Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran. Filsosof Muslim, sebagai


mana filosof Yunani, percaya bahwa kebenaran jauh berada di atas pengalaman;
bahwa pengalaman itu abadi di alam adialami. Filsafat adalah pengetahuan
tentang hakikat tentang segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia,
karena tujuan para filosof dalam berteori ialah mencapai kebenaran, dan dalam
berpraktek, ialah menyesuaikan dengan kebenaran.

Melalui kontak yang terjadi di pusat-pusat peradaban Yunani yang terdapat di


Aleksanderia (Mesir), Antokia ( Suriah), Jusdisyapur (Irak) dan Baktra (Persia),
yang jatuh kedalam kekuasaan Islam pada permulaan abad ketujuh Masehi,
filsafat masuk ke dalam pemikiran Islam. Timbullah filosof-filosof Islam seperti
Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Maskawaih dan filosof lainnya.

Berlainan dengan Yunani, pemikiran filsafat dalam Islam, telah terkait pada
ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an dan Hadits. Disini pemikiran filsafat bukan lagi
sebebas-bebasnya, tapi telah dibatasi oleh wahyu yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw. Maka filosof-filosof Islam tidak lagi menjadi dasar segala dari
segala dasar, karena wahyu telah menentukan bahwa dasar dari segala dasar itu
adalah Allah Swt.

B. Rumusan masalah
1. apa saja pemikiran-pemikiran dari al- Kindi?
2. apa saja pemikiran-pemikiran dari al-Razi?
3. apa saja pemikiran-pemikiran dari al- Farabi?

1
C. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran filsafat dari tokoh-tokoh Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. AL-KINDI

Al-kindi adalah filosof pertama yang mempelajari ilmu dan filsafat, al-kindi
patut disebut “Ahli-filsafat Arab”. Nama lengkap al-Kindi adalah: Abu Yusuf
Ya’qub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail al-Ash’ats bin Qais al-Kindi. “Al-
Kindi adalah manusia terbaik pada masanya untuk pengetahuannya tenteang seluruh
ilmu pengetahuan kuno. Buku bukunya mengandung aneka ilmu pengetahuan, seperti
logika, filsafat, geometri, ilmu hitung astronomi dan sebagainya. Kami menyebutnya
filosof alam, karena ia menonjol dalam ilmu pengetahuan.”1

FILSAFAT AL-KINDI

Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran. Dalam risalah al-Kindi


tentang Filsafat Awal, berbunyi “Filsafat adalah pengetahuan tenteng hakikat segala
suatu dalam batas batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam
berteori ialah mencapai kebenaran, dan dalam berpraktek, ialah menyusuaikan
dengan kebenaran. Filsafat dalam pandangan al-Kindi sebagaimana dikutip dari
Rosenthal, terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu studi teoretis dan studi praktis.
Studi teoretis yaitu fisika, matematika,dan metafisika sedangkan studi praktis yaitu
etika, ekonomi, dan politik. Al-Kindi mengklasifikasikannya sebagai, “Teori dan
praktek merupakan awal kebajikan. Masing masing dibagi menjadi fisika, matematika,
dan teologi. Praktek dibagi menjadi bimbingan diri, keluarga, dan masyarakat. 2 Ibn
Nabatah yang juga mengutip al-Kindi, hanya menyebutkan bagian bagian teoritisnya.

1
Ibn al-Nadin, al-fihrist, Kairo, h.225
2
Rosenthal, op. cit., h, 27

3
“Ilmu-ilmu Filsafat terdiri atas tiga hal, pertama pengajaran (ta’lim), yaitu
matematika, yang bersifat mengatar; kedua, ilmu alam, yaitu bersifat terakhir; dan
ketiga, ilmu agama, yang bersifat paling tinggi.”3

Metode yang dianut dalam mengkaji filsafat awal ialah pengunaaan logika. Al-
Kindi menulis banyak buku buku tentang logika, yang tidak pernah menjadi popular,
tak pernah dibaca atau digunakan orang dalam ilmu pengetahuan, karena buku-buku
ini hampa seni analisis yang merupakan satru-satunya cara untuk membedakan antara
benar dan salah dalam setiap pengakajian.

Keselarasan Filsafat dan Agama

Al-Kindi mengarahkan filsafat muslim kearah kesesuaian antara filsafat dan


agama. 4 Filsafat berlandaskan akal pikiran, sedang agama berdasarkan wahyu.
Keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan yaitu :

1. Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat


2. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuai
3. Menuntut ilmu secara logika, diperintahkan dalam agama.

Dalam risalah, “Jumlah karya Aristoteles”, al-Kindi membedakaan secara tajam


antara agama dan filsafat. Ilmu ilahiah, yang dibedakannya dari filsafat, ialah islam,
sebagaimana diturunkan kepada Rasulullah dan termaktub dalam Al-Qur’an.
Bertentangan dengan pendapat umumnya bahwa ilmu agama (teologi) adalah bagian
dari filsafat. Dapat diketahui bahwa:
1. Kedudukan teologi lebih tinggi dari filsafat.
2. Agama merupakan ilmu ilahiah, sedang filsafat merupakan ilmu insani.
3. Jalur agama adalah keimanan, sedang jalur filsafat adalah akal.

3
Ibn Nabatah, op. cit., h. 125
4
Mustha fa ‘Abd al-Rajiq, op. cit., h. 47

4
4. Pengetahuan nabi diperoleh langsung melalui wahyu, sedangkan pengetahuan
para filosof melalui logika dan pemaparan.

Manusia yang bukan nabi takkan memperoleh pengetahuan tentang hakikat dan
bukan yang hakikat, yang tanpa melalui riset, ketekunan, matematika, logika, dan
proses waktu. Al-Kindi berpendirian bahwa hujjah hujjah Al-Qur’an “sangat
meyakinkan jelas,dan menyeluruh”.

TUHAN

Dalam al-sina’at al-’uzma, 5 al-Kindi memaparkan sendiri gagasan serupa. Ia


berkata “Karena Allah, mahaterpuji Dia, adalah penyebab gerak ini, yang abadi
(qadim), maka Ia tak dapat dilihat dan tak bergerak, penyebab gerak tanpa
menggerakkan Dirinya. Al-Kindi menyifati Tuhan dengan istilah-istilah baru. Tuhan
adalah yang benar. Ia maha besar, Ia bukan materi, tak berbentuk, tak berjumlah, tak
berkualitas, tak berhubungan, juga Ia tak dapat disifati dengan ciri-ciri yang ada (al-
ma’qulat). 6 Dalam filsafat al-Kindi Tuhan adalah sebab efisien. Ada dua macam
sebab efisien

1. Sebab efisien sejati dan aksinya adalah ciptaan dari ketiadaan (ibda’)
2. Semua sebab efisien yang lain adalah lanjutan, yaitu sebab-sebab tersebut ada
lantaran sebab-sebab lain, dan sebab-sebab itu sendiri adalah sebab dari efek-efek
lain.

Alam (Ketakterhinggaan)

Alam, dalam sistem aristoteles, terbatas oleh ruang, tetapi tak terbatas oleh
waktu, karena gerak alam seabadi penggerak tak tergerakkan (Unmovable mover).

5
Risalah ini belum disunting. Rosenthal, dalam artikel diatas “Al-Kindi and Ptolemy”, memberikan
beberapa petikan dan menganalisisnya
6
Dengan Abu Ridah, kita memahami hai ini sebagai hal-hal yang dapat dipahami atau konsep-konsep
(al-mu’qulat), tetapi kategori-kategori dalam konteks ini lebih sesuai.

5
Keabadian alam, dalam pemikiran islam ditolak karena islam bependirian bahwa
alam diciptakan. Al-Kindi berpendapat alam ini tidak kekal. Wujud yang begitu erat
kaitannya dengan fisik, waktu dan ruang, adalah terbatas, karena mereka takkan ada,
kecuali dalam keterbatasan.

Maka setiap benda yang terdiri atas materi dan bentuk, yang terbatas ruang dan
bergerak didalam waktu adalah terbatas meski benda terbatas adalah wujud dunia.
Dan karena terbatas maka tak kekal. Hanya Allahlah yang kekal.

Ruh dan Akal

Ruh adalah suatu wujud sederhana, dan zatnya terpancar dari sang pencipta,
persis sebagaimana sinar terpancar dari matahari. Ruh bersifat spiritual, ketuhanan,
terpisah dan berbeda dari tubuh. Dalam tulisan al-Kindi “Perihal Tidur dan Mimpi”
yang diterjemahkan ke bahasa latin. Tidur adalah menghentikan penggunaan inderawi.
Bila ruh berhenti menggunakan inderawi dan hanya menggunakan nalar maka ia
bermimpi.

Alexander dari Aprodisias dalam De Intellectu, mengatakan bahwa ada tiga


macam akal yaitu:

1. Akal materi, ialah daya murni dan dapat rusak


2. Akal terbiasa, ialah akal yang memperoleh dan memiliki pengetahuan
3. Akal intelligencia agens (intelegensi ketuhanan), ialah yang mengalir dalam ruh
kita
Namun menurut al-Kindi ada empat macam. Ia membagi akal terbiasa menjadi
dua yaitu akal yang memiliki pengetahuan tanpa mempraktekannya, dan akal yang
mempraktekan pengetahuan.
1. Akal yang selalu bertindak
2. Akal yang secara potensial berada dalam ruh
3. Akal yang telah berubah, di dalam ruh,dari daya menjadi aktual

6
4. Akal yang sering di sebut akal kedua.”7 Yang dimaksud dengan akal ‘kedua’
ialah tingkat kedua aktualitas, sebagaimana yang di jelaskan di atas dalam
membedakan antara yang Cuma memiliki pengetahuan dan yang
memperaktikannya.

B. Al Razi
A. Masa Hidupnya dan Filsafatnya
Menurut al-Biruni8, abu Bakr Muhammad ibn Zakaria ibn Yahya al-Razi lahir
di Rayy, pada tanggal 1 sya’ban tahun 251 H/865 M. Pada masa mudanya, ia
menjadi tukang intan, penukar uang, atau lebih sebagai pemain kecapi yang
pertama meninggalkan musik untuk belajar alkimia, dan pada usia tiga puluh atau
setelah umur empat puluh tahun ia meninggalkan kimia, karena matanya terserang
penyakit akibat eksperimen yang dilakukannya, yang menyebabkannya mencari
dokter dan obat-obatan, itulah sebabnya kata mereka (al-Biruni, Baihaqi, dan lain-
lainnya), ia mempelajari ilmu kedokteran (obat-obatan).
Posisi paling strategis terkait kapasitasnya sebagai dokter ialah menjadi direktur
rumah sakit Rayy dan Bagdad 9 . Ketekunannya dalam bidang tulis-menulis
sungguh luar biasa. Ia pernah menulis tidak kurang dari 20.000 lembar kertas
dalam setahun. Dilaporkan bahwa karya tulisnya mencapa 232 buah dengan
kedokteran sebagai tema umum. Buah karyanya yang terbesar ialah Al-Hawi,
sebuah ensiklopedi kedokteran dengan ketebalan 20 jilid yang berisi informasi
kedokteran Yunani, Syiria, Arab, dan laporan penelitian pribadi.

B. Filsafat Lima Kekal

7
El-Ehwani, Islamic philosop hy, Kairo, 1951, h. 51-52.
8
M.M Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1998) hlm. 31
9
Amroeni Drajat, Filsafat Islam, (Jakarta: Erlangga, 2006) hlm. 21

7
Tulisan-tulisan dari lawan al-Razi melaporkan bahwa al-Razi menganut filsafat
doktrin lima kekal, yaitu Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama, Ruang Absolut,
dan Zaman Absolut. Lima kekal tersebut dapat dipahami secara logis dari
kenyataan adanya alam benda yang empirik ini. Alam benda itu pasti tersusun dari
materi pertama dan senantiasa membutuhkan ruang. Karenanya, ruang harus ada,
dan ruang dari segenap materi yang ada disebut ruang absolut. Materi atau alam
benda ini terkena hukum perubahan. Perubahan ini kelak akan memunculkan apa
yang kita sebut sebagai masa. Orang bisa membatasi masa kedalam hitungan jam,
hari, minggu, bulan, tahun dan seterusnya. Dan masa yang dibatasi itu disebut
waktu. Adalah sesuatu yang absurd apabila materi yang ada ini muncul dari
ketiadaan atau tak pernah ada, dan atau berubah menjadi tiada; materi akan tetap
ada dan berubah selamanya.
Zaman yang terus-menerus bergerak dari masa lalu yang tanpa batas menuju
masa depan yang tiada akhir disebut zaman absolut (al-dahr/duration). dalam
alam ini terlihat jelas adanya benda-benda hidup, dan karenanya keberadaan jiwa-
jiwa yang berasal dari jiwa universal menjadi niscaya. Untuk mewujudkan
ketertiban alam mestilah memerlukan Dzat Maha Bijaksana dan Maha Tahu,
Yakni Tuhan. Dari lima kekal itu, hanya Tuhan dan jiwa yang selalu aktif. Adapun
materi senantiasa berada dalam suasana pasif.

Jiwa dan Materi

Meskipun jiwa universal dan materi pertama bersifat kekal, bukan berarti
keduanya tidak membutuhkan Tuhan. Dalam filsafat Lima Kekal, Tuhan pada
mulanya tidak membentuk alam dari materi pertama. Tapi, pada suatu saat, jiwa
tertarik dan ingin bermain-main dengan materi pertama. Tuhan pun hadir
membantu jiwa dengan membentuk alam ini dari materi pertama dalam susunan
yang kuat, sehingga jiwa dapat mencari kesenangan materi di dalamnya. Jiwa
tercipta dengan kemampuan memanfaatkan raga sebagai tempat singgah. Karena
sifat material raga begitu menggoda, jiwa pun terlena dan lupa bahwa kesenangan

8
sejati tidaklah terletak pada persatuannya dengan materi, tetapi dalam
perpisahnnya. Untuk itu, Tuhan memberi jiwa potensi akal yang dapat
menyadarkan manusia untuk tidak tertipu oleh kesenangan materi, serta
menyadarkan bahwa alam yang sesungguhnya dan kesenangan sejati berada di luar
alam materi. Jiwa tetap tinggal di alam materi selama belum berhasil menyucikan
diri dan penyucian ini bisa dilakukan melalui filsafat. Bila jiwa telah suci, maka
jiwa dapat memasuki alam asalnya kembali. Pada saat itulah alam materi hancur
dan kembali menjadi materi asal.

C. Akal sebagai Karunia Tuhan


Menurut al-Razi akal merupakan karunia terbesar Tuhan bagi manusia. Berkat
akal, manusia menjadi lebih mulia dari binatang, mengetahui banyak sesuatu,
memperbaiki kehidupan, mencapai cita-cita, dan bahkan mengetahui Tuhan. Akal
wajib dihargai dan tidak boleh dilecehkan; ia harus dijadikan hakim bagi segala
permasalahan.

Karya ar-Razi berjudul at-Thibb al-Ruhani, kita akan memperoleh keterangan


bahwa penghargaannya terhadap akal dibarengi pula penghargaannya kepada
agama dan para nabi sebagai manusia utama yang harus diteladani. Ia menulis
demikian, “ mengendalikan hawa nafsu adalah wajib dalam pandangan rasio,
orang berakal, dan semua agama, sehingga wajib bagi manusia yang baik, utama,
dan sempurna menunaikan apa yang diajarkan agama yang benar (al-Syariah al-
Muhiqqah) kepadanya. Ia juga tidak sepatutnya menakuti kematian karena agama
yang benar telah menjanjikan kemenangan, ketentraman, dan kenikmatan yang tak
berkesudahan”.
Dalam karya lainnya berjudul Bar al-Sa’ah dan Sirr al-Asrar, ar-Razi menulis
ungkapannnya semacam ini, “Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada
ciptaannya yang terbaik, Nabi Muhammad, dan keluarganya.” Dan ungkapan lain,
“semoga Allah melimpahkan shalawat kepada sayid kita, kekasih kita, dan

9
penolong kita di hari kiamat, yaitu Muhammad, mudah-mudahan Allah senantiasa
melimpahkan shalawat dan salam kepadanya.

C. Al-Farabi

LATAR BELAKANG

Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia
Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal
para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya
terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik.
Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting
dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Ia dapat memainkan dan telah menciptakan
bebagai alat musik.

Al-Farabi dikenal sebagai "guru kedua" setelah Aristoteles. Dia adalah filosof islam
pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin
menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan islam serta berupaya
membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Karyanya yang
paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang
membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan
antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam

FILSAFAT AL-FARABI

Al-Farabi mendefinisikan filsafat sebagai Al Ilmu bilmaujadaat bima Hiya Al


Maujadaat, yang berarti suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala
yang ada ini. Berdasarkan lapangannya Al-Farabi membagi filsafat menjadi dua
bagian.

1. Al-falsafahan-nadoriyah (filsafat teori), yaitu mengetahui sesuatu yang ada,


dimana seseorang tidak bisa (tidak perlu) mewujudkannya dalam perbuatan.

10
Bagian ini meliputi matematika, ilmu fisika dan metafisika. Masing-masing
dari ilmu tersebut mempunyai bagian-bagian lagi yang hanya perlu diketahui
saja.
2. Al-falsafah al-‘amaliyah (filsafat amalan), yaitu mengetahui sesuatu yang
seharusnya diwujudkan dalam perbuatan dan menimbulkan kekuatan untuk
mengerjakan bagian-bagian yang baik. Bagian amalan ini ada kalanya
berhubungan dengan perbuatan-perbuatan baik yang seharusnya dikerjakan
oleh tiap-tiap orang, yaitu yang yang dinamakan ilmu akhlak (etika),
adakalanya berhubungan dengan perbuatan-perbuatan baik yang seharusnya
dikerjakan oleh penduduk negeri, yaitu yang disebut al-falsafah al-madaniyah
(filsafat politik).

Tujuan terpenting dalam mempelajari filsafat, menurut Al-Farabi, ialah mengerahui


Tuhan bahwa ia Esa dan tidak bergerak, bahwa ia menjadi sebab yang aktif bagi
semua yang ada, bahwa ia yang mengatur alam ini dengan kemurahan, kebijaksanaan
dan keadilannya. Wujud selain Tuhan yaitu makhluk adalah wujud yang tidak
sempurna. Oleh karena itu, pengetahuan tentang banyak makhluk adalah pengetahuan
yang tidak sempurna. Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat hanya bisa tercapai
dengan kepandaian membedakan yakni antara benar dan salah, dan kepandaian ini
hanya bisa tercapai dengan kekuatan pikiran dalam mengetahui kebenran.

Al-Farabi berkeyakinan bahwa aliran filsafat yang bermacam-macam pada


hakikatnya hanya satu, yaitu sama-sama memikirkan kebenaran, sedangkan
kebenaran itu hanya satu macam dan serupa pada hakikatnya. Al-Farabi berhasil
meletakan dasar-dasar filsafat ke dalam ajaran Islam. Menurutnya, para filosof
muslim meyakini Al-Quran dan hadits adalah hak dan benar dan filsafat juga adalah
benar. Ia menegaskan bahwa antara keduanya tidaklah bertentangan, bahkan mesti
cocok dan serasi karena sumber keduanya sama-sama dari akal aktif, hanya berbeada
cara memperolehnya. Bagi filosof perantaranya melalui akal, sedangkan dalam agama
perantaranya melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi-Nabi.

11
Melalui pikirannya Al-Farabi, pada kenyataannya mencoba memperkuat inti ajaran
islam, yaitu tauhid. Teori emanasi yang dikembangkan oleh Al-Farabi, meskipun
dianggap tidak sesuai dengan teori cosmology, adalah upaya untuk menyatukan
agama dan filsafat. Mengenai akal itu esa, Al-Farabi berpendapat bahwa akal berisi
hanya satu pikiran yang memikirkan akan dirinya sendiri. Jadi akal Tuhan adalah aqil
(berpikir) dan ma’qul (dipikirkan), melalui Ta’qul, Tuhan dapat mulai ciptaan-Nya.
Proses emanasi itu adalah Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya, dan dari
pemikiran ini timbul satu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan
pemikiran itu timbullah suatu wujud baru atau akal baru yang disebut oleh Al-Farabi
dengan sebutan Al-Aqlul Awwal (akal yang pertama).

Dengan demikian, akal dalam pandangan Al-Farabi ada tiga jenis.

1. Allah sebagai akal.

2. Akal-akal dalam filsafat emanasi : satu sampai sepuluh.

3. Akal yang terdapat pada diri manusia.

FILSAFAT KETUHANAN AL-FARABI

a. Pemikiran Tentang Tuhan

Al-Farabi dalam pembahasan tentang ketuhanan mengkompromikan antara filsafat


Aristoteles dan Neo-Platonisme, yakni al-Maujud al-Awwal (wujud pertama) sebagai
sebab pertama bagi segala yang ada. Bentuk filsafat neo-Platonisme sendiri praktis
telah melaksanakan penyatuan filsafat plato dan Aristoteles dalam dirinya. Konsep
Al-Farabi ini tidak bertentangan dengan keesaan yang mutlak dalam ajaran Islam.
Dalam membuktikan adanya Allah Al-Farabi mengemukakan dalil Wajibul al-Wujud
dan Mumkin al-Wujud ( De Boar, 1954:162).

12
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa sesuatu sebab, kalau ada sebab bagi-
Nya, maka adanya Tuhan tidak sempurna tidak lagi, berarti adanya Tuhan bergantung
pada sebab yang lain. Ia wujud yang paling dahulu dan paling mulia, yang tidak
berawal dan tidak berakhir, sebagai sebab pertama berarti Tuhan tidak ada yang
mengawali dan tidak memerlukan yang lain. Wujud-Tuhan adalah Zat yang paling
azali dan yang selalu ada. Wujud-Nya tidak terdiri dar Matter (benda) dan from
(bentuk/surah), yaitu dua bagian pada makhluk. Karena kesempurnaan itu, maka tidak
ada sesuatu yang sempurna yang terdapat pada selain-Nya.

Tuhan itu Maha Esa, tidak terbatas dalam segala sesuatunya, bila ada hal-hal yang
membatasi berarti Tuhan tidak Esa lagi. Maka Tuhan tidak dapat dirumuskan sama
sekali denagn batasan yang akan memberikan pengertian pada manusia, sebab suatu
batasan berarti suatu penyusunan yang akan menggunakan golongan dan pembedaan
atau digunakan pengertian zat dan bentuk, seperti memberi definisi kepada sesuatu
benda atau barang.

b. Sifat Tuhan

Dalam metafisikanya tentang ketuhanan Al-Farabi hendak menunjukkan keesaan


Tuhan dan ketunggalan-Nya. Juga dijelaskan pula mengenai kesatuan antara sifat dan
zat (substansi) Tuhan. Sifat Tuhan tidak berbeda dari zat-Nya. Karena Tuhan adalah
tunggal. Juga zat Tuhan menjadi obyek pemikiran sendri (ma’qul), karena yang
mengahalang-halangi sesuatu untuk menjadi obyek pemikiran ialah benda itu pula.
Jadi ia adalah obyek pemikiran, karena ia adalah akal pikiran. Ia tidak membutuhkan
sesuatu yang lain untuk memikirkan Zat-Nya sendiri tetapi cukup dengan Zat-Nya itu
sendiri pula untuk menjadi obyek pikiran[10].

Tuhan juga adalah Zat yang MahaMengetahui (‘alim) tanpa memerlukansesuatu yang
lain untuk dapat mengetahui. Jadi Tuhan cukup dengan zat-Nya sendiri untuk
mengetahui dan diketahui. Ilmu (pengetahuan) Tuhan terhadap diri-Nya tidak lain

13
hanyalah zatnya sendiri juga. Dengan demikian, maka ilmu dan zat yang mempunyai
ilmu adalah satu juga.

Jadi menurut Al-farabi tidak ada perbedaan antara sifat Tuhan dengan zat (substansi)
Tuhan, sifat Tuhan yang berarti juga substansi Tuhan. Tuhan sendiri sebenarnya akal,
sebab segala sesuatu yang tidak membutuhkan benda, maka sesuatu itu benar-benar
akal. Begitu pula denga wujud yang pertama (Tuhan). Zat (substansi) Tuhan yang
satu itu adalah akal (pikiran). Akal adalah zat (substansi) yang berfikir, tetapi
sekaligus juga menjadi obyek pemikiran Tuhan sendiri.

c. Pembuktian Adanya Tuhan

Segala sesuatu yang ada, pada dasarnya hanya mempunyai dua keadaan, pertama ada
sebagai kemungkinan disebut wujud yang mungkin, kedua ada sebagai keharusan
disebut dengan wujud yang wajib. Dalam keadaan yang pertama adanya ditentukan
oleh ada yang lain, dan keadaan yang kedua adanya tanpa sesuatu yang lain ada
dengan sendirinya dan sebagai keharusan.

Pembuktian dengan dalil kosmologi seperti yang dilakukan oleh Al-Farabi termasuk
dalil yang sederhana mudah dimengerti, tetapi kelemahan dalil ini berpangkal dari
suatu keyakianan yang mengharuskan adanya Tuhan[11].

2. FILSAFAT KENABIAN AL-FARABI

Pada awal kedatangan Islam, kaum muslimin mempercayai penuh apa yang datang
dari Tuhan, tanpa membahas atau mencari-cari alasannya. Keadaan ini tidak lama
kemudian dikeruhkan oleh berbagai keraguan, akibatnya golongan-golongan luar
Islam dapat memasukan pikirannya dikalangan kaum muslimin, seperti golongan
Mazdak dan Manu dari Iran, golongan Summiyyah. Sejak saat itu setiap dasar-dasar
Agama Islamd ibahas dan dikritik. Ibn Ar-Rawandi dan Abubakar Ar Razi tokoh

14
Yahudi mengkritik dan mengingkari kenabian pada umumnya dan kenabian
Muhammad saw khususnya.

Kritiknya dapat dideskripsikan sebagai berikut :

a. Nabi sebenarnya tidak diperlukan manusia, karena Tuhan telah mengaruniakan


akal kepada manusia tanpa terkecuali. Akal manusia dapat mengetahui Tuhan beserta
segala nikmat-Nyadan dapat pula mengetahui perbuatan baikm dan buruk.

b. Ajaran agama meracuni prinsip akal. Secara logika tidak ada bedanya thawaf di
Ka’bah, dan sa’i di Bukit Shafa dan Marwah dengan tempat-tempat lain.

c. Mukjizat hanya semacam cerita khayal belaka yang hanya menyesatkan manusia.

d. Al-Qur’an bukanlah Mukjizat dan bukan persoalan yang luar biasa (Al-
khawariqal-adat). Orang yang non Arab jelas saja heran dengan balaghah Al-Quran,
karena mereka tidak kenal dan memgerti Bahsa Arab dan Muhammad adalah kabilah
yang paling fasahah dikalangan orang Arab.

Dalam suasana yang demikian, Al-Farabi merasa terpanggil untuk menjawab


tantangan tersebut. Karena kenabian adalah asa sentral dalam agama, apabila ia telah
batal, maka akibatnya membawa kebatalan pada agama itu sendiri.

Nabi adalah pilihan Allah dan komunikasinya denga Allah bukan melalui akal
mustafad (perolehan), tetapi melalui akal dalam derajat materiil. Seorang nabi
dianugrahi Allah akal yang mempunyai daya tangkap yang luar biasa sehingga tanpa
latihan dapat mengadakan komunikasi langsung dengan akal kesepuluh (jibril). Akal
ini mempunyai kekuatan suci (qudsiyyat) dan diberi nama hads. Tidak ada akal yang
lebih kuat dari pada itu dan hanya nabi-nabi yang memperoleh akal seperti itu.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran. Filsosof Muslim, sebagai


mana filosof Yunani, percaya bahwa kebenaran jauh berada di atas pengalaman;
bahwa pengalaman itu abadi di alam adialami. Filsafat adalah pengetahuan
tentang hakikat tentang segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia,
karena tujuan para filosof dalam berteori ialah mencapai kebenaran, dan dalam
berpraktek, ialah menyesuaikan dengan kebenaran.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.

16

Anda mungkin juga menyukai