Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Jawa


Dosen: Muhammad Husni M. Hum.

Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi tugas


Mata Kuliah : Sejarah Indonesia II
Disusun Oleh:

KELOMPOK: 5

NAMA NIM
HERMANTO 1703150028
ERWINA 1703150024

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
TAHUN AKADEMIK
2018/1440 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jauh sebelum Islam masuk ke daerah tanah Jawa, mayoritas
masyarakat di tanah jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga sudah
dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha yang berasal dari
India. Seiring dengan waktu berjalan tidak lama kemudian Islam mulai
masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi dan ada yang berpendapat
langsung dibawa oleh orang Arab, terutama pedagang dari timur tengah.
Kehadiran dan penyebaran islam di pesisir utara pulau Jawa dapat
dibuktikan berdasarkan arkeologi dan sumber-sumber babad, hikayat,
legenda, serta berita-berita asing. Kehadiran islam baik para pedagang
maupun mubalig muslim melalui kota-kota sejak semula sudah berfungsi
sebagai pelabuhan dibawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Hindu-Budha.
Berita asing dari China yang ditulis oleh Ma-Huan 1433 M dan berita Tom
Pires 1512-1515 dari Portugis menggambarkan kedatangan para pedagang
dan ulama di pesisir pantai Jawa. Berita H.J. de Graaf dan Th. G. Th
Pigeaud, sangat membantu baik untuk masa islamisai maupun
perkembagannya. Islamisasi yang terjadi di daerah pesisir utara Jawa dari
bagian timur-barat lambat laun menghasilkan munculnya kerajaan-
kerajaan islam, mulai dari kerajaan Demak ke barat Cirebon dan Banten,
dari Demak ke pedalaman muncul Kerajaan Pajang dan Mataram.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana Pembentukan dan Perkembangan beberapa kerajaan?
2. Apa saja Kemajuan di Bidang Peradaban?
3. Apa saja Struktur birokrasi kerajaan?
4. Apa saja Faktor-faktor Kemunduran dan Kejatuhan?
C. Tujuan Penulisan

i
Maksud dan tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mengkaji Pembentukan dan Perkembangan beberapa
kerajaan
2. Untuk mengetahui dan mengkaji Kemajuan di Bidang Peradaban
3. Untuk mengetahui dan mengkaji Struktur birokrasi kerajaan
4. Untuk mengetahui dan mengkaji Faktor-faktor Kemunduran dan Kejatuhan

ii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembentukan dan Perkembangan beberapa Kerajaan
1. Kerajaan Demak
Sebagaimana telah disebutkan dalam bab terdahulu, perkembangan
Islam di Jawa bersamaan dengan waktunya dengan melemahnya posisi Raja
Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam di
pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di
bawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Walisongo bersepakat mengangkat
Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama
di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan
Palembang Sayyidin Panatagama. Raden Patah dalam menjalankan
pemerintahannya, terutama dalam persoalan-persoalan agama, dibantu oleh
para ulama, Walisongo. Sebelumnya, Demak yang masih bernama Bintoro
merupakan daerah vasal Majapahit yang diberikan Raja Majapahit kepada
Raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan agama
Islam yang diselenggarakan oleh para wali.
Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-
15 hingga awal abad ke-16. Dikatakan, ia adalah seorang anak Raja
Majapahit dari seorang ibu Muslim keturunan Campa.Raden Patah
memiliki adik laki-laki seibu, tapi beda ayah. Saat memasuki usia belasan
tahun, raden patah bersama adiknya berlayar ke Jawa untuk belajar di
Ampel Denta. Raden patah mendalami agama Islam bersama pemuda-
pemuda lainnya, seperti raden Paku (Sunan Giri), Makhdum ibrahim (Sunan
Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat). Setelah dianggap lulus, raden
patah dipercaya menjadi ulama dan membuat permukiman di Bintara. Ia
diiringi oleh Sultan Palembang, Arya Dilah 200 tentaranya. Raden patah
memusatkan kegiatannya di Bintara, karena daerah tersebut direncanakan
oleh Walisanga sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.

1
Kemudian, setelah itu beliau digantikan oleh anaknya, Pangeran
Sabrang Lor atau juga terkenal dengan nama Pati Unus. Menurut Tome
Pires, Pati Unus baru berumur 17 tahun ketika menggantikan ayahnya
sekitar tahun 1507. Menurutnya, tidak lama setelah naik tahta, ia
merencanakan suatu serangan terhadap Malaka. Semangat perangnya
semakin memuncak ketika Malaka ditakhlukkan oleh Portugis pada tahun
1511. Akan tetapi, sekitar pergantian tahun 1512-1513, tentaranya
mengalami kekalahan besar.1
Di antara ketiga raja Demak, Sultan Trenggana lah yang berhasil
menghantarkan Kusultanan Demak ke masa jayanya. Pada masa Trenggana,
daerah kekuasaan Demak meliputi seluruh Jawa serta sebagian besar pulau-
pulau lainnya.
Cepatnya kota Demak berkembang menjadi pusat perniagaan dan
lalu lintas serta pusat kegiatan pengislaman tidak lepas dari andil masjid
Agung Demak. Dari sinilah para wali dan raja dari Kesultanan Demak
mengadakan perluasan kekuasaan yang dibarengi oleh kegiatan dakwah
Islam ke seluruh Jawa.
2. Kerajaan Pajang
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris
kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura
sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah
pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang. Kekuasaan dan
kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan Mataram.
Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang
berasal dari Pengging, di lereng Gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga,
Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang,
setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya. Kediaman
penguasa Pajang itu, menurut Babad dibangun dengan mencontoh kraton
Demak.

1
H.J. Graaf dan TH.G.TH. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (Jakarta: Grafiti
pers,1985) hlm. 49

2
Pada tahun 1546, Sultan Demak meninggal dunia. Setelah itu,
muncul kekacauan di ibu kota. Konon, Jaka Tingkir yang telah menjadi
penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih kekuasaan karena anak
sulung Sultan Trenggono yang menjadi pewaris tahta kesultanan,
susuhunan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, Arya Penangsang yang
waktu itu menjadi penguasa dari Jipang (Bojonegoro sekarang). Arya
Penangsang tidak lama kemdian dikalahkan dan dibunuh dalam perang
tanding oleh Jaka Tingkir dari Pajang.2 Setelah menjadi raja yang paling
berpengaruh di pulau Jawa, ia bergelar Sultan Adiwijaya. Jaka Tingkir
bergelar Sultan Adiwijaya (1568 – 1582). Gelar itu disahkan oleh sunan
Giri, dan segera mendapat pengakuan dari para adipati di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Sebagai langkah pertama peneguhan kekuasaan, Adiwijaya
memerintahkan agar semua benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang.
Setelah itu, ia menjadi salah satu raja yang paling berpengaruh di Jawa.
Sultan Adiwijaya memperluas kekuasaannya di tanah pedalaman ke
arah Timur sampai daerah Madiun, di alirkan anak sungai Bengawan Solo
yang terbesar. Setelah itu, secara berturut-turut ia dapat menundukkan Blora
(1554) dan Kediri(1577). Pada tahun 1581, ia berhasil mendapatkan
pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting di Jawa Timur.
Pada umumnya hubungan antara keraton Pajang dan raja-raja Jawa Timur
memang bersahabat.
Sultan Pajang meninggal dunia tahun 1587 dan dimakamkan di
Butuh, suatu daerah di sebelah barat taman kerajaan Pajang. Dia digantikan
oleh menantunya, Aria Pangiri, anak susuhunan Prawoto. Waktu itu, Aria
Pangiri menjadi penguasa di Demak. Setelah menetap di keraton Pajang,
Aria Pangiri dikelilingi oleh pejabat-pejabat yang dibawanya dari Demak.
Sementara itu, anak Sultan Adiwijaya, Pangeran Benawa dijadikan
penguasa di Jipang.

2
Ibid, hlm. 238

3
Riwayat kerajaan Pajang berakhir tahun 1618. Kerajaan Pajang
waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu dipimpin oleh
Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan
Surabaya.3
3. Kerajaan Mataram
Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari
Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah
pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Arya
Penangsang tersebut. Sebagai hadiahnya, sultan kemudian menghadiahkan
daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja
Mataram Islam kemudian.
Pada tahun 1577 M, Ki Pamanahan menempati istana barunya di
Mataram. Dia digantikan oleh putranya, Senopati tahun 1584 dan
dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopatilah yang dipandang sebagai Sultan
Mataram pertama, setelah Pangeran Benawa, anak Sultan Adiwijaya,
menawarkan kekuasaan atas pajang kepada Senopati. Meskupun Senopati
menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan, namun dalam tradisi Jawa,
penyerahan benda-benda pusaka itu sama artinya dengan penyerahan
kekuasaan.
Senopati kemudian berkeinginan menguasai juga semua raja
bawahan Pajang, tetapi ia tidak mendapat pengakuan dari para penguasa
Jawa Timur sebagai pengganti Raja Demak dan kemudian Pajang. Melalui
perjuangan berat, peperangan demi peperangan, barulah ia berhasil
menguasai sebagian.
Senopati meninggal dunia tahun 1601 M, dan digantikan oleh
putranya Seda Ing Krapyak diganti oleh putranya Sultan Agung yang
melanjutkan usaha ayahnya. Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis
sudah berada di bawah kekuasaannya. Dimasa pemerintahan Sultan Agung
inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC

3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997) hlm.
212-214

4
mulai terjadi. Pada tahun 1630 M, Sultan Agung menetapkan Amangkurat
I sebagai putra mahkota. Sultan Agung wafat pada tahun 1646 M, kurang
setahun beliau wafat di pendapa. Karena Dewi Lautan Selatan dua
tahunsebelumnya meramalkan saat kematiannya, Raja menolak minum obat
(serat Kandha, hlm. 923 dan 926). Dan dimakamkan di Imogiri. Ia
digantikan oleh putra mahkota.4
4. Kerajaan Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Di awal abad ke-16, Cirebon
masih meruppakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan
Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru labuhan di sana,
bernama Pangeran Walangsungsang, seorang tokoh yang mempunyai
hubungan darah dengan raja Pajajaran. Ketika berhasil memajukan Cirebon,
ia sudah menganut agama Islam. Disebutkan oleh Tome Pires, Islam sudah
ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M. Akan tetapi, orang yang berhasil
meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalah Syarif
Hidayatullah yang terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati, pengganti dan
keponakan dari Pangeran Walangsungsang. Ialah pendiri dinasti raja-raja
Cirebon dan kemudian juga Banten.5
Sebagai keponakan dari Pangeran Walangsungsang, Sunan Gunung
Jati juga mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Raja yang
dimaksud adalah Prabu Siliwangi, raja Sunda yang berkedudukan di Pakuan
Pajajaran, yang nikah dengan Nyai Subang Larang tahun 1422. Dari
perkawinan itu lahirlah 3 orang putra, yaitu Raden Walangsungsang, Nyai
Lara Santang, dan Raja Senggara. Sunan Gunung Jati adalah putra Nyai
Lara Santang dari perkawinannya dengan Maulana Sultan Mahmud alias
Syarif Abdullah dari Bani Hasyim, ketika Nyai itu naik haji. Disebutkan,
Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448 M dan wafat pada 1568 M dalam usia

4
H.J. De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekspansi Sultan Agung (Jakarta:
Pustaka Grafitipers, 1986) hlm. 301
5
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra), hlm. 208

5
120 tahun. Karena kedudukannya sebagai salah seorang Walisongo, ia
mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan
Pajang. Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang
bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan
kerajaan Pajajaran yang masih belum menganut Islam.6
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-
daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh),
Sunda Kelapa, dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan
perdagangan kaum muslim di Banten diletakkan oleh Sunan Gunung Jati
tahun 1524 M. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada
anaknya Sultan Hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja
Banten. Di tangan raja-raja Banten tersebut, akhirnya kerajaan Pajajaran
akhirnya dikalahkan. Atas prakarsa Sunan Gunung Jati juga penyerangan ke
Sunda Kelapa dilakukan (1527 M). Penyerangan ini dipimpin oleh
Falatehan dengan bantuan tentara Demak.
5. Kerajaan Banten
Sejak sebelum zaman Islam, ketika masih berada di bawah
kekuasaan raja-raja Sunda (dari Pajajaran atau mungkin sebelumnya),
Banten sudah menjadi kota yang berarti. Dalam tulisan Sunda Kuno, cerita
Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang. Nama ini dapat
dihubungkan dengan Banten, sebuah kota pelabuhan di ujung barat pantai
utara Jawa. Pada tahun 1524 atau 1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon,
meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi
perdagangan orang-orang Islam disana.
Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di Banten
menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk
Islam. Ia meratakan jalan bagi kegiatan pengislaman disana. Dengan segera
ia menjadi orang yang berkuasa atas kota itu dengan bantuan tentara Jawa
yang memang dimintanya. Namun, menurut berita penyebaran Islam di

6
Badri Yatim, Loc Cit, hlm. 216

6
Jawa Barat tidak melalui jalan damai, sebagaimana disebut oleh sumber
tradisional. Beberapa pengislaman mungkin terjadi secara sukarela, tetapi
kekuasaan tidak diperoleh kecuali dengan menggunakan kekerasan. Banten,
dikatakan justru diserang dengan tiba-tiba.
Untuk menyebarkan Islam di Jawa Barat, langkah Sunan Gunung
Jati berikutnya adalah menduduki pelabuhan Sunda yang sudah tua, kira-
kira tahun 1527. Ia memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan
Jawa Barat lain yang semula termasuk Pajajaran.
Setelah ia kembali ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten
diserahkan kepada putranya, Hasanuddin. Hasanuddin sendiri kawin
dengan putri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun
1552. Ia meneruskan usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu
ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan.
Pada masa Sultan ini terjadi beberapa kali peperangan antara Banten
dan VOC yang berakhir dengan disetujuinya perjanjian perdamaian tahun
1659 M.7
B. Kemajuan di Bidang Peradaban
1. Kemajuan-Kemajuan di Bidang Politik Kerajaan Demak
Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang ada di
daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri. Bupati-bupati itu
membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah kerajaan
Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam
pertama dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak
adalah sebagai berikut :
a. Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama dari kerajaan Demak
yang memerintah tahun 1500-1518 (Muljana: 2005). Menurut Babad
Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra prabu Brawijaya raja terakhir. Di
ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang Sasmitapura,

7
Badri Yatim, Loc Cit., hlm. 208

7
juga kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu Dwarawati
sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu
Brawijaya terpaksa memberikan putri Cina kepada putra sulungnya,
yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah,
setelah itu putri Cina dinikahi Arya Damar, dan melahirkan seorang
anak laki-laki yang diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden
Patah dan Raden Kusen adalah saudara sekandung berlainan bapak.(
Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama
panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-
ta-bu-mi (aliasBhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V
dari selir Cina.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah dan Raden Kusen
menolak untuk menuruti kehendak orang tuanya untuk menggantikan
ayahnya sebagai adipati di Palembang. Mereka lolos dari keraton
menuju Jawa dengan menumpang kapal dagang. Mereka berdua
mendarat di Surabaya, lalu menjadi santri pada Sunan Ngampel.(
Muljana: 2005). Raden Patah tetap tinggal di Ngampel Denta, kemudian
dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel, dikawinkan dengan cucu
perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka.Raden Kusen kemudian
mengabdi pada prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat
menjadi adipati Terung, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa
Tengah, di situ ia membuka hutan Glagahwangi atau hutan Bintara
menjadi sebuah pesantren dan Raden Patah menjadi ulama di Bintara
dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitarnya. Makin
lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya di
Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak.Raden
Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah
untuk memanggil Raden Patah.
Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit.Brawijaya
merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai
putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan

8
Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama
Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah pindah dari
Surabaya keDemak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang
tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi
di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan
Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan
meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara.
Dalam waktu yang singkat, di bawah kepemimpinan Raden Patah,
lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan portugis dalam tahun
1511, Demak mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa pemerintahan
Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya
adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan
pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara
ulama dan umara (penguasa). Keberhasilan Raden Patah dalam
perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan
Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat
menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga
mengadakan perlawan terhadapportugis, yang telah menduduki malaka
dan ingin mengganggu demak.Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan
putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor
(1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian
dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun
1518. Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya,
Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai
aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan
masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung
Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
b. Adipati Unus (1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya
yaitu Pati Unus.Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah

9
berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka.
Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang
lor. ( Soekmono: 1973).
Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental menceritakan asal-usul
dan pengalaman Pate Unus. Dikatakan bahwa nenek Pate Unus berasal
dari Kalimantan Barat Daya. Ia merantau ke Malaka dan kawin dengan
wanita Melayu.
Dari perkawinan itu lahir ayah Pate Unus, ayah Pate Unus kemudian
kembali ke Jawa dan menjadi penguasa di Jepara.( Muljana: 2005 ).
Setelah dewasa beliau diambil mantu oleh Raden Patah yang telah
menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah,
Adipati Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat
kelahiran beliau sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih
dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering
dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari
banyak orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis (
Muljana: 2005 ). Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima
Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera
dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I
yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka gagal dan
balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan
menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih
baik.Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375
kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah
terkenal dalam pembuatan kapal.Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan
Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat
supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak
berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin
Yunus.

10
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan
mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan
Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu
bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati
Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah
keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah
dan sejarah tanah Jawa akan berubah.Kapal yang ditumpangi Pati Unus
terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat
ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama
Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli
perdagangan rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian
disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran
(yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan
Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh
Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan
disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527.
Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung
Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang menjadi
janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
c. Sultan Trenggono (1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak yang ketiga, beliau
memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ). Sultan
Trenggono adalah putra Raden Patah pendiri Demak yang lahir dari
permaisuri Ratu Asyikah putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005 ). Menurut
Suma Oriental, ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik
kandung Pangeran Sabrang Lor, raja Demak sebelumnya (versi Serat
Kanda). Sultan Trenggono memiliki beberapa orang putra dan putri.
Diantaranya yang paling terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi
raja penggantinya, Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara, Ratu
Mas Cempaka yang menjadi istri Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran

11
Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah Madiun dengan gelar
Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat Berita Sultan Trenggono wafat
ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez
Pinto.Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan,
Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan.Sunan Gunung Jati
membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan
Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah.Mendez Pinto
bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam pasukan Banten.
Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi
belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono
bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan
selanjutnya. Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi
pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak
mendengar perintah Trenggono. Trenggono marah dan memukulnya.
Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai
pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang
meninggalkan Panarukan.
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai
daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari
Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana
(1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527),
Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung
timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu
adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi
menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun
1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian
digantikan oleh Sunan Prawoto
2. Kemajuan dibidang Ekonomi Kerajaan Demak

12
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa
letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara
memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam
kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara
daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil
rempah-rempah Indonesia bagian barat.Dengan demikian perdagangan
Demak semakin berkembang.Dan hal ini juga didukung oleh
penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir
pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka
Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras
merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi
dagang.Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil
pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang
ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu
Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara
sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang.Di
samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris.Pertanian di
Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat
pelabuhan Bergota dan Jepara.Demak bisa menjual produksi
andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
3. Kemajuan Sosial – Budaya Kerajaan Demak
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar belakang
untuk mengembangkan dakwah Islam.Oleh karena itu tidak heran jika
Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh asing.
Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai
kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas.
Untuk mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun
Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.Kehidupan sosial dan budaya
masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam

13
karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau
Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat
berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan
Kudus dan Sunan Bonar.Para wali tersebut memiliki peranan yang
penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali
tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin
hubungan yang erat antara raja/bangsawan, para wali/ulama dengan
rakyat.
Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan
masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren.
Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang
merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah
Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-
pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas
pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah
Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud
Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di
Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang
tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan adanya wujud
akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan
Islam.Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah
bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun
Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang
utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di
belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
4. Kemajuan-Kemajuan Yang Dicapai Kesultanan Banten.
a. Bidang Politik

14
Kerajaan Islam Banten termasuk kerajaan Islam yang sudah
memiliki stabilitas dalam kehidupan politiknya. Kerajaan Islam Banten
atau kesultanan Banten Sultan pertamanya adalah Sultan Hasanuddin
yang berkuasa pada tahun 1522-1570. Sultan Hasanuddin adalah putra
dari Fatahillah atau Faletehan yang merupakan panglima perang dari
Demak yang diutus oleh Sultan Trenggono menghalau Portugis dari
Banten. Pada awalnya, Banten adalah termasuk daerah kekuasaan
Kerajaan Islam Demak namun setelah msa Kemunduran Kerajaan
Demak, Banten pun kemudian melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan
Islam Demak. Kemudian jatuhnya Malaka ke tangan Protugis kemudian
membuat para pedagang muslim memindahkan jalur pelayaran melalui
Selat Sunda.
Pada masa Sultan Hasanuddin ini lah Kerajaan Islam Banten
berkembang dengan sangat cepat dan menjadi pusat perdagangan.
Kemudian Sultan Hasanuddin memperluas kekuasaannya menuju ke
daerah penghasil lada seperti Lampung di Sumatra Selatan yang sudah
sejak lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Cara ini sangat
signifikan dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan lada terkemuka
pada saat itu. Sultan Hasanuddin kemudian meninggal pada tahun 1570.
b. Bidang Sosial
Kemajuan Kesultanan Banten ditopang oleh jumlah penduduk yang
banyak sertamulti-etnis. Mulai dari Jawa, Sunda dan Melayu. Sementara
kelompok etnis nusantara lain dengan jumlah signifikan antara lain
Makasar, Bugis dan Bali.Dari beberapa sumber Eropa disebutkan sekitar
tahun 1672, di Banten diperkirakan terdapat antara 100 000 sampai 200
000 orang lelaki yang siap untuk berperang, sumber lain menyebutkan,
bahwa di Banten dapat direkrut sebanyak 10000 orang yang siap
memanggul senjata. Menyebutkan dari sensus yang dilakukan VOC
padatahun 1673, diperkirakan penduduk di kota Banten yang mampu
menggunakantombak atau senapan berjumlah sekita 55000 orang. Jika
keseluruhan penduduk dihitung, apa pun kewarganegaraan mereka,

15
diperkirakan berjumlah sekitar 150000 penduduk, termasuk perempuan,
anak-anak, dan lansia (Guillot, 1994). Sekitar tahun 1676 ribuan
masyarakat Cina mencari suaka dan bekerja di Banten.Gelombang
migrasi ini akibat berkecamuknya perang di Fujianserta pada kawasan
Cina Selatan lainnya. Masyarakat ini umumnya membangun
pemukiman sekitar pinggiran pantai dan sungai serta memiliki proporsi
jumlah yang signifikan dibandingkan masyarakat India dan Arab.
Sementara di Banten beberapa kelompok masyarakat Eropa seperti
Inggris, Belanda, Perancis, Denmark dan Portugal juga telah
membangun pemondokan dan gudang di sekitar Ci Banten.
c. Bidang Agama
Berdasarkan data arkeologis, masa awal masyarakat Banten
dipengaruhi oleh beberapa kerajaan yang membawa keyakinan Hindu-
Budha, seperti Tarumanagara, Sriwijayadan Kerajaan Sunda. Dalam
Babad Banten menceritakan bagaimana Sunan Gunung Jati bersama
Maulana Hasanuddin, melakukan penyebaran agama Islam secara
intensif kepada penguasa Banten Girang beserta penduduknya.
Beberapa ceritamistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten,
termasuk ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah
kepada penduduk pedalaman Sunda, yang ditandai dengan penaklukan
Pakuan Pajajaran. Islam menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten,
Sultan Banten dirujuk memiliki silsilah sampai kepada Nabi
Muhammad,dan menempatkan para ulama memiliki pengaruh yang
besar dalam kehidupan masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun
tasawuf juga berkembang di Banten. Sementara budaya masyarakat
menyerap Islam sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Beberapa tradisi
yang ada dipengaruhi oleh perkembangan Islam di masyarakat, seperti
terlihat pada kesenian bela diri.
d. Bidang Perekonomian
Bila kita lihat pada masa Malaka dikuasai oleh Portugis pada tahun
1511 makakita dapat mengerti mengapa Banten sebagai suatu kerajaan

16
dapat maju dengan pesat.Kejadian-kejadian di sekitar selat Malaka
merupakan suatu berkat bagi perkembangan Banten. “seperti diketahui
sejak Malaka pada tahun 1511 jatuh ketangan Portugis, pedagang-
pedagang dari Persia, India, Cina dan daerah-daerahyang lain yang
biasanya datang pada musim angin tertentu bertemu di Malaka, mulai
menghindari kota itu.” (Marwati Djoened Poesponegoro, 1993, hal. 36-
37). Hal ini disebabkan oleh sikap Portugis yang kala itu menguasai
Malaka, hendak memaksakan sistem monopoli kepada pedagang-
pedagang yang telah biasa dengansistem perdagangan bebas. Pedagang-
pedagang yang datang ke Malaka harus mendapat Izin dahulu dari
pemerintah Portugis di Malaka.
Untuk menhindarkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan ini
pedagang-pedagang mencari jalan tanpa izin, yaitu melalui selat Sunda.
Dengan demikian ditemukan suatu jalan lain untuk dapat
melaksanaakanrempah-rempah. Dengan itu Banten mulai berkembang
karena terletak ditengan jalan perdagangan rempah-rempah ke dan dari
Maluku. Banten menjadi tempat untuk memebeli bekal perjalanan
tempat perdagangan rempah-rempah dan barang daganganlain dari luar
negeri. Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten, selain di
bidang perdagangan untuk daerah pesisir, pada kawasan pedalaman
pembukaan sawah mulai diperkenalkan.
Asumsi ini berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan
pedalaman seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya ditopang oleh
kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran dari naskah sanghyang
siksakanda ng karesian yang menceritakan adanya istilah pahuma
(peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap). Ketiga
istilah ini jelas lebih kepada sistem ladang, begitu jugadengan nama
peralatanya seperti kujang “patik baliung kored dan sadap. Pada masa
Sultan Ageng antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar
dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30 dan 40 km kanal
barudibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16 000 orang. Di

17
sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu hektar sawah baru
dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani
ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar.
Perkebunan tebu,yang didatangkan saudagar Cina di tahun1620-an,
dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk
Bantenmeningkat signifikan.
C. Struktur Birokrasi Kerajaan
Mengkaji birokrasi, maka akan membahas tata cara yang dijumpai
seputar kekuasaan dan kehidupan bernegara. Beberapa di antaranya adalah:
a. Pengangkatan Raja
Dalam kerajaan Islam, pengangkatan raja umumnya diatur dalam
sebuah hukum adat, sesuai dengan lokasi dimana kerajaan berdiri.
Hukum adat yang mengatur pengangkatan seorang raja dijumpai di
beberapa daerah seperti di Aceh yang mencantumkan tata cara
pengangkatan Raja dalam peraturan yang disebut Makuta Alam. Aturan
yang dirumuskan semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda ini
mengatur tata cara pengangkatan dan penobatan Sultan berikutnya.
Hal serupa juga dijumpai di Demak ketika Wali Songo mengangkat
Raden Patah sebagai pemimpin Kerajaan Demak. Mereka sepakat
menobatkan Raden Patah setelah menilai kesanggupannya dalam
menjalankan syari’at Islam sebagai dasar pemerintahannya. Pada masa
itu, pelantikan seorang raja atau sultan dilakukan dengan memegang
Alquran selama penobatannya.
b. Tata Pemerintahan
Kekuasaan Sultan atau Raja di masa kerajaan Islam Indonesia
dibantu oleh pangeran atau pun panglima. Pembantu raja ini umumnya
mendapatkan kehormatan untuk menjalankan tugas-tugas rutin
pemerintahan. Sementara untuk pengawas pelaksanaan kekuasaan,
dipilihlah beberapa orang dari alim ulama, kadi, maupun golongan lain
yang paham tentang ajaran Islam untuk memberikan masukan kepada
pemimpin tentang kebijakan yang akan diambilnya.

18
c. Birokrasi Daerah
Dalam menjalankan kekuasaannya di daerah, pemimpin kerajaan
akan mengangkat beberapa pejabat untuk mengawasi pelaksanaan
kebijakan di daerah. Mereka juga diserahi tugas untuk mengumpulkan
pasukan ketika kerajaan dalam status perang.
Struktur birokrasi kerajaan Mataram islam berdasarkan pada
jabatan-jabatan yang disusun secara hierarkhis mengikuti sistim
pembagian wilayah kerajaan. Sistim pemerintahan dibedakan menjadi :
1. Pemerintahan Dalam Istana ( Peprintahan Lebet )
Untuk mengurusi pemerintahan dalam istana diserahkan
pada empat orang pejabat Wedana Dalam (Wedana Lebet) yang
terdiri dari Wedana Gedong Kiwa, Wedana Gedong Tengen,
Wedana Keparak Kiwa, dan Wedana Keparak Tengen. Adapun
tugas Wedana Gedong adalah mengurusi masalah keuangan dan
perbendaharaan istana, sedangkan tugas Wedana Keparak adalah
mengurus keprajuritan dan pengadilan. Gelar yang digunakan oleh
para wedana biasanya Tumenggung atau Pangeran jika pejabat
tersebut keturunan raja. Masing-masign wedana lebet ini dibantu
oleh seorang kliwon yang sering juga disebut sebagai Papatih atau
Lurah Carik dengan memakai gelar Ngabehi. Dibawahnya lagi
terdapat Kebayan dan 40 orang Mantri Jajar.
Sebelum tahun 1744 diatas jabatan wedana terdapat jabatan
Patih Dalam (Patih Lebet) dengan tugas untuk mengkoordinasikan
wedana-wedana tersebut. Namun sejak tahun 1755 jabatan Patih
Dalam (Patih Lebet) dihapus.
Pemerintahan di Kutagara diurusi oleh dua orang
Tumenggung yang langsung dibawah perintah raja. Kedudukan
Tumenggung bersama empat Wedana Lebet cukup penting, yaitu
sebagai anggota Dewan Tertinggi Kerajaan. Berbeda dengan
Kartasura yang pada tahun 1744 menugaskan 4 orang pejabat untuk

19
mengurusi daerah Kutagara, dimana salah satu diantaranya diangkat
sebagai kepala.
Wilayah Negara Agung termasuk bagian dari pusat kerajaan,
dimana pada tiap-tiap daerah dipimpin oleh Wedana Luar (Wedana
Jawi). Sehingga sesuai dengan nama daerh masing-masing maka
terdapat sebutan : Wedana Bumi, Wedana Bumija, Wedana Sewu,
Wedana Numbak Anyar, Wedana Siti Ageng Kiwa, Wedana Siti
Ageng Tengen, Wedana Panumping dan Wedana Panekar. Para
wedana ini juga dibantu oleh Kliwon, Kebayan dan 40 orang Mantra
Jajar. Sedangkan yang mengkoordinasi para wedana ini adalah
seorang Patih Luar (Patih Jawi) dengan tugas mengurusi wilayah
Negara Agung dan Wilayah Daerah (Mancanegara). Sedangkan
ditanah-tanah lungguh ini para bangsawan mengangkat seorang
Demang atau Kayi Lurah.
2. Pemerintahan Luar Istana (Peprintahan Jawi)
Tugas pemerintahan luar istana adalah mengurusi daerah-
daerah diwilayah mancanegara baik Mancanegara Timur
(Mancanegara Wetan) maupun Mancanegara Barat (Mancanegara
Kilen). Untuk mengurusi daerah mancanegara ini, maka raja
mengangkat Bupati yang dipimpin oleh Wedana Bupati. Adapun
tugas Wedana Bupati adalah mengkoordinasi dan mengawasi semua
bupati-bupati yang menjadi kepala daerah masing-masing, serta
bertanggungjawab langsung kepada raja atas pemerintahan daerah
dan kelancaran pengumpulan hasil-hasil daerah yang harus
diserahkan pada pusat.
Sedangkan pada daerah pesisir, seperti Pesisir Timur
(Pesisiran Wetan) dipimpin oleh Wedana Bupati yang
berkedudukan di Jepara, dan Pesisir Barat (Pesisiran Kilen)
dipimpin oleh Wedana Bupati yang berkedudukan di Tegal.
Dalam bidang kemiliteran (keprajuritan) disusun gelar
kepangkatan secara hierarkhis dari atas ke bawah seperti : Senapati,

20
Panji, Lurah, dan Bekel Prajurit. Selain itu juga terdapat petugas
mata-mata (telik sandi) dan semacam petugas kepolisian untuk
menjaga keamanan keamanan umum dalam kerajaan.8
D. Faktor-faktor Kemunduran dan Kejatuhan
Setelah wafatnya Sultan Trenggana menimbulkan kekacauan politik
yang hebat di keraton Demak. Negeri-negeri bagian (kadipaten) berusaha
melepaskan diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak
sendiri timbul pertentangan di antara para waris yang saling berebut tahta.
Orang yang seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trengggono
adalah pengeran Sekar Seda Ing Lepen. Namun, ia dibunuh oleh Sunan
Prawoto yang berharap dapat mewarisi tahta kerajaan. Adipati Jipang yang
beranama Arya Penangsang, anak laki-laki Pangeran Sekar Seda Ing Lepen,
tidak tinggal diam karena ia merasa lebih berhak mewarisi tahta Demak.
Sunan Prawoto dengan beberapa pendukungnya berhasil dibunuh dan Arya
Penangsang berhasil naik tahta.
Akan tetapi, Arya Penangsang tidak berkuasa lama karena ia
kemudian di kalahkan oleh Jaka Tingkir yang di bantu oleh Kiyai Gede
Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta KI Penjawi.
Jaka tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri.
Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya serta memindahkan
pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Sultan Handiwijaya sangat menghormati orang-orang yang telah
berjasa. Terutama kepada orang-orang yang dahulu membantu pertempuran
melawan Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapatkan tanah
Mataram dan Kyai Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat
menjadibupati di daerah-daerah tersebut.Sutawijaya, putra Kyai Ageng
Pemanahan diangkat menjadi putra angkat karena jasanya dalam
menaklukan Arya Penangsang. Ia pandai dalam bidang keprajuritan. Setelah

8
Nugroho dan Marwati, Sejarah Nasional Indonesia IV, (Jakarta:Balai Pustaka, 1993),
hlm. 54

21
Kyai Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat
menjadi penggatinya.
Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya wafat. Putranya yang bernama
Pangeran Benawa diangkat menjadi penggantinya. Timbul pemberontakan
yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra Sunan Prawoto, ia merasa
mempunyai hak atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu dapat digagalkan
oleh Pangeran Benawan dengan bantuan Sutawijaya. Pengeran Benawan
menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mampu mengendalikan
pemerintahan, apalagi menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati yang
ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya,
Sutawijaya pada tahun 1586. Pada waktu itu Sutawijaya telah menjabat
bupati Mataram, sehingga pusat kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.9

9
http://miftahulngizzati.blogspot.com/2015/08/makalah-kerajaan-islam-di-jawa.html
Akses Tanggal, 07:10:2018, jam, 15:32

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan waktunya dengan
melemahnya posisi Raja Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada
penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat
kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta,
Walisongo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama
kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati
Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayyidin Panatagama.
Raden Patah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam
persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para ulama , Walisongo. Di antara
ketiga raja Demak, Sultan Trenggana lah yang berhasil menghantarkan
Kesultanan Demak ke masa jayanya. Pada masa Trenggana, daerah
kekuasaan Demak meliputi seluruh Jawa serta sebagian besar pulau-pulau
lainnya.
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris
kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura
sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah
pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang. Kekuasaan dan
kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan Mataram.
Demikianlah pertumbuhan dan perkembangan Islam dan Kerajaan
Islam di tanah Jawa. Maka seluruh abad keenam belas itu adalah abad yang
penuh perjuangan ditanah Jawa
B. Saran
Pada penyusunan makalah penulis sangat menyadari masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya baik berupa
bahasa maupun cara penyusunannya. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran guna menciptakan penyusunan makalah yang lebih baik lagi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Graaf, H.J. De Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekspansi Sultan


Agung (Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1986) hlm. 301
Marwati, dan Nugroho,Sejarah Nasional Indonesia IV, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1993), hlm. 54
Pigeaud, H.J. Graaf dan TH.G.TH. Kerajaan-kerajaan Islam di
Jawa (Jakarta: Grafiti pers,1985) hlm. 49
Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra), hlm. 208
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1997) hlm. 212-214
http://ngrogoland.blogspot.com/2014/04/tumbuh-dan-berkembangnya-
kerajaan-islam.html Akses Tanggal, 07:10:2018, jam, 15:30
http://miftahulngizzati.blogspot.com/2015/08/makalah-kerajaan-islam-di-
jawa.html Akses Tanggal, 07:10:2018, jam: 15:32

24

Anda mungkin juga menyukai