Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH TIMUR TENGAH


NASIONALISME TIMUR TENGAH (KUWAIT)

“Sebagai Syarat Mengikuti Mata Kuliah Sejarah Timur Tengah”

Disusun Oleh:
May Prisiska Rahma (A1A219009)

Dosen Pengampu:
Reka Seprina, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
KATA PENGANTAR

Saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tempat waktu.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarganya dan pengikutnya sampai akhir zaman kelak.
Tugas ini saya buat untuk memberikan penjelasan tentang Nasionalisme di Timur Tengah
Khususnya Negara Kuwait. Semoga makalah yang saya buat ini dapat membantu menambah
wawasan kita menjadi lebih luas lagi. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya
harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian dan waktunya, saya sampaikan banyak
terima kasih.

Jambi, 15 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Ruang Lingkup Nasionalisme.........................................................................................3
2.2. Nasionalisme di Kuwait..................................................................................................5

BAB III PENUTUP


3.1. Simpulan ........................................................................................................................8
3.2. Saran ...............................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nasionalisme sebagai produk modernitas pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 di
Eropa, merupakan salah satu paham yang berpengaruh luas dewasa ini. Hampir semua
komunitas modern diikat oleh nasionalisme dalam bentuk negara bangsa (nation-state). Secara
konseptual nasionalisme diartikan beragam, dan yang umum diungkapkan adalah nasionalisme
sebagai: 1) kulturnasi, yang berlandaskan pada formasi kesadaran dan solidaritas nasional dan
state nation sebagai ideologi yang menginginkan pendirian negara; 2) loyalitas (etnis dan
nasional) dan keinginan menegakkan negara; 3) identitas budaya dan bahasa, dan sebagainya.
Kenyataan ini juga terjadi pada negera-negara di Timur Tengah
Timur Tengah tetap merupakan kawasan dengan aktivitas politik yang panas dan rentan
terhadap konflik. Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Timur Tengah telah mengalami
persengketaan politik yang pelik dan berakibat nyata terhadap konflik antar negara dan
ketidakstabilan. Nasionalisme yang berkembang di Timur Tengah merupakan imbas dari proyek
modernisme yang telah tumbuh pada masyarakat Barat modern, di mana sekularisme menjadi
prinsip hidup dominan yang dicanangkan sebagai prinsip ideologis dalam menjalankan
pemerintahan berdasarkan kekuatan rasional.
Kuwait adalah negara kecil yang berada di kawasan Teluk dimana posisi ini sangat strategis
di  jalur lintas perdagangan minyak dan militer kawasan. Berbatasan dengan Irak di sebelah utara
dan Arab Saudia ada disebelah baratnya. Negara ini terletak di pesisir Teluk Persia, semenanjung
Arab Timur Tengah. Kuwait adalah negara yang kaya akan minyak. Menghasilkan minyak bumi
terbesar di dunia dengan jumlah produksinya sebesar 2,562 juta barel per hari. Karena berbatasan
lansung dengan dua wilayah yang kaya akan minyak, menjadikan Kuwait ini menjadi negara
yang diperebutkan. Yang kemudian hal ini memicu terjadinya gerakan Nasionalisme di Timur
Tengah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Ruang Lingkup Nasionalisme?
2. Bagaimana Nasionalisme di Kuwait?

1
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Nasionalisme
2. Untuk Mengetahui Nasionalisme di Kuwait

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Ruang Lingkup Nasionalisme
Nasionalisme sebagai produk modernitas pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 di
Eropa, merupakan salah satu paham yang berpengaruh luas dewasa ini. Hampir semua komunitas
modern diikat oleh nasionalisme dalam bentuk negara bangsa (nation-state). Secara konseptual
nasionalisme diartikan beragam, dan yang umum diungkapkan adalah nasionalisme sebagai: 1)
kulturnasi, yang berlandaskan pada formasi kesadaran dan solidaritas nasional dan state nation
sebagai ideologi yang menginginkan pendirian negara; 2) loyalitas (etnis dan nasional) dan
keinginan menegakkan negara; 3) identitas budaya dan bahasa, dan sebagainya.
Kenyataan ini juga terjadi pada negera-negara di Timur Tengah, di mana kesatuan ideologi
keagamaan yang sebelumnya menguasai dunia Islam telah tersingkir oleh kesatuan elemen-
elemen sosial seperti bahasa, kesamaan sejarah, identitas dan solidaritas sosial yang berpengaruh
dalam kesatuan politik suatu bangsa.
Masalahnya, nasionalisme yang diharapkan dapat memecahkan berbagai problem sosial-
politik di Timur Tengah ternyata tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Timur Tengah tetap
merupakan kawasan dengan aktivitas politik yang panas dan rentan terhadap konflik. Sejak
berakhirnya Perang Dunia II, Timur Tengah telah mengalami persengketaan politik yang pelik
dan berakibat nyata terhadap konflik antar negara dan ketidakstabilan. Kerawanan regional ini
menjadi lebih akut karena intervensi negara adidaya tertentu dalam urusan Timur Tengah, baik
secara sosial, politik, budaya, ekonomi dan juga tentunya militer. Hingga kini peta wilayah
Timur Tengah masih menjadi penyebab konflik, belum lagi persoalan Palestina dan Israel yang
belum kunjung selesai hingga kini.
Nasionalisme yang berkembang di Timur Tengah merupakan imbas dari proyek modernisme
yang telah tumbuh pada masyarakat Barat modern, di mana sekularisme menjadi prinsip hidup
dominan yang dicanangkan sebagai prinsip ideologis dalam menjalankan pemerintahan
berdasarkan kekuatan rasional. Selain itu untuk menggantikan dasar-dasar keagamaan dan
otoritas monarki, maka nasionalisme dicanangkan untuk merekat solidaritas kebangsaan dan
teritorial, karena itu nasionalisme di belahan dunia Arab tidak terpisahkan dari proyek
modernisme dan juga sekularisme.

3
Kenyataan-kenyataan tersebut di atas memperlihatkan betapa nasionalisme tidak menjadi
pemecah terhadap berbagai problem yang dihadapi negara-negara di Timur Tengah, alih-alih
justru memunculkan perpecahan dan konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu penting
untuk menyoroti masalah nasionalisme di Timur Tengah dengan melacak akar epistemologinya,
hingga menghasilkan sebuah pemahaman yang mendalam baik dari aspek ideologi, sosial dan
politik.
Nasionalisme sendiri dalam konsepsi Islam diistilah sebagai al-waṭaniyah,
merepresentasikan kesatuan berdasarkan teritorial atau geografis yang disertai sentimen
aṣḥabiyyah. Paham ini kemudian menyebar ke dunia Islam yang sedang berpacu untuk
melepaskan diri dari penjajahan. Dengan demikian, penjajahan di Timur Tengah telah
mendorong lahirnya nasionalisme di Timur Tengah, seperti nasionalisme Mesir, Nasionalisme
Arab, dan juga nasionalisme Suriah, Lebanon, Palestina, Hejaz, Iraq, Kuwait, Bahrain, hingga ke
Afrika Utara. Semangat nasionalisme ini juga diperkuat oleh respon terhadap usaha Barat untuk
mendirikan negara Yahudi di Palestina. Maka munculah beberapa pergerakan dan perlawan
melawan imperialisme Barat, seperti yang terjadi di Maroko, Aljazair, Mesir, dan Tunisia.
Sementara pada abad ke-20 negara-negara jajahan Inggris seperti Iraq dan negara-negara teluk
diberikan kemerdekaan.
Wilayah Timur Tengah, yang terbentang dari beberapa negara di Afrika Utara dan Asia
Barat, kadang dianggap sebagai dunia yang homogen secara budaya maupun tampilan fisik,
sebagaimana yang diasumsikan oleh Hudson yang menyatakan bahwa budaya merupakan
identitas yang ditentukan oleh aspek persamaan etnisitas dari persamaan bahasa, warna kulit, dan
kesamaan sejarah. Namun temuan ini tidak sepenuhnya benar, karena jika diperhatikan dunia
Arab juga memiliki heterogenitas, Heterogenitas ini bahkan semakin kentara dewasa ini,
disebabkan oleh globalisasi yang semakin menguat, yaitu ketika negara-negara di Timur Tengah
terpecah menjadi negara-negara tersendiri dengan identitasnya sendiri. Kondisi ini menjadikan
konflik dan perpecahan sebagai isu global yang mengemuka di Timur Tengah, bahkan hingga
dewasa ini.
Kondisi ini didorong pula oleh beberapa hal, pertama adalah mengenai persoalan batas-batas
dan legitimasi entitas berdaulat yang ada, yang kedua adalah adanya ketidaksamarataan
(inequalities) dalam kehidupan bermasyarakat yang dipenuhi dengan kepribadian Nasionalisme
akan etnoreligius yang kuat, dan yang terakhir adalah permasalahan-permasalahan yang muncul

4
dari integrasi kaum minoritas dalam sebuah Negara. Secara politis pemikiran politik yang
menyeruak ke dunia Islam pada abad ke-20 telah membawa perubahan yang signifikan pada
sistem pemerintahan di Timur Tengah. Nasionalisme khususnya telah menjadi icon modern yang
tidak terpisahkan dari dunia global.

2.2. Nasionalisme di Kuwait


Nasionalisme di Kuwait ini dipicu dengan adanya perjanjian antara Inggris dan Perancis.
Mereka membuat perjanjian sykes picot terjadi pada tahun 1916. Perjanjian tersebut merujuk
pada nama Marks sykes dan Francois Georges-Picot. Inggris dan Perancis melakukan pembagian
wilayah dari bekas wilayah Turki Utsmani yaitu Irak, Libanon, Suriah, dan Yordania. Inggris
mendapatkan wilayah kekasaan di Irak dan Yordania, sedangkan Perancis mendapatkan wilayah
kekkuasaan di Libanon dan Suriah. Pengaruh dari barat ini sudah cukup kuat ada di Teluk Persia
dan Yaman. Tahun 1934 mulai ditemukannya minyak di daerah Kuwait ini. Maka mulailah pula
pengeboran untuk mendapatkan minyak yang terkandung di daerah Kuwait. Wilayah Kuwait ini
sendiri bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk pengeboran minyaknya. Karena terdapat
sumber minyak yang melimpah, maka wilayah ini menjadi negara yang kaya. Bahkan tahun
1953 Kuwait ini menjadi negara yang mengekspor minyak terbesar di Teluk Persia. Mulai
perlahan-lahan pihak Inggris memberikan kemerdekaan kepada Kuwait. Kuwait ini menjadi
negara pertama kali yang diberikan kemerdekaan oleh Inggris. Setelah itu Inggris memberikan
kemerdekaan kepada Bahrain, Qatar, Oman, dan Uni Emirat Arab. Kemerdekaan Kuwait yang
diberikan oleh Inggris ini terjadi tahun 1961. Akan tetapi, Inggris masih tetap menempatkan
militernya di Kuwait untuk membantu mengamankan negera kecil tersebut. Setelah mendapatkan
kemerdekaan dari Inggris, Irak mengklaim bahwa Kuwait termasuk dalam wilayah kekuasaan
Irak. 
Nasionalisme di Kuwait juga timbul ketika terjadinya perang antara Irak dan Kuwait. Perang
ini tidak lepas dari perang yang terjadi antara Iran dan Irak yang disebut dengan perang Teluk I.
Sedangkan perang antara Irak dan Kuwait ini disebut dengan perang Teluk II. Invasi Irak ke
Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran
dalam Perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya
sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni
Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas
Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak

5
dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Irak juga terjerat utang luar negeri dengan
beberapa negara, termasuk Kuwait dan Arab Saudi. Irak berusaha meyakinkan kedua negara
tersebut untuk menghapuskan utangnya, namun ditolak. Selain itu, Irak mengangkat masalah
perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya
pemerintahan Usmaniyah Turki. Kemudian Tanggal 2 agustus 1990, dibawah komando
pemerintahan saddam hussein irak dengan 100.000 tentaranya menyerang kuwait yang saat itu
hanya memiliki tentara 20.000 dapat dengan mudah dikuasai tanpa perlawanan yang kuat.
Penguasa kuwait Ahmad El Sabah terpaksa melarikan dirinya ke Arab Saudi untuk meminta
pertolongan.
Invasi tersebut benar benar di tentang oleh dunia internasional, terbukti dalam konferensi di
Cairo, Liga Arab mengeluarkan pernyataan bahwa Irak harus segera menarik mundur
pasukannya dari Kuwait. Pada tanggal 8 Agustus 1990, AS, Inggris, Perancis, Australia dan
negara Liga Arab pun melakukan Operasi Perisai Gurun (Desert Shield Operation). Namun
operasi ini belum sampai menyerang irak yang berada di daerah kuwait, dan operasi ini pun
diganti menjadi Operasi Badai Gurun (Desert Storm Operation) dibawah jendral Norman
Schwarzkopf (AS). Operasi ini membuat Irak dibombardir oleh pesawat-pesawat pasukan
koalisi. Dalam perang tersebut terjadi unjuk persenjataan. Pihak koalisi menjatuhkan rudal
Patriot untuk menangkal rudal-rudal Scud milik Irak. Rudal juga ditembakkan ke ibu kota Israel,
Tel Aviv, karena Irak mencurigai Israel terlibat dalam serangan kenegaraannya
Pada tanggal 29 November 1990 Dewan Keamanan PBB juga mengeluarkan Resolusi No.
660 yang menyatakan pasukan Irak harus ditarik mundur dari Kuwait paling lambat tanggal 17
Januari 1991, jika tidak Irak akan berhadapan dengan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Dewan Keamanan juga mengeluarkan Resolusi No. 661 yang berisi pemberian sanksi ekonomi
kepada Irak. Untuk menghindari perang antara Irak dan pasukan koalisi diupayakan melalui
perundingan. Pada tanggal 30 November 1990 Presiden Amerika Serikat George Bush
menawarkan perundingan langsung dengan Irak. Tawaran tersebut gagal karena tidak ada
kesepakatan tentang waktu perundingan dari kedua belah pihak.
Sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh resolusi PBB, yaitu tanggal 15
Januari 1991 ternyata pasukan Irak tidak ditarik mundur dari Kuwait. Sehingga pada tanggal 17
Januari 1991 USA bersama kelompoknya Inggris dan Perancis (George Bush, menteri
pertahanan Diuc Cheney,  Jendral Collin Powell, dan komando operasi serangan oleh Kuwait

6
dan Arab Saudi) menyerang Irak dengan cara mengebomnya, orang Amerikalah yang berperan
untuk merancang serangan atas Irak. Operasi pembebasan Kuwait yang diberi nama Operation
Desert Storm (Operasi Badai Gurun). Dengan cara tersebut akhirnya Irak menerima syarat yang
diajukan Dewan Keamanan PBB.
Tanggal 26 Februari 1991, Irak menyatakan siap untuk menarik mundur pasukannya dari
Kuwait. Tanggal 27 Februari 1991 panglima tentara pasukan multinasional, yaitu Jenderal
Norman Schwarzkopf mengatakan bahwa paling tidak 29 devisi Irak dan lebih dari 300.000
tentara Irak berhasil dilumpuhkan. Tanggal 28 Februari 1991, tepat pukul 05.00 GMT, George
Bush memberikan perintah supaya menghentikan serangan dan menandai berakhirnya perang
Teluk II.

7
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Nasionalisme yang berkembang di Timur Tengah merupakan imbas dari proyek modernisme
yang telah tumbuh pada masyarakat Barat modern, di mana sekularisme menjadi prinsip hidup
dominan yang dicanangkan sebagai prinsip ideologis dalam menjalankan pemerintahan
berdasarkan kekuatan rasional. Penjajahan di Timur Tengah telah mendorong lahirnya
nasionalisme di Timur Tengah, seperti nasionalisme Mesir, Nasionalisme Arab, dan juga
nasionalisme Suriah, Lebanon, Palestina, Hejaz, Iraq, Kuwait, Bahrain, hingga ke Afrika Utara.
Semangat nasionalisme ini juga diperkuat oleh respon terhadap usaha Barat untuk mendirikan
negara Yahudi di Palestina. Maka munculah beberapa pergerakan dan perlawan melawan
imperialisme Barat, seperti yang terjadi di Maroko, Aljazair, Mesir, dan Tunisia. Sementara pada
abad ke-20 negara-negara jajahan Inggris seperti Iraq dan negara-negara teluk diberikan
kemerdekaan.
Nasionalisme di Kuwait ini dipicu dengan adanya perjanjian antara Inggris dan Perancis
yaitu perjanjian sykes picot pada tahun 1916. Inggris dan Perancis melakukan pembagian
wilayah dari bekas wilayah Turki Utsmani yaitu Irak, Libanon, Suriah, dan Yordania. Inggris
mendapatkan wilayah kekasaan di Irak dan Yordania, sedangkan Perancis mendapatkan wilayah
kekkuasaan di Libanon dan Suriah. Nasionalisme di Kuwait juga timbul ketika terjadinya perang
antara Irak dan Kuwait yang disebut dengan perang Teluk II dimana Irak melakukan invansi ke
Kuwait.

3.2. Saran
Makalah yang ditulis adalah makalah yang jauh dari kata sempurna. Dalam penulisan
makalah ini penulis merasa banyak terdapat kesalahan oleh karena itu, saya siap menerima
kritikan dan saran yang membangun. Harapan nya setelah penulisan makalah ini akan banyak
orang yang mengetahui mengenai Nasionalisme di Timur Tengah khususnya di Negara Kuwait.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohman, Kasdi. 2018. Fundamentalisme dan Radikalisme dalam Pusaran Krisis Politik di
Timur Tengah. Jurnal Penelitian. Vol. 12, No. 2 (diakses pada 20 Maret 2020 pada jam
20.22)
Fathering, Irshat dkk. 2018. Ideologi Modern di Timur Tengah. www.academia.edu (diakses
pada 22 Maret 2020 pada jam 7.48)

Anda mungkin juga menyukai