Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FILSAFAT ALKINDI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Failsafat Islam
Dosen Pengampu : Maulana, S.Pd.I.,M.A

Oleh : Sohibus Sobri


NIM : 201.2019.008

SEMESTER V
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM
SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN SAMBAS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Kindi adalah filosof Islam pertama yang berupaya mempertemukan
ajaran Islam dengan filsafat Yunani.Sebagai seorang filosof, al-Kindi lebih
mengandalkan kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar
tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama, diakui keterbatasan akal
untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karena itu, menurut al-Kindi,
diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal
manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan.Dengan demikian, al-Kindi tidak
sependapat dengan para filosof Yunani dalam hal-hal yang bertentangan
dengan ajaran agama Islam.Misalnya, tentang kejadian alam berasal dari
ciptaan Tuhan yang semula tidak ada.Al-kindipun berbeda dengan pendapat
Aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat
abadi. Oleh karena itu, al-Kindi bukan termasuk filosof yang dikritik al-
Ghazali dalam kitabnya: Tahafut al-Falasifah (Serangan terhadap para
filosof).
Menurut Al-Kindi, kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan
mengambilnya, dari manapun datangnya, meskipun dari bangsa-bangsa lain
yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih utama bagi orang yang
mencari kebenaran dari pada kebenaran itu sendiri. Orang yang mengingkari
filsafat berarti mengingkari kebenaran, dan karenanya maka ia menjadi
kafir. Bahkan lawan-lawan filsafat sangat memerlukan filsafat untuk
memperkuat alas an-alasannya.
Terkadang terdapat perlawanan dalam lahiriyah antara hasil pemikiran
filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an.Pemecahan Al-kindi terhadap masalah
ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai arti
sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (kiasan, bukan arti sebenarnya). Arti
majazi ini hanya dinyatakan dengan jalan takwil ( penafsiran), dengan syarat
harus dilakukan oleh orang-orang ahli agama dan ahli pikir.
Kalau ada perbedaan antara afilsafat dengan agama, maka perbedaan itu
hanya dalam cara, sumber, dan cirri-cirinya, sebab ilmu nabi-nabi (agama)
diterima oleh mereka sesudah jiwanya dibersihkan oleh Tuhan dan
disiapkan untuk menerima pengetahuan (ilmu) dengan cara luar biasa diluar
hokum alam.
Sesuai dengan pendirian Al-Kindi, bahwa filsafat harus memilih, maka ia
sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya dengan jalan
mengikuti pendapat orang-orang yang sebelumnya dan menguraikan sebaik-
baiknya.
Dengan penjelasan di atas maka dalam makalah ini akan di bahas
mengenaiSejarah Singkat Hidup Al-Kindi, Karya-karya Al-Kindi,
Pandangan Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama, Filsafat al-Kindi dan
pengaruh Filsafat Al-Kindi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Singkat Hidup Al-Kindi?
2. Apa saja Karya-karya Al-Kindi?
3. Bagaimana Pandangan Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama?
4. Bagaimana Filsafat al-Kindi?
5. Bagaimana Pengaruh Filsafat Al-Kindi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Singkat Hidup Al-Kindi
2. Mengetahui Karya-karya Al-Kindi
3. Mengetahui Pandangan Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama
4. Mengetahui Filsafat al-Kindi
5. Mengetahui Pengaruh Filsafat Al-Kindi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Hidup Al-Kindi


Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia
lahir di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada
nama suku Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari suku Kindah ini pula,
lahir seorang penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M). Ayahnya,
Ishaq, adalah gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785)
dan al-Rasyid (786-809).[3] Ayahnya meninggal dunia semasa ia kanak-
kanak. Kakeknya bernama Asy’ats bin Qais dikenal sebagai sahabat Nabi.
Jika ditelusuri nasabnya, Al-Kindi masih keturunan Yaq’rib bin Qatham
yang berasal dari daerah Arab Selatan dan dikenal sebagai raja daerah
Kindah.1
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama yang memelopori
penerjemahan sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya para filosof
Yunani di dunia Islam, terutama pada abad pertengahan di masa
pemerintahan khalifah al-Ma`mun (813-833) yang mengundangnya untuk
mengajar di Baitul Hikmah.Al-Kindi hidup di masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833),
al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-
861).2

B. Karya-karya Al-Kindi
Dalam tulisan Ahmad Hanafi yang dikutif oleh Dedi Supriadi,
jumlah karangan Al-Kindi sebenarnya sukar ditentukan karena dua
sebab.Pertama, penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang
1
Boys ZTF Pradana, Filsafat Islam, Umm Pers Malang.2003 hal. 87, yang dikutif oleh
Heris Hermawan,dkk . Filsafat Ialam, Insan Mandiri.2011. hal. 13
2
http://www.gudangmateri.com/2009/06/biografi-al-kindi.html,op.cit
jumlah karangannya. Ibn An Nadim dan Al Qafthi menyebut 238 risalah
(karangan pendek) dan Sha’id Al Andalusi menyebutnya 50 buah,
sedangkan sebagian dari karangan tersebut telah hilang musnah. Kedua,
diantara karangannya yang sampai kepada kita, ada yang memuat karangan-
karangan lain.3
Isi karangan tersebut bermacam-macam, antara lain filsafat, logika,
music, aritmatika, dll. Al-Kindi tidak banyak membicarakan persoalan-
persoalan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia
lebih tertarik dengan definisi-definisi dan penjelasan kata-kata, dan lebih
mengutamakan ketelitian pemakaian kata-kata daripada menyelami
problema filsafat.pada umumnya, karangan-karangan Al-Kindi berbentuk
ringkas dan tidak mendalam.4
Beberapa karya Al-Kindi, antara lain sebagai berikut:
1. Fi Al Falsafah Al-Ula (tentang filsafat pertama). Dalam risalah ini
menjelaskan tentang kebenaran utama tentang illat (sebab pokok) bagi
semua kebenaran.
2. Al-Hasis ‘ala ta’alum Al-Falsafah (anjuran untuk belajar filsafat).risalah
ini tampaknya terilhami dari rangkaian karangan kuno, seperti karya
Aristoteles dan karya Cicero.
3. Fi Al-Radd’ala Al-Mananiah (penolakan penganut manichaeisme) dan
masa’il Al-Mithidin (tentang pernyataan-pernyataan kaum atheis)
mencerminkan simpatinya yang mendalam kepada Mu’tazilah.
4. Makalah Fi Al-Aql (pembahasan tentang akal)
5. Al hilal lil-Daf Al-Ahzan (kiat menghindari kesedihan)
6. Risalah fi Al-Ibanah an Al-Ilat al-fa’ilat al-Qaribah li kawn wa al-fasad
(tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan
kerusakannya)
7. Risalah al-hikmayyah fi ashrar al-ruhaniyah (kajian filosof tentang
rahasia-rahasia spiritual)
3
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang.Jakarta.1990.hal.73 dikutip
olehDedi Supriadi. Pengantar Filsafat Islam.Pustaka Setia.Bandung.2009..hal.53
4
]Dedi Supriadi,op.cit.hal.53
8. Kitab fi ibarah al-jawami al-fikriyyah (tentang ungkapan-ungkapan
mengenai ide-ide komprehensif)
9. Risalah fi ananahnu jawahir la ajsaam (tentang substansi-substansi tanpa
badan).5
C. Pandangan Al-Kindi tentang Filsafat dan Agama
1. Definisi filsafat menurut al-Kindi adalah sebagai berikut:
a. Filsafat terdiri dari gabungan dua kata: philo (sahabat) dan Sophia
(kebijakan). Filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Definisi ini
berdasarkan etimologi Yunani.
b. Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan Tuhan sejauh
dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Definisi ini
merupakan definisi fungsional.
c. Filsafat adalah latihan untuk mati. Yaitu bercerainya jiwa dari badan,
mematikan hawa nafsu untuk mencapai keutamaan. Definisi ini
merupakan definisi fungsional.
d. Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan
kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak
dari segi kausa.
e. Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini
menitikberatkan pada fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk
mengenal dirinya sendiri.
f. Filsafat adalah mengetahui tentang segala sesuatu yang abadi dan
bersifat menyeluruh, baik esensinya maupun kausa-kausanya.
Definisi ini menitikberatkan pada sudut pandang materinya.6
g. Menurut al-Kindi, filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah
filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama yakni
kausa dari semua kebenaran.Filosuf yang sejati adalah filosuf yang
memiliki pengetahuan tentang yang utama.Pengetahuan tentang

5
Mustofa…dikutip oleh Heris Hermawan,dkk . Filsafat Ialam, Insan Mandiri.2011. hal.
15-16
6
Musa Al-Musawi, Min Al-Kindiila ibnu Ruyd, Maktabah al-Fikri al-Jami,1977 hal.103-
104, dikutip oleh Heris Hermawan,dkk.Filsafat Islam, Rineka Cipta.2011. hal.16-17
kausa (penyebab) lebih utama daripada pengetahuan tentang akibat.
Orang akan mengetahui realitas secara sempurna jika mengetahui
pula yang menjadi kausanya (penyebabnya)7.
2. panduan Filsafat dan Agama
Al-Kindi merupakan orang Islam pertama yang mengupayakan
pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama, atau antara akal
dan wahyu.Menurut al-Kindi antara keduanya, yakni filsafat dan agama
tidaklah bertentangan karena masing-masing darinya adalah ilmu tentang
kebenaran, sedangkan kebenaran hanyalah satu. Ilmu filsafat meliputi
ketuhanan, keesaanNya, serta ajaran tentang cara memperoleh hal-hal
yang bermanfaat dan menjauhi dari hal-hal yang merugikan dan
berbahaya. Hal tersebut selaras dengan konsep yang dibawa oleh para
nabi tentang keesaan Allah dan perbuatan-perbuatan yang diridhaiNya.
Tujuan ungkapan al-Kindi di atas adalah untuk menghalalkan
filsafat bagi umat Islam. Usaha yang ia lakukan cukup menarik dan
bijaksana. Ia memulainya dengan membicarakan kebenaran. Hal itu
sesuai dengan konsep agama bahwa agama mengajarkan manusia tentang
kebenaran yang hakiki.Kemudian usaha berikutnya masuk pada
persoalan pokok, yakni filsafat.Telah dijelaskan bahwa tujuan filsafat
sejalan dengan ajaran yang dibawa oleh para nabi, yakni
kebijaksanaan.Oleh karena itu, sekalipun filsafat datang dari Yunani,
bagi manusia, menurut al-Kindi, wajib mempelajarinya, bahkan lebih
jauh dari itu, yakni wajib mencarinya.
Pemaduan antara filsafat dan agama, menurut al-Kindi didasarkan
pada tiga alasan.Pertama, ilmu agama merupakan bagian dari
filsafat.Kedua, wahyu yang diturunkan pada Nabi dan kebenaran filsafat
saling bersesuaian.Ketiga, menuntut ilmu, baik secara logika atau yang
lain, diperintahkan dalam agama.
Al-Kindi juga menghadapkan argumennya kepada kaum yang
tidak senang terhadap fisafat dan filosof.Jika ada orang yang mengatakan
7
http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html,op.cit
bahwa filsafat tidak perlu, maka konsekuensinya mereka harus
memberikan argumen yang jelas.Usaha pemberian argumen tersebut
merupakan bagian dari pencarian pengetahuan tentang hakikat.Untuk
sampai pada yang dimaksud, secara logika, mereka perlu memiliki
pengetahuan filsafat.Kesimpulannya, bahwa filsafat harus dimiliki dan
dipelajari karena berfilsafat merupakan kebutuhan manusia dan tidak
dilarang dalam agama.8[11]
D. Filsafat Al-Kindi
1. Epistemologi
Al-Kindi menyebutkan adanya tiga macam pengetahuan
manusia.Pertama, pengetahuan indrawi.Kedua, pengetahuan yang
diperoleh dengan jalan menggunakan akal atau rasional.Ketiga,
pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan yang disebut
pengetahuan isyraqi (iluminasi).9
a. Pengetahuan indrawi.
Pengetahuan indrawi terjadi secara langsung ketika orang
mengamati terhadap objek-objek material.Pengetahuan indrawi ini
tidak memberi gambaran tentang hakikat suatu realitas.Pengetahuan
indrawi selalu bersifat juz'iy (parsial).Pengetahuan indrawi sangat
dekat pada pengindraannya, tetapi jauh dari gambaran tentang alam
pada hakikatnya.
b. Pengetahuan rasional.
Pengetahuan tentang sesuatu yang diperoleh dengan jalan
menggunakan akal sifatnya universal, tidak parsial.Objek pengetahuan
rasional ialah genus dan spesies, bukan individu.Orang mengamati
manusia berbadan tegak dengan dua kaki, pendek, jangkung, berkulit
putih, dan lain sebagainya. Semua ini akan menghasilkan pengetahuan
indrawi. Tetapi jika orang mengamati manusia dan menyelidiki
hakikatnya sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa manusia
8
ttp://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html,op.cit.
9
Mustafa, Filsafat islam.hal.104.dikutip oleh Heris Hermawan,dkk.Filsafat Islam,
Rineka Cipta.2011. hal.20
adalah makhluk berfikir, maka pengetahuan tersebut diperoleh dengan
akal atau rasional, dan telah mencakup semua individu manusia.
c. Pengetahuan isyraqi.
Al-Kindi mengatakan bahwa pengetahuan indrawi saja tidak
akan sampai pada pengetahuan yang hakiki tentang hakikat sesuatu.
Pengetahuan rasional terbatas pada pengetahuan tentang genus dan
spesies.Banyak filosof yang membatasi jalan memperoleh
pengetahuan pada dua jalan tersebut. Al-Kindi, sebagaimana filosuf
isyraqi lainnya, mengingatkan adanya jalan lain untuk memperoleh
pengetahuan lewat jalan isyraqi (iluminasi). Yaitu pengetahuan yang
langsung diperoleh dari pancaran Nur Ilahi.Puncak dari jalan ini ialah
wahyu yang diperoleh para nabi yang berasal dari Tuhan.
Selanjutnya, al-Kindi mengatakan bahwa selain Nabi mungkin
ada sebagian orang yang mampu memperoleh pengetahuan isyraqi
meskipun derajatnya di bawah yang diperoleh para nabi yang berasal
dari wahyu Tuhan.Hal ini mungkin terjadi pada orang-orang yang suci
jiwanya.10
2. Metafisika
a. Filsafat Ketuhanan.
Pandangan al-Kindi tentang ketuhanan sangat sesuai dengan
ajaran Islam.Bagi al-Kindi Allah adalah wujud yang sebenarnya.
Allah akan selalu ada dan akan ada selama-lamanya. Allah adalah
wujud yang sempurna, tidak didahului oleh yang lain. Dia tidak
berakhir. Sedangkan wujud yang lain disebabkan adanya Allah.
Menurut al-Kindi, benda-benda yang ada di alam ini
mempunyai dua hakikat: sebagai juz'i (parsial) yang disebut 'aniah.
Dan hakikat sebagai kulli (universal) yang disebut mahiyah, yaitu
hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies.
Tujuan akhir dalam filsafat adalah untuk memperoleh
pengetahuan yang meyakinkan tentang Tuhan.Allah dalam filsafat

10
ttp://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html,op.cit.
al-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti 'aniah dan
mahiah.Allah tidak 'aniah karena Allah bukan benda yang
mempunyai sifat fisik dan tidak pula termasuk benda-benda di alam
ini.Allah tidak tersusun dari materi dan bentuk.Allah Tidak mahiah
karena Allah tidak berupa genus atau spesies.Bagi al-Kindi, Allah
adalah unik.Dia hanya satu dan tidak ada yang setara
denganNya.Dialah yang benar pertama, dan yang benar
tunggal.Selain dariNya semuanya mengandung arti banyak.
Untuk membuktikan adanya Allah, al-Kindi memajukan tiga
argument.Pertama, baharunya alam.Kedua, keanekaragaman dalam
wujud.Ketiga, kerapian alam.
Tentang dalil pertama, yakni baharunya alam, al-Kindi
berangkat dari pertanyaan, "apakah mungkin sesuatu menjadi sebab
bagi wujud dirinya?".Menurut al-Kindi, tidak mungkin, karena alam
ini mempunyai permulaan waktu, dan yang mempunyai permulaan
pasti berakhir.Oleh karena itu, setiap benda ada yang menyebabkan
wujudnya dan mustahil adanya benda tersebut menjadi penyebab
wujudnya.Hal ini berarti alam semesta sifatnya baru, dan diciptakan
oleh yang menciptakannya, yakni Allah.
Tentang dalil kedua, yakni keanekaragaman dalam wujud, al-
Kindi menyatakan bahwa terjadinya keanekaragaman dan
keseragaman ini bukan secara kebetulan, tetapi ada yang
menyebabkan atau merancangnya.Sebagai penyebabnya, mustahil
jika alam itu sendiri yang menyebabkannya. Jika alam yang menjadi
sebab, maka akan terjadilah tasalsul (rangkaian) yang tidak akan ada
habisnya. Sementara itu, sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin
terjadi pada alam ini.Oleh karena itu, penyebabnya harus yang
berada di luar alam itu sendiri, yakni zat yang Maha dahulu.Dialah
Allah Yang Maha Esa.
Tentang dalil ketiga, yakni kerapian alam, al-Kindi
menegaskan bahwa alam empiris ini tidak mungkin teratur dan
terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan
mengendalikannya.Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di
luar alam.Ia tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat, tetapi
dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda atau fenomena-
fenomena yang ada di alam ini. Zat itu tiada lain adalah Allah SWT.
b. Filsafat Alam.
Di dalam risalahnya yang berjudul al-Ibanat 'an al 'illat al-
Fa'ilat al-Qaribat fi kawn wa al-Fasad, pendapat al-Kindi sejalan
dengan Aristoteles bahwa benda di alam ini dapat dikatakan wujud
yang aktual apabila terhimpun empat 'illat, yakni: materi benda,
bentuk benda, pembuat benda, manfaat benda.
Tentang barunya alam, al-Kindi mengemukakan tiga
argumen, yakni gerak, waktu, dan benda.Benda untuk menjadi ada
harus ada gerak.Masa gerak menunjukkan adanya zaman.Adanya
gerak tentu mengharuskan adanya benda.Mustahil jika ada gerak
tanpa ada benda.Ketiganya sejalan dan pasti berakhir.
Pada sisi lain, benda mempunyai tiga dimensi: panjang, lebar,
dan tinggi. Ketiga dimensi tersebut membuktikan bahwa benda
tersusun.Dan setiap yang tersusun tidak dapat dinamakan kadim.
Apabila zaman kadim ditelusuri ke belakang tentu saja tidak akan
sampai pada akhirnya, karena ia tidak mampunyai awal. Begitu pula
zaman yang tidak mempunyai awal pada masa lampau tentu tidak
akan sampai pada masa sekarang. Oleh karena itu, zaman yang
sampai pada masa sekarang ini bukan kadim, melainkan baru.
Dalam pandangannya tentang alam, al-Kindi menolak secara
tegas terhadap pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam
semesta ini tak terbatas atau kadim. Pendapat al-Kindi tentang
barunya alam sama dengan pendapat kaum theologi muslim dan
berbeda dengan pandangan kaum filosof muslim yang datang
sesudahnya yang menyatakan bahwa alam ini kadim. Telah
dijelaskan juga bahwa Alquran hanya menginformasikan bahwa
alam semesta diciptakan oleh Allah SWT. Akan tetapi, Alquran tidak
menginformasikan secara detail tentang proses penciptaannya.
c. Filsafat Jiwa.
Jiwa merupakan unsur utama bagi manusia, bahkan ada yang
mengatakan sebagai intisari dari manusia. Kaum filosof muslim
memakai kata al-nafs (jiwa) terhadap apa yang diistilahkan Alquran
sebagai al-ruh. Kata ini telah masuk ke dalam bahasa Indonesia
menjadi nafsu, nafas, dan roh.
Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW tidak
menjelaskan secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan Alquran
sebagai sumber pokok ajaran Islam, menginformasikan bahwa
manusia tidak akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan
Allah dan bukan urusan manusia.
Sebagaimana jiwa dalam filsafat Yunani, al-Kindi
mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith (tunggal, tidak
tersusun, tidak panjang dan tidak lebar).Jiwa mempunyai arti
penting, sempurna, dan mulia.Substansinya berasal dari Allah.
Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan
matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda
dengan jasad atau badan.Jiwa bersifat rohani dan Ilahi.Sementara itu,
jisim (tubuh) mempunyai hawa nafsu dan amarah.
Argumen tentang perbedaan jiwa dengan badan, menurut al-
Kindi, jiwa menentang keinginan badan.Apabila nafsu marah
mandorong manusia untuk melakukan kejahatan, maka jiwa
menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa yang
melarang tentu tidak sama dengan badan sebagai yang dilarang.
Dalam hal ini, al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang
mengatakan bahwa jiwa manusia sebagaimana benda-benda,
tersusun dari dua unsur, yakni materi dan bentuk.Materi ialah
badan.Bentuk ialah jiwa manusia.Bentuk atau jiwa tidak bisa
mempunyai wujud tanpa materi atau badan, dan begitu pula
sebaliknya.Pendapat ini mengandung arti kemusnahan badan
membawa kemusnahan jiwa.Namun pendapat al-Kindi dalam
masalah ini lebih dekat pada pendapat Plato yang mengatakan bahwa
kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accident.Binasanya
badan tidak membawa binasanya jiwa. Di sisi lain al-Kindi juga
menolak pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari
alam ide.
3. Etika
Di muka telah disebutkan beberapa definisi filsafat yang disajikan
al-Kindi. Sebagai contoh: filsafat adalah upaya meneladani perbuatan-
perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh akal manusia. Yang
dimaksud dengan definisi ini ialah agar manusia memiliki keutamaan
yang sempurna.Filsafat sebagai latihan untuk mati.Yang dimaksud
dengan definisi ini ialah mematikan hawa nafsu.Mematikan hawa nafsu
ialah jalan untuk memperoleh keutamaan.
Al-Kindi berpendapat bahwa keutamaan manusia tiada lain ialah
budi pekerti yang terpuji. Selanjutnya keutamaan-keutamaan tersebut
dibagi menjadi dua bagian:
a. Keutamaan-keutamaan manusia merupakan asas dalam jiwa, tetapi
bukan asas yang negatif, melainkan asas yang positif yakni ilmu dan
amal (pengetahuan dan perbuatan). Bagian ini terbagi pula menjadi
tiga, yakni hikmah (kebijaksanaan), sajaah (keberanian), dan iffah
(kesucian jiwa). Kebijaksanaan adalah keutamaan daya pikir.
Kebijaksanaan dapat berupa kebijaksanaan teoritis dan praktis.
Kebijaksanaan Teoritis ialah mengetahui sesuatu yang bersifat
universal secara hakiki. Kebijaksanaan praktis ialah menggunakan
kenyataan-kenyataan yang wajib dipergunakan. Keberanian
merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa. Keberaniaan memandang
ringan pada kematian untuk mencapai dan menolak sesuatu yang
harus ditolak. Kesucian adalah memperoleh sesuatu yang harus
diperoleh guna mendidik dan memelihara badan serta menahan diri
dari yang tidak diperlukan untuk itu.
b. Keutamaan kejiwaan dari tiga macam tersebut merupakan benteng
keutamaan yang pada umumnya menjadi batas pememisah antara
keutamaan dan kenistaan. Dengan kata lain, tiga macam keutamaan
itu merupakan induk dari keutamaan-keutamaan lainnya. Oleh
karena itu, kelebihan dan kekurangan dari tiga macam keutamaan itu
terhitung sebuah kenistaan.Dengan demikian secara umum dapat
dikatakan bahwa keutamaan ialah tengah-tengah antara dua ujung
yang ekstrim, yakni melampaui batas dan kurang semestinya.Dan
kenistaan adalah salah satu dari dua ujung itu, yakni melampaui
batas dan kurang semestinya.
c. Keutamaan-keutamaan manusia tidak terdapat dalam jiwa, tetapi
merupakan hasil dari tiga macam keutamaan tersebut.
Dari uraian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa keutamaan-
keutamaan manusia terdapat dalam sifat-sifat kejiwaan dan hasil dari
sifat-sifat tersebut.Jika manusia hidup dengan memenuhi nilai-nilai
keutamaan tersebut, niscaya hasilnya menjadi sebuah kebahagiaan
dalam hidupnya11.
E. Pengaruh Filsafat Al-Kindi
Al-Kindi adalah filosof pertama dalam islam yang menyelaraskan
agama dengan filsafat. Ia melicinkan jalan bagi Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn
Rusyd. Ia memberikan dua pandangan yang berbeda. Pertama, mengikuti
jalur logika, dan memfilsafatkan agama.Kedua, memandang agama sebagai
sebuah ilmu ilahiyah yang menempatkannya di atas filsafat.Ilmu ilahiyah ini
diketahui lewat jalur para nabi.Tetapi melalui penafsiran filosofis, agama
menjadi selaras dengan filsafat.kebesaran Al-Kindi telah dibuktikan dengan
pengaruh Al-Kindi terhadap kemajuan peradaban islam. Kemajuan ilmu
pengetahuan di dunia islam yang dipelopori oleh Al-Kindi ini telah
mengantarkan Al-Kindi dan karya-karyanya menghiasi kerajaan al-

11
Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mu’tasim. Ia juga mengalami masa kejayaan dimasa pemerintahan Al-
muttawakil (232-247 H/847-861 M). pemikiran Al-Kindi telah banyak
menginspirasi banyak para pemikir lain pada masa itu. Hal itu dibuktikan
dengan sebagian karya ilmiahnya telah diterjemaahkan oleh Gerard dari
Cremona ke dalam bahasa latin. Karya-karya itu sangat mempengaruhi
Eropa pada abad pertengahan.Cardano menganggap Al-Kindi sebagai salah
satu dari duabelas pemikir terbesar.12

BAB III
PENUTUP
12
MM Syarif, dkk.Para Filosof…dikutip oleh Heris Hermawan,dkk.Filsafat Islam,
Rineka Cipta.2011. hal.27
Kesipulan
Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan pemaduan antara filsafat dan
agama atau antara akal dan wahyu.Sebagai seorang filosof, al-Kindi amat percaya
kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang
realitas. Tetapi dalam waktu yang sama, diakui keterbatasan akal untuk mencapai
pengetahuan metefisis. Oleh karena itu, menurut al-Kindi, diperlukan adanya Nabi
yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari
wahyu Tuhan.Pemikiran filsafat al-Kindi merupakan pemikiran awal dan sebagai
pembuka jalan bagi para filosof sesudahnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.gudangmateri.com/2009/06/biografi-al-kindi.html
http://ibrahim-muhlis.blogspot.com/2011/06/filsafat-al-kindi.html
http://syarifahanis.blogspot.com/2012/04/makalah-filosof-al-kindi-sejarah-
dan.html
Hermawan, Heris,dkk.2011.Filsafat Islam, Bandung:CV. Insan Madiri.
Supriyadi, Dedi.2009. Pengantar Filsafat Islam, CV. Pustaka Seta.
Zar, Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai