Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

FIQH MUAMALAH 1
“HARTA DAN UKUD”

DOSEN PENGAMPU: HENDRA EKA SAPUTRA SE,M.,SEI

DISUSUN OLEH
NUR JANNAH (212310073)
APRI VERI NANDA (212310028)
ISWANTO (212310150)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
KATA PENGANTAR

ASSALAMU`ALAIKUM WR.WB

Pertama-tama, penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT
yang mana telah melimpahkan hidayah, berkah, rahmat, dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam tak lupa
juga kita kirimkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
memberikan suri tauladan dalam segala aspek kehidupan manusia sehingga
menginspirasi bagi setiap langkah kebenaran ummatnya untuk mendapatkan syafa’at-Nya
di hari akhir kelak.

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah FIQH
MUAMALAH 1 yang membahas tentang HARTA DAN UKUD. Tugas ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak HENDRA EKA SAPUTRA
SE,M,.SEI selaku dosen pengampu mata kuliah FIQH MUAMALAH 1 yang telah
membimbing kami dalam mempelajari mata kuliah FIQH MUAMALAH 1, dan teman-
teman yang selalu memberikan ide-ide yang positif untuk kami.
Terlepas dari semua itu, kami selaku penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi perbaikan makalah ini ke arah yang lebih baik.
Akhir kata kami berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

WASSALAMU`ALAIKUM WR.WB

PEKANBARU, 11 SEPTEMBER 2022

KELOMPOK 2

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG.................................................................1

 RUMUSAN MASALAH..............................................................2.

BAB II PEMBAHASAN

 PENGERTIAN HARTA .............................................................3

 HARTA MENURUT PAKAR.....................................................6

 KEDUDUKAN FUNGSI HARTA...............................................7

 MACAM -MACAM HARTA.......................................................9

 PENGERTIAN UKUD.................................................................11

 MACAM-MACAM UKUD GANDA............................................13

 BATASAN DAN STANDAR MULTI UKUD..............................15

 SYARAT-SYARAT UKUD............................................................18

BAB III PENUTUP

 KESIMPULAN................................................................................19

 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Investasi syariah dapat diartikan sebagai kegiatan menanamkan modal baik


langsung maupun tidak langsung, dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal
mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut yang tidak
bertentangan syariah.
Dalam perspektif Islam kegiatan Investasi syariah sangat didorong untuk mengembangkan
harta. Sebaliknya, Islam melarang mendiamkan/menimbun harta (ihtikar), termasuk
modal sehingga tidak produktif. Dari landasan hukum nampak jelas bahwa investasi atau
kegiatan produktif lainnya sangatlah dianjurkan dalam Islam demi tercapainya tujuan
syari’ah (maqashid Al-Syari’ah) yaitu kemaslahatan.

۟ ُ‫ِين َءا َم ُن ٓو ۟ا َأ ْوف‬


‫وا ِب ْٱل ُعقُو ِد‬ َ ‫َي ٰـَٓأ ُّي َها ٱلَّذ‬

Seiring dengan lajunya berkembangan di dunia perbankan, kegiatan transaksi


ekonomi Islam berkembang pesat, sehingga bermunculan beragam model transaksi yang
tidak dikenal pada masa lalu dan butuh pengkajian secara spesifik. Salah satu diantaranya
adalah penggunaan akad ganda atau lebih menjadi satu transaksi,yang dalam fiqih
kontemporer disebut al-’uqud al-murakkabah (hybrid contract/multi akad).
Multi akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah atau
transaksi yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya satu transaksi yang terdiri dari
akad jual beli dan ijarah, akad jual beli dan hibah dll, sehingga semua akibat hukum dari
akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap
satu kesatuan yang tak dapat dipisah pisahkan, yang sama kedudukannya dengan akibat-
akibat hukum dari satu akad.

1
Al-’uqûd al-murakkabah/multi akad ini merupakan perbincangan yang masih hangat
dikalangan para cendikiawan muslim untuk menentukan keabsahan hukumnya; pendapat
pertama mengatakan hukumnya mubah berdasar kaidah fikih: al-ashlu fi al-mu’amalat
alibahah (hukum asal muamalah adalah boleh). Pendapat kedua mengharamkan
berdasarkan dengan hadits-hadits yang mengharamkan dua jual beli dalam satu jual beli
(bai’ataini fi bai’atin), atau mengharamkan dua akad dalam satu akad (shafqatain fi
shafqatin).

B.Rumus masalah

1. Apa yang dimaksud dengan harta dan ukud?


2. Jelaskan apa itu harta menurut pakar?
3. Sebutkan kedudukan fungsi harta?
4. Sebutkan macam-macam harta dan ukud ganda?
5. Jelaskan apa saja batasan dan standar multi ukud
6. Sebutkan syarat-syarat ukud?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta

Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata -‫مال‬
‫یمیل‬- ‫میالال‬yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-
mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka
pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut
istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di antara
manusia”.
Menurut ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Nasrun Haroen,26al-mal (harta) yaitu:
‫الى إدخاره ویمكن االالنسان طبع إلیھ یمیل ما‬
‫واحرازه حیازتة یمكن ما كان أو الحاجة وقت‬
‫وینتفع بھ‬

Segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika


diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan
dimanfaatkan.

Menurut jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah) yang juga dikutip oleh
Nasroen Haroen, al-mal (harta) yaitu:
‫بضمانھ متلفھا یلزم قیمة لھ ما كل‬
"segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenal ganti rugi bagi
orang yang merusak atau melenyapkannya"

3
Harta tidak saja bersifat materi melainkan juga termasuk manfaat dari
suatu benda. Akan tetapi, ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang dimaksud dengan
harta itu hanya bersifat materi.
Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak
dicampuri penggunaannya oleh orang lain. Adapun harta adalah sesuatu yang
dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam penggunaannya,
harta dapat dicampuri oleh orang lain. Jadi, menurut ulama Hanafiyah, yang
dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yan).
Para Fuqaha mentakrifkan mal dengan:
‫ما يميل ا ليه طبح االنسان ويمكب ادخاره الى وقت الحاجة‬

“Sesuatu yang manusia cenderung kepadanya dan mungkin disimpan


diwaktu diperlukan”.

Selain itu ada yang mentakrifkan dengan:


‫ما يميل اليح الطبح ويجرى فيه البدل ولمنح‬

Sesuatu yang tabiat cenderung kepadanya dan berlaku memberi dan


menahan padanya”.

Golongan Hanafiyah mengaitkan definisi mal ini dengan kemungkinan


disimpan (iddikhar). Mereka berbuat demikian untuk mengeluarkan manfaat
dari definisi mal. Manfaat, menurut mereka masuk golongan milik, tidak
masuk dalam golongan mal. Mereka membedakan antara mal dengan milik
Dari sekumpulan takrif yang telah dikemukakan oleh para fuqaha,
dapatlah kita ambil kesimpulan:

4
a. Harta (mal) adalah nama bagi yang selain manusia, yang ditetapkan untuk
kemaslahatan manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat, dapat
dilakukan tasharruf dengan jalan ikhtiyar. Demikian dikemukakan oleh kitab Al Bahrur
Raiq.
b. Benda yang dijadikan harta itu, dapat dijadikan harta oleh umum manusia atau oleh
sebagian mereka. Demikian diterangkan dalam kitab Raddul Muhtar.
c. Sesuatu yang tidak dipandang harta, tidak sah kita menjualnya.
d. Sesuatu yang dimubahkan walaupun tidak dipandang harta, seperti sebiji beras, sebiji
beras tidak dipandahg harta walaupun dia boleh kita miliki.Demikian diterangkan dalam
Raddul Muhtar.
e. Harta itu wajib mempunyai wujud. Karenanya manfaat tidak masuk ke dalam bagian
harta, karena tidak mempunyai wujud.
f. Benda yang dapat dijadikan harta, dapat disimpan untuk waktu tertentu,atau untuk
waktu yang lama dan dipergunakan di waktu dia dibutahkan.

Dengan ringkas para fuqaha Hanafiyah menetapkan bahwa yang


dipandang harta hanyalah sesuatu yang tersifat benda, yang dikatakan a’yan
Oleh karena itu orang yang bersumpah bahwa dia tidak mempunyai
harta, padahal ada padanya uang yang masih dihutangkan kepada orang lain,
maka orang itu dipandang tidak melanggar sumpahnya, baik madinnya
seorang muflis yang dinyatakan failit,atau seorang yang mempunyai harta
yang banyak (seorangyang kaya).

5
B. Harta menurut pakar

1. Dalam pandangan ulama hanafiyah yang dimaksud dengan mal ialah


membedakan antara hak milik dengan harta. Sementara jumhur ulama
tidak membedakannya. Ulama hanafiyah membedakan antara Hak milik
dengan harta:
1) Hak Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan
tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain.
2) Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan
ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa dicampuri orang lain.
sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk
disimpan hingga dibutuhkan atau bisa juga harta adalah segala sesuatu
yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam
penggunaannya bisa dicampuri oleh orang lain, maka menurut
Hanafiah yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud
(a’yam).

2. Madzab Maliki mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama,


adalah hak yang melekat pada seseorang yang menghalangi orang lain
untuk menguasainya. Kedua, sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara
’uruf (adat).

3. Madzab Syafi’i mendefinisikan hak milik juga menjadi dua macam.


Pertama, adalah sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya; kedua, bernilai
harta.

6
4. Hambali juga mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama,
sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi; kedua, dilindungi undang-
undang. Dari 4 madzab tersebut dapat disimpulkan tentang pengertian
harta/hak milik:
a. Sesuatu itu dapat diambil manfaat
b. Sesuatu itu mempunyai nilai ekonomi
c. Sesuatu itu secara ’uruf (adat yang benar) diakui sebagai hak milik
d. Adanya perlindungan undang-undang yang mengaturnya.

C. Kedudukan fungsi harta

Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani


kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta
dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan
pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal keturunan dan harta

Allah berfirman: Surat At-Taghaabun: 15


ã‫ِإنَّ َمٓا َأ ْم ٰ َولُ ُك ْم َوَأ ْو ٰلَ ُد ُك ْم فِ ْتنَةٌ ۚ َوٱهَّلل ُ ِعن َد ٓۥهُ َأ ْج ٌر ع َِظي ٌم‬
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. At-Taghabun: 15)

Adapun fungsi harta dapat dijelaskan sebagai berikut:


Fungsi harta sangat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik
maupun kegunaan hal yang jelek. Di antara sekian banyak fungsi harta sebagai
berikut:

7
1) Kesempurnaan ibadah mahdhah, karena ibadah memerlukan sarana,
seperti kain dan mukena untuk menutup aurat.
2) Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
SWT, karena kefakiran dapat membawa kepada kekufuran.
3) Untuk meneruskan kehidupan dari suatu periode ke periode berikutnya,

sebagaimana firman Allah: Surat An-Nisa: 9

‫س ِديدًا‬ ِ ً‫ش الَّ ِذينَ لَ ْو ت ََر ُكوا ِمنْ َخ ْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّة‬


َ ‫ض َعافًا َخافُوا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّقُوا هَّللا َ َو ْليَقُولُوا قَ ْواًل‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa’: 9).

4) Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.

5) Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa biaya
akan terasa sulit, misalnya, seseorang tidak dapat kuliah di perguruan tinggi, jika ia tidak
memiliki biaya.

6) Untuk memutar (men-tasharruf) peran-peran kehidupan, yakni adanya


pembantu dan tuan, adanya orang kaya dan miskin yang saling
membutuhkan, sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan
berkecukupan.

8
7) Untuk menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan
keperluan antara satu sama lain.
Penggunaan harta dalam ajaran harus senantiasa dalam pengabdian
kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya untuk
pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial
dalam rangka membantu sesama manusia.

D. Macam-Macam Harta

1. Harta Mutaqawwim dan GhairMutaqawwim. Harta Mutaqawwim adalah sesuatu yang


boleh diambil manfaatnya menurut syara’. Atau semua harta yang baik jenisnya maupun
cara memperoleh dan penggunaanya. Harta
GhairMutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya,
baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaanya.

2. MalMitsli dan MalQimi Harta Mitsli adalah benda-benda yang ada


persamaan dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri
sebagaimana di tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.
Harta Qimi adalah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya
karena tidak dapat berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa
ada perbedaan.

3. Harta Istihlak dan harta Isti’mal. Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil
kegunaanya dan manfaatnya secara biasa kecuali dengan
menghabiskannya.

9
Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu:
A. IstihlakHaqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya
habis sekali digunakan.
B. IstihlakBuquqi adalah suatu harta
yang sudah habis nilainya bila telah digunakan tetapi zatnya masih tetap
ada. Harta Isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali
dan materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis dengan satu
kali menggunakan tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya.

4. Harta Manqul dan Harta GhairManaqula. Harta Manqul adalah segala


harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat lainya
baik tetap ataupun berubah kepada bentuk yang lainnya seperti uang,
hewan, benda-benda yang ditimbang atau diukur. Harta GhairManaqul
adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat
ke tempat lain.

10
E.Pengertian Ukud

Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, me


nyambung atau menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad di
artikan dengan perjanjian. Sedangkan dalam istilah hukum Islam,
ada beberapa definisi yaitu:
1. Akad berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan penawaran atau
pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan
kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh
pada sesuatu.1
2. Menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah,
yaitu: “Segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan ke
inginannya sendiri, seperti waqaf, talak, pembebasan, atau sesuatu
yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual
beli, perwakilan, dan gadai.”2
3. Akad merupakan pertemuan ijab yang diajukan oleh salah satu
pihak dengan kabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat
hukum pada objek akad.

Akad adalah tindakan hukum dua pihak. Sedangkan tindakan hukum satu pihak, seperti
janji memberi hadiah, wasiat, atau wakaf, bukanlah akad, karena tindakan-tindakan
tersebut tidak merupakan tindakan dua pihak, dan karenanya tidak memerlukan qabul.
Konsepsi akad sebagai tindakan dua pihak adalah pandangan ahli-ahli hukum Islam
modern

11
Sedangkan menurut istilah fiqih, kata multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab
yaitu al-’uqûd al-murakkabah yang berarti akad ganda (rangkap). Al-’uqûd al-murakkabah
terdiri dari dua kata al-’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) dan al-murakkabah. Kata ‘aqd
secara etimologi artinya mengokohkan, mengikat, menyambung atau menghubungkan5
dan hukum perdata Indonesia diartikan dengan perjanjian. Sedangkan secara terminologi
‘aqd berarti mengadakan
perjanjian atau ikatan yang mengakibatkan munculnya sebuah kewajiban.
Menurut Wahbah Zuhaili ‘aqd adalah pertalian atau perikatan
antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendah syariah yang menetapkan
adanya akibat hukum pada objek perikatan.
Kata Al-murakkabah (murakkab) secara etimologi berarti al-jam’u (mashdar), yang berarti
pengumpulan atau penghimpunan.8 Kata murakkab sendiri berasal dari kata “rakkaba-
yurakkibu-tarkiban” yang mengandung arti meletakkan sesuatu pada sesuatu yang lain
sehingga menumpuk, ada yang di atas dan yang di bawah.

Sedangkan murakkab menurut pengertian para ulama fiqih adalah sebagai berikut:
1. Himpunan beberapa hal sehingga disebut dengan satu nama.
Seseorang menjadikan beberapa hal menjadi satu hal (satu nama) dikatakan sebagai
melakukan penggabungan (tarkîb).
2. Sesuatu yang dibuat dari dua atau beberapa bagian, sebagai kebalikan dari sesuatu yang
sederhana (tunggal/basîth) yang tidak memiliki bagian-bagian.
3. Meletakkan sesuatu di atas sesuatu lain atau menggabungkan sesuatu dengan yang
lainnya.

12
Mencermati tiga pengertian tersebut yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing untuk menjelaskan makna yang lebih mendekati dari istilah murakkab.
demikian pengertian multi akad/al-’uqûd al-murakkabah dalam istilah ada beberapa
pengertian dari kalangan cendikiawan muslim di antarannya;

1. Menurut Nazih Hammad adalah: “Kesepakatan dua pihak untuk


melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih sep
erti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara’ah,

2. Menurut Al-‘Imrani akad murakkab adalah: “Himpunan beberapa akad kebendaan yang
dikandung oleh sebuah akad --baik secara
gabungan maupun secara timbal balik-- sehingga seluruh hak dan kewa
jiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum dari satu akad
Dalam kitab Fiqih syirkah uqud diklasifikasikan menjadi empat macam: 1) syirkah amwal
inan, 2) syirkah amwal mufawadhah, 3) syirkah abdan, dan 4) syirkah wujuh. Bahkan Ulama
Hanafiah membagi syirkah uqudmenjadi enam macam.

F. Macam-macam Akad Ganda/Multi Akad

Al-‘Imrani membagi multi akad dalam lima macam, yaitu


a. Akad Bergantung/Akad Bersyarat (al-’uqûd al-mutaqâbilah)
Al-mutaqâbila menurut bahasa berarti berhadapan. Sesuatu dikatakan berhadapan jika
keduanya saling menghadapkan kepada yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan
al-’uqûd al-Mutaqâbilah adalah multi akad dalam bentuk akad kedua merespon

13
b. Akad Terkumpul (al-’uqûd al-mujtami’ah)
Al-’uqûd al-mujtami’ah adalah multi akad yang terhimpun dalam satu akad. Dua atau
lebih akad terhimpun menjadi satu akad. Seperti contoh “Saya jual rumah ini kepadamu
dan saya sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu bulan dengan harga lima ratus
ribu”.

c.Akad berlawanan (al-’uqûd al-mutanâqidhah wa al-mutadhâdah wa


al-mutanâfiyah)
Ketiga istilah al-mutanâqidhah, al-mutadhâdah, al-mutanâfi
yah memiliki kesamaan bahwa ketiganya mengandung maksud adanya perbedaan. Tetapi
ketiga istilah ini mengandung implikasi yang berbeda.

d. Akad berbeda (al-’uqûd al-mukhtalifah)


Yang dimaksud dengan multi akad yang mukhtalifah adalah terhimpunnya dua akad atau
lebih yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara kedua akad itu atau
sebagiannya.
Seperti perbedaan akibat hukum dalam akad jual beli dan sewa,dalam akad sewa
diharuskan ada ketentuan waktu, sedangkan dalam jual beli sebaliknya

e. Akad sejenis (al-’uqûd al-mutajânisah)


Al-’uqûd al-murakkabah al-mutajânisah adalah akad-akad yang mungkin dihimpun dalam
satu akad, dengan tidak memengaruhi di dalam hukum dan akibat hukumnya. Multi akad
jenis ini dapat terdiri dari satu jenis akad seperti akad jual beli, atau dari beberapa jenis
seperti akad jual beli dan sewa menyewa

14
|f. Akad ganda yang banyak di aplikasikan dalam ekonomi Islam.
1) Ijarah muntahiyah bi al-tamlik (akad sewah menyewah yang berakhir dengan
kepemilikan/jual beli)
2) Musyarakah mutanaqishah (akad kerja sama yang berkurang berakhir dengan jual beli
kredit)
3) Murabahah marakkabah (akad bagi hasil berganda berakhir dengan jual beli biasa)
4) Ta’min tauni murakkabah (asuransi berganda)
5) Akad Murabahah lil Aamir bi asy-Syira` (Murabahah KPP [Kepada Pemesan
Pembelian]/Deferred Payment Sale).
6) Ta’jir tamwili (penggabungan akad jual beli dengan sewah menyewah) walaupun ada
sebagaian ulama mengatakan bahwa akad ini sebenarnya adalah al-ijarah muntahiyah bi
al-tamlik

G.Batasan Dan Standar Multi Akad


Secara umum, batasan yang disepakati oleh para ulama adalah sebagai berikut:
a. Multi akad dilarang karena nash agama
Dalam hadis, Nabi secara jelas menyatakan tiga bentuk multi akad yang dilarang, yaitu
multi akad dalam jual beli (ba’i) dan pinjaman, dua akad jual beli dalam satu akad jual
beli dan dua transaksi dalam satu transaksi Dalam sebuah hadist disebutkan:
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman.”
(HR. Ahmad)
Imam al-Syafi’i memberi contoh, jika seseorang hendak
membeli rumah dengan harga seratus, dengan syarat dia memin
jamkan (salaf) kepadanya seratus, maka sebenarnya akad jual beli
itu tidak jelas apakah dibayar dengan seratus atau lebih.

15
Selain multi akad antara salaf dan jual beli yang diharam
kan, ulama juga sepakat melarang multi akad antara berbagai
jual beli dan qardh dalam satu transaksi. Semua akad yang men-gandung unsur jual beli
dilarang untuk dihimpun dengan qardh dalam satu transaksi, seperti antara ijarâh dan
qardh, salam dan qardh, sharf dan qardh, dan sebagainya.

b. Multi akad sebagai hîlah ribâwi


Multi akad yang menjadi hîlah ribawi dapat terjadi melalui
kesepakatan jual beli ‘înah atau sebaliknya dan hîlah ribâ fadhl.
1) Al-‘înah
Contoh ‘inah yang dilarang adalah menjual sesuatu dengan harga seratus secara cicil
dengan syarat pembeli harus menjualnya kembali kepada penjual dengan harga delapan
puluh secara tunai.
Ibn Qayyim menjelaskan bahwa agama menetapkan seseorang yang memberikan qardh
(pinjaman) agar tidak berharap dananya kembali kecuali sejumlah qardh yang diberikan,
dan dilarang menetapkan tambahan atas qardh baik dengan hîlah atau lainnya

2) Hîlah ribâ fadhl


Hal ini terjadi apabila seseorang menjual sejumlah (misalnya 2 kg beras) harta ribawi
dengan sejumlah harga (misalnya Rp 10.000) dengan syarat bahwa ia – dengan harga yang
sama (Rp 10.000) - harus membeli dari pembeli tadi sejumlah harta ribawi sejenis yang
kadarnya lebih banyak (misalnya 3 kilogram) atau lebih sedikit (misalnya 1 kilogram).
Transaksi seperti ini adalah model hîlah ribâ fadhl yang diharamkan.
Transaksi seperti ini dilarang didasarkan atas peristiwa pada zaman Nabi di mana para

16
penduduk Khaibar melakukan transaksi kurma kualitas sempurna satu kilo dengan
kurma kualitas rendah dua kilo, dua kilo dengan tiga kilo dan seterusnya.
Maksud hadis di atas, menurut Ibn Qayyim, adalah akad jual beli pertama dengan kedua
harus dipisah. Jual beli kedua bukanlah menjadi syarat sempurnanya jual beli pertama,
melainkan berdiri sendiri

c. Multi akad menyebabkan jatuh ke ribâ


Setiap multi akad yang mengantarkan pada yang haram, seperti ribâ, hukumnya haram,
meskipun akad-akad yang membangunnya adalah boleh Hal ini terjadi seperti pada
contoh:
1) Multi akad antara akad salaf dan jual beli
Seperi dijelaskan sebelumnya, bahwa Nabi melarang multi akad antara akad jual dan
salaf. Larangan ini disebabkan karena upaya mencegah (dzarî’ah) jatuh kepada yang
diharamkan berupa transaksi ribawi

2) Multi akad antara qardh dan hibah kepada pemberi pinjaman(muqridh)


Ulama sepakat mengharamkan qardh yang dibarengi dengan persyaratan imbalan lebih,
berupa hibah atau lainnya. Seperti contoh, seseorang meminjamkan (memberikan utang)
suatu harta kepada orang lain, dengan syarat ia menempati rumah penerima pinjaman
(muqtaridh), atau muqtaridh memberi hadiah kepada pemberi pinjaman, atau memberi
tambahan kuantitas atau kualitas obyek qardh saat mengembalikan. Transaksi seperti ini
dilarang karena mengandung unsur ribâ.

17
d. Multi akad terdiri dari akad-akad yang akibat hukumnya saling bertolak belakang atau
berlawanan Kalangan ulama Malikiyah mengharamkan multi akad antara akad-akad
yang berbeda ketentuan hukumnya dan/atau akibat hukumnya saling berlawanan atau
bertolak belakang. Larangan ini didasari atas larangan Nabi menggabungkan akad salaf
dan jual beli. Dua akad ini mengandung hukum yang berbeda. Jual beli adalah kegiatan
muamalah yang kental dengan nuansa dan upaya perhitungan untung-rugi, sedangkan
salaf adalah kegiatan sosial yang mengedepankan aspek persaudaraan dan kasih
sayang serta tujuan mulia.

e. Karena itu, ulama Malikiyah melarang multi akad dari akad-akad yang berbeda
hukumnya, seperti antara jual beli dengan ju’âlah, sharf, musâqah, syirkah, qirâdh atau
nikah

H. Syarat-syarat syirkah uqud

Syarat syirkah ukud adalah sebagai berikut :

1, qabiliyat al-wakalah yaitu bahwa dalam syirkah uqud terkandung akad wakalah sebab
syirkah uqud bertujuan untuk melakukan bisnis (mu'awadhat) yang tidak mungkin
dilakukan kecuali jika terdapat akad kuasa dari masing-masing pihak syarik.

2, keuntungan yang diperoleh dalam syirkah uqudharus ditentukan nisbahnya bagi


masing-masing syarik.

3, bagian keuntungan bagi masing-masing syariktidak boleh dinyatakan dalam jumlah


tertentu yang pasti (seperti seratus juta atau satu milyar), tetapi dinyatakan dalam nisbah
misalnya 60:40, atau 55:45.

18
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata -‫مال‬
‫یمیل‬- ‫میالال‬yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-
mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka
pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut
istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di antara
manusia”.

Harta menurut pakar


1. Dalam pandangan ulama hanafiyah yang dimaksud dengan mal ialah
membedakan antara hak milik dengan harta. Sementara jumhur ulama
tidak membedakannya. 2. Madzab Maliki mendefinisikan hak milik menjadi dua macam.
Pertama, adalah hak yang melekat pada seseorang yang menghalangi orang lain untuk
menguasainya. Kedua, sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara ’uruf (adat). 3.
Madzab Syafi’i mendefinisikan hak milik juga menjadi dua macam. Pertama, adalah
sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya; kedua, bernilai harta. 4. Hambali juga
mendefinisikan hak milik menjadi dua macam. Pertama, sesuatu yang mempunyai nilai
ekonomi; kedua, dilindungi undang- undang.

Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, me


nyambung atau menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad di
artikan dengan perjanjian Al-’uqûd al-murakkabah terdiri dari dua kata al-’uqûd (bentuk
jamak dari ‘aqd) dan al- murakkabah. Kata ‘aqd artinya perikatan antara kedua belah

19
pihak atau lebih. Sedangkan kata al-murakkabah (murakkab) secara etimologi berarti al-
jam’u, yakni mengumpulkan atau menghimpun atau kesepakatan dua pihak untuk
melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad atau lebih.

Syarat syirkah ukud adalah sebagai berikut :


1, qabiliyat al-wakalah yaitu bahwa dalam syirkah uqud terkandung akad wakalah sebab
syirkah uqud bertujuan untuk melakukan bisnis (mu'awadhat) yang tidak mungkin
dilakukan kecuali jika terdapat akad kuasa dari masing-masing pihak syarik.
2, keuntungan yang diperoleh dalam syirkah uqudharus ditentukan nisbahnya bagi
masing-masing syarik.
3, bagian keuntungan bagi masing-masing syariktidak boleh dinyatakan dalam jumlah
tertentu yang pasti (seperti seratus juta atau satu milyar), tetapi dinyatakan dalam nisbah
misalnya 60:40, atau 55:45.

DAFTAR PUSTAKA

Wahbab al-Zuhaily, Al Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), juz 4,
h..8.
Muhammad Abu Zahrah, Al-Milkiyah wa Nazhariyah al-‘aqad fi al-syari’ah al-
Islamiyah, (Mesir; Dar al-Fikr al-Arabi, 1962), h.. 15.
Lihat Mustafa Ahmad al-Zarqa’, Op.cit., h.. 242 dan seterusnya.
Tenku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 153.
M. Abdul Mujieb (et al), Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet.
Ke-1, h.. 191
Lihat Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, h.. 27-29. Lihat pula Rahmat Syafe’i. Fiqh
Muamalah, h.. 30-31.

20
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah-Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 65.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), cet. Ke-2, h..73
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h.. 9-10
Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab – Indone
sia Terlengkap. Surabaya : Pustaka Progresif
Al-Zuhaili. Al-fiqh al-islâmi wa adillatuhu. Jakarta : Gema Insani 2011
Juz 4
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 2010
Hasanudin. Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Ciputat : UIN Syahid
2006
Imrani, Abdullah bin Ahmad Abdullah, al Uqud al Maaliyah al Mu
rakkabah study fiqh Ta’shiliyah wa Tathbiqiyyah. Riyad: Dar Kunuz
Elshabelia an Nasr wa Tausi’ 2006
Rachmat Syafe’i, MA. Fiqih Muamalah. Pustaka Setia Bandung. 2006
Syamsul Anwar, MA. Hukum Perjanjian Syariah. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 2007
Tim Penyusun. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Ttn.. Al-Munjid Fil Lughati. Beirut, Libanon : Darul Masyruq 1986

21

Anda mungkin juga menyukai