehidupan masyarakat dengan tradisi dan
kepribadian sendiri. Kultural jawa yang selama ini tertanam sebagai dasar legitimasi keraton
Palembang yang menumbuhkan keterkaitan sembahatau upeti dengan Pajang dan Mataram sudah
tidak terjadi lagi. Kultural masyarakat Palembang lebih banyak didasari kultural Melayu.
Ki Mas Hindi adalah tokoh kerajaan Palembang yang memperjelas jati diri Palembang,
memutus hubungan ideologi dan kultural dengan pusat kerajaan di Jawa (Mataram). Dia
menyatakan dirinya sebagai sultan, setara dengan Sultan Agung di Mataram. Ki Mas Hindi
bergelar Sultan Abdurrahman, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Cinde Walang (1659-
1706). Keraton Kuto Gawang dibakar habis oleh VOC pada tahun 1659, akibat perlawanan
Palembang atas kekurangan ajaran hasil wakil wakil VOC di Palembang, Sultan Abdurrahman
memindahkan keratonnya ke Beringin Janggut (sekarang sebagai pusat perdagangan). Sultan
Mahmud Badaruddin I yang bergelar Jayo Wikramo (1741-1757) adalah merupakan tokoh
pembangunan Kesultanan Palembang, dimana pembangunan modern dilakukannya. Antara lain
Mesjid Agung Palembang, Makam Lemabang (Kawah tengkurep), Keraton Kuto Batu (sekarang
berdiri Musium Badaruddin dan Kantor Dinas Pariwisata Kota Palembang).

 KESULTANAN ISLAM DI SUMATERA BARAT

Menurut tambo Minangkabau, pada periode abad ke-1 hingga abad ke-16, banyak berdiri
kerajaan-kerajaan kecil di selingkaran Sumatera Barat. Kerajaan-kerajaan itu antara
lain Kesultanan Kuntu, Kerajaan Kandis, Kerajaan Siguntur, Kerajaan Pasumayan Koto
Batu, Bukit Batu Patah, Kerajaan Sungai Pagu, Kerajaan Inderapura, Kerajaan Jambu
Lipo, Kerajaan Taraguang, Kerajaan Dusun Tuo, Kerajaan Bungo Setangkai, Kerajaan
Talu, Kerajaan Kinali, Kerajaan Parit Batu, Kerajaan Pulau Punjung dan Kerajaan Pagaruyung.
Kerajaan-kerajaan ini tidak pernah berumur panjang, dan biasanya berada dibawah pengaruh
kerajaan-kerajaan besar, Malayu dan Pagaruyung.

A. Kerajaan Malayu

Kerajaan Malayu diperkirakan pernah muncul pada tahun 645 yang diperkirakan terletak di
hulu sungai Batang Hari. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit, kerajaan ini ditaklukan
oleh Sriwijaya pada tahun 682. Dan kemudian tahun 1183 muncul lagi berdasarkan Prasasti
Grahi di Kamboja, dan kemudian Negarakertagama dan Pararatonmencatat adanya Kerajaan
Malayu yang beribukota di Dharmasraya.

Sehingga muncullah Ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275-1293 di bawah pimpinan Kebo
Anabrangdari Kerajaan Singasari. Dan setelah penyerahan Arca Amonghapasa yang dipahatkan
di Prasasti Padang Roco, tim Ekpedisi Pamalayu kembali ke Jawa dengan membawa serta dua
putri Raja Dharmasraya yaitu Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak dinikahkan oleh Raden
Wijaya raja Majapahitpewaris kerajaan Singasari, sedangkan Dara Jingga dengan Adwaya
Brahman. Dari kedua putri ini lahirlah Jayanagara, yang menjadi raja kedua Majapahit
dan Adityawarmankemudian hari menjadi raja Pagaruyung.
B. Kerajaan Pagaruyung

Sejarah propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan
Adityawarman. Raja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia
tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Adityawarman memang pernah
memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang dipercayai warga Minangkabau sebagai pusat
kerajaannya.

Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di samping


memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu
sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kontribusinya yang cukup penting itu adalah
penyebaran agama Buddha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di
Minangkabau. Terbukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau
Budaya atau Jawaseperti Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Biaro, Sumpur, dan Selo.

Sejarah Sumatera Barat sepeninggal Adityawarman hingga pertengahan abad ke-17 terlihat
semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Sumatera Barat dengan dunia luar, terutama Aceh
semakin intensif. Sumatera Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga
memonopoli kegiatan perekonomian di daerah ini. Seiring dengan semakin intensifnya hubungan
tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi
suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera
Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam.

Syekh Burhanuddin dianggap sebagai penyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum
mengembangkan agama Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh.

C. Kerajaan Inderapura

Jauh sebelum Kerajaan Pagaruyung berdiri, di bagian selatan Sumatera Barat sudah berdiri
kerajaan Inderapura yang berpusat di Inderapura (kecamatan Pancung Soal, Pesisir
Selatan sekarang ini) sekitar awal abad 12. Setelah munculnya Kerajaan Pagaruyung, Inderapura
pun bersama Kerajaan Sungai Pagu akhirnya menjadi vazal kerajan Pagaruyung.

Setelah Indonesia merdeka sebagian besar wilayah Inderapura dimasukkan kedalam bagian
wilayah provinsi Sumatera Barat dan sebagian ke wilayah Provinsi Bengkulu yaitu kabupaten
Pesisir Selatan sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai