Rabu / 09-11-2022
OLEH:
Nurhamdin Putra (22175021)
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Fatni Mufit, S.Pd., M.Si
2) Filsafat Jiwa
Dalam pemikirannya ini, Al Farabi juga dipengaruhi oleh Plato, Aristoteles dan
Plotinus. Jiwa bersifat rohani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan tidak
berpindah-pindah dari suatu badan ke badan lain. Kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan
kesatuan secara accident, artinya antara keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan
binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nathiqah,
yang berasal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, berupa,
berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan tatkala jasad siap menerimanya. Mengenai keabadian
jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa kholidah dan jiwa fana. Jiwa khalidah yaitu jiwa yang
mengetahui kebaikan dan berbuat baik, serta dapat melepaskan diri dari ikatan jasmani. Jiwa
ini tidak hancur dengan hancurnya badan.
3) Filsafat Politik
Pemikiran filsafat politik oleh Al Farbi banyak dipengaruhi oleh pemikiran Plato yang
menyamakan poltik dengan bagian tubuh manusia yang memiliki fungsi masing – masing.
Yang paling penting dalam tubuh manusia adalah kepala, karena kepalalah (otak) segala
perbuatan manusia dikendalikan, sedangkan untuk mengendalikan kerja otak dilakukan oleh
hati.
Demikian juga dalam negara. Menurut Al-Farabi yang amat penting dalam negara
adalah pimpinannya atau penguasanya, bersama-sama dengan bawahannya sebagaimana
halnya jantung dan organ-organ tubuh yang lebih lain saling bekerja sama. Pengusa ini harus
orang yang lebih unggul baik dalam bidang intelektual maupun moralnya.
Disamping daya profetik yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, pemimpin harus
memilki kualitas berupa: kecerdasan, ingatan yang baik, pikiran yang tajam, cinta pada
pengetahuan, sikap moderat dalam hal makanan, minuman, dan seks, cinta pada kejujuran,
kemurahan hati, kesederhanaan, cinta pada keadilan, ketegaran dan keberanian, serta kesehatan
jasmani dan kefasihan berbicara.
4. Ibnu Sina
a) Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali al- Husien ibn Abdullah ibn Hasan ibn Ali ibn
Sina. Ia dilahirkan di desa Afsyanah, dekat Buhkara, Persia Utara pada 370 H. Ia mempunyai
kecerdasan dan ingatan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun telah mampu menghafal
Al-Qur’an, sebagian besar sastra Arab dan juga hafal kitab metafisika karangan Aristoteles
setelah dibacanya empat puluh kali. Pada usia 16 tahun ia telah banyak menguasai ilmu
pengetahuan, sastra arab, fikih, ilmu hitung, ilmu ukur, filsafat dan bahkan ilmu kedokteran
dipelajarinnya sendiri.
Diantara guru yang mendidiknya ialah Abu Abd Allah Al-Natili dan ismail sang Zahid.
Karena kecerdasan otaknya yang luar biasa ia dapat menguasai ilmu yang diajarkan kepadanya
dengan sempurna, bahkan melebihi sang guru. Setelah guru-gurunya kewalahan, ibnu sina
menjadi bingung mencari tempat untuk memuaskan kehausan belajarnya yang tak kunjung
terpenuhi. Telah disebutkan, karena keberhasilannya mengobati pangaran Nuh Ibnu Manshur,
Ibnu sina diberi kebebasan belajar di perpustakan istana, kutub Khana. Disinilah ia melepaskan
dahaga belajarnya siang dan malam sehingga semua ilmu pengetahuan dapat dikuasai dengan
sempurna (Mustofa, 2005: 188).
b) Karya-Karya Ibnu Sina
Menurut Ahmad Mustofa dalam bukunya filsafat islam (2004), mengatakan bahwa
Ibnu sina walaupun sibuk bekerja dalam pemerintahan, namun ia adalah seorang Filosof
sehingga ia menjadi penulis yang luar biasa produktif membuat karya tulis yang sangat besar
pengaruhnya kepada generasi sesudahnya, baik di dunia barat meupun di dunia timur. Diantara
karya tulisnya adalah:
1) Al-Syifa’ berisi uraian tentang falsafat yang terdiri atas empat bagian: ketuhanan, fisika,
matematika dan logika.
2) An-Najah berisikan ringkasan dari kitab Al-Syifa’. Karya tulis ini ditujukan khusus untuk
kelompok terpelajar yang ingin mengetahui dasar-dasar ilmu hikmah secara lengkap.
3) Al-Qanun fi Al-Thibb berisikan ilmu kedokteran yang terbagi atas lima kitab dalam
berbagai ilmu dan berjenis-jenis penyakit dan lain-lainnya.
4) Al-Isyarat wa Al-Tanbihat isinya mengenai uraian tentang logika dan hikmah.
5) ‘Uyun al-Hikmah (dikenal juga dengan nama Al-Mujaz)
6) Danisynama-yi Ala’I
c) Filsafat dan Pemikirannya
1) Al- Tawfiq (Rekonsilasi) antara Agama dan Filsafat
Sebagaimana Al-farabi, Ibnu Sina juga mengusahakan pemanduan (rekonsilasi) antara
agama dan filsafat. Menurutnya nabi dan filosof menerima kebenaran dari sumber yang sama,
yakni Malaikat Jibril yang juga disebut Akal Kesepuluh atau Akal Aktif. Perbedaannya hanya
terletak pada cara memperolehnya, bagi nabi terjadinya hubungan dengan malaikat Jibril
melaui akal materiil yang disebut (kekuatan suci, qudsiyyat), sedangakan filosof melaui Akal
Mustafad. Nabi memperoleh akal materiil yang dayanya jauh lebih kuat daripada Akal
Mustafad sebagai anugrah Tuhan kepada orang pilihan-Nya. Sementara itu, filisof memperoleh
akal mustafad yang dayanya jauh lebih rendah daripada akal meteriil melalui latihan berat.
Pengetahuan diperoleh nabi disebut wahyu, berlainan dengan pengetahuan yang diperoleh
filosof hanya dalam bentuk ilhan, tetapi antara keduanya tidaklah bertentangan.
Ibnu sina, sebagaimana al-farabi, juga memberikan ketegasan tentang perbedaan
antarav para nabi dan antara para filosof. Mereka yang disebut pertama, menurutnya adalah
manusia pilihan Allah dan tidak ada peluang bagi manusia lain untuk mengusahakan dirinya
jadi nabi. Sementara itu, mereka yang disebut kedua adalah manusia yang mempunyai
intelektual yang tinggi yang tidak bisa jadi nabi.
2) Ketuhanan
Ibnu sina dalam membuktikan adanya tuhan (isbat wujud Allah) dengan dalil wajib al-
wujud dan mumkin al-wujud mengesankan duplikat Al-farabi. Sepertinya tidak ada tamabahan
sama sekkali. Akan tetapi, dalam filsafat wujudnya, bahwa segala yang ada ia bagi pada tiga
tingkatan yaitu:
a. Wajib al-wujud, esensi yang tidak mesti mempunyai wujud. Yang artinya esensi tidak
dapat dipisahkan dari wujud keduanya adalah sama dan satu.
b. Mumkin al-wujud, esensi iniboleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak berwujud.
Artinya, jika ia dianadaikan tidak ada atau diaandaikan ada, maka ia tidaklah mustahil,
yakni boleh ada atau tidak ada.
c. Mumtami al-wujud, esensi yang tidakn dapat mempunyai wujud, seperti adanya sekarang
ini.
3) Emanasi
Ibnu sina, sebagaimana juga al-farabi menemui kesulitan dalam menjelaskan
bagaimana terjadinya yang banyak yang bersifat materi (alam) dari yang Esa, jauh dari arti
banyak, jauh dari arti materi, Maha sempurna, dan tidak berkehendak apapun (Allah). Untuk
memecahkan masalah ini, ia juga mengemukakan penciptaan secara emanasi.
Telah disebutkan bahwa filsafat emanasi ini bukan hasil renungan ibnu sina (al-farabi),
tetapin berasal dari “ramuan plotinus” yang menyatakan bahawa alam ini terjadi karena
pancaran dari yang Esa (the one). Hal ini memungkinkan karena dalam Al-Qur’an tidak
ditemukan informasi yang rinci tentang penciptaan alam dari materi yang sudah ada atau yang
tiadanya. Dengan demikian, walaupun prinsip ibnu sina dan plotinus sama, namun hasil dan
tujuan berbeda. Oleh karena itu, dapat dikatakan, Yang Esa plotinus sebagai penyebab yang
pasif bergeser menjadi Allah Pencipta (Shani; agent) yang aktif.
Adapun proses terjadinya pancaran tersebut ialah ketika Allah wujud (bukan dari tiada)
sebagai Akal ‘(aql) langsung memikirkan (ber-ta’aqqul) terhadap zat-Nya yang menjadi objek
pemikiran-Nya, maka memancarlah akal pertama. Dari Akal Pertama ini memancarlah akal
Kedua, Jiwa pertama, dan langit Pertama. Demikianlah seterusnya dari akal kesepuluh yang
sudah lemah dayanya dan tidak dapat menghasilkan akal sejenisnya, dan hanya menghasilkan
Jiwa Kesepuluh, bumi, roh, materi, pertama yang menjadi dasar bagi keempat unsur pokok;
air, udara, api, dan tanah.
Berlainan dengan Al-farabi, bagi Ibnu Sina Akal Pertama mempunyai dua sifat: sifat
wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah dan sifat mungkin wujudnya jika ditijau dari
hakikat dirinya. Dengan demikian. Ibnu sina membagi objek pemikiran akal – akal menjadi
tiga; Allah (Wajib al-wujud dzatihi), dirinya akal – akal (wajib al-wujud li ghairihi) sebagai
pancaran dari Allah, dan dirinya akal – akal (mukmin al-wujud) ditinjau dari hakikat dirinya.
4) Jiwa
Harus diakui bahwa keistimewaan pemikiran Ibnu Sina terletak pada filssafat jiwa.
Kata jiwa dalam Al-Qur’an dan hadits diistilahkan dengan al-nafs atau al-ruh sebagaimana
terekam dalam surah Shad: 71-72, al-isra’: 85 dan al-fajr: 27-30. Jiwa, maunsia sebagai jiwa –
jiwa lain dan segala apa yang terdapat dibawah rembulan, memancarkan dari akal sepuluh.
Secara garis besarnya pembahasan Ibnu Sina tentang jiwa terbagi pada dua bagian berikut,
Fisika, membicarakan tentang jiwa tumbu-tumbuhan, hewan, dan manusia.
5. Ibnu Miskawaih
a) Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Al-Kasim Ahmad (Muhammad) bin
Yaqub bin Miskawaih. Ia lahir di Rayy (sekarang Teheran). Nama itu diambil dari nama
kakeknya yang semula beragama Majusi (Persia) kemudian masuk islam (Sudarsono, 2004:
88). Tanggal kelahirannya belum jelas. Sebagian menyebutkan bahwa ia lahir tahun 330 H/
941 M. Namun mengingat pergaulannya Bersama Al-Mahallabi pada 352 H/ 963 M,
diperkirakan Miskawaih lahir tahun 320 H/ 923 M atau pada tahun sebelumnya.
Ia belajar dan mematangkan pengetahuannya di Baghdad dan wafat di Isfahan. Setelah
mempelajari banyak cabang ilmu pengetahuan dan filsafat, Ibnu Miskawaih akhirnya
memusatkan perhatian pada sejarah dan akhlak. Ibnu Maskawaih mempelajari sejarah,
terutama Tharikh Al-Tabhari, kepada Abu Bakar Ibnu Kamil Al Qadhi (350 H/ 9960 M) dan
belajar filsafat pada Ibnu AL-Khammar, mufasir karya-karya Aristoteles.
b) Karya-Karya Ibnu Miskawaih
Jumlah karya tertulis Ibnu Miskawaih sebanyak 17 buah judul yang kebanyakan
berbicara tentang jiwa dan akhlak. pendapat lainnya menyatakan bahwa karyanya berjumlah
13 buah (Supriyadi, 2013: 56). berikut ini karya-karya yang dihasilkan Ibnu Miskawaih:
1) Al-Fauz al-Akbar
2) Al-Fauz al-Asghar
3) Tajarib al-Umam
4) Uns Al-Farid
5) Tartib As-Sa’adah
6) Al-Mustafha
7) Jawidan Khirad
8) Al-Jami
9) As-Siyar
10) Tahzib al-Akhlaq
11) Ajwibah wa al-As’ilahfi an-Nafs wa al-Aql
12) Thaharah an-Nafs
13) Al-Jawab fi al-Masail as-Salas
14) Risalah fi al-Ladzdzat wal-Alam fi Jauhar an-Nafs
15) Risalah fi Jawab fi Su’al Ali bin Muhammad Abu
16) Hayyan Ash-Shufi fi Haqiqat al-Aql
17) Risalah fi Haqiqah al-‘Aql.
c) Filsafat atau Pemikirannya
1) Konsep Tentang Tuhan
Tuhan menurut Ibnu Maskawaih adalah zat yang tidak berjisim, Azali, dan Pencipta,
tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak satu pun yang setara dengan-
Nya. Menurut Ibnu Miskawaih, Tuhan adalah zat yang jelas atau tidak jelas. Jelas karena
Tuhan memiliki sifat yang haq (benar), sedangkan tidak jelas berarti karena kelemahan akal
manusia untuk menangkap keberadaan Tuhan serta banyaknya kendala kebendaan yang
menutupinya.
2) Konsep Tentang Akhlak
Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan suatu perbuatan – perbuatan tanpa memikirkan pertimbangan terlabih
dahulu. Sikap mental terbagi menjadi dua yaitu mental/akhlak yang berasal dari watak dan
yang berasal dari latihan dan kebiasaan. Akhlak yang berasal dari watak biasanya akan
menghasilkan akhlak yang jelek sedangkan akhlak yang berasal dari latihan atau kebiasaan
akan menghasilkan akhlak yang baik. Oleh karena itu, Ibnu Maskawaih menekankan
pentingnya pendidikan akhlak pada masa kanak – kanak.
3) Konsep Tentang Manusia
Pemikiran Ibnu Miskawaih tentang konsep manusia tidak jauh berbeda dengan
pemikiran para filosof yang lain. Menurutnya, manusia memiliki tiga daya yang saling saling
berhubungan satu sama lain, diantaranya yaitu daya nafsu (al-nafs al-bahimiyyat) sebagai daya
yang paling rendah; daya berani (al-nafs al-sabu’iyyat) sebagai daya pertengahan dan daya
berpikir (al nafs al nathiqah) sebagai daya yang paling tinggi. Sama halnya dengan Al Razi,
Ibnu Maskawaih juga memadukan pemikiran dari Plato, Aristoteles, Phytagoras, Galen dan
para filosof lain. Manusia memiliki jiwa yang bersifat kekal dan tidak hancur dengan kematian
jasad. Jiwa berbeda dengan jasad. Ibnu Miskawaih mengemukakan argumennya mengenai
perbedaan jiwa dengan jasad, yaitu sebagai berikut:
a. Indera sebagai penerima suatu rangsangan
b. Kelemahan Fisik yang disebabkan usia tua tidak mempengaruhi kekuatan mental
c. Jiwa memahami proposisi – proposisi tertentu yang tidak berhubungan dengan data – data
inderawi.
6. Al-Ghazali
a) Riwayat Hidup
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-
Ghazali. Lahir di kota kecil yang terletak di dekat Thus, Provinsi Khurasan, Republik Islam
Irak pada tahun 450 H (1058 M). namun, terdapat beberapa sumber yang menyebutkan bahwa
beliau lahir pada tahun 1050, 1056, atau 1059 M.
Ayah Al-Ghazali gemar mempelajari ilmu tasawuf sehingga ia hanya mau makan dari
usaha sendiri, yakni dengan menenun wol. Ia juga dikenal sebagai pencinta ilmu dan selalu
berdoa agar anaknya kelak menjadi seorang ulama. Amat disayangkan, ia tidak sempat
menyaksikan keberhasilan Al-Ghazali (Rasyidin, 2005: 85). Sebelum meninggal, ia sempat
menitipkan Al-Ghazali kepada saudaranya yang Bernama Ahmad, seorang sufi, untuk didik
dan dibimbing dengan baik.
Sejak masa kanak-kanak, ia telah belajar dengan sejumlah guru di kota kelahirannya,
salah satunya adalah Ahmad Ibnu Muhammad Ar-Razikani. Kemudian saat remaja ia belajar
di Nisyapur dan Khurasan, yang pada waktu itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan
yang penting di dunia islam. Al-Ghazali kemudian menjadi murid imam Al-Haramain Al-
Juwaini, guru besar di Madrasah Al-Nizamiyyah Nisyapur. Al-Ghazali belajar mengenai
telogi, hukum islam, filsafat, logika, sufisme, dan ilmu-ilmu alam (Syadani, 1997: 178). Pada
tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H (1111 M) di kota Thus Al-Ghazali meninggal.
b) Karya-Karya Al-Ghazali
Karya tulis Al-Ghazali melibuti berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Berikut ini
sejumlah karya Al-Ghazali yang berpengaruh besar terhadap pemikiran umat islam.
1) Maqasid al-Falasifah
2) Tahafut al-Falasifah
3) Mi’yar al-‘Ilm
4) Ihya ‘Ulum ad-Din
5) Al-Munqiz min Ad-Dhalal
6) Al-Ma’arif al-‘Aqliyah
7) Misykat al-Anwar
8) Minhaj al-‘Abidin
9) Al-Iqtisad fi al-I’tiqad
10) Ayyuha al-Walad
11) Al-Mustafa
12) Iljam al-‘Awwam’an ‘Ilm al-Kalam
13) Mizan al-‘Amal
7. Ibnu Bajjah
a) Riwayat Hidup
Nama Panjang dari Ibnu Bajjah adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Yahya Ibnu Al-
Sha’igh Al-Tujibi Al-Andalusi Al-Samqusti Ibnu Bajjah. Orang-orang eropa pada abad
pertengahan menjuluki Ibnu Bajjah dengan sebutan “Avempace”. Ibnu Bajjah dilahirkan di
Saragossa pada abad ke 11 atau abad ke 5 pada tahun 475 H/ 1082 M. ia berasal dari keluarga
Al-Tujib sehingga ia dikenal juga sebagai Al-Tujib yang bekerja sebagai pedagang emas
(bajjah emas). Dia menyelesaikan jenjang kuliahnya di kota Saragossa. Oleh karena itu, Ketika
pergi ke Granada, dia telah menjadi sarjana Bahasa dan sastra arab serta menguasai dua belas
macam ilmu pengetahuan (Mustafa, 2007: 225).
Ibnu Bajjah menguasai sastra, tata Bahasa, dan filsafat kuno. Oleh tokoh-tokoh
sezamannya, ibnu Bajjah disejajarkan dengan Al-Syam Al-Rais Ibnu Sina. Menurut beberapa
literatur, Ibnu Bajjah bukan hanya seorang filsuf, melainkan juga seorang ilmuwan yang
menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, fisika, musik,
dan matematika. Faz, Marokko merupakan kota tempat Ibnu Bajjah menghembuskan nafas
terakhirnya pada bulan Ramadhan 533 H/ 1138 M. menurut suatu Riwayat, ia meninggal
karena diracuni oleh seorang dokter Bernama Abu Al-‘Ala Ibnu Zuhri yang iri hati terhadap
kecerdasan, ilmu, dan ketenarannya (Zar, 2004: 187).
b) Karya-Karya Ibnu Bajjah
Berikut ini sejumlah karya filsafat Ibnu Bajjah yang terkenal, yaitu:
1) Risalah Tadbir al-Mutawahhid
2) Risalah Al-Wada’
3) Risalah Al-Ittisal al-‘Aql bi al-Insan
4) Kitab Al-Nafs
c) Filsafat atau Pemikirannya
8. Ibnu Thufail
a) Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad Ibnu ‘Abd al-Malik Ibnu
Muhammad Ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Cadix, Provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506
H/ 1110 M. ia meninggal di kota Marrakesh, Marokko pada 581 H (1185 M). Ibnu Thufail
dikenal sebagai filsuf muslim yang gemar menuangkan pemikiran kefilsafatannya melalui
kisah-kisah Ajaib dan penuh dengan kebenaran. Keturunan Ibnu Thufail termasuk keluarga
suku Arab yang terkemuka, yaitu suku Qais (Mustofa, 2007: 271).
Sebagai keturunan suku Qais, ia dengan mudah mendapatkan fasilitas belajar, apalagi
kecintaannya kepada buku-buku dan ilmu pengetahuan mengalahkan cintanya kepada sesame
manusia. Hal ini mengantarkannya menjadi seorang ilmuan dalam banyak bidang, seperti
kedokteran, kesusastraan, matematika, dan filsafat. Pada tahun 549 H/ 1154 M, Ibnu Thufail
menjabat sebagai sekretaris pribadi gubernur Ceuta dan Tangier. Pada tahun 558 H/ 1163 M-
580 H/ 1184 M thufail menduduki jabatan dokter tinggi dan menjadi qadhi di pengadilan serta
wazir Khalifah Muwahhid Abu Ya’qub Yusuf.
b) Karya-Karya Ibnu Thufail
Ibnu Thufail tidak menghasilkan banyak karya. Namun, beberapa buku biografi
menyatakan bahwa ia sempat menulis sejumlah buku dalam beberapa bidang, seperti filsafat,
fisika, kejiwaan, dan kedokteran. Namun, hanya satu karangan thufail yang ditemukan hingga
saat ini, yaitu Hayy Ibn Yaqzhan (Basri, 2009: 198).
9. Ibnu Rusyd
a) Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Abu Al-Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu
Muhammad Ibnu Rusyd. Dibara Ibnu Rusyd lebih dikenal dengan sebutan Averroes. Ubnu
Rusyd lahir tahun 520 H dan dibesarkan dalam keluarga yang memberikan perhatian dan
apresiasi yang besar pada ilmu pengetahuan dan tergolong masyhur di Kordoba (Basri, 2009:
213).
Sejak kecil, ia telah mempelajari Al-Qur’an. Selain itu, ia juga mempelajari ilmu-ilmu
keislaman, seperti tafsir, hadis, fikih, dan sastra arab. Dia merevisi dan menghapalkan buku
malikiyyah, Al-Muwatta, yang dipelajari Bersama ayahnya, Abu Al-Qasim. Kemudian, ia
mendalami ilmu matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat, dan kedokteran. Pada tahun
548 H/ 1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marrakesh Maroko atas permintaan Ibnu Thufail, yang
kemudian memperkenalkannya dengan Khalifah Abu Ya’Qub Yusuf. Pertemuan pertama
dengan Khalifah ini membawa berkah bagi Ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh Khalifah untuk
menerjemahkan karya-karya Aristoteles dan menafsirkannya. Pertemuan itupun
menghantarkan Ibnu Rusyd untuk menjadi Qadhi di Sevilla. Setelah dua tahun mengabdi, ia
pun diangkat menjadi hakim agung di Kordoba. Pada tahun 1182 M ia menjadi dokter pribadi
Khalifah menggantikan Ibnu Thufail. Pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember 1198, Ibnu Rusyd
meninggal dunia di kota Marakesh, Maroko. Beberapa tahun setelah wafat, jenazahnya
dipindahkan ke kampung halamannya, Kordoba.
b) Karya-Karya Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd menghasilkan banyak karya dalam berbagai bidang, antara lain ilmu fikih,
kedokteran, ilmu falak, dan falsafat. Sebenarnya karya paling besar dan berpengaruh di barat
yang dikenal dengan Averroism adalah komentarnya atas kary-karya Aristoteles, bukan saja
dalam filsafat, tetapi juga dalam ilmu jiwa, fisika, logika, dan akhlak. Karya-karya Ibnu Rusyd,
antara lain sebagai berikut:
1) Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid
2) Kitab al-Kulliyat fi al-Thib
3) Tahafut at-Tahafut
4) Al-Kasyf’an Manhij al-Adillah fi’Aqaid al-Millah
5) Fashl al-Maqal fima bain al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal
6) Dhamimah li Masalah al-Qadim
7) Risalah fi Ta’alluqi ‘ilmillahi an ‘Adami Ta’aluqihi bil-juz’iyyat
8) Tafsiru ma ba’da At-Tabiat
9) Risalah fil-Aqli wal-Ma’quli
Adapun karya Ibnu Rusyd yang sampai saat ini masih dapat ditemukan, antara lain
sebagai berikut:
1) Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid
2) Fashl al-Maqal fima bain al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal
3) Manahij al-Adillah fi Aqaaidi Ahl al-Millah
4) Tahafut at-Tahafut
c) Filsafat atau Pemikirannya
1) Pemikiran Epistemologi Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd bependapat bahwa berfilsafat bisa dihukumi wajib karena filsafat
mempelajari hal – hal yang wujud, lalu orang akan berusaha menarik pelajaran/hikmah/’ibrah
darinya, sebagai sarana pembuktian adanya Tuhan Sang Maha Pencipta. Semakin sempurna
pengetahuan seseorang tentang ciptaan Tuhan, maka semakin ia mendekati pengetahuan
tentang adanya Tuhan. Setiap manusia memiliki kemampuan dalam menerima kebenaran dan
bertindak dalam mencari pengetahuan yang berbeda – beda, Ibnu Rusyd memaparkan tiga cara
manusia dalam memperoleh pengetahuan, diantaranya sebagai berikut:
a. Metode Al – Khatabiyyah (retorika)
b. Metode Al- Jadaliyah (dialektika)
c. Metode Al – Burhaniyyah (demonstrative)
Menurut Ibnu Rusyd, ketiga metode tersebut telah dipergunakan oleh Allah
sebagaimana yang terdapat dalam Al – Qur’an. Allah memperkenalkan ketiga metode tersebut
karena tingkat pengetahuan dan kemampuan intelektual manusia yang berbeda – beda. Ibnu
Rusyd berpendapat bahwa adanya lafaz dhahir (eksoteris) dalam nash perlu dita’wil agar
diketahui makna bathiniyyah (esoteris) yang bertujuan untuk menyelaraskan keberagaman
kemampuan penalaran manusia dan perbedaan karakter dalam menerima kebenaran.
2) Metafisika
Ibnu Rusyd berependapat bahwa Allah adalah penggerak pertama (muharrik al-
awwal). Wujud Allah ialah esa (satu). Konsep Ibnu Rusyd tentang ketuhanan diambil dari
pemikiran Aristoteles, Plotinus, Al Farabi dan Ibnu Sina. Bukan berarti plagiat, tetapi sebagai
referensi pemikirannya tentang konsep ketuhanan. Dalam pembuktian adanya Tuhan, Ibnu
Rusyd memaparkan beberapa dalil sebagai berikut:
a. Dalil Wujud Allah (Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang menurutnya sesuai dengan
Al – Qu’an)
b. Dalil ‘Inayah Al – Ilahiyah (pemeliharaan Tuhan). Dalil ini mengkaitkan bahwa segala
sesuatu dijadikan untuk kelangsungan hidup manusia.
c. Dalil Ikhtira’ (dalil ciptaan). Dalil ini berpijak pada segala makhluk ciptaan Allah.
Siapapun yang ingin mengetahui ciptaan Allah, maka ia wajib mengetahui hakikat semua
ciptaan Allah.
d. Dalil Harkah (gerak). Dalil ini menjelaskan bahwa gerak adalah keadaan tidak tetap
terhadap suatu keadaan. Ibnu Rusyd berkesimpulan sama dengan Aristoteles bahwa gerak
itu qadim.
3) Tanggapan Terhadap Al – Ghazali
Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosof yang menentang Al – Ghazali. Ibnu Rusyd
menuliskan beberapa pendapatnya yang menentang pemikiran Al – Ghazali dalam buku – buku
karyanya diantaranya yang berjudul Tahafut Al-tahafut. Karena hal inilah, maka menimbulkan
perdebatan diantara Al – Ghazali dan Ibnu Rusyd. Ada 20 persoalan yang menjadi perdebatan
yaitu sebagai berikut: a) Alam qadim, b)Keabadian alam , masa dan gerak, c) Konsep Tuhan
sebagai sang pencipta dan alam sebagai produk, d) Pembuktian eksistensi penciptaan alam, e)
Argumen rasional bahwa Tuhan itu satu, f) Penolakan akan sifat – sifat Tuhan, g)
Kemustahilan konsep genus kepada Tuhan, h) Wujud Tuhan adalah sederhana, murni, tanpa
kuiditas atau esensi, i) Argumen nasional bahwa Tuhan bukan tubuh, j) Argumen nasional
tentang hukum alam tak dapat berubah, k) Pengetahuan Tuhan selain diri-Nya, l) Pembuktian
bahwa Tuhan mengetahui diri-Nya sendiri, m) Tuhan tidak mengetahui perincian segala
sesuatu melainkan secara umum, n) Langit adalah makhluk hidup, o) Tujuan yang
menggerakkan, p) Jiwa – jiwa langit mengetahu particular – particular yang bermula, q)
Kemustahilan perpisahan dari sebab alami peristiwa – peristiwa, r) Jiwa manusia adalah
subtansi spiritual yang ada dengan sendirinya, tidak menempati ruang, tidak terpateri pada
tubuh dan bukan tubuh, s) Jiwa manusia setelah terwujud tidak dapat hancur, t) Penolakan
terhadap kebangkitan jasmani.
10. Nashiruddin Ath-Thusi
a) Riwayat Hidup
Nama lengkap Nashiruddin Ath-Thusi adalah Khawajah Nasir al-Din Abu Ja’far
Muhammad. Beliau dilahirkan di kota Thus (Persia) 597 H/ 1201 M. setelah menerima
Pendidikan dasar, dia mempelajari fiqh, ushul fiqh, hikmah, dan ilmu kalam, terutama al-
isyarat-nya Ibnu Sina dari Mahdi Farid Al-Din Damat, dan matematika dari Muhammad
Nasib di Nishapur. Kemudia ia pergi ke Baghdad untuk mempelajari ilmu pengobatan dan
filsafat dari Qutb al-Din. Selain itu, di Baghdad ia memperdalam ilmu matematika dari
Kamal Ibnu Yunus dan fikih dari Salim Ibnu Badrun.
Thusi adalah orang yang berwawasan luas di dalam berbagai disiplin ilmu. Buku
akhlak karya Nashiruddin Thusi mengklasifikasi pengetahuan ke dalam spekulasi dan
praktik. Pengetahuan spekulasi memuat metafisika dan matematika (optik, meteorologi,
botani, zoologi, dan psikologi). Sementara itu, pengetahuan praktis memuat etika, ekonomi,
domestic, dan politik. Oleh karena itu, Thusi dikenal sebagai seorang filsuf, sedangkan di
barat ia dikenal sebagai seorang astronom dan matematikawan. Selain itu, Thusi juga
merupakan seorang kritikus, ia banyak mengulas berbagai hal, termasuk doktrin Ismailiyah
Ketika ia berdinas pada kaum tersebut.
b) Karya-Karya Nashiruddin Ath-Thusi
karl Brockelmann mengumpulkan tidak kurang dari 56 judul karya Ath-Thusi.
Sedangkan Ivanov mengatakan bahwa karya Ath-Thusi berjumlah 150 judul. Sementara itu,
Mudarris Ridwi menyebutkan Ath-Thusi menghasilkan karya sekitar 130 judul. Beberapa
karya yang dihasilkan oleh Ath-Thusi , antara lain sebagai berikut:
1) Logika
a. Asas Al-Iqtibas
b. Al-Tajrid fi ‘Ilm al-Mantiq
c. Ta’dil al-Miyar
2) Metafisika
a. risalah dar Ithbat-I Wajib
b. Itsar-I Jauhar al-Mufariq
c. Risalah dar Wujud-I Jauhar-I Mujarrad
d. Risalah dar Itsbat-I ‘Aql-I Fa’al
e. Risalah Darurat-I Marg
f. Risalah Sudur Kathrat az Wahdat
g. Risalah ‘Ilal wa Ma’lulat Fushul
h. Tashawwurat
i. Talkhis al-Muhassal
j. Hall-i Musykilat al-Asyraf
3) Etika
a. Akhlaq-I Nasiri
b. Ausaf al-Asyraf
4) Teologi/ Dogma
a. Tajrid al-‘Aqaid
b. Qawa’id al-‘Aqaid
c. Risalah-I I’tiqadat
5) Astronomi
a. Kitab al-Mutawassiat Bain al-Handasa wal Hai’a
b. Kitab al-Tazkira fi al-Ilm al-Hai’a
c. Zubdat al-Hai’a
d. Kitab al-Tahsil fi aln-Nujum
e. Tahzir al-Majisti
f. Mukhtasar fi al-ilm al-Tanjim wa ma’rifat at-Taqwim
g. Kitab al-Bari fi ulum at-Taqwim wa Harakat al-Afak wa Ahkam ar-Nujum
6) Aritmatika, Geometri, dan Trigonometri
a. Al-Mukhtasar bi Jami al-Hisab bi at-Takht wa at-Turab
b. Kitab al-Jabr wa al-Muqabala
c. Al-Usul al-Maudua
d. Quwaid al-Handasa
e. Tahrir al-Ushul
f. Kitab Shakl al-qatta
7) Optik
a. Tahrir Kitab al-Manazir
b. Mabahis Finikas al-Shur’ar wa in Itaafiha
8) Musik
a. Kitab fi ‘Ilm al-Mausiqi
b. Kanz al-Tuhaf
9) Medikal
a. Kitab al-Bab Bahiya fi at-Tarakib as-Sultaniyah
c) Filsafat atau Pemikirannya
1. Filasafat Logika
Pemahaman Ath-Thusi terhadap logika dapat diibaratkan seperti bulan (alat ilmu) yang
menangkap cahaya matahari (ilmu) untuk dipantulkan ke bumi sebagai cahayanya sendiri.
Bulan adalah alat atau sarana yang menggunakan energi utama (matahari) untuk
menyampaikan cahayanya kebelahan bumi yang lain yang tidak mendapat cahaya matahari.
Sementara itu, bagi bumi, bulan adalah energi utama yang berperan sebagai cahaya dimalam
hari. Logika adalah alat dan sumber ilmu. Dikatakan “alat” saat dia menjadi kunci untuk
memahami berbagai ilmu. Dikatakan “sumber ilmu” saat dia memberikan pengertian dan
menjelaskan sifat dari suatu makna. Menurut Ath-Thusi, pengetahuan dapat dicapai melalui
definisi dan silogisme. Dengan demikian, logika adalah hukum untuk berpikir tepat.
2. Filsafat Moral
Menurut Ath-Thusi, penyebab penyimpangan adalah segala sesuatu yang berlebihan.
Dengan demikian, keadaan jiwa yang tidak seimbang disebabkan oleh kelebihan, kekurangan,
atau ketidakwajaran akal. Misalnya, seorang pencuri yang tertangkap akan memberontak
terhadap si penangkap karena adanya perasaan takut terhadap hukum atau seorang anak yang
berniat bunuh diri saat kedua orangtuanya meninggal dunia.
3. Filsafat Metafisika
Metafisika terdiri atas dua bagian, yaitu ilmu ketuhanan dan filsafat pertama. Ilmu
ketuhanan (‘ilm-I ilahi), mencangkup persoalan ketuhanan akal, jiwa, dan hal-hal yang
berkaitan dengan hal tersebut, seperti kenabian (nubuwwat), kepemimpinan spiritual (imamat),
dan hari pengadilan (Qiyamat). Sementara itu, filsafat pertama (falasafah ula), meliputi alam
semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam semesta. Bagi Ath-Thusi, tuhan tidak
dapat dianalisis dengan logika dan metafisika. Baginya, tuhan harus diterima dan dianggap
sebagai postulat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan manusia.
4. Filsafat Jiwa
Menurut Ath-Thusi, eksistensi jiwa hanya dapat dibuktikan melalui jiwa itu sendiri
sehingga jiwa menjadi mustahil untuk dipelajari. Jiwa mengontrol tubuh melalui otot-otot dan
alat-alat perasa, tetapi tubuh tidak dapat merasakan keberadaan jiwa. Jiwa merupakan substansi
immaterial. Hal ini terjadi karena jiwa dapat menampung logika, matematika, teologi, dan
sebagainya tanpa tercampur-baur dan dapat diingat dengan kejelasan yang khas, yang tidak
dapat dilakukan oleh substansi material. Ath-Thusi menjelaskan bahwa jiwa imajinatif berada
diantara jiwa hewani dan jiwa manusiawi. Dalam jiwa manusiawi, terdapat dua jenis akal, yaitu
akal teoritis dan akal praktis. Dalam akal teoritis, tercangkup empat tingkat perwujudan, yaitu
akal material, akal malikat, akal aktif, dan akal yang diperoleh. Pada tingkat akal yang
diperoleh, bentuk konseptual yang terdapat dalam jiwa menjadi nyata terlihat. Sementara itu,
akal praktis berkenaan dengan Tindakan sengaja dan tidak sengaja sehingga potensialnya
diwujudkan dengan Tindakan-tindakan.
5. Filsafat Politik
Menurut Ath-Thusi, selain karena fitrah manusia yang selalu ingin berhubungan
dengan sesamanya, manusia juga membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Ath-Thusi juga membicarakan etika perang. Menurutnya, perang hanya boleh dilakukan jika
tidak dapat menemukan jalan keluar dari suatu pertentangan, dilakukan atas nama tuhan, dan
dengan persetujuan seluruh anggota. Jika memperoleh kemenangan, tawanan tidak
diperbolehkan untuk dibunuh.
6. Filsafat Rumah Tangga
Tujuan rumah tangga adalah untuk mewujudkan rasa ingin memiliki dan rasa ingin
melidungi anter anggota keluarga, bukan sebagai pemenuh syahwat. Untuk memelihara
keharmonisan keluarga, dibutuhkan ketersedian harta yang didapat dengan terhormat,
sempurna, dan adil. Laki-laki, menurut Ath-Thusi, diibaratkan sebagai jantung yang hanya
dapat bekerja pada satu tubuh saja, mustahil dapat bekerja pada lebih dari satu tubuh. jika
soerang laki-laki tidak dapat menjaga dan memperbaiki keseimbangan keluarga, lebih baik dia
tidak menikah apalagi berpoligami.
11. Muhammad Iqbal
a) Riwayat Hidup
Muhammad Iqbal berasal dari golongan menengah di Punjab dan lahir di sialkot,
Pakistan. Keluarganya berasal dari kasta brahmana Kasmir yang memeluk agama islam sejak
tiga abad sebelum ia dilahirkan. Kakeknya adalah Muhammad rafiq, seorang sufi terkenal.
Ayahnya, Noor Muhammad, seorang muslim yang sangat disiplin dalam kehidupan sufi.
Sebelum kelahiran Iqbal, ayah bermimpi melihat burung dara putih cemerlang yang terbang
dan hinggap di kamarnya, mimpi tersebut diartikan sebagai pertanda akan memperoleh anak
yang terkenal dan menjadi sebuah kebahagiaan (Wahab, 1985: 16).
Pada masa kanak-kanak, Muhammad Iqbal belajar pada ayahnya kemudian ia
dimasukkan ayahnya ke Scotch Mission College di Sailkot agar mendapatkan bimbingan
dari Maulawi Mir Hasan, teman ayahnya yang ahli Bahasa Persia dan arab. Untuk
melanjutkan studinya, Muhammad Iqbal pergi ke Lahore. Disana ia memperoleh gelar sarjan
M.A. setelah itu, pada tahun 1905, Iqbal pergi ke inggris untuk melajutkan studi filsafatnya
di universitas Cambridge. Dua tahun kemudian, ia pindah ke jerman dan disanalah ia
memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang tasawuf.
Muhammad Iqbal adalah seorang filsuf dan penyair. Syairnya menjadi hebat karena
filsafatnya dan filsafatnya menjadi hebat karena syairnya. Ide-ide Muhammad Iqbal tentang
pembaruan dan politik menganterkan umat islam india menjadi suatu bangsa yang lepas dari
bayangan-bayangan india, yakni Pakistan. Meskipun dia seorang penyair dan filsuf,
pemikirannya mengenai kemajuan dan kemunduran umat islam sangat berpengaruh pada
Gerakan pembaruan islam.
b) Karya-karya Muhammad Iqbal
Diperkirakan ada sekitar 21 karya monumental yang ditinggalakan oleh Muhammad
Iqbal, salah satu karyanya yang terkenal adalah Bal-I Jibril (Syap Jibril) yang dibuat pada
tahun 1935. Karya Muhammad Iqbal yang lainnya antara lain sebagai berikut:
1) Ilm al-Iqtishad (1903)
2) The Development of Metaphysics in Persia: A Contribution to the History of Muslim
Philosophy (1908)
3) Asrar-I Khudi (Rahasia pribadi) (1915)
4) Rumuz-I Bekhudi
5) Payam-I Masyriq (Pesan dari Timur) (1923)
6) Bang-I dara (Lonceng Kafilah) (1924)
7) Zabur-I ‘Azam (Mazmur Persia) (1927)
8) The Reconstruction of Religious Thought in Islam (1930)
9) Javid Nama (1932)
10) Musafir (Sang Pengembara) (1933)
11) Bal-I-Jibril (Sayap Jibril) (1935)
12) Zarb-I-Kalim (Pukulan Tongkat Musa) (1936)
13) Armaghan-I-Hijaz (1938)
c) Filsafat atau Pemikirannya
1) Filsafat Ego
Salah satu bukti pemikiran Iqbal adalah filsafat ego. Filsafat Iqbal pada intinya adalah
filsafat manusia yang berbicara tentang diri, yaitu ego. Karena bagi Iqbal, manusia adalah
suatu kesatuan energi, daya, atau kombinasi dari daya-daya yang membentuk beragam
susunan. Daya-daya tersebut adalah ego. Iqbal menyebut ego dengan khudi. Aktivitas ego
menurut Iqbal berupa aktivitas kehendak, seperti Tindakan, harapan dan keinginan,
Tindakan-tindakan tersebut sepontan terefleksikan dalam tubuh. Ego adalah sesuatu yang
dinamis, ia mengorganisasi dirinya berdasrkan waktu dan bentuk, serta mendisiplinkan
pengalaman sendiri.
2) Konsep Penciptaan
Teori penciptaan dijelaskan dalam karya Muhammad Iqbal yaitu Asrar-I Khudi.
Berikut ini salah satu kalimat yang diambil dari Asrar-I Khudi yakni: “semua bentuk kejadian
berasal dari Khudi (pribadi atau di dalam Bahasa farsi dan urdu diartikan sebagai tuhan).
Semua yang ada pada realitas merupakan rahasia-rahasia Khudi. Ketika alam dan pikiran
murni diciptakan dalam “kesadaran” khudi, maka alam-alam yang tercipta akan terhubung
pada khudi”.
12. Mulla Shadra
a) Riwayat Hidup
Sadr al-Din Muhammad Ibnu Ibrahim Ibnu Yahya al-Qawami al-Shirazi, yang
dikenal dengan Mulla Shadra atau Sadr al-Muta’allihin dilahirkan di Shiraz, Iran, sekitar
1571 M. ia berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya adalah Ibrahim bin yahya Al Qawami
Al Shirazi, pernah menjabat sebagai gubernur fars dan memiliki kekuasaan yang istimewa
di kota Shiraz (Rahman, 2000: 1). Karena berasal dari keluarga terpandangm Mulla Shadra
selalu mendapat perhatian dan Pendidikan terbaik. Kondisi ini membuat Mulla Shidra cepat
menguasai beragam ilmu, baik Bahasa arab maupun Persia, Al-Qur’an, hadis, serta bidang
ilmu lainnya.
Untuk memuaskan rasa dahaganya akan ilmu, ia meninggalkan kota kelahirannya
menuju Isfahan. Disana ia mendapat bimbingan dari dau orang guru, yakni Syekh Bahauddin
al-Amili (Syekh Baha’i) seorang teologi, sufi, ahli hukum, filsuf juga penyair dan Sayid
Muhammad Baqir (Mir Damad), yang menguasai ilmu-ilmu intelektual. Selajutnya, ia
meninggalkan isfahan untuk menuju desa kahak. ia menjalani kehidupan menyendiri untuk
memnuhi dahaga spiritualnya. Sikap spiritual yang ua tempuh ternyata memberikan
pencerahan diri. Ia menyatakan bahwa kebenaran mistik pada dasarnya adalah kebenaran
intelektual. Pengalaman mistik merupakan pengalam kognitif.
b) Karya-karya Mulla Shadra
Karya-karya Mulla Shadra pada umumnya filosofis dan religious, telah menyatu dan
saling melengkapi. Berikut ini sejumlah karya-karya Shadra.
1) Al-Hikmah Al-Muta’aliyah fi Asfar Al-‘Aqliyah Al-Arba’ah
2) Al-Hasyr
3) Al-Hikmah Al-‘Arsyiyah
4) Hudus Al-‘Alam
5) Kalaq Al-A’mal
6) Mafatih Al-Ghaib
7) Kitab Al-Masya’ir
8) Al-Mizaj
9) Mutasyabihat Al-Qur’an