Anda di halaman 1dari 18

BERDIRINYA KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA:

SAMUDRA PASAI, MALAKA DAN ACEH DARUSSALAM


Kelompok III :

Aditya Fajar Yudhanto (2131050001)

Dinda Puspita (2131050011)

Gizha Novia Nursiam (2131050057)

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung

Jurusan

Sosiologi Agama

Dosen Pengampu : Agus Mahfudin Setiawan, M.Hum

PENDAHULUAN

Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke


nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah
air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa
kejayaannya.

Kerajaan Islam di Indonesia yang berkembang saat itu turut menjadi bagian
terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang
menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah
karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah,
India, dan negara lainnya.

Semakin berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar


abad ke 13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara
saat itu. Banyak pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti
dari Arab, Persia, India hingga Tiongkok masuk ke nusantara. Para pedagang-
pedagang Islam
ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Semakin tersebarnya agama
Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun turut membawa banyak perubahan
dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara saat itu.

Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di


nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan
budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut
berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air.

PEMBAHASAN

Sejarah Berdirinya Kerajaan Islam Di Nusantara

Masuknya agama Islam memang ada kaitannya dengan kegiatan


perdagangan dan juga pelayaran pada masa lampau. Pada waktu itu banyak sekali
para pedagang yang berasal dari India dan China yang mengadakan hubungan
dagang dengan pedagang-pedagang yang ada di Indonesia. Seiring dengan
berjalannya waktu kegiatan pelayaran dan perdagangan semakin berkembang dan
meluas.

Kemudian pada sekitar abad ke 7 dan 8 Masehi, para pedagang Islam dari
Timur Tengah mulai banyak yang datang berlayar ke Selat Malaka hingga sampai ke
perairan Nusantara. Ketika itu di Indonesia telah berdiri sebuah kerajaan yang sangat
besar, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Pada waktu itu Kerajaan Sriwijaya terkenal dengan
tempat singgah dan bongkar barang-barang dagangan yang dibawa oleh para
pedagang dari luar ke wilayah Nusantara. Maka dari itu kemungkinan para pedagang
dari Timur Tengah, mereka pernah bersinggah di Sriwijaya. Oleh sebab itu Kerajaan
Sriwijaya dikenal dengan istilah Zabag atau Zabay oleh pada pedagang Islam.

Dengan semakin eratnya hubungan antara pedagang Islam dengan pedagang


dari Indonesia tersebut juga menjadi berpengaruh masuknya agama Islam di
kawasan Nusantara. Pada umumnya para pedagang Islam selain untuk berdagang,
mereka juga memperkenalkan atau menyebarkan agama Islam kepada masyarakat
setempat. Melalui hubungan dagang tersebut, para penduduk di Indonesia menjadi
lebih mengenal dengan agama Islam dan banyak dari mereka yang memutuskan
untuk masuk Islam.
Kemudian pada sekitar abad ke 11 agama Islam mulai tersebar di tanah Jawa.
Berita tersebut diperoleh berdasarkan bukti dengan ditemukannya sebuah batu nisan
(makam) yang bertulisan arab. Batu nisan yang berangka tahun 1082 tersebut
ditemukan di sebuah Lereng dekat Gresik. Tulisan yang terdapat di batu nisan
tersebut memuat keterangan tentang wafatnya seorang wanita yang bernama
1
Fatimah binti Maimun.

Kerajaan Samudra Pasai

A. Letak Geografis

Kerajaan Samudra Pasai atau dikenal dengan kesultanan Pasai adalah kerajaan
islam pertama di Indonesia. Letak Kerajaan Samudra Pasai di pantai timur pulau
Sumatera bagian utara berdekatan dengan jalur pelayaran perdagangan
internasional waktu itu, yaitu Selat Malaka. Pusat pemerintahannya di kota pasai.
Dengan posisi yang strategis tersebut Kerajaan Samudra Pasai berkembang dengan
2
cukup pesat baik dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya.

B. Awal Masuk Isalm di Kerajaan Samudra Pasai

Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Sekitar


abad ke-7 dan 8, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang muslim
dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia Timur. Di Sumatera,
daerah yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah pesisir Samudra.

Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu Bathutah sempat mengunjungi


Pasai tahun 1346 M. ia juga menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya
kapal Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumber-sumber Cina ada menyebutkan
bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi
lain juga menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke Quilon, India
Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup
luas dengan kerajaan luar.

1
https://balubu.com/kerajaan-islam-di-indonesia/
2
Prof. Dr. Hamka (2016). Sejarah Umat Islam. Jakarta : Gema Insani.
Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di
kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India,
Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar perdagangan
yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham.
Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat
perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.

C. Kehidupan Politik

Pimpinan tertinggi kerajaan berada di tangan sultan yang biasanya


memerintah secara turun temurun. disamping terdapat seorang sultan sebagai
pimpinan kerajaan, terdapat pula beberapa jabatan lain, seperti Menteri Besar
(Perdana Menteri atau Orang Kaya Besar), seorang Bendahara, seorang Komandan
Militer atau Panglima Angkatan laut yang lebih dikenal dengan gelar Laksamana,
seorang Sekretaris Kerajaan, seorang Kepala Mahkamah Agama yang dinamakan
Qadi, dan beberapa orang Syahbandar yang mengepalai dan mengawasi pedagang-
pedagang asing di kota-kota pelabuhan yang berada di bawah pengaruh kerajaan itu.
Biasanya para Syahbandar ini juga menjabat sebagai penghubung antara sultan dan
pedagang-pedagang asing.

Raja raja yang memimpin Kerajaan Samudra Pasai :

1. Nazaruddin Al-kamil

Adalah seorang Laksamana dari dinasti Fatimah di Mesir yang pada tahun
1238 ditugaskan merebut Pelabuhan kembayat, Gujarat, India. Selain itu ia juga
membangun sebuah kerajaan di Agung utara pulau Sumatera yang dinamakan
Kerajaan Samudra Pasai tujuannya tentu adalah untuk menguasai perdagangan lada
di jalur Selat Malaka. (Prof. Dr. Hamka (2016) "Sejarah Umat Islam" Jakarta : Gema
Insani)

2. Sultan Malik Al-Saleh (1285-1297)

Setelah dinasti mamluk yang beraliran Islam Syafi'i menaklukkan dinasti


fatimah di Mesir, Ia juga ingin merebut Kerajaan Samudra Pasai. Maka dikirimlah
Syekh Ismail yang nantinya akan bersekutu dengan mara silu (Putra
seorang
bangsawan Persia, mara gajah). Kerajaan ini berhasil direbut oleh mara silu dan
menerima gelar Sultan Malik Al Saleh. (Prof. Dr. Hamka (2016) "Sejarah Umat Islam"
Jakarta : Gema Insani) Pada masanya, ia memperkuat Samudra Pasai sebagai pusat
perdagangan di Selat Malaka. Ia meninggal pada tahun 1297 dan dilanjutkan
kepemimpinannya oleh Sultan Malik At-Tahir.

3. Sultan Malik Az-zahir / Sultan Muhammad (1297-1326) (Kartodirdjo, 1975)

Putra Sultan Malik As-saleh pada masa pemerintahannya, terjadi perpecahan


antara kedua putranya yaitu Sultan Mahmud dan Sultan Mansyur. Sultan Mansyur
memilih untuk memisahkan diri ke arah dan kembali menganut Islam Syiah.

Putra Al Malikush Shaleh diberi gelar Al Malikush Zhahir, sedangkan putranya


yang lain diberi gelar Al Malikul Mansur. Azh Zahir adalah gelar yang dipakai oleh
Sultan Mamalik yang kedua di Mesir, yaitu al Malikuzh Zhair Baibars (1260 - 1277). Al
Mansur adalah gelar dari Sultan Mamalik yang ketiga, yang menggantikan Baibars,
yaitu al Malikul Mansur Qalawun (1279 - 1290). Sultan Al Malikuz Zhahir diangkat
sebagai sultan kedua Samudra Pasai. Nama kecil sultan itu adalah Sultan
Muhammad.

4. Zainal Abidin (1383-1405)

Setelah Sultan al-Malikuzh Zhahir meninggal, naiklah putranya Zainal Abidin.


Ia naik takhta ketika usianya masih kecil, sehingga untuk sementara, pemerintahan
dijalankan oleh pembesar-pembesar kerajaan.

Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran pada masa pemerintahannya


Karena kerajaan Islam lainnya telah muncul yaitu kerajaan Malaka di bawah
pimpinan Iskandar Syah. Zainal Abidin meninggal dalam satu peperangan melawan
negeri Nakur di Aceh. Permaisuri Pasai menjanjikan bahwa ia sudi menjadi istri bagi
siapa saja yang sudi berjuang menuntut bela kematian suaminya dalam perang itu.
Tampillah ke depan, seorang nelayan, untuk mengepalai tentara yang ingin
mengalahkan negeri Nakur kembali. Menurut riwayat Tiongkok, nelayan itu menang
perang, sehingga langsung diangkat menjadi raja, menggantikan raja yang
meninggal, pada tahun 1412. (Prof. Dr. Hamka (2016) "Sejarah Umat Islam" Jakarta :
Gema Insani).
D. Kehidupan Ekonomi

Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai


kerajaan Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai
menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka.

Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-


pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat
pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan
keterangan Ibnu Batulah.

Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan
emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar
yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham).

E. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudra Pasai diatur menurut aturan-


aturan Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan dengan kehidupan
sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan inilah
sehingga daerah Aceh mendapat julukan daerah Serambi Mekkah. Kerajaan
Samudra Pasai berkembang sebagai penghasil karya tulis yang baik. Berbagai orang
berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam untuk menulis
karya mereka dalam bahasa Melayu, yang kemudian disebut dengan bahasa
Jawi dan hurufnya disebut Arab Jawi. Diantara karya tulis tersebut adalah hikayat
Raja Pasai (HRP) bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. Hal
ini menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi
Nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh Syaikh
Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.

Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya
Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh
Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas
menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam
posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.
Kerajaan Malaka

A. Letak Geografis

Kesultanan Melaka atau Kesultanan Malaka adalah sebuah Kerajaan Melayu


yang pernah berdiri di Melaka, Malaysia. Kerajaan ini diperkirakan berada di Pulau
Sumatera dan Semenanjung Malaka yang dirikan oleh Parameswara, kemudian
mencapai puncak kejayaan pada abad ke 15 dengan menguasai jalur pelayaran Selat
Melaka, sebelum ditaklukan oleh melaka tahun 1511. Kejatuhan Malaka ini menjadi
pintu masuknya kolonialisasi Eropa di kawasan Nusantara.

B. Sejarah Masuknya Islam di Kerajaan Malaka

Pada awalnya Islam belum menjadi agama bagi masyarakat Malaka, tetapi
perkembangan berikutnya Islam telah menjadi bagian dari kerajaan ini yang
ditunjukkan oleh gelar sultan yang disandang oleh penguasa Malaka berikutnya.

Hubungan perdagangan antara Samudera Pasai dengan Malaka setelah


berganti penguasa semakin ramai yang menyebabkan membawa pengaruh Islam di
Malaka. Muncullah kemudian masyarakat Islam di Malaka. Pada abad ke-14 M,
Malaka menjadi Bandar paling penting di Asia Tenggara Karena pada saat itu
Kerajaan Malaka merupakan pusat perdagangan dan penyebaran Islam. Dalam
perkembangannya masyarakat muslim Malaka semakin banyak sehingga kemudian
muncul sebagai kerajaan besar.

C. Kehidupan Politik

Walaupun Kesultanan Malaka sangat kuat dipengaruhi oleh agama Islam


namun dalam menjalankan pemerintahan, kerajaan ini tidak menerapkan
pemerintahan Islam sepenuhnya. Undang-undang yang berlaku di Malaka seperti
Hukum Kanun Malaka hanya 40,9% mengikut aturan Islam. Begitu juga Undang-
3
undang Laut Malaka hanya 1 pasal dari 25 pasal yang mengikut aturan Islam.

3
Halimi, A.J., (2008), Sejarah dan tamadun bangsa Melayu, Utusan Publications, ISBN 978-967-61-
Kesultanan Malaka dalam urusan kenegaraan telah memiliki susunan tata
pemerintahan yang rapi. Sultan Malaka memiliki kekuasaan yang absolut, seluruh
peraturan dan undang-undang merujuk kepada Raja Malaka. Sementara dalam
administrasi pemerintahan Sultan Malaka dibantu oleh beberapa pembesar,
antaranya Bendahara, Tumenggung, Penghulu Bendahari dan Syahbandar. Kemudian
terdapat lagi beberapa menteri yang bertanggungjawab atas beberapa urusan
4
negara. Selain itu terdapat jabatan Laksamana yang pada awalnya diberikan kepada
5
kelompok masyarakat Orang Laut.

Raja-raja yang memimpin Kerajaan Malaka

1. Iskandar Syah (1396-1414)

Pada abad ke-15 M di Majapahit terjadi Perang Paregreg yang mengakibatkan


Parameswara melarikan diri bersama pengikutnya dari daerah Blambangan ke
Tumasik, Singapura. kemudian melanjutkan perjalanannya sampai ke semenanjung
Malaya dan Melarikan ke kepulauan Malaka. Untuk meningkatkan aktivitas
perdagangan di Malaka, maka Parameswara menganut agama Islam dan merubah
namanya menjadi Iskandar Syah. kemudian menjadikan kepulauan Malaka menjadi
kerajaan Islam. Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta
bantuan kepada kaisar China dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).

2. Muhammad Iskandar Syah (1414-1424)

Muhammad Iskandar Syah Merupakan putra dari Iskandar Syah. Pada masa
pemerintahannya wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka diperluas lagi hingga
mencapai seluruh Semenanjung Malaya. Untuk menjadikan kerajaan Malaka sebagai
penguasa tunggal jalur pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka, maka harus
berhadapan dengan Kerajaan Samudra Pasai yang kekuatannya lebih besar dan
tidak mungkin untuk bisa dikalahkan. Maka dipilih melalui jalur politik perkawinan
dengan cara menikahi putri Kerajaan Samudra Pasai, sehingga cita-citanya dapat
tercapai.

2155-4.
4
Nijhoff, M., (1976), Undang-undang Melaka.
5
Andaya, Leonard Y. (2008). Leaves of the same tree: trade and ethnicity in the Straits of Melaka.
University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-3189-6.
3. Sultan Alauddin Syah (1477-1488 M)

Sultan Alauddin Syah merupakan putra dari Muhammad Iskandar Syah. Pada
masa pemerintahannya Kerajaan Malaka mulai mengalami kemunduran. Satu
persatu wilayah Kerajaan Malaka mulai melepaskan diri. Hal ini disebabkan oleh
karena Sultan Alaudin Syah bukan merupakan raja yang cakap.

4. Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)

Sultan Mahmud Syah merupakan putra dari Sultan Alauddin Syah. Pada masa
pemerintahannya Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah. Wilayah
kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya. Hal ini menambah
suram kondisi Kerajaan Malaka. Pada tahun 1511 M terjadi serangan dari bangsa
Portugis dibawah pimpinan Alfonso de Albuquerque dan berhasil merebut Kerajaan
Malaka. Akhirnya Malaka pun jatuh ke tangan Portugis.

D. Kehidupan Ekonomi

Malaka memungut pajak penjualan Bea Cukai barang-barang yang masuk dan
keluar yang banyak memasukkan uang ke kas negara. Sementara itu raja maupun
pejabat-pejabat penting memperoleh upeti atau persembahan dari pedagang yang
dapat menjadikan mereka sangat kaya. Suatu hal yang penting dari kerajaan Malaka
adalah adanya undang-undang laut yang berisi peraturan pelayan peran dan
perdagangan di wilayah kerajaan. Untuk mempermudah terjadinya komunikasi antar
pedagang , maka bahasa Melayu (kwu-lun) dijadikan sebagai bahasa perantara.

E. Kehidupan Sosial

Pada kehidupan budaya perkembangan seni sastra Melayu mengalami


perkembangan yang pesat. Seperti Munculnya karya karya sastra yang
menggambarkan tokoh tokoh kepahlawanan dari kerajaan Malaka, seperti Hikayat
Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat. Sedangkan kehidupan
sosial Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh faktor letak keadaan alam dan lingkungan
wilayahnya. sebagai masyarakat yang hidup dari dunia maritim, hubungan sosial
masyarakat sangatlah kurang dan bahkan Mereka cenderung mengarah ke sifat sifat
individualisme. Kelompok masyarakat pun bermunculan seperti adanya golongan
buruh dan majikan.

Kerajaan Aceh Darussalam

A. Latar Belakang Berdirinya

Salah satu dari sederetan nama kerajaan Islam terbesar di Indonesia ialah
kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan ini berdiri pada tanggal 12 Zulqaidah tahun
6
916 H /1511 M . bersamaan dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.

Sebenarnya tatkala orang-orang Portugis mulai menginjakkan kaki di


Malaka awal abad ke-16, Aceh masih merupakan kerajaan taklukan kerajaan
Pedie, yang terletak di Sumatera Utara , akan tetapi berkat jasa Sultan Ali Mughivat
Syah Aceh akhirnya mampu meiepaskan diri dari pengaruh Pedie dan menjadi
7
kerajaan yang berdaulat penuh, dan bahkan pada babak berikutnya Acehlah
yang kemudian menjadi sentral kekuasaan di wilayah Sumatera Utara tersebut:
Pasai, Daya termasuk pula Pedie yang dulunya menjadi kerajaan atasan Aceh.

Karena keberhasilannya, meiepaskan Aceh dari pengaruh Pedie. maka Sultan Ali
Mughiyah Syah yangjugaterkenal dengan sebutan Sultan Ibrahim menjadi penguasa
pertama (1514-1528 M.) sekaligus sebagai pendiri kerajaan Aceh Darussalam.

Di bawah kepemimpinannya, Aceh terus melaju ke arah sukses yang semakin


gemilang; baik dibidang konsolidasi politik, ekonomi atau ekspansi (perluasan
vvilayah). Dalam menjalankan ekspansinya, disamping bermotifkan politis, ekonomi
juga tidak bisa dipungkiri adanya motif agama. Hal ini dapat dilihat ketika kerajaan
yang baru keluar dari embrionya itu mengadakan penyerbuan ke Pedie vang telah
8
bekerja sama dengan Portugis (non-Muslim).

Sepeninggal Sultan Ali Mughiyat Syah, jalannya pemerintahan dilanjutkan oleh


Sultan Alauddin Ri'ayat Syah. Pada masanya ekspansi terus dilaksanakan
sebagaimana pendahulunya. Untuk meluaskan wilayahnya ke Barus ia mengutus

6
M. Yahva. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia, Yogyakarta, 1986, hal. 6. Menunit Sartono
kartodirdjo berdirinya'Aceh tahun 1514.
7
Saitono Kartodirdjo. Mauarti Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Sasional
Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, t.k.. 1975. hal. 316.
8
Ibid., hal. 317.
suami saudara perempuannya yang kemudian oleh Sultan diangkat sebagai Sultan
Barus.

Setelah Sultan Alauddin Ri'ayat meninggal dunia, ia diganti oleh salah seorang
putranya yang bernama Husein. Padahal sebelumnya dua orang putranya yang lain
masing-masing telah diangkat sebagai Sultan Aru dan Sultan Pariaman dengan
sebutan Sultan Ghari dan Sultan Mughal sehingga tampilnya Sultan Husein
menggantikan ayahnya itu menimbulkan rasa cemburu dan tidak suka saudara-
saudaranya yang berkedudukan di Aru ataupun di Pariaman. Sikap yang sama juga
9
ditunjukkan oleh Sultan yang berkedudukan di Barus.

Sebagai akibatnya maka terjadilah perlawanan dan ketiga Sultan tersebut


terhadap Sultan Husein. Dalam pertempuran itu Sultan Husein gugur, demikian pula
Sultan Aru. Sehingga yang tinggal hanyalah Sultan Panaman.

Semenjak kematian Sultan Alauddin kemudian diganti oleh sultan-sultan


berikutnya, Aceh mengalami kemunduran; banvak daerah yang tadinya berada
dibawah pengaruhnya meiepaskan diri akibat kurang intensifnya sistem
pengawasan yang dilakukan oleh sultan-sultan pengganti Alauddin dan pengaruh
penetrasi Portugis. Baru setelah Sultan Iskandar Muda tampil sebagai penguasa
Aceh keadaan bisa pulih seperti sedia kala, bahkan lebih memperluas lagi daerah
10
taklukannya.

B. Letak Geografis

Kerajaan Islam berikutnya di Sumatera ialah kerajaan Aceh. Kerajaan yang


didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Ali mughayat Syah (1514-1528) menjadi
penting karena mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya kerajaan
Malaka. Para pedagang kemudian lebih sering datang ke Aceh. Pusat pemerintahan
Kerajaan Aceh ada di Kota Raja (Banda Aceh sekarang). Corak pemerintahannya di
Aceh terdiri dari dua sistem ; pemerintahan sipil di bawah kaum bangsawan disebut
golongan Teuku dan pemerintahan atas dasar agama di bawah kaum ulama disebut
golongan Tengku atau teungku.

9
Ibid., hal. 318.
10
Ibid., hal. 345.
C. Masa Kejayaannya

Setelah sekian lama Aceh Darussalam tampil di pentas kesejarahan


Nasional dan setelah matang dengan berbagai ujian sejarah (secara
alamiah) maka sampailah ia pada suatu masa yang membuat orang merasa silau
memandangnya atau menaruh hormat oleh karenanya. Itulah masa keemasan;
masa kejayaan yang merupakan buah perjuangan dari titian roda sejarah.

Adalah Sultan Iskandar Muda yang telah menghantarkan Aceh Darussalam


kebabak kegemilangannya sekaligus mengembalikan daerahdaerah yang telah
meiepaskan diri dari pengaruh Aceh akibat pertikaian antar pewaris tahta
sepeninggal Sultan Alauddin Ri'ayat Syah di akhir abad ke-16 Masehi serta adanya
serangan Portugis yang berkedudukan di Malaka.

Tampilnya Sultan Iskandar Muda (1607 - 1638 M.) menandai aktifhya kembali
Aceh, terutama dalam usaha membendung penetrasi dan campur tangan pedagang
asing. Dalam upaya ia menempuh jalan mempersulit dan memperketat perijinan
bagi pedagang asing yang hendak mengadakan kontak dengan Aceh. Ia hanya
memberi kesempatan salah satu nama yang lebih menguntungkan raja antara
Inggris dan Belanda. Pernah ia memperkenankan kemudian Belanda
untuk berdagang di Tiku, Pariaman dan Barus tetapi hanya berjalan masing-masing
dua tahunan.

Sultan Iskandar Muda, yang memerintah hampir 30 tahun lamanya, disamping


telah berhasil menekan arus perdagangan yang dijalankan oleh orang Eropa juga
telah mampu membenahi dan mengadakan konsulidasi di berbagai sektor; baik
ekonomi, politik, sosial budaya dan kegidupan beragama.

Di bidang politik misalnya, ia telah behasil mempersatukan seluruh lapisan


masyarakat, yang disebut dengan kaum; seperti kaum Lhoe Reotoih (kaum
Tigaratus), kaum Tok Batee (orang-orang Asia), kaum orang Mante, Batak Karo,
Arab, Persia dan Turki, kaum Ja sandang (orang-orang mindi) dan kaum Imam
peucut (Imam Empat). Begitu pula pada masanya telah tersusun sebuah Undang-
undang tentang tata pemerintahan yang diberi nama Adat Makuta Alam; hukum
11
adat ini didasarkan pada hukum Syara".

Dibukanya Bandar Aceh menjadi Pelabuhan Internasional merupakan langkahnya


yang progresif dalam upaya memakmurkan perekonomian negeri, sebab dengan
open sistem tersebut segala hasil kekayaan Aceh, terutama lada, bisa secara
mudah memperoleh pasaran walaupun pada akhirnya menjadi bumerang bagi Aceh
itu sendiri.

Di sisi lain kemajuan telah diperoleh oleh Aceh dalam bidang ilmu pengetahuan
dan keagamaan. B. Schiere dalam bukunya "Indonesian Sociological Studies"
mengatakan : 'Aceh adalah pusat perdagangan Muslim India dan ahh fikirnya (kaum
cendediawan dan ulama-ulama) berkumpul sehingga Aceh menjadi pusat kegiatan
12
studi Islam.

Lembaga-lembaga kajian ilmiah tersebut terdiri atas :

1. Balai Sertia Ulama' (jawatan pendidikan)

2. Balai Jama'ah Himpunan Ulama' yang merupakan studi club vang


beranggotakan para ahli agama.

3. Balai Sertia Hukama' (Lembaga Pengembangan Ilmu Pengetahuan).

Adapun lembaga pendidikan yang terdapat di sana, meliputi :

1. Meunasah (Ibtidaiyah)

2. Kangkang (Tsanawiyah), untuk tingkat ini belajarnya di masjid dan yang


dipelajari adalah kitab-kitab Ilmu Hisab, Al-Qur'an, Ilmu Falaq, Fiqih dan
Hadits.

3. Daya (Aliyah), tingkat ini berpusat di masjid-masjid besar.

4. Daya Teuku Cik (Perguruan Tmggi), di sini diajarkan Tafsir, Tasauf dan lain
13
sebagainya.

Ilmu Tasauf (mistisisme) adalah salah satu kajian keagamaan yang mendapat
perhatian oleh Pihak Sultan sehingga pada masanya tercatat banvak ahli sufi,
diantaranva: Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani dan Nuruddin ar-Raniri.
11
Ibid., hal.250.
12
Ibid., hal. 258.
13
Harun, Op.cit., hal. 7-8
Untuk yang terakhir ini kurang mendapat simpati dari Sultan Iskandar Muda.

Dapat dibayangkan betapa gemilang Aceh Darussalam di masa keemasan yang


dibimbing dan diarahkan oleh Sultan Iskandar Muda. Ini merupakan suatu indikasi
betapa suatu usaha itu bila diupayakan dengan segenap perhatian dan keseriusan
akan membuahkan hasil vang cukup mem ilaukan. Maka wajar jika Aceh saat itu
menjadi batu sandungan bagi imperium Barat yang berusaha mencengkeram
seluruh vvilayah Nusantara secara utuh ; baik itu Belanda, Inggns maupun Portugis.

Sungguh sangat disayangkan, diakhir masa jabatannya, ketetapan sistem


yang pernah ia berlakukan terhadap pedagang-pedagang asing (dalam hal ini
Belanda) itu terpaksa menjadi longgar karena kekalahan yang didentanya ketika
mengadakan serangan ke Malaka pada tahun 1629 akibatnya ia menjalin
hubungan dengan Belanda sebagai mitra kerja menghadapi Portugis di Malaka.

D. Masa Kemunduran

Ada dua faktor penting yang mengakibatkan kemunduran kerajaan Aceh


Darussalam: masing-masing faktor intern dan faktor ekstern.

Faktor intern, yang pertama diakibatkan oleh lemahnya sultan-sultan pengganti


Sultan Iskandar Muda dalam mengendalikan jalannya pemerintahan, yang menjadi
sebab lepasnya daerah-daerah yang berada di bawah pengaruh Aceh dan berusaha
berdiri sendiri-sendin sehingga lebih memudahkan pihak luar untuk memecah belah
persatuan. Kedua, banyaknya kaum kapitalis dalam negeri yang tidak pedulikan lagi
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh kerajaan terutama di bidang ekonomi
akibat dan sistem perekonomian yang diterapkan kaum kolonial. Kenyataan ini
kemudian menyeret Aceh mengambil sikap kompromi dengan Kompeni.

Faktor ekstern, adanya campur tangan orang-orang Asing; baik secara langsung
atau tidak langsung. Kenyataan ini berawal dari kegagalan Aceh menyerang
Portugis yang berkedudukan di Malaka pada masa akhir pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Sebagai akibatnya ia terpaksa memberi kelonggaran kepada
Belanda untuk berdagang di wilayah Aceh karena telah membantunya dalam
penerangan Malaka. Campur tangan ini berlanjut terus tanpa bisa ditolaknya oleh
pewaris-pewaris tahta berikutnya sampai pada akhirnya Aceh minta perlindungan
kepada Kompeni.

E. Sistem Politiknya

Kehidupan politik dan pemerintahan Kerajaan Aceh dipimpin oleh seorang


sultan. Sultan atau raja awal mulanya berkedudukan di Gampong Pande, namun
kemudian dipindahkan ke dalam Darud Dunia atau di sekitar Pendopo Gubernur Aceh
(sekarang). Ibu kota kesultanan Aceh berada di Bandar Aceh Darussalam, namun
pada tahun 1873 ibukota dipindahkan ke Keumala di pedalaman Pidie.

Dari awal berdiri hingga runtuhnya, terdapat kurang lebih 35 Sultan di


Kesultanan Aceh Darussalam. Berikut ini silsilah sultan Aceh berdasarkan sumber
Bustanus Salatin, karangan Nuruddin Ar-Raniri, meliputi :

1. Sultan Ali Mughayat Syah

Beliau merupakan pendiri kerajaan Aceh sekaligus sultan pertama. Ia


memerintah dari tahun 1514 hingga 1528 masehi. Pada masa kekuasaannya,
kesultanan Aceh berusaha untuk meluaskan daerah kekuasaannya. Selain itu, pada
masa kepemimpinan Sultan Ali Mugyat Suyah kerajaan Aceh melakukan serangan
terhadap kedudukan Portugis di Malaka.

2. Sultan Salahuddin

Sultan Salahuddin merupakan putera Sultan Ali Mughayat. Ia menjadi sultan


di Kerajaan Aceh pada tahun 1528 setelah ayahnya wafat. Pada
masa pemerintahannya, kesultanan Aceh mengalami kemerosotan, sebab Sulatan
tidak memperdulikan kerajaan. Masa pemerintahananya kemudian berakhir pada
tahun
1537 masehi dan digantikan oleh saudaranya.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah Al Kahar

Sultan ketiga ini merupakan saudara Sultan Salahuddin. Ia memerintah


kesultanan Aceh dari tahun 1537 hingga 1568 masehi. Pada masa pemerintahan
Alaudin Riayat, Kesultanan Aceh mengalami banyak perubahan. Terutama terhadap
perbaikan bentuk pemerintahan Aceh dan perluasan wilayah. Kesultanan Aceh pada
masa ini dapat menaklukkan kerajaan Aru. Selain itu, ia juga melakukan serangan
terhadap kerajaan Malaka, namun gagal. Pada masa sultan ketiga ini, kerajaan Aceh
mengalami pergolakan, yaitu terdapat pemberontakan dan perebutan kekuasaan,
sehingga masa pemerintahannya pun berakhir.

4. Sultan Iskandar Muda

Sultan keempat kesultanan Aceh bernama Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini
Aceh mengalami masa kejayaan. Kesultanan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar
dibidang perdagangan, bahkan menjadi penghubung antara pedagang-pedagang
asing. Sebab letak kerajaan Aceh sangat strategis sebagai bandar transito.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, ia juga melanjutkan serang
terhadap Portugis dan Johor. Hal ini bertujuan untuk menguasai penuh jalur
perdagangan di wilayah Selat Malaka. Selain itu, muncul juga ahli-ahli tasawwuf
seperti Syech Ibrahim As Syamsi dan Syech Syamsuddin bin Abdullah As Samatrani.

Selain keempat sultan diatas, berikut ini daftar sultan-sultan lain di kesultanan
Aceh Darussalam, meliputi :

1.) Sultan Iskandar Thani

2.) Sultan Sri Alam

3.) Sultan Zain Al-Abidin

4.) Sultan Ala Al-Din Masnyur Syah

5.) Sultan Buyong

F. Kehidupan Sosial

Kehidupan ekonomi masyarakat Aceh adalah dalam bidang pelayaran dan


perdagangan. Pada masa kejayaannya, perekonomian berkembang pesat.
Penguasaan Aceh atas daerah-daerah pantai barat dan timur Sumatra banyak
menghasilkan lada. Sementara itu, Semenanjung Malaka kehidupan ekonomi Aceh
berkembang dengan pesat pada masa kejayaannya dengan menguasai daerah
pantai Barat dan Timur Sumatera. Aceh menjadi kerajaan yang kaya akan sumber
daya alam seperti beras, emas, perak dan emas serta rempah-rempah.
PENUTUP

Kesimpulan

Masuknya agama Islam memang ada kaitannya dengan perdagangan dan juga
pelayaran. Pada waktu itu banyak sekali para pedagang yang berasal dari India dan
Cina yang mengadakan hubungan dagang dengan pedagang pedagang yang ada di
Indonesia. Seiring berjalannya waktu kegiatan pelayaran dan perdagangan semakin
berkembang dan meluas.

Pada abad ke-11, agama Islam mulai tersebar di tanah Jawa yang diperoleh
berdasarkan bukti dengan ditemukannya sebuah batu nisan bertulisan Arab. Dengan
tersebarnya Islam di nusantara maka mulai berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di
nusantara khususnya di pulau Sumatera. Kerajaan-kerajaan ini dikenal dengan
sejarahnya dan juga penemuan bukti-bukti arkeolognya yang masih ada sampai
sekarang.

Kerajaan Islam di nusantara khususnya di pulau Sumatera, antara lain ada


Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Malaka dan Kerajaan Aceh Darussalam. Ketiga
Kerajaan tersebut memiliki latar belakang sejarah dan juga kehidupan
masyarakatnya yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

Andaya, L. Y. (2008). Leaves Of The Same Tree: Trade and Ethnicity in The Straits Of
Malaka. University Of Hawaii Press.

Hamka, P. D. (2016). Sejarah Umat Islam. Jakarta: Gema Insani.

Hilmi, A. J. (2008). Sejarah dan Tamadun Bangsa Melayu. Utusan Publications.

Kartodirdjo, S. (1975). Sejarah Nasional Indonesia. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan.

Nijhof, M. (1976). Undang-Undang Malaka.

Taqiyuddin, M. (2011). Daulah Shalihiyyah di Sumatra. Cisah.


Yahya, D. M. (1995). Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII. Yogyakarta:
Kurnia Salam Sejahtera.

https://www.gramedia.com/literasi/kerajaan-islam-di-indonesia-nusantara/

https://balubu.com/kerajaan-islam-di-indonesia/

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Samudera_Pasai

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Melaka#:~:text=Kesultanan%20Melaka%
20atau%20Kesultanan%20Malaka,ditaklukan%20oleh%20melaka%20tahun%201511.

http://acehdalamsejarah.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai