Anda di halaman 1dari 5

Kerajaan Islam di Jawa

Sebelum berdirinya kerajaan Islam, di Jawa telah didirikan kerajaan Hindu agama Buddha yang cukup kuat, kuat
dan kuat, bahkan hingga hari ini hasil peradaban masih bisa disaksikan. Misalnya, candi Borobudur adalah
peninggalan agama Buddha Mahayana dan candi Roro Jonggrang di desa Prambanan. Hal yang sama berlaku
untuk sastra, seperti buku Pararaton dan Negara Asal. Patut disebutkan bahwa Vlekke menyebut kerajaan pra-
Islam, khususnya Singosari dan Majapahit, sebagai Pembangun Kerajaan Jawa.

Setelah Islam datang ke Jawa dan Kerajaan Majapahit menjadi semakin tidak terpengaruh oleh orang-orang,
ada pergeseran politik. Menurut Sartono Kartodirjo, islamisasi merupakan proses yang serba cepat, terutama
sebagai hasil dari pemberitaan para santo sebagai perintis dan penyebar agama Islam di Jawa. Selain otoritas
spiritual, para wali juga berpengaruh dalam politik, bahkan beberapa di pemerintahan. Otoritas karismatik
mereka merupakan ancaman bagi raja-raja Hindu di pedalaman.

1. Karena itu, ada beberapa hal yang dilakukan wali dalam mengembangkan politik mereka.
2. Seorang wali tidak mengembangkan wilayah itu dan terus mengerahkan pengaruhnya secara luas,
seperti Sunan Giri.
3. Seorang wali tidak mengembangkan pengaruh politik apa pun, dan kekuasaan politik lebih lanjut ada di
tangan raja, misalnya di Demak dan Suci.
4. Seorang penjaga mengembangkan wilayah itu dan menjadikannya sebagai kerajaan, tanpa mengurangi
kekuatan agamanya, seperti Gunung Jati.

Perkembangan politik wali yang baru didirikan di pantai tampaknya tidak dikelola oleh penggantinya. Akhirnya,
pusat kegiatan politiknya bergeser ke pedalaman India asalnya dan bahkan ke Madura dan kota-kota lain di
kepulauan itu.

A. Kerajaan Demak (1500-1550)

Pada saat kematian Sunan Ampel (Raden Rahmat), para penulis lagu berkumpul di Ampel Denta,
Surabaya, di mana mereka sepakat untuk mendirikan pusat pemerintahan yang mengatur urusan kaum
Muslim, dan juga setuju untuk membangun sebuah masjid di Bintaro.

Raden Patah adalah putra Raja Raja Brawijaya V (Raja Majapahit). Dia memiliki saudara lelaki, Raden
Damar, yang adalah penguasa Majapahit di Palembang. Baginya ini adalah raja Brawijaya meninggalkan
ibu Raden Patah hamil, dia adalah seorang selir Raja Brawijaya, kemudian seorang putra bernama Raden
Joyowiseno. Setelah tumbuh dewasa, ia pergi ke Jawa dan belajar dengan Sunan Ampel. Dan Sunan
Ampellah yang bernama Abdul Fatah berarti penjaga gerbang kemenangan.

Raden Patah (Pangeran Jimbun) kemudian menikah dengan cucu Raden Rahmat. Setelah belajar untuk
Raden Rahmat untuk sementara waktu, ia dikirim ke Bintaro. Di sana ia tinggal bersama istrinya memimpin
sebuah komunitas Muslim kecil. Kepergiannya ke Bintaro adalah hasil kesepakatan para wali, untuk
menjadikan Bintaro pusat kegiatan bagi umat Islam. Akhirnya atas rekomendasi wali Raden Patah ia
diangkat menjadi adipati Bintaro (Demak) pada tahun 1462 M. Dan di bawah komando Sunan Ampel,
Raden Patah ditugaskan untuk mengajar Islam dan membuka sekolah asrama di desa Glagat Wangi
(Demak).

Pada waktu Demak menjadi lebih penting karena menjadi pusat penyiaran Islam di mana Masjid Agung
didirikan oleh Raden Patah bersama dengan orang-orang suci. Ini berfungsi sebagai rumah kos untuk
mendidik dan mengajar kader Islam dan sebagai pusat kegiatan di bidang politik bagi umat Islam. Saat ini
masjid masih berdiri tegak. Ini adalah masjid paling suci di mata umat Islam di Jawa. Setiap tahun banyak
orang pergi berziarah untuk memperingati dan menghormati para pejuang Islam yang telah menggulingkan
agama Hindu.

Akhirnya Raden Patah secara terbuka memutuskan hubungannya dengan Majapahit, di tengah keadaan
gangguan kerajaan dalam konflik yang sedang dipecah oleh sekelompok petualang di dalam istana.
Dengan bantuan bagian lain dari Jawa Timur yang sudah Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik, mereka
akhirnya dapat menghancurkan Kerajaan Majapahit. Kemudian, ia memindahkan semua upacara kerajaan
dan warisan Majapahit ke Demak. Maka, para penjaga di Surabaya menunjuk atau menunjuk Raden Patah
sebagai sultan pertama Kerajaan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Pada 1478 Demak
dinyatakan sebagai Kerajaan Islam pertama di Jawa dengan dia sebagai sultan pertamanya. Kerajaan itu
berlangsung sampai 1546 setelah perebutan kekuasaan antara Arya Panangsang dan Adiwijoyo. Sunan
Kudus, cendekiawan besar, disukai Arya Panangsang karena ia memiliki hak untuk melanjutkan
kesultanan. Namun, Arya Panangsang dibunuh oleh Adiwijoyo (Joko Tingkir). Dengan tindakan ini,
Kerajaan Demak berakhir dan Joko Tingkir memindahkannya ke Pajang.

B. Kerajaan Terkemuka

Istana Demak secara resmi dipindahkan ke pengadilan pada 1568 sebagai tanda berdirinya Kerajaan
Pajang. Joko Tingkir atau Sultan Adiwijoyo menjadi raja pertama Kerajaan Pajang (dekat Solo sekarang).
Posisinya disahkan oleh Sunan Giri dan segera mendapat dorongan dari duke di seluruh Jawa Tengah dan
Timur. Sultan Adiwijoyo juga menunjuk Arya Pengiri putra Sunan Prawoto (cucu Trenggono) menjadi
adipati Demak, dan kemudian ia menikahi putrinya.

Pengalihan kekuasaan politik dari keturunan Sultan Demak ke Sultan Pajang Adiwijoyo diikuti oleh
perubahan pusat pemerintahan dari pantai maritim ke interior pertanian (agraris).

Pada masa pemerintahan Joko Tingkir, seni sastra dan seni dari peradabannya yang maju di Demak dan
Jepara, secara bertahap dikenal di pedalaman Jawa Tengah. Sastra berkembang pesat dan salah satu
penyair paling terkenal adalah Prince of Coral Reef.

Kyai Gede Pengaman adalah pengikut Joko Tingkir yang paling menonjol dalam pembunuhan Arya
Panangsang. Karena itu, wilayah Mataram di sekitar kota Gede Yogyakarta diberikan hari ini. Dalam waktu
singkat kota ini menjadi sangat makmur. Dia meninggal tahun 1575 M. Putranya Sutowijoyo
menggantikannya dan melanjutkan upaya ayahnya untuk membangun kembali kota. Ia seorang yang
pemberani, terampil dalam peperangan dan karenanya dikenal sebagai Senopati In Alaga (Panglima
Perang).

Ketika Joko Tingkir meninggal, ia digantikan oleh Arya Pengiri, tetapi banyak orang tidak menyukainya.
Kesempatan itu digunakan oleh putra Pangeran Benawa Joko Tingkir untuk mendapatkan kembali
kekuasaannya. Dia meminta bantuan Senopati Mataram yang dianggapnya sebagai kakak lelaki Kerajaan
Pajang.

Terjadi perang antara Pajang dan Mataram. Sultannya menyerah, sementara Pangeran Benawa mengakui
kekuasaan Senopati Sutowijoyo. Semua magnet Majapahit di kastil Pajang dibawa ke Mataram. Maka area
Pajang dapat digabung dengan Mataram dan memulai sejarah Mataram pada 1586 Masehi.

C. Pemerintah Mataram

Sutowijoyo adalah raja pertama (1586-1601) dengan gelar Komandan Sersan Sayyidin Panotogomo (yang
memerintah agama) dengan ibukotanya Kota Gede (Yogyakarta). Selama masa pemerintahannya ia
bercita-cita untuk menyatukan seluruh Jawa di bawah pemerintahan Mataram sebelum niatnya adalah
untuk mati. Ia kemudian digantikan oleh Mas Jolong atau Sembahan Seda Di Krapyah dengan gelar Sultan
Anyokrowati (1601-1613).

Saat itu ia memerintah Mataram terguncang. Demak dan Ponorogo memberontak tetapi dia mengatasinya.
Pada 1612, Surabaya tidak lagi siap untuk mengakui kedaulatan Mataram. Akhirnya sultan menduduki
Mojokerto, menghancurkan Yunani dan membakar desa-desa di sekitar Surabaya. Namun Surabaya
selamat, sultan menderita kegagalan dan meninggal pada 1613.

Sebagai gantinya adalah Raden Rangsang dengan gelar Sultan Hanyokrokusumo (1613-1645). Ia dikenal
kuat, jujur, dan adil. Pada masanya, Mataram memiliki kerajaan yang sukses dan dihormati, tidak hanya di
pulau Jawa tetapi juga di pulau-pulau lain. Sebagai seorang Muslim yang taat, ia menganut ibadah sholat
Jum'at yang tidak pernah berakhir di masjid dengan istana kerajaan dan ulama yang saleh. Para ulama
yang saleh sering ditanyai tentang agama dan pemerintahan. Dan pada masanya Jawa Timur, Jawa
Tengah dan luar Jawa berada di bawah kendalinya.

Selama masa pemerintahannya, upayanya termasuk:

1. Menyatukan Jawa di bawah satu pemerintahan di Mataram


2. Festival Grebeg, yang telah menjadi tradisi leluhur sejak sebelum Islam, sesuai dengan perayaan Idul
Fitri dan Maulid Nabi Muhammad Saw.
3. Sejak 1633, telah membuat wajah baru. 1633 adalah tahun 1555. Perhitungan tahun baru ini disebut
tahun Islam Jawa.
4. Suara Sekaten yang halus hanya terdengar di Maulid Grebeg, dengan senangnya dipukuli di halaman
sebuah masjid besar.
5. Memperluas wilayah pertanian dengan memindahkan penduduk dari Jawa Tengah ke daerah lain.
6. Perdagangan luar negeri terus dilakukan oleh pelabuhan-pelabuhan besar seperti Cirebon (Jawa
Barat), Pekalongan dan Gresik.
Pada 1645, ia wafat di tempat putranya, Amangkurat I atau Sunan Tegalwangi yang memerintah selama 32
tahun (1645-1677). Amangkurat I dikenal sebagai raja kejahatan dan mencurigai siapa pun. Sementara itu,
pemberontakan Trunojoyo juga menerima bantuan dari beberapa daerah seperti Banten. Pada 2 Juli 1677
Mataram jatuh ke tangan Trunojoyo. Namun Amangkurat II pada tahun 1677-1679 memerintah. Dia ingin
merebut Mataram dengan mencari bantuan Belanda, dan orang Jawa yang kuat tidak akan mengakui
Amangkurat II sebagai raja mereka. Sebaliknya mereka memandang Trunojoyo sebagai pelindung Islam.

Amangkurat II tetap bertekad untuk merebut kembali Mataram, dan akhirnya mimpinya terpenuhi. Tetapi
Trunojoyo dan pengawalnya melarikan diri dan pada tahun 1679 mereka menyerah kepada Belanda.
Keberhasilan Mataram menurun selama Amangkurat II. Satu demi satu wilayah kekaisaran Mataram
dikendalikan oleh VOC (Belanda). Kemudian raja memindahkan pemerintahan dari Mataram ke Kartasura.
Di tempat baru itu ia memerintah seluruh wilayah Mataram, hingga ia wafat pada 1702. Pada 1755, dengan
intervensi VOC, kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah oleh perjanjian Giyanti, yaitu;

1. Kesultanan Yogyakarta atau Ngayogyakarta Hadiningrat diperintah oleh Mangkubumi dengan gelar Sri
Sultan Hamengkubuwono I.
2. Kesultanan Surakarta atau Kerajaan Surakarta diperintah oleh Sri Susvest Pakubuwono III.

Pada 1757, dengan intervensi VOC, Mataram kembali dibagi dengan Perjanjian Salatiga. Mataram menjadi
kerajaan kecil sebagai berikut:

1. Kesultanan Yoyakarta
2. Kesultanan Surakarta
3. Kadipaten Abadi
4. Delegasi Mangkunegaran.

Sampai Kerajaan Islam Mataram akhirnya meninggalkan namanya sementara kekuasaan absolut tetap di
tangan Belanda.

D. Pemerintah Banten

Kedatangan Sunan Gunung Jati atau Sharif Hidayatullah ke Banten dari Demak adalah untuk meletakkan
dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan umat Islam. Kemudian, dia kembali dan menetap di
Cirebon kemudian Banten menyerahkan kepada putranya, Hasanuddin. Sejak saat itu, Hasanuddin
menjadi sultan pertama di Banten pada 1552-1570 dan Banten dinyatakan sebagai kerajaan Islam
(kesultanan) di Jawa.

Sumber lain menyebutkan bahwa Hasanuddin menikahi putri raja Demak dan kemudian dimahkotai
penguasa Banten pada 1552. Pada 1568, pada saat perjuangan / transisi kekuasaan ke Pajang,
Hasanuddin melepaskan kekuasaan Demak. Jadi, Hasanuddin adalah pendiri dan sekaligus raja pertama
Kerajaan Banten.
Di bawah pemerintahannya, Islam dan juga pemerintah Banten tumbuh lebih kuat. Port Banten telah
menjadi Kota dan pusat perdagangan utama yang dikunjungi oleh pedagang asing seperti Gujarat, Persia,
Cina, Turki, Pegu (Myanmar Selatan), Keling, dan Portugis. Orang-orang Tionghoa datang ke Banten
dengan porselen, sutra, beludru, benang emas, jarum, sisir, membayar, tumpah, kipas, kertas dan banyak
lagi. Sedangkan dari Banten mereka membeli lada, mustard, cendana, cengkeh, pala, kura-kura, dan
gading. Orang Persia membawa perhiasan dan obat-obatan. Gujarat menjual katun, sutra, anyaman
karang, putih, kain biksu yang dicetak atau disulam oleh wanita Banten. Di Banten mereka membeli jamu
dan sebagainya.

Sultan Hasanuddin menanam pengaruhnya di Kabupaten Lampung. Pada 1570 Sultan Hasanuddin
meninggal. Putranya Pangeran Joseph (1570-1580) adalah penggantinya. Dia menaklukkan Pajajaran
yang belum bergereja pada tahun 1579. Kemajuan dalam pertanian dan irigasi. Membangun Masjid Agung
Banten dan membuat benteng dari batu bata. Pada 1580, ia meninggal, meninggalkan kekaisaran yang
kuat dan luas.

Maulana Muhammad yang berusia 9 tahun (1580-1596) menggantikan ayahnya, ditemani oleh sebuah
monumen untuk pengawalnya. Pada 1596, ia melancarkan serangan ke Palembang, dengan tujuan agar
hasil bumi berada dalam kekuasaannya. Namun, dia ditembak mati, mengakibatkan kegagalan.

Pada 22 Juni 1596, Belanda mendarat di pelabuhan Banten di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman.
Kedatangan Bangsa Belanda adalah awal dari hari yang gelap di Indonesia. Penguasa pada waktu itu
adalah putra Sultan Muhammad Abu Mufakhir Mahmud Abdul Kadir yang berusia 5 bulan, didampingi oleh
wali / kaisar Jayanegara. Kemudian digantikan oleh Abu Ma'ali. Abu Ma'ali digantikan oleh Sultan
Tirtayasa. Di bawah pemerintahannya, kerajaan Banten mencapai puncak kesuksesan. Dalam upaya
mempertahankan Banten sebagai salah satu pusat perdagangan di nusantara, Sultan Tirtayasa berani
berdiri teguh melawan serikat buruh Belanda, Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang berpusat di
Batavia.

Jarak antara Banten dan Batavia nyaris membuka konflik kapan saja. Konflik itu bisa berupa perampokan,
perusakan, bahkan perang. Sebagai contoh, rakyat Banten membuat Belanda kewalahan dengan
menghancurkan aset VOC.

Anda mungkin juga menyukai