Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AL-FARABI DAN PEMIKIRANNYA


(TEORI PANCARAN DAN NEGERI UTAMA)

Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas Filsafat Islam

Dosen Pengampu: Ahmad Zaeny, M.Ag

Disusun Oleh:
Kelompok 11
Ilma Prastika (2131050058)
Serli Arindiani (2131050037)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021/2022

11
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang yang telah
melimpahkan nikmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang bejudul “Al-Farabi dan Pemikirannya, Teori Pancaran dan Negeri
Utama” pada mata kuliah filsafat Islam.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu Bapak Ahmad Zaeny M.Ag dan
rekan-rekan semua yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi motivasi kedepan untuk mendapatkan
hasil makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat, salah dan khilaf mohon
dimaafkan karena kesempurnaan hanya milik Allah semata.

Bandar Lampung, 1 Mei 2022

Penyusun

10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat Al-Farabi...............................................................................


B. Pemikiran Al-Farabi.........................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Munculnya ilmu filsafat pada masa silam yang telah dipopulerkan oleh beberapa
tokoh filsafat Yunani Kuno, yakni diantaranya Heraklitos, Plato Aristoteles dan
sebagainya telah menjadi sebab lahirnya para filsuf muslim, diantaranya Al-Kindi, Ibn
Sina, Ibn Rusyd, Al-Farabi dan lain-lain.
Al-Farabi adalah penerus tradisi intelektual Al-Kindi, tapi dengan kompetensi,
kreativitas, kebebasan berpikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi. Jika Al-
Kindi di pandang sebagai seorang filosof muslim dalam arti kata yang sebenarnya, Al-
Farabi disepakati sebagai peletak sesungguhnya dasar piramida studi falsafah dalam
Islam dalam Islam yang sejak itu terus dibangun dengan tekun. Ia terkenal dengan
sebutan Guru Kedua dan otoritas terbesar setelah panutannya Aristoteles.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan biografi Al-Farabi!
2. Bagaimana pemikiran Al-Farabi?

C. Tujuan

10
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat Al-Farabi


Nama aslinya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Lharkhan ibn Uzalagh
Al-Farabi, lahir di kota Wesij tahun 259 H/872 M, selisih satu tahun setelah wafatnya
filosof filosof muslim pertama, yaitu Al-Kindi. Ayahnya dari Iran menikah dengan
wanita Turki, kemudian ia menjadi perwira tentara Turki. Atas dasar itulah Al-Farabi
dinasabkan sebagai orang Turki. Karir pemikiran filsafatnya dalam menjembatani
pemikiran Yunani dan Islam terutama dalam ilmu logika (manthiq) dan filsafat sangat
gemilang, sehingga gelar sebagai guru kedua (al-mu’allim tsani) layak disematkan.
Diriwayatkan telah belajar logika di Baghdad dari para sarjana KristenYuhanna
ibn Hailan (w. 910 M) dan Abu Bisyr Matta (w. 940 M). Perlu dicatat bahwa, Baghdad
saat itu termasuk pewaris utama tradisi filsafat dan kedokteran di Alexandria.
Pertemuan dan pergumulan pemikiran di Baghdad nantinya menjadi konektor
pemikiran Al-Farabi yang meramu filsafat Islam dengan filsafat Yunani Neo-Platonis,
Al-Farabi dalam perkembangannya juga tercatat sebagai guru Yahya ibn Adi (w. 974
M), seorang penerjemah Kristen Nestorian sebagai tokoh logika Ibn Al-Sarraj. Karir
pendidikannya cukup panjang hingga pada tahun 330/941 M. Al-Farabi meninggalkan
Baghdad menuju Aleppo kemudian ke Kairo dan menghembuskan nafas terakhirnya di
Damaskus, tepatnya pada bulan Rajab tahun 339 H atau Desember 950 M.

B. Pemikiran Al-Farabi
Ia berkeyakinan bahwa filsafat tidak boleh dibocorkan dan sampai ke tangan
orang awam. Oleh karena itu, para filosof harus menuliskan pendapat mereka dalam
gaya bahasa yang gelap, agar tidak dapat diketahui oleh sembarang orang, dengan
demikian iman serta keyakinannya tidak menjadi kacau.
Pemikiran filsafat yang paling penting diantara filsafat yang dimunculkan Al-
Farabi ialah pendapatnya tentang kejadian alam secara emanasi. Selain itu ia juga
membicarakan tentang jiwa, kenabian dan teori politik.

1. Teori Emanasi

11
Kata Emanasi disebut emanation yang berarti proses munculnya sesuatu
dari pemancaran; bahwa yang dipancarkan substansinya sama dengan yang
memancarkan. Sedangkan dalam filsafat, emanasi adalah proses terjadinya wujud
yang beraneka ragam, baik langsung atau tidak langsung, bersifat jiwa atau
materi, berasal dari wujud yang menjadi sumber dari segala sesuatu, yakni Tuhan
yang menjadi sebab dari segala yang ada, karenanya setiap wujud ini merupakan
bagian dari Tuhan. Tujuan utama teori ini adalah untuk menjelaskan bahwa yang
banyak (makhluk) ini tidak menimbulkan pengertian bahwa di dalam Yang Esa
ada pengertian yang banyak. Maksudnya teori emanasi tidak menimbulkan tidak
menimbulkan pengertian bahwa Tuhan itu sebanyak makhluk. Al-Farabi
menyebut teori emanasi sebagai Nadhariyatul Faidl. Dengan teori emanasi inilah
Al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari Yang
Satu. Bagaimana yang banyak (alam) yang bersifat materi muncul dari Yang Esa
(Allah) yang jauh dari arti materi dan Maha Sempurna.
Emanasi dalam pemikiran Al-Farabi adalah Tuhan sebagai akal, berpikir
tentang diri-Nya, dan dari pemikiran itu timbul suatu maujud lain. Tuhan itu
adalah wujud pertama dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua yang juga
mempunyai substansi. Itu disebut dengan akal pertama yang tak bersifat materi.
Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama dan dari pemikiran inilah timbul
wujud ketiga. Proses ini terus berlangsung hingga pada wujud X/akal kesepuluh.

Maujudul Awwal Tuhan Berpikir tentang Tuhan Akal Berpikir tentang


diri-Nya
Wujud 2 Akal 1 Langit
Wujud 3 Akal 2 Bintang
Wujud 4 Akal 3 Saturnus
Wujud 5 Akal 4 Yupiter
Wujud 6 Akal 5 Mars
Wujud 7 Akal 6 Matahari
Wujud 8 Akal 7 Venus
Wujud 9 Akal 8 Mercuri
Wujud 10 Akal 9 Rembulan
Wujud 11 Akal 10 Wujud roh

10
Wujud pertama yang keluar dari Tuhan disebut akal pertama, mengandung
dua segi. Pertama segi hakikatnya sendiri (tabi’at, wahiyya, yaitu wujud yang
mukmin). Kedua segi lain, yaitu wujudnya yang nyata yang terjadi karena adanya
Tuhan sebagai dzat yang menjadikan. Sekalipun akal pertama tersebut satu
(tunggal), namun pada dirinya terdapat bagian-bagian, yaitu adanya dua segi
tersebut yang menjadi objek pemikirannya. Dengan adanya segi-segi ini, maka
dapat dibenarkan adanya bilangan pada alam sejak dari akal pertama.
Dari pemikiran Akal pertama dalam kedudukannya sebagai wujud yang
wajib (yang nyata) karena Tuhan, dan sebagai wujud yang mengetahui dirinya
maka keluarlah Akal Kedua. Dari pemikiran Akal Pertama dalam kedudukannya
sebagai wujud yang mumkin dan mengetahui dirinya, timbullah langit pertama
atau benda lanjut terjauh (as-sama al-ula; alal-a’la) dengan jiwanya sama sekali
jiwa langit tersebut. Jadi dari dua obyek pengetahuan yaitu dirinya dan wujudnya
yang mumkin keluarlah dua macam makhluk tersebut yaitu bendanya benda
langit dan jiwanya.
Dari Akal Kedua timbullah Akal Ketiga dan langit kedua atau bintang-
bintang tetap (al-kawakib ats-tsabitah) beserta jiwa dengan cara yang sama
seperti yang terjadi pada Akal Pertama. Dari Akal Ketiga keluarlah Akal
Keempat dan planet Satumus (Zuhal), juga beserta jiwanya. Dari Akal Keempat
keluarlah Akal Kelima dan planet Yupiter (al-Musytara) beserta jiwanya. Dari
Akal Kelima keluarlah Akal Keenam dan planet Mars (Madiah) beserta jiwanya.
Dari Akal Keenam keluarlah Akal Ketujuh dan matahari (as-Syams) beserta
jiwanya. Dari Akal Ketujuh keluarlah Akal Kedelapan dan planet Venus. (az-
Zuharah) juga beserta jiwanya. Dari Akal Kedelapan keluarlah Akal Kesembilan
dan planet Mercurius (‘Utarid) beserta jiwanya pula. Dari Akal Kesembilan
keluarlah Akal Kesepuluh dan bulan (Qamar). Dengan demikian maka dari satu
akal keluarlah satu akal dan satu planet beserta jiwanya.
Dari Akal Kesepuluh sesuai dengan dua seginya yaitu wajibul-wujud karena
Tuhan maka keluarlah manusia beserta jiwanya. Dan dari segi dirinya yang
merupakan wujud yang mumkin, maka keluarlah empat unsur dengan perantaraan
benda-benda langit. Dan di akal ke X ini dayanya sudah lemah sehingga sudah
tidak bisa menghasilkan akal yang sejenisnya.

11
2. Konsep Negeri Utama (al-Mad nah al-Fadh lah)
Ada banyak ragam definisi negara, rupanya sesuai dengan latar belakang
tokoh dan keilmuwan yang digelutinya. Robert N Bella, membagi negara menjadi
tiga teori, pertama, Negara Kota yang kemudian dilanjutkan oleh al-Farabi
dengan konsepsi yang dinamai dengan negara utama (al-madinat al-fadhilat),
kedua, Masyarakat Universal yang diawali oleh Romawi dan berkembang terus
hingga abad pertengahan, kemudian dilanjutkan oleh al-Ghazali, ketiga Negara
Nasional yang dimulai dari zaman renaisance pada abad ke-15 sampai
berkembangnya prinsip nasionalis sampai saat ini. Teori ini dalam Islam
dipelopori oleh Ibnu Khaldun dengan teori ashabiyah dan Negara
Kemakmurannya.
Dalam konteks filsafat al-Farabi mengenai negara utama (al-madinah al-
fadhilah), ia tuangkan dalam karyanya monumentalnya Ara’ Ahl al-Madinah al-
Fadhilah banyak diilhami dari konsep Yunani, terutama konsep negara ideal
Plato. Plato membangun idenya tentang negara menurut skema tubuh yang
disebutnya macro anthropos (manusia makro), sebuah gambaran yang
mendominasi filsafat politik sepanjang zaman. Penduduk politik tubuh itu
pemerintah adalah kepalanya, militer adalah dadanya dan anggota tubuh lain
adalah elemen negara penting lainnya. Konsep negara menurut Plato tidak lain
adalah negara etik, bahwa peraturan yang menjadi dasar untuk mengurus
kepentingan umum, peraturan tersebut menurut Plato tidak boleh diputus oleh
kemauan atau pendapat seorang atau oleh rakyat seluruhnya, melainkan
ditentukan oleh suatu ajaran yang berdasarkan pengetahuan dengan budi pekerti.
Sehingga mencerminkan pemerintahan dipimpin oleh idea yang tertinggi, yaitu
idea kebaikan atau pengetahuan. Secara ringkas al-Farabi dalam karyanya al-
Madīnah al-Fadhīlah menyatakan bahwa kecenderungan manusia hidup bersosial
dengan orang lain yang kemudian melalui proses yang panjang terbentuklah
sebuah negara. Dari Negara tersebut mereka hendak mencapai kebahagiaan
secara bersama sama, indikasi kebahagiaannya adalah tercukupinya sandang,
pangan, papan dan keamanan kebahagiaan yang dicita-citakan tersebut bisa
dicapai dengan cara membentuk sebuah negara yang disebut negara utama (al-
madinat al-fadhilat). Dalam pandangan al Farabi, negara utama diserupakan
bagaikan badan sehat yang dilengkapi anggota tubuh sempurna, saling membantu
dan bersinergi dengan anggota tubuh lain dalam upaya menyempurnakan

10
kehidupan, di dalamnya mempunyai satu pemimpin yaitu jantung. Penisbatan
jantung sebagai pemimpin ini dalam hal sebagai penggeraknya, oleh karena itu,
semua anggota masyarakat bisa menjadi pemimpin negara, seseorang yang bisa
memimpin negara adalah orang yang mempunyai kapasitas tertinggi dalam
sebuah negara. Kriteria pemimpin yang ideal adalah, fisik sempurna, cerdas,
mempunyai pemahaman yang baik, pandai memberikan pemahaman kepada
orang lain, cinta terhadap ilmu pengetahuan, tidak rakus terhadap makanan,
pandai bersosialisasi dengan orang lain, mempunyai sifat berjiwa besar, tidak
memandang kekayaan dunia adalah segala-galanya, berlaku adil dan membenci
kedhaliman, memiliki keseriusan yang tinggi terhadap sesuatu yang dianggap
penting.

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ia berkeyakinan bahwa filsafat tidak boleh dibocorkan dan sampai ketangan orang
awam. Oleh karena itu para filosof harus menuliskan pendapat mereka dalam gaya
Bahasa yang gelap, agar tidak dapat diketahui oleh sembarang orang, dengan demikian
iman serta keyakinan nya tidak menjdi kacau.

Pemikiran filsafat yang paling penting di antara filsafat yang dimunculkan Al-Farabi ialah
pendapatnya tentang kejadian alam secara emanasi. Selain itu ia juga membicarakan tentang jiwa,
kenabian, dan teori politik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hadariansyah AB, Pengantar Filsafat Islam: Mengenal Filosof-Filosof Muslim dan Filsafat
Mereka, Yogyakarta: Kafusari Press, 2017.

Zar Sirajuddin, Filsafat Islam: Filosof & Filsafatnya, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007.

Harun Nasution, Falsafat & Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

M. Wiyono. Pemikiran Filsafat al-Farabi. Substania, Vol. 18, No. 1, April 2016.

Salmah. Aktualisasi Filsafat Al-Farabi dalam Era Modern: Telaah Kritis Teori Kenegaraan
al- Madīnat al-Fadhīlat.

F. Budi. Hardiman. Politik sebagai Pengawasan Tubuh: Sebuah Tinjauan Filosofis atas
Hubungan Politik dan Erotik dalam Politea Plato. Studia Philosophica et Theologia. Vol. 9
No.1, 2009, 36

11

Anda mungkin juga menyukai