Anda di halaman 1dari 8

TEORI MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA

1. Teori Gujarat
Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan Islam dibawa oleh para pedagang
dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka. Teori ini menjelaskan bahwa
kedatangan Islam ke Nusantara sekitar abad ke 13, melalui kontak para pedagang dan kerajaan
Samudera Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu.
Teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai, Malik As-
Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J.
Pijnapel.

2. Teori Persia
Umar Amir Husen dan Hoesein Djadjadiningrat berpendapat bahwa Islam masuk ke
Nusantara melalui para pedagang yang berasal dari Persia, bukan dari Gujarat. Persia adalah
sebuah kerajaan yang saat ini kemungkinan besar berada di Iran.
Teori ini tercetus karena pada awal masuknya Islam ke Nusantara di abad ke 13, ajaran
yang marak saat itu adalah ajaran Syiah yang berasal dari Persia. Selain itu, adanya beberapa
kesamaan tradisi Indonesia dengan Persia dianggap sebagai salah satu penguat.
Contohnya adalah peringatan 10 Muharam atau hari asyaro yang menjadi hari suci
golongan syi’ah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muahmmad Saw, Islam-Persia yang
serupa dengan upacara peringatan bernama Tabuik/Tabut di beberapa wilayah Sumatera
(Khususnya Sumatera Barat dan Jambi).

3. Teori China
Lain halnya dengan Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby, mereka berpendapat
bahwa sebenarnya kebudayaan Islam masuk ke Nusantara melalui perantara masyarakat muslim
China.
Teori ini berpendapat, bahwa migrasi masyarakat muslim China dari Kanton ke
Nusantara, khususnya Palembang pada abad ke 9 menjadi awal mula masuknya budaya Islam ke
Nusantara. Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah
keturunan China, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang
menyebutkan bahwa pedagang China lah yang pertama menduduki pelabuhan-pelabuhan di
Nusantara.

4. Teori Mekkah
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam di Nusantara dibawa langsung oleh para musafir
dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia pada abad ke 7.
Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara yang
dikenal dengan nama Bandar Khalifah.
Selain itu, di Samudera Pasai mahzab yang terkenal adalah mahzab Syafi’i. Mahzab ini
juga terkenal di Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian yang terakhir adalah digunakannya
gelar Al-Malik pada raja-raja Samudera Pasai seperti budaya Islam di Mesir. Teori inilah yang
paling benyak mendapat dukungan para tokoh seperti, Van Leur, Anthony H. Johns, T.W
Arnold, dan Buya Hamka.
Dasar teori Makkah :
- Pada abad ke-7 telah ada perkampungan islam di arab
- Samudera pasai menganut mahzhab syafi’I (paling besar oengaruhnya dari mesir dan
mekkah)
- Raja-raja samudera pasai memakai gekar Al-Malik dari Mesir

SALURAN-SALURAN PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA

1. Saluran Perdagangan
Perdagangan merupakan metode penyebaran Islam pertama. Peran perdagangan
dalam penyebaran Islam berlangsung pada abad ke 7 sampai ke 16, di mana wilayah
Nusantara sangat ramai sebagai tempat berkumpul pedagang-pedagang dari luar, seperti
Arab, Persia dan Gujarat. Oleh sebab itu mereka sebagian tinggal di pesisir pantai dalam
kurun waktu lama. Lamanya mereka tinggal mempengaruhi keadaan sekitar, dimana agama
Islam mulai dikenal, berkembang melalui pesisir dan terus-menerus mengalami
perkembangan.
2. Saluran Perkawinan
Saluran penyebaran Islam kedua yaitu melalui perkawinan. Banyak pedagang yang
tinggal sementara di pesisir pantai menikah dengan orang-orang pribumi. Pernikahan tersebut
membuat pedagang dari luar ini menetap dan memiliki keturunan yang kemudian memeluk
Islam. Sebelum menikah, mempelai wanita juga harus memeluk agama Islam terlebih dahulu
dengan mengucap kalimat Syahadat. Adanya pernikahan mempengaruhi jumlah pemeluk
Islam yang semakin bertambah banyak.
3. Saluran Pendidikan
Proses penyebaran agama Islam melalui pendidikan terjadi di pondok-pondok
pesantren yang saat itu didirikan oleh para Ulama dan Kiai. Mereka (murid) tinggal di
pesantren sembari menuntut ilmu agama Islam, kemudian setelah lulus kembali ke daerah
asalnya untuk menyebarkan ajaran yang telah dipelajari saat di pesantren. Melalui cara ini,
Islam tidak hanya berkembang di pesisir pantai, tapi mulai masuk ke daerah-daerah terpencil
di pedalaman.
4. Saluran Ajaran Tasawuf
Tasawuf merupakan ajaran ketuhanan yang bersifat magis, artinya telah bercampur
dengan hal-hal berbau mistik. Para ahli Tasawuf biasanya dibekali keahlian dibidang
pengobatan dan memiliki kekuatan megis. Menurut sejarahnya, ajaran Tasawuf mulai masuk
ke Indonesia pada sekitar abad ke tigabelas, namun baru berkembang cukup pesat pada abad
ke 17.
5. Saluran Seni Budaya
Saluran penyebaran Islam keempat melalui bidang kesenian. Beberapa seni
pertunjukan yang digunakan diantaranya seperti Gamelan (dilakukan oleh Sunan Derajat),
Wayang (Sunan Kalijaga), dan Gending (lagu-lagu dengan syair dasar Islam dan beberapa
nasehat). Ada juga seni Sastra berupa Hikayat dan Babat dalam bahasa Melayu. Melalui seni,
Islam berkembang sangat pesat karena sangat menarik perhatian banyak orang.
6. Saluran Dakwah
Penyebaran agama Islam melalui dakwah dilakukan oleh sembilan wali atau disebut
dengan Walisongo. Peran wali dalam proses Islamisasi di Indonesia sangat aktif, maka dari itu
kita tidak boleh melupakan jasa-jasanya. Berikut nama ke 9 wali tersebut :
1. Sunan Gersik (Maulana Malik Ibrahim berasal dari Persia)
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
3. Sunan Giri (Raden Paku)
4. Sunan Muri (Raden Umar Said)
5. Sunan Drajat (Syarifudin)
6. Sunan Kudus (Jafar Sidiq)
7. Sunan Kalijaga (Joko Said)
8. Sunan Bonang (Mahdun Ibrahim)
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA


a. Samudera Pasai
Sebagai Kerajaan Islam tertua di Nusantara, Samudra Pasai kerap
didatangi oleh berbagai penjelajah, sebut saja Ibnu Baitullah dan Laksamana
Cheng Ho. Sehingga tidak heran, Kerajaan Samudra Pasai memiliki banyak
catatan sejarah di masa lalu.
Jauh sebelum Kerajaan Samudra Pasai didirkan, wilayah Pasai telah
ditempati oleh penduduk Muslim yang pada mulanya adalah imigran dari Arab,
Mesir, Persi, dan wilayah timur tengah lainnya.
Mereka berkunjung ke Pasai untuk menyebarkan agama Islam di wilayah
tersebut dan melakukan perdagangan. Dalam realitanya, Islam mudah diterima
oleh masyarakat setempat sehingga peradaban Islam berkembang pesat dan
menyebar ke berbagai wilayah.
Kesultanan Samudra Pasai itu sendiri didirikan oleh Marah Silu dengan
gelar Sultan Malik As-Saleh pada tahun 1267 M. Masa Marah Silu berkuasa
adalah 30 tahun dan dia wafat pada tahun 1297 M.
Selanjutnya kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang bernama Sultan
Malik Az-Zahir dan Samudra Pasai terus mengalami perkembangan hingga
mencapai masa kejayaannya. Kerajaan Samudra Pasai mengalami banyak masa
kejayaannya dengan dipimpin oleh Sultan yang berbeda. Namun puncak kejayaan
adalah pada masa pemerintahan Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-zahir tahun
1383 – 1405 M.
Masa kemunduran Samudra Pasai disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal kemunduran adalah adanya perselisihan di antara keluarga kerajaan. Perebutan
tahta pemerintahan banyak terjadi sehingga menyebabkan terjadinya perang saudara dan
pemberontak di wilayah kerajaan. Raja Pasai ketika itu tidak mampu berkutik dan bahkan
meminta Raja Malaka untuk membantunya. Namun Raja Malaka juga sedang mengalami masa
kritis dimana wilayahnya diserang oleh Portugal, hingga akhirnya wilayah Malaka jatuh ke
tangan Portugal pada tahun 1511 M. Pada saat itu kekuatan Pasai semakin melemah.
Hingga akhirnya 10 tahun kemudian, yang tepatnya pada tahun 1521 M, Portugal
menyerang wilayah Pasai dan pada akhirnya Kerajaan Samudra Pasai runtuh. Namun sisa-sisa
kerajaan masih tetap ada hingga tahun 1524 M dimana Kerajaan Samudra Pasai melebur menjadi
bagian wilayah dari Kerajaan Aceh.

b. Kerajaan Demak
Menjelang akhir abad ke-15, seiring dengan kemuduran Majapahit, secara
praktis beberapa wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Bahkan
wilayah-wilayah yang tersebar atas kadipaten-kadipaten saling serang,
saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Anak dari Brawijaya
V (majapahit), Raden patah pergi ke hutan Bintara dan bertemu dengan
sunan Ampel. Pada awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi
kerajaan yang kuat di Pulau Jawa, tidak satu pun kerajaan lain di Jawa
yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas
kekuasaannya dengan menundukan beberapa kawasan pelabuhan dan
pedalaman di nusantara.
Di bawah Pati Unus
Invasi Kerajaan Demak ke Malaka
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi
besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa
kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka.
Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di
Malaka.
Di bawah Trenggana
Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya,
Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari
Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), juga
menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat serta wilayah-wilayah bekas Majapahit di
Jawa Timur. Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan
Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak
waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu raja
Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati diperintah oleh
Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin
menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di
Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.

Kemunduran
Suksesi Raja Demak 3 tidak berlangsung mulus, terjadi Persaingan panas antara P.
Surowiyoto (Pangeran Sekar) dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya P. Surowiyoto
oleh Sunan Prawoto (anak Trenggono),
Pada tahun 1554 terjadilah Pemberontakan dilakukan oleh Adipati Pajang Joko Tingkir
(Hadiwijoyo) untuk merebut kekuasaan dari Arya Penangsang. Dalam Peristiwa ini Arya
Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Dengan terbunuhnya Arya
Penangsang sebagai Raja Demak ke 5, maka berakhirlah era Kerajaan Demak. Joko Tingkir
(Hadiwijoyo) memindahkan Pusat Pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang.

KERAJAAN TERNATE-TIDORE
ada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan
Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut Maluku
Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate yang dipimpin Sultan Zainal
Abidin (1486-1500), Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan
Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati, dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh
Sultan Kaicil Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat muslim di Maluku
sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera.
Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah
dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing
yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini
bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore
merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga daerah ini
menjadi pusat perdagangan rempah-rempah. Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai
Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku,
Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate.
Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah, sedangkan
Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku. Persaingan di antara
kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua
persekutuan dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
- Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan,
Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate mencapai
aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya meluas ke Filipina.
- Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi
Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman keemasan di
bawah pemerintahan Sultan Nuku. Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang
adalah Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di
daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang
didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi Kerajaan Islam
kecil lainnya di Indonesia.
Masa Kejayaan Kerajaan Ternate
Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan
Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M.
Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah,
Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat
dakwah Syekh Mansur dari Arab. Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M).
Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan
Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu,
Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik,
berani, ulet, dan waspada.
Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda
maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore
cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua.
Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang
berniat menjajah kembali.
Masa Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore
yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli
daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa
mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil
mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.
Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan
strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

KERAJAAN GOWA-TALLO
Sejarah awal Kerajaan Gowa Tallo
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate
Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung,
Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik
damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita
dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi
Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang
pertama adalah Batara Guru dan saudaranya.
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling
sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku
Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini
sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini
memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan
peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh
Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan
Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar
adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17.

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari
Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan
raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam
adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang
sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said
(1639 – 1653).

Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat
menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan
Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan
Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan
Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia
menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon.
Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon
terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan
antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan.
Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.

Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin
terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan
padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan
Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone
(daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar
mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai
akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan
secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian
Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.

Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:


- VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
- Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
- Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di
luar Makasar.
- Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap
berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin)
meneruskan perlawanan melawan Belanda.Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar,
Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai
sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.

Proses Kehancuran Kerajaan Gowa Tallo


Sepeninggal Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama napasomba. Sama
seperti ayahnya, sultan ini menentang kehadiran belanda dengan tujuan menjamin eksistensi
Kesultanan Makasar. Namun, Mapasomba gigih pada tekadnya untuk mengusir Belanda dari
Makassar. Sikapnya yang keras dan tidak mau bekerja sama menjadi alasan Belanda
mengerahkan pasukan secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba berhasil dihancurkan dan
Mapasomba sendiri tidak diketahui nasibnya. Belanda pun berkuasa sepenuhnya atas kesultanan
Makassar.

Anda mungkin juga menyukai