Disusun Oleh:
Kelompok 1 Tarjamah 2 C
Fadhilah Hanafi Abdul Ghani: 11220240000074
Muhammad Adieb: 11220240000092
Muhammad Dandy: 11220240000093
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan salah satu disiplin ilmu yang
sangat penting untuk dipelajari. Termasuk dalam hal ini adalah sejarah tentang perkembangan
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Sebelumnya, banyak teori yang bermunculan tentang
bagaimana masuk dan berkembangannya agama Islam di Indonesia. Teori-teori tersebut
adalah Teori Gujarat, Teori Makkah, dan Teori Persia. Ketiga teori tersebut saling berbeda
pendapat mengenai waktu dan siapa yang menyebarkan agam Islam ke Indonesia. Namun,
dari perbedaan tersebut dapat ditarik suatu persamaan tentang sejarah Islam di Indonesia.
Dari sinilah, kerajan-kerajaan Islam muncul memanfaatkan kemunduran dari kerajaan-
kerajaan Hindu-Budha. Makalah ini kami susun dalam memenuhi tugas dari mata pelajaran
Sejarah Indonesia dan agar pembaca lebih memahami tentang perkembangan kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia.
B. B. Rumusan Masalah
C. C. Tujuan
1. Agar pembaca dapat lebih mengetahui tentang proses masuknya Islam ke Indonesia
2. Agar pembaca dapat mengetahui kerajaan-kerajaan Islam yang pernah ada di Indonesia
Menjadi pusat studi Islam di Asia sehingga banyak orang-orang asing yang
menetap di Samudera Pasai.
Penyebaran agama Islam melalui perluasan pengaruh politik. Hal ini dibuktikan
dengan berhasil merintis munculnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.
Samudera Pasai menggunakan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan laut yang
menghubungkan daerah Pasai dengan Arab, India, dan Cina. Sebagai pusat perdagangan dan
pelabuhan besar, Samudera Pasai memiliki fungsi sebagai tempat merambah perbekalan,
tempat mengurus masalah perkapalan, tempat mengumpulkan komoditas dagang yang akan
dikirim ke luar, sekaligus tempat menyimpan barang yang akan diantar ke daerah
lain.Namun, setelah muncul Kerajaan Malaka, Samudra Pasai mulai memudar. Pada tahun
1522 Samudra Pasai diduduki oleh Portugis. Keberadaan Samudra Pasai sebagai kerajaan
maritim digantikan oleh Kerajaan Aceh yang muncul kemudian
B. Kerajaan Aceh
Kerajaan Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang didirikan oleh
Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528), menjadi penting karena
mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya Kerajaan Malaka.
Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Aceh sekarang). Corak
pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah kaum bangsawan,
disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di bawah kaum ulama, disebut
golongan tengku atau teungku.
Sebagai sebuah kerajaan, Aceh mengalami masa maju dan mundur. Aceh mengalami
kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607- 1636). Pada masa
pemerintahannya, Aceh mencapai zaman keemasan. Aceh bahkan dapat menguasai Johor,
Pahang, Kedah, Perak di Semenanjung Melayu dan Indragiri, Pulau Bintan, dan Nias. Di
samping itu, Iskandar Muda juga menyusun undang-undang tata pemerintahan yang disebut
Adat Mahkota Alam. Corak pemerintahannya terdiri atas pemerintahan sipil oleh golongan
bangsawan (teuku) dan pemerintahan agama oleh golongan ulama (tengku).
Setelah Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh.
Aceh mengalami kemunduran di bawah pimpinan Sultan Iskandar Thani (1636- 1641). Dia
kemudian digantikan oleh permaisurinya, Putri Sri Alam Permaisuri (1641- 1675). Sejarah
mencatat Aceh makin hari makin lemah akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku,
serta antara golongan aliran syiah dan sunnah wal jama’ah. Akhirnya, Belanda berhasil
menguasai Aceh pada tahun 1904.
C. Kerajaan Demak
Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri sebagai
bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para bupati, Raden Patah
mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman
Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak saat itu, kerajaan Demak berkembang
menjadi kerajaan maritim yang kuat. Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang
pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke
Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.
Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan digantikan oleh
putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak dan Portugis bermusuhan,
sehingga sepanjang pemerintahannya, Pati Unus hanya memperkuat pertahanan lautnya,
dengan maksud agar Portugis tidak masuk ke Jawa. Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati
unus digantikan oleh adiknya Trenggana. Setelah naik takhta, Sultan Trenggana melakukan
usaha besar membendung masuknya portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan
Kerajaan Demak.
Beliau mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat. Dengan
semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda Kelapa lalu
menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya tunduk kepada
pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi raja di Cirebon. Pasukan demak
terus bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta
Madura. Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik
dengan Bupati Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati
Madura, Jaka Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun 1546 M.
D. Kerajaan Pajang
Pada tahun 1568 berdiri kerajaan Islam Pajang. Pendiri kerajaan ini adalah Sultan Adiwijoyo
atau Joko Tingkir. Ia berhasil mengalahkan Arya penangsang raja Demak. Ia kemudian
menindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
berdirinya kerajaan Islam Pajang erat kaitannya dengan kerajaan Demak.
Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir adalah seorang yang suka menghargai pendukung
atau pengikut yang turut bertempur bersamanya sewaktu menghadapi Arya Penangsang.
Mereka yang telah berjasa oleh Sultan Adiwijoyo diberi hadiah penghargaan. Kedua orang
yang dinilai sangat berjasa yaitu Kiai Ageng Pemanahan dihadiahi tanah di Mataram (sekitar
Kotagede, dekat Yogyakarta). Sedangkan Kiai Panjawi dihadiahi tanah di Daerah Pati.
Mereka sekaligus diangkat menjadi bupati di daerahnya masing-masing.
Bupati Surabaya diangkat sebagai wakil raja yang memiliki daerah kekuasaan meliputi
Sedayu, Gresik, Surabaya dan Panarukan.
Kiai Ageng Pemanahan yang menjadi Bupati Mataram mempunyai seorang putra
bernama Sutowijoyo. Ia memiliki bakat di bidang kemiliteran. Sutowijoyo lebih dikenal
sebagai Senapti Ing Alaga (Panglima Perang). Karena itu setelah Kiai Ageng Pemanahan
wafat pada tahun 1575, pemerintahan dilanjutkan oleh Sutowijoyo, putranya.
F. Kerajaan Banten
Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar Banten
Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara di Banten antara
saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten. Sejak saat itu Banten mulai
hancur karena terjadi peang saudara, apalagi sudah tidak ada lagi raja yang cakap seperti
Maulana Yusuf.
G. Kerajaan Cirebon
Kerajaan yang terletak di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah didirikan oleh salah
seorang anggota Walisongo, Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah. Syarif
Hidayatullah membawa kemajuan bagi Cirebon. Ketika Demak mengirimkan pasukannya di
bawah Fatahilah (Faletehan) untuk menyerang Portugis di Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah
memberikan bantuan sepenuhnya. Bahkan pada tahun 1524, Fatahillah diambil menantu oleh
Syarif Hidayatullah. Setelah Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Syarif
Hidayatullah meminta Fatahillah untuk menjadi Bupati di Jayakarta.
H. Kerajaan Makassar
Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi yang
terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari Datuk ri
Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan Tallo masuk Islam
(1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu
lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar ke berbagai daerah
sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Makassar
merupakan salah satu kerajaan Islam yang ramai akan pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya
di tengah-tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639 M). Raja
berikutnya adalah Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh putranya, Hasanuddin
(1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone.
VOC setelah mengetahui Pelabuhan Makassar, yaitu Sombaopu cukup ramai dan
banyak menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang.
Setelah sering datang ke Makassar, VOC mulai membujuk Sultan Hasanuddin untuk
bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak.
Setelah peristiwa itu, antara Makassar dan VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi
setelah insiden penipuan tahun 1616. Pada saat itu para pembesar Makassar diundang untuk
suatu perjamuan di atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan dilucuti dan terjadilah
perkelahian yang menimbulkan banyak korban di pihak Makassar. Keadaan meruncing
sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering mengalami
kesulitan dalam menundukkan Makassar. Oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palakka
(Raja Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.
I. Kerajaan Malaka
Menurut beberapa versi, kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran dari Palembang
bernama Parameswara yang lari ke Malaka ketika terjadi serangan dari Majapahit. Ia
mendirikan kerajaan Malaka sekitar tahun 1400. Pada mulanya, Parameswara adalah seorang
raja yhang beragama Hindu. Setelah memeluk Islam, dia mengganti namanya dengan nama
Islam, Muhammad Syah (1400-1414). Raja pertama ini kemudian digantikan oleh Sultan
Iskandar Syah (1414-1424). Selanjutnya raja-raja yang berkuasa di Malaka adalah Sultan
Muzafar Syah (1424-1444), Sultan Mansur Syah (1444-1477), dan Sultan Mahmud Syah
(1477-1511).
J. Kerajaan Ternate dan Tidore
Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja
Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri di Kerajaan Demak.
Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur sebagai raja. Kerajaan yang
terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang karena Maluku kaya akan
rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang berkat hasil rempah-rempah terutama
cengkih.
Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu tidak
berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, kedua kerajaan
berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis
yang masuk Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan
membangun benteng Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan
Tidore sebagai sekutunya.