Anda di halaman 1dari 20

NAMA : SUKRIADI

NIM : 214190012

TUGAS : RESUME

MK : SEJARAH ISLAM DI ASIA TENGGARA

A. TEORI MASUKNYA ISLAM KE ASIA TENGGARA

1. Teori Masuknya Islam ke Asia Tenggara

a) Teori Arab. para pedagang Muslim arab tersebut melakukan perkawinan dengan
wanita setempat dimana mereka bermukim dan menetap. Dengan pembentukan
keluarga Muslim, maka nukleus komunitas-komunitas Muslim pun terbentuk.

b) Teori Gujarat. Adanya hubungan dagang antara orang Hindu dan Asia Tenggara
jauh sebelum Islam masuk.Diketemukan batu nisan gaya Gujarat di pekuburan raja
Malikul Saleh dari Samudra Pasai.

c) Teori Persia. Ditemukan adanya peninggalan mazhab keagamaan di Sumatera


dan Jawa yang bercorak Syiah. Juga disebutkan adanya dua orang ulama fiqh yang
dekat dengan Sultan yang memiliki keturunan Persia. Seorang berasal dari Shiraz
dan seorang lagi berasal dari Isfahan

2. Fase Perkembangan Islam di Asia Tenggara

a) Singgahnya para pedagang Muslim di pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara,


Islam di Asia Tenggara pada awalnya diperkenalkan melalui hubungan dagang dan
perkawinan. Para pedagang Muslim Arab diyakini menyebarkan Islam sembari
melakukan perdagangan di wilayah ini. Para pedagang Muslim tersebut juga
melakukan perkawinan dengan wanita lokal.
b) Adanya komunitas-komunitas Muslim, Dengan pembentukan keluarga Muslim
ini, maka komunitas-komunitas Muslimpun terbentuk, yang pada gilirannya
memainkan andil besar dalam penyebaran Islam

c) berdirnya kerajaan-kerajaan Islam.

B. ISLAM PADA MASA KESULTANAN DI ASIA TENGGARA

1. Kerajaan Samudra Pasai

Samudera Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir
timur laut Aceh, dan diperkirakan mulai berdiri pada awal atau pertengahan abad
ke-13M, sebagai hasil dari proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah
disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M dan seterusnya.
Keberadaan kerajaan ini dibuktikan oleh adanya batu nisan terbuat dari granit asal
Samudera Pasai. Di batu nisan itu tertulis nama raja pertama kerajaan itu, Malik al-
Saleh, yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, diperkirakan bertepatan
dengan tahun 1297 M. Malik al-Saleh adalah pendiri kerajaan sekaligus raja
pertama kerajaan ini.

2. Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka merupakan kerajaan Islam kedua di Asia Tenggara. Kesultanan


ini berdiri pada awal abad ke15 M. Kerajaan ini cepat berkembang, bahkan dapat
mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari kerajaan Samudera Pasai
yang kalah bersaing. raja Malaka, Megat Iskandar Shah, adalah orang pertama di
kesultanan itu yang memeluk agama Islam. Selanjutnya ia memerintahkan segenap
warganya baik yang berkedudukan tinggi maupun rendah untuk menjadi Muslim.

3. Kesultanan Aceh Darussalam

Kesultanan Aceh Darussalam diduga berdiri pada abad ke-15 M di atas puing-puing
kerajaan Lamuri oleh Sultan Muzaffar Syah (1465-1497 M). Menurut Anas
Machmud, dialah yang membangun kota Aceh Darussalam, dan pada masa
pemerintahannya Aceh mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan karena
saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka
memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis (1511
M).

Dari kesultanan ini, Islam kemudian tersebar ke berbagai negeri-negeri Melayu


lainnya. Pengaruh dan kekuasaan kesultanan Aceh Darussalam pada saat itu sangat
dirasakan di kepulauan Sumatera dan semenanjung tanah Melayu, terutama ketika
kesultanan itu dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637). Seluruh
serangan yang dilancarkan pihak Portugis dapat ditangkis oleh sultan-sultan Aceh.
Mereka juga telah menanamkan pengaruh Islam. Islampun berkembang dengan
pesat dan mendapat dukungan dari penguasa di Haramayn (Mekah dan Madinah),
dan memperoleh keabsahan dari sana.

4. Kesultanan Demak

Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa. Sebelumnya, Demak merupakan


daerah vasal Majapahit yang dipercayakan Raja Majapahit kepada anaknya, Raden
Patah. Raden Patah sendiri kemudian menjadi raja pertama Kesultanan Demak.
Kesultanan Demak lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam yang
diramaikan oleh para wali. Merekalah yang memimpin penyebaran agama Islam di
seluruh Jawa, yang dikenal dengan istilah Walisongo. ini menjadi simbol
penyebaran Islam di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.

Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di
Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah
secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang
lain. Di Era Walisongolah berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya
Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam.

5. Kesultanan Pajang

Kesultanan Pajang adalah pelanjut Kesultanan Demak, yang didirikan oleh Jaka
Tingkir, yang berikutnya lebih dikenal dengan gelar Sultan Adiwijaya. Kesultanan
ini merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau
Jawa. Pada awal berdirinya tahun 1549, wilayah Kesultanan Pajang hanya meliputi
sebagian Jawa Tengah saja, karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang
melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggono. Di bawah pemerintahan Sultan
Adiwijaya, kekuasaan Kesultanan Pajang berhasil meluas ke berbagai daerah
pedalaman sampai ke Madiun (1554), Blora dan Kediri. Ia juga berhasil menjalin
hubungan yang baik dengan raja-raja di Jawa Timur.

Pada tahun 1581, Sultan Adiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di
Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Pertemuan itu dihadiri oleh para adipati dari
Japan, Wirasaba, Kediri, Surabaya, Pasuruan, Madiun, Sidayu, Lasem, Tuban, dan
Pati. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di
atas negerinegeri Jawa Timur. Ia mendapatkan pengakuan kekuasaan sebagai raja
Islam dan sultan dari raja-raja terpenting di Jawa Timur.

6. Kesultanan Cirebon

Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M Kesultanan ini adalah kerajaan
Islam pertama di Jawa Barat. Ia didirikan oleh Sunan Gunung Jati, sesuai dengan
nama bukit di dekat Cirebon tempat ia dimakamkan. Sunan Gunung Jati disebutkan
lahir tahun 1448 M dan wafat pada 1568 dalam usia 120 tahun. Ia memperlihatkan
peran ganda: sebagai penguasa sekaligus ulama. Sebagai penguasa, dialah yang
mengatur roda pemerintahan dan memiliki otoritas politik terhadap Cirebon. Di
bawah pemerintahannya, Cirebon mampu menahan badai perluasan kekuasaan
yang dilancarkan oleh kerajaan Mataram.

Putra Sunan Gunung Jati yang bernama Hasanuddin kemudian ditunjuk menjadi
penguasa Banten. Sebagai ulama, disamping belajar dan mengajar, Sunan Gunung
Jati juga berkelana menyebarkan ajaran agama Islam. Bahkan sejak tahun 1528, ia
menyerahkan pemerintahan kepada anaknya dan kemudian menantunya. Ia sendiri
selanjutnya lebih memusatkan perhatian pada agama dan mengabdikan diri untuk
penyiaran agama.

7. Kesultanan Mataram
Mataram muncul sebagai sebuah kerajaan Islam pada paruh kedua abad XVI M.
Kesultanan yang diproklamasikan oleh Panembahan Senopati itu pun menandai
jejak terIslamkannya tanah yang sejak ratusan tahun sebelumnya juga bernama
Mataram yang kental dengan warna Hindu - Buddha-nya. Pusat pemerintahannya
berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan
selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Pada tahun 1619 ketika Mataram di
bawah pemerintahan Sultan Agung, praktis seluruh tanah Jawa berada di bawah
pemerintahan Kesultanan ini, termasuk Madura. Pada masa ini pula di kesultanan
Mataram pertama kali dilakukan perubahan tata hukum dibawah pengaruh hukum
Islam.

8. Kesultanan Banten

Sunan Gunung Jati disebut-sebut sebagai orang yang telah menyebarkan Islam ke
Banten. Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di Banten menerima
Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik untuk masuk Islam. Dengan
segera ia menjadi orang yang berkuasa atas kota itu dengan bantuan tentara Jawa
yang memang dimintanya. Namun menurut Barros, penyebaran Islam di Jawa Barat
tidak melalui jalan damai, sebagaimana disebutkan oleh sumber tradisional.
Beberapa proses konversi ke Islam mungkin terjadi secara sukarela, tetapi
kekuasaan tidak diperoleh kecuali dengan menggunakan kekerasan.

Setelah kembali ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada anaknya,


Sultan Hasanuddin. Hasanuddin menikah dengan putri Demak dan diresmikan
menjadi Panembahan Banten pada tahun 1552. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya
dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera
Selatan. Pada tahun 1568, di saat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Hasanuddin
memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap sebagai raja Islam
yang pertama di Banten, yang semula memang menjadi daerah vasal dari Demak.
Ia digantikan oleh anaknya Yusuf.

9. Kesultanan Tidore
Sejak awal didirikan pada 1081 hingga masa pemerintahan raja keempat, agama
dan letak pusat kekuasaan Kerajaan Tidore belum dapat dipastikan. Barulah pada
periode pemerintahan Kolano Balibunga, sumber sejarah Kerajaan Tidore mulai
sedikit menguak lokasinya. Pada 1495, diketahui bahwa kerajaan ini berpusat di
Gam Tina dengan Sultan Ciriliati atau Sultan Djamaluddin sebagai rajanya. Sultan
Ciriliati, yang masuk Islam berkat dakwah seorang ulama dari Arab, diketahui
sebagai raja atau kolano pertama yang memakai gelar sultan.

Dengan masuknya Islam ke Kerajaan Tidore, berbagai aspek kehidupan masyarakat


baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budayanya pun ikut terpengaruh.
Sepeninggal Sultan Ciriliati, singgasana diwariskan ke Sultan Al Mansur (1512-
1526 M), yang kemudian memindahkan ibu kota kerajaan ke Tidore Utara, lebih
dekat dengan Kerajaan Ternate. Dalam sejarahnya, Kerajaan Tidore memang
mengalami beberapa kali pemindahan pusat pemerintahan karena berbagai sebab.
Letak ibu kotanya yang terakhir adalah di Limau Timore, yang kemudian berganti
nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini

10. Kesultanan Ternate

sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam
mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu.
Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun
kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan.
Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam
pertengahan abad ke-15. Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18
adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan
pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-
1500).

Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar
kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi
kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai
hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian
diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga
mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah
memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana
dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).

C. DINAMIKA ISLAM DI INDONESIA

1. Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia

Para sejarawan berpendapat Saudara Arab dan India adalah dua bangsa yang
memegang peran penting dalam membawa Islam ke Indonesia tapi masih belum
terjawab, siapa yang memegang peranan utamanya? Dalam pembahasannya lebih
jauh Tregonning menunjukkan peranan Arab dalam pelayaran dan perdagangan.
Menurutnya lama sebelum Islam datang, pedagang Arab telah menguasai
perdagangan hampir di semua pelabuhan India, dan dari pelabuhan India inilah
pedagang Arab menguasai perdagangan rempah-rempah dan membawa Islam ke
Asia Tenggara.

sarjana India yang berpendapat bahwa orang-orang Indialah pembawa Islam


pertama ke Indonesia didasarkan pada pandangannya bahwa adanya pengaruh India
yang sudah meluas dan tertanam di Indonesia. Dari sini kita mengetahui bahwa
belum ada pendapat yang kongkrit mengenai pertama kali islam masuk ke
Indonesia

masuknya Islam ke berbagai daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang


bersamaan. Namun para sejarawan sepakat bahwa Sumatera adalah daerah pertama
yang didatangi Islam, kemudian berlanjut ke tanah jawa. masuk dan
berkembangnya sampai ke daerah Nusantara mulai dari daerah Sumatera yaitu
Barus, Aceh dan Pasai pada abad ke-12 s/d abad ke-14 dan berkembang pesat pada
abad ke-15 s/d abad ke-16 Masehi. Dari Aceh Islam kemudian berkembang ke
daerah Jawa yaitu Jepara, Tuban, Gresik pada abad ke14 (1450 Masehi). Kemudian
berlanjut ke daerah Ternate dan Tidore pada abad ke-15, yaitu pada tahun 1460.
Sepuluh tahun kemudian Islam masuk ke daerah Demak pada tahun 1480, dan
berkembang pesat dengan berdirinya kerajaan Demak 1575-1580 Masehi. Islam
sampai ke daerah Banten dan Cerebon, pada tahun yang bersamaan yaitu 1525 atau
abad ke-15 Masehi. Sedangkan daerah Kalimantan; Buton dan Banjarmasin Islam
datang pada abad ke-16 Masehi(1580). Perkembangan Islam di daerah ini ditandai
berdirinya kerajaan Banjar 1980-1588. Pada tahun yang sama dengan berakhirnya
kerajaan Islam Banjar berdiri pula kerajaan Islam Mataram 1588-1749. Masuk dan
berkembangnya Islam di Makasar terjadi diawal abad ke-16 yaitu 1605-1669.

2. Islam di Indonesia masa Kerajaan/kesultanan

Berdirinya kerajaan Islam pertama sekitar abad ke-13 yang dikenal dengan
Samudera Pasai, terletak di wilayah Aceh Utara Dengan berdirinya kerajaan
Samudera Pasai itu, maka pengaruh Islam semakin menyebar dengan berdirirnya
kerajaan lainnya seperti kesultanan Malaka yang tidak jauh dari Aceh. Selain itu
ada beberapa yang ada di Jawa antara lain kesulatanan Demak, Mataram, dan
Cirebon. Kemudian di daerah Sulawesi dan Maluku yang ada kerajaan Gowa dan
kesultanan Ternate serta Tidore.

Hukum Islam pada masa ini merupakan sebuah fase penting dalam sejarah hukum
Islam di Nusantara. Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam menggantikan
kerajaan Hindu-Budha berarti untuk pertama kalinya hukum Islam telah ada di
Nusantara sebagai hukum positif. Hal ini terbukti dengan fakta-fakta dan adanya
literatur-literatur fiqih yang ditulis oleh para ulama.

Islam menjadi pilihan bagi masyarakat karena secara teologis ajarannya


memberikan keyajinan dan kedamaian bagi penganutnya. Masyarakat pada periode
ini dengan rela dan patuh, tunduk dan mengikuti ajaran-ajaran Islam dalam berbagai
dimensi kehidupan. Namun keadaan itu kemudian menjadi terganggu dengan
datangnya kolonialisme barat yang membawa misi tertentu, mulai dari misi dagang,
politik bahkan sampai misi kristenisasi.

3. Islam di Indonesia Masa Kolonialisme

Dalam menyebarkan misi-misinya, Belanda mendirikan sekolahsekolah Kristen.


Misalnya di Ambon yang jumlah sekolahnya mencapai 16 sekolah dan 18 sekolah
di sekitar pulau-pulau Ambon, di Batavia sekitar 20 sekolah, padahal sebelumnya
sudah ada sekitar 30 sekolah. Di samping itu, sekolah-sekolah ini pada
perkembangannya dibuka secara luas untuk rakyat umum dengan biaya yang
murah.Dengan demikian, melalui sekolah-sekolah inilah Belanda menanamkan
pengaruhnya di daerah jajahannya.

Dalam menyebarkan misi-misinya, Belanda mendirikan sekolah-sekolah Kristen.


Misalnya di Ambon yang jumlah sekolahnya mencapai 16 sekolah dan 18 sekolah
di sekitar pulau-pulau Ambon, di Batavia sekitar 20 sekolah, padahal sebelumnya
sudah ada sekitar 30 sekolah. Di samping itu, sekolah-sekolah ini pada
perkembangannya dibuka secara luas untuk rakyat umum dengan biaya yang
murah.Dengan demikian, melalui sekolah-sekolah inilah Belanda menanamkan
pengaruhnya di daerah jajahannya.

Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk memasuki
sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Belanda, maka kalangan Islam
mendapat tantangan dan saingan berat, terutama karena sekolah-sekolah
pemerintah Hindia Belanda dilaksanakan dan dikelola secara modern terutama
dalam hal kelembagaan, kurikulum, metodologi, sarana, dan lain-lain.

Perkembangan sekolah yang demikian jauh dan merakyat menyebabkan


tumbuhnya ide-ide di kalangan intelektual Islam untuk memberikan respons dan
jawaban terhadap tantangan tersebut dengan tujuan untuk memajukan pendidikan
Islam.Mereka mendiirikan lembaga pendidikan baik secara perorangan maupun
kelompok/organisasi yang dinamakan madrasah atau sekolah.

4. Islam di Indonesia pasca kemerdekaan – sekarang

Peradaban Islam di Indonesia pasca kemerdekaan telah mengalami keguncangan di


mana perseteruan antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam dan kelompok
lainnya masing-masing berpegang teguh pada misi mereka untuk menjadikan
negara Indonesia menjadi Negara Islam Negara Pancasila. Dengan timbulnya
masalah ini, maka timbullah pergerakan-pergerakan, partai-partai dan
pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Islam. Hal tersebut dilakukan oleh
Islam karena mereka kecewa dengan hasil keputusan presiden yang menjadikan
dasar Negara Indonesia sebagai Negara Pancasila.

Perkembangan lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia pasca


kemerdekaan cukup berkembang pesat karena pemerintah memberikan peluang
besar dengan melakukan penyetaraan dengan sekolah umum sehingga sekolah
Islam tidak mengalami ketertinggalan. Serta dengan diberlakukannya
Undangundang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
secara konseptual undang-undang tersebut memberikan arah baru dalam
mengembangkan dan memberdayakan pendidikan Islam di Indonesia mencapai
kemajuan yang gemilang.

5. Ideologi transnasional di Indonesia

Secara eksplisit, gerakan-gerakan ideologi yang diberi istilah “Islam


Transnasional” lebih ramai diperbincangkan, baik di dunia akademik maupun
ruang-ruang publik, seiring wacana kebangkitan Organisasi Masyarakat (Ormas)
yang merespresentasikan gerakan ideologi Islam transnasional, yaitu Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI), walaupun ide awal dari istilah tersebut tidak spesifik
langsung merujuk pada kelompok HTI, melainkan dari agama Islam sendiri yang
pada hakikatnya bersifat transnasional, sebab masuknya Islam pertama kali ke
Indonesia juga dibawa oleh orang asing.14Di sisi lain, ormas-ormas seperti NU
dan Muhammadiyah, yang notabenenya merupakan gerakan ideologi Islam
nasional dan moderat, tampil sebagai garda terdepan dalam memfilter masuknya
pengaruh transnasional yang dianggap tidak sesuai dengan budaya masyarakat
muslim di Indonesia yang terkenal humanis, toleran, dan tidak mudah untuk
menyalahkan pendapat orang lain.

Maka dari itu, sudah sepatutnya semua gerakanIslam di Indonesia, baik yang
tergolong nasional maupun transnasional, bersatu padu dan saling melengkapi
dalam hal pemikiran ataupun sumbangan khazanah keilmuan lainnya, selama
tidak bertentangan dengan syariat. Terlebih lagi, di era kemajuan teknologi saat
ini, berdakwah bisa dilakukan dengan beragam cara, tidak melulu harus berdiri di
mimbar, yakni dengan memanfaatkan siaran televisi dan radio.

Selain itu, bisa juga berdakwah melalui tulisan, seperti membuat buku dan poster-
poster Islami, bahkan lebih modern lagi, komunikasi dakwah melalui film,yang
secara tidak langsung mempertemukan antara mubalig dan penonton, sekaligus
mengambil ibrah dari apa yang mereka saksikan. Dari sekian metode
penyampaian dakwah tersebut, diharapkan mampu memberikan warna bagi
kemajuan Islam, khususnya di Indonesia, dan menjadikan para pemeluknya
semakin taat dalam beragama.

D. Dinamika Islam Di Malaysia

a. Masuknya Islam ke Semenanjung Malaya

Tidak adanya dokumen yang lengkap mengenai kedatangan Islam ke Malaysia


menyebabkan munculnya berbagai teori tentang kapan dan dari mana Islam
pertama kali menyebar di negara ini. Azmi misalnya, berpendapat bahwa Islam
datang pertama kali ke Malaysia sejak abad ke7 M. Pendapatnya ini berdasarkan
pada sebuah argumen bahwa pada pertengahan abad tersebut, pedagang Arab Islam
sudah sampai ke gugusan pulau-pulau Melayu, di mana Malaysia secara geografis
tidak dapat dipisahkan darinya.

Selain itu, Majul mengatakan bahwa Islam pertama tiba di Malaysia sekitar abad
ke-15 dan ke-16 M. Kedua pendapat ini, baik Fatimi maupun Majul, juga tidak
dapat diterima karena ada bukti yang lebih kuat yang menunjukkan bahwa Islam
telah tiba jauh sebelum itu yaitu pada abad ke-3 H (10 M). Pendapat terakhir ini
didasarkan pada penemuan batu nisan di Tanjung Inggris, Kedah pada tahun 1965.
Pada batu nisan itu tertulis nama Syeikh Abd al-Qadir ibn Husayn Syah yang
meninggal pada tahun 291 H (940 M). Menurut sejarawan, Syeik Abd al-Qadir
adalah seorang da’i keturunan Persia. Penemuan ini merupakan suatu bukti bahwa
Islam telah datang ke Malaysia pada sekitar abad ke-3 H (10M).
Sumber-sumber spekulasi lainnya adalah menyangkut cara dan situasi di mana
islamisasi di Semenanjung Melayu ini terjadi. Mengenai asal-usul penyebaran,
perdebatan akademis berpusat di Arabia dan India. Sebagaimana diketahui secara
umum, sebelum Islam datang ke Tanah Melayu, orang-orang Melayu adalah
penganut animisme, hinduisme dan budhisme. Namun demikian, sejak
kedatangannya, Islam secara berangsur-angsur mulai diyakini dan diterima sebagai
agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara.

b. Kerajaan / Kesultanan Islam Di Malaysia

Kesultanan di Semenanjung Malaysia antara lain dijelaskan dibawah ini

1) Kesultanan Kedah

Islam masuk ke Kedah dibawa oleh alim ulama dari Yaman bernama Syeikh
Abdullah bin Syeikh Ahmad bin Syeikh Qaumiri dengan sebelas orang
kawannya datang ke Kedah dan berjumpa dengan Maharaja Derbar Raja II di
istana Bukit Meriam. Nama rajanya dirubah menjadi Sultan Muzaffar Shah I,
dan nama Kedah menjadi Kedah Darul’l-Aman, sejak itulah orang besar Kedah
dan orang Melayu Kedah memeluk agama Islam.

Pemerintahan negeri Kedah diatur secara undang-undang pada masa Sultan


Muhammad Jiwa Zainal Azilin Muazzam Sha II (1710-1778). Pada masa ini
pula dikeluarkan mata wang Kedah baharu terbuat dari emas dan perak dan
menetapkan ukuran tanah di negeri Kedah. Pada masa ini timbul cerita
perempuan cantik di Pulau Langkawi bernama Mashuri.

2) Kesultanan Negeri Pahang


Berikut ini dikisahkan dalam berita China: Negeri Phang diberitakan
Prolomeyus, Semenanjung Emas, di peta itu kelihatan sungai Pahang. Nama
Pahang dari bahasa Kemboja bersamaan dengan “Bijih Timah” sebab semula
Pahang kaya dengan bijih timah tersebut, juga ada nama Pahang sebagai Pong-
Fong (istilah China), bahasa Arab Pan atau Pam, dalam buku Eropa disebut
Phaung atau Pahang, Orang asli Pahang dari negeri Pahang. Selanjutnya Pahang
sudah didiami manusia sejak masa batu dahulunya.
Sultan Mahmud ibni almarhum sultan Ahmad Shah I, Sultan Abubakar ibni
almarhum Sultan Abdullah, bahwa Islam di Pahang sangat berkembang
termasuk aliran tariqat dan tasauf
3) Kesultanan Terengganu
Batu bersuta menyebut Terangganu dijabat oleh raja mandalika,seterusnya
megat Panji alam dan Tun Telanai seterusnya disebut dibawah kerajaa Johor
dihantar dua laksamana yaitu Megat Sri Rama memerintah Terengganu,
seterusnya dihantar pula Bendhara Hasan, seterusnya Tun Zain Indra, Tun
Yuan, Tun Suleman, Tun ismail. Penggas Kesultanan terengganu sekarang ialah
Sultan Zainal Abidn atas perintah Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah Johor
diganti oleh Sultan Mansur pada tahun1733, usia 3 tahun hingga 1794,
pengganti Sultan Mansur yaitu: Sultan Zainal Abidin II (1794-1808), diganti
Sultan Muhammad pada 1839, Sultan Ahmad Shah II (1876-1881), diganti
Sultan Zainal Abidin III (1881-1918), Sultan Muhammad Shah II (1920-1942),
Sultan Ismail Nazaruddin Shah 1945- 1949, dan seterusnya sampai kini dan
Sultan Terengganu pernah sebagai Agung Malaysia ke 6 yaitu 21 -9-1965- 20-
9 1970).
4) Kemaharajaan/Kesultanan Melayu Johor – Riau - Lingga – Pahang
Kemaharajaan diatas dapat diikuti uraian dibawah ini: Malaka diduduki
Portugis sejak 1511 M - 1641 M, maka ibu negerinya dipindahkan ke Johor di
Saluyut atau Kota Tinggi, tetapi serangan Portugis dilanjutkan maka sultan
menyingkir ke Riau dan terbentuk Kemaharajaan Johor –Riau dengan silsilah
pemerintahan keturunan Malaka sampai tahun1699 M dengan meninggalnya
Sultan Mahmud Shah II (1699), seterusnya salasilah diteruskan oleh keturunan
Tun Habib yang ditundukaan oleh raja Kecil putra Sultan Mahmud mangkat
Dijulang (Sultan Mahmud Shah II,1685-1699 ). Pemerintahan diteruskan oleh
Sultan-Sultan lainnya.
5) Kesultanan Selangor
Kesultanan Selangor yang wujud pada hari ini diasaskan oleh Raja Lumu, putra
Yang Dipertuan Raja Muda Daeng Chelak atau Daeng Pali. Ditabalkan sebagai
Sultan Selangor dengan gelar sultan Salehuddin pada 1766 oleh Sultan Perak
yaitu Sultan Mahmud (Raja Kimas) seterusnya keturunan baginda memerintah
Selangor sampai kini.
Menurut UU Tubuh Kerajaan Selangor 1959 menyatakan Raj Muda hendaklah
Orang Melayu, berdarah raja keturunan sultan Selangor, laki-laki dan berugama
Islam, zuriat, diakui sah dan halal, dan darah daging raja muda tidak
mencampuri pentabiran negeri dan kerajaan, kecuali dititahkan oleh sultan.

c. Akulturasi Islam Dan Budaya Di Malaisya

Proses akulturasi dan sinkretisisme kebudayaan dimaksudkan untuk menunjukkan


bahwa kebudayaan melayu di dunia melayu khususnya di Sumatra dan Malaysia
perlu diangkat karena kawasan tersebut berhadapan dengan kedatangan para
pelayar, pedagang dari negeri asing seperti dari India, China, Arab, Persia dan sejak
abad 15 M dari Eropa. Percampuran (akulturasi) kebudayaan dari asing dengan
kebudayaan masyarakat setempat di Sumatra dan Malaysia dapat dikategorikan
kebudayaan Hindu-Buddha dan masa Islam melahirkan kebudayaan Islam. Setelah
Islam dianut masyarakatnya Islam dan Melayu sudah sebati, menyatu.

Pada pakaian para pemuka agama dengan kain tanpa dijahit pakaian untuk
perempuan berbentuk kain sari seperti India, pakai celana dan baju berjahit menurut
China. Pada laki-laki berbentuk gunting China kemejanya, seperti baju koko
Muslim sekarang.

Pada bahasa Melayu terjadi pemasukan kosa kata dari India; seperti roti Chanai dan
teh tarik; dari bahasa China: capcai, mie tiaw, pangsit; dari bahasa Arab:
musyawarah, marwah, falasafah, sajarahtun, nikah, ijab-qobul; akidah, akhlak, dan
sebagainya.
Pada sistem kesenian terbentuk kebudayaan Melayu bercorak Islam seperti tarian :
Zapin, musik Gambus, gendang. Dalam beribadah dikenal kosa kata sembahyang,
pada Hindu Sembah Hyang (dewa).

Pada sistem tradisi/religi seperti tepuk tapung tawar menggunakan air, daun-
daunan, bunga-bungaan, beras kunyit, bertih dan inai (asalnya India,Islam),
penggunaan kemeyan dibakar dalam bero’a.

d. Pendidikan Dan Organisasi Keislaman Di Malaisya

penerapan kurikulum pendidikan Islam di Malaysia tidak berbeda jauh dengan


pendidikan Islam di Indonesia, yaitu kurikulum pendidikan islam yang
mengandung dua kurikulum inti sebagai kerangka dasar operasional pengembangan
kurikulum.Pertama, tauhid sebagai unsur pokok yang tidak dapat dirubah.Kedua,
perintah membaca ayat-ayat.

Bukti adanya pondok yang pertama di tanah Melayu berada di Trengganu, yang
telah lama dikenal sebagai pusat studi Islam tradisional. Sistem pondok didirikan
pada tahun 1820 oleh Haji Abdul Samad bin Faqih Haji Abdullah atau lebih dikenal
dengan Tok Pulai Condong. Setelah itu muncullah tokoh-tokoh ulama yang giat
mengembangkan ilmu, baik melalui pendidikan di pondok-pondok maupun melalui
karya-karya yang dihasilkan. Kini sekolah pondok, madrasah, dan sekolah agama
Islam lain masih ada di Malaysia, terutama di kawasan Bandar dan kebanyakan dari
alumninya, melanjutkan studi ke negara lain seperti Pakistan dan Mesir.

Di Malaysia, Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) merupakan NGO Islam yang
sangat terkenal terutama keterlibatannya dalam membangun dan mencerdaskan
masyarakat Islam melalui jalur pendidikan dan dakwah.

Selain dalam bidang dakwah dan dunia pendidikan, ABIM juga dikenal sebagai
NGO Islam yang berpengaruh dalam percaturan politik negara.Pada era 1970-an,
ABIM tercatat sebagai NGO yang kritis terhadap pemerintah yang berkaitan
dengan isu-isu yang menyentuh kepentingan umum seperti praktik korupsi yang
berleluasa, gejala nepotisme dan merebaknya masalah sosial yang berlaku di
kalangan masyarakat.

e. Dinamika Islam Di Malaisya Kontemporer

Di Malaysia, penduduknya terdiri dari beragam etnis dan agama. Sensus nasional
tahun 2000 mencatat etnis Melayu berjumlah 65,1% dari seluruh jumlah penduduk.
Sisanya terdiri dari 26% Cina; kira-kira 6.9 persen India; dan 2 persen lain-lain.
Bicara soal agama, Islam merupakan agama mayoritas di negeri jiran tersebut.
Survey yang dilakukan oleh Pew Research Center’s Forum on Religion & Public
Life menyebutkan bahwa Muslim Malaysia berjumlah 16.581.000 jiwa, atau 60.4%
dari total penduduknya. 177 Sementara sisanya 19,2% memeluk Buddha, 9 %
beragama Kristen, 6,3% Hindu, dan sekitar 2,6% saja yang memeluk agama
Tionghoa tradisional. Sisanya memeluk agama yang lainnya, termasuk juga
didalamnya aliran kepercayaan (animisme), agama rakyat, Sikh, dan keyakinan
yang lainnya.

Kuatnya nuansa dan etos Islam di Malaysia dapat ditunjukkan dengan melihat
kenyataan bahwa dibandingkan dengan sejumlah negara yang punya jumlah
penduduk Muslim dan non-Muslim yang hampir seimbang, hanya Malaysia yang
memberikan banyak tekanan pada simbol-simbol, lembaga dan pengamalan Islam.
179 Kenyataan ini dapat dilihat terutama sejak kebangkitan Islam di Malaysia yang
berlangsung sejak tahun 1970-an dan mencapai puncaknya di tahun 1980-an.

Dalam perkembangan terakhir, dukungan pemerintah terhadap Islam dapat dilihat


dari pembangunan secara besar-besaran pusat Islam di Putrajaya, serta intensifikasi
program-program dan kegiatan keislaman melalui lembaga itu. Abdullah Ahmad
Badawi yang menjabat sebagai Perdana Menteri sejak tahun 2004 menggantikan
Mahatir Muhammad juga tak ketinggalan dalam menyuarakan pesan-pesan Islam.
Hal ini dapat ditunjukkan dari konsep pembangunan masyarakat agamis yang
digagasnya, yang dikenal dengan istilah “Islam Hadhary”.

Mengapa nuansa Islam kelihatan lebih kuat di Malaysia dibanding dengan


Indonesia yang penduduknya 88% beragama Islam? Hal ini disebabkan oleh faktor
sejarah perkembangan Islam yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
perkembangan politik Melayu sejak masa kesultanan Malaka. Kendati demikian,
kuatnya etos Islam di Malaysia hanya bisa dipahami secara berarti dan realistis jika
dihubungkan dengan banyak faktor lain yang telah memperkuat pengaruh Islam
dalam berbagai fase sejarah Malaysia. Berikut ini akan diuraikan secara garis besar
tentang faktor-faktor dalam fase-fase sejarah Malaysia mulai dari kedatangan Islam
hingga perkembangan Islam masa kontemporer yang turut menyumbang bagi
kuatnya kesadaran Islam di Malaysia.

E. Dinamika Islam Di Brunei Darusalam

a. Masuknya Islam Di Brunei

Ditemukan beragam versi dan pendapat tentang sejarah awal masuknya Islam di
Brunei. Azyumardi Azra menulis bahwa sejak tahun 977 Kerajaan Borneo (Brunei)
telah mengutus P'u Ali ke Istana Cina. P'u Ali yang dimaksud adalah pedagang
Muslim yang nama sebenarnya adalah Abu 'Ali. Pada tahun yang sama, diutus lagi
tiga duta ke Istana Sung, salah seorang di antaranya bernama Abu 'Abdullah.9 Dari
segi namanya saja, sudah jelas bahwa kedua orang yang diutus tadi adalah orang
Islam. Namun tidak ditemukan data lebih lanjut tentang asal usul utusan tersebut,
apakah dia orang pribumi Melayu asli sekaligus pendakwah Islam, atau pedagang
Muslim dari luar (Hadramaut atau Yaman) dan tinggal di Brunei kemudian diutus
ke China untuk misi perdagangan. Sebab, sebagaimana yang telah disinggung,
Kerajaan Brunei pada awalnya adalah pusat perdagangan orang-orang China.

Versi lain menerangkan bahwa sekitar abad ke-7 pedagang Arab dan sekaligus
sebagai pendakwah penyebar Islam telah datang ke Brunei. Kedatangan Islam di
Brunei, melegatimasikan bagi rakyat Brunei untuk menikmati Islam yang tersusun
dari adat dan terhindar dari akidah tauhid.10 Maksudnya, adat dan atau tradisi yang
telah menjadi anutan masyarakat tetap dijalankan selama dapat memperkaya
khazanah keislaman. Karena itu, sampai sekarang secara jelas terlihat pengamalan
ajaran Islam di sana beralkulturasi dengan adat, misalnya dalam acara pesta
dilaksanakan berdasarkan syariat Islam, tanpa mengabaikan tradisi setempat.

b. Akulturasi Islam Dan Kebudayaan Di Brunei

Budaya Brunei secara umum sama dengan budaya Melayu, dengan adanya
pengaruh kuat dari Islam, namun umumnya terlihat lebih konservatif dibandingkan
Malaysia dan Indonesia, Budaya seni yang paling menonjol di Brunei yaitu seni
bangun masjid, seni istana sultan, kaligrafi, ragam hias yang memiliki corak Arabik,
tarian dan music tradisional khas melayu. Seni kerajinan atau seni kriyanya berupa
cinderamata, kain songket, sulam bordir, dll Brunei Darussalam memiliki
kebudayaan yang hampir sama seperti negara Melayu lainnya, namun mereka
memiliki kebudayaan Melayu yang kuat dan kental dipegang oleh masyarakatnya,
sehingga kebudayaan yang ada disana cenderung bersifat monokultur.

c. Pendidikan Dan Organisasi Keislaman Di Brunei

Pendidikan formal di Brunei sebenarnya masih relatif baru, dimulai tahun 1912
diawali dengan membuka Sekolah Melayu di Bandar Seri Begawan. Usaha itu
diikuti dengan pembukaan beberapa sekolah tahun 1918 di beberapa wilayah, yakni
di Brunei-Muara, Kuala Belait dan Tutong khusus untuk murid laki-laki berusia 7-
14 tahun dengan kurikulum pelajaran mencakup membaca dan menulis dalam
bahasa Arab dan Latin di samping huruf tulisan jawi (arab pegon/arab melayu).

Komunitas keturunan bangsa asing mendapat peluang mendirikan sekolah di


Brunei seperti sekolah Arab, Cina, Inggris, dan lain-lain. Sebelumnya tahun 1916,
masyarakat Tionghoa telah mendirikan sekolah sendiri di Bandar Seri Bengawan.
Baru pada tahun 1931 sekolah dasar swasta pertama berbahasa Inggris berdiri di
Seria. Sampai dengan tahun 1941, jumlah sekolah di Brunei baru mencapai 32 buah
yang terdiri dari 24 sekolah Melayu, 3 sekolah swasta Inggris, 5 sekolah Cina
dengan jumlah murid 1.714 orang dan 312 orang murid wanita. Namun reformasi
pendidikan terus berlanjut di Brunei sejak abd ke-20. Karena filosofi Brunei
“Melayu Islam Beraja”, maka dalam pengembangan pendidikan, terus ditingkatkan
integrasi peran serta para ulama bersama pemerintah.

Program pendidikan diarahkan untuk menciptakan manusia yang berakhlak dan


beragama dan menguasai teknologi. menetapkan tiga bidang utama sebagai
identitas pendidikan Brunei, yakni: (1) Sistem dwibahasa di semua sekolah, (2)
Konsep Melayu Islam Beraja (MIB) dalam kurikulum sekolah, (3) Peningkatan
serta perkembangan sumber daya manusia termasuk pendidikan vokasional
(kejuruan) dan teknik.

d. Dinamika Islam Di Brunei

Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang makmur di bagian utara Pulau
Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan negara Malaysia.Islam merupakan
agama mayoritas di Brunei saat ini hampir 100% penduduk asli Brunei memeluk
islam 95% penduduk non-muslim Brunei merupakan pendatang dari
Filipina,india,cina, Dan lain-lain Jika ditotalkan 98% penduduk asli Brunei
memeluk agama islam dan 40% penduduk pendatang merupakan islam,Jika
digabungkan seluruhnya 78% penduduk Brunei memeluk Islam.

Agama Islam di Brunei Darussalam diperkirakan mulai diperkenalkan sekitar tahun


977 melalui jalur Timur Asia Tenggara oleh para pedagang dari negeri Tiongkok.
Sekitar 500 tahun kemudian, agama Islam barulah menjadi agama resmi negara di
Brunei Darussalam semenjak pemerintahannya dipimpin oleh Raja Awang Alak
Betatar. Raja Awang Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi
Muhammad Shah sekitar tahun 1406 M.

Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali
diangkat menjadi Sultan ke-3 Brunei pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali adalah
seorang Ahlul Bait dari keturunan cucu Rasulullah SAW, Hasan, sebagaimana yang
tercantum dalam Batu Tarsilah atau prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di
Bandar Seri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam.
Selanjutnya, agama Islam di Brunei Darussalam terus berkembang pesat. Sejak
Malaka yang dikenal sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke
tangan Portugis tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunei.
Masuknya para ahli agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar
ke masyarakat.

Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan
Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, seluruh Pulau
Kalimantan, Kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau
Balambangan, Matanani, dan utara Pulau Palawan sampai ke Manila.

Pada masa Sultan Hassan (sultan ke-9), masyarakat Muslim Brunei memiliki
institusi-institusi pemerintahan agama. Agama pada saat itu dianggap memiliki
peran penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahteraan. Pada saat
pemerintahan Sultan Hassan ini, undang-undang Islam, yaitu Hukum Qanun yang
terdiri atas 46 pasal dan 6 bagian, diperkuat sebagai undang-undang dasar negara.

Anda mungkin juga menyukai