Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA ZAMAN PENGARUH BARAT


“TANAM PAKSA ”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh
Barat

Disusun Oleh:
May Prisiska Rahma
A1A219009

Dosen Pengampu :
Reka Seprina, S. Pd., M. Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan bantuan serta rahman
dan rahim-Nya saya dapat menyelesaikan makalah Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh Barat
mengenai “Sistem Tanam Paksa” dengan baik. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan pengikutnya sampai akhir zaman
kelak.
Saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan dan pembuatan makalah ini. Saya menyadari bahwa masih banyak kesalahan serta
kekeliruan yang perlu diperbaiki lagi.
Dengan selesainya penulisan makalah ini saya harap dapat memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh Barat. Saya sangat menyadari bahwa makalah ini masih
banyak membutuhkan penyempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan kedepannya.

Jambi, 4 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..……...…..... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….…………………... ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….……..…. 1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………..................... 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………….…….…...... 1
1.3. Tujuan Penulisan …………………………………………..…………….….. 1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………...…………….…. 3
2.1. Pengertian Sistem Tanam Paksa ……………………………..……………... 3
2.2. Latar Belakang Terjadinya Sistem Tanam Paksa …………….…….………. 3
2.3. Ketentuan Sistem Tanam Paksa…………………………………………….. 4
2.4. Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Lapangan…………………………….. 5
2.5. Dampak Sistem Tanam Paksa….........……………………………………… 6
2.6. Reaksi Terhadap Sistem Tanam Paksa….........……………………………... 7
BAB III PENUTUP……………………………………………………….…………….…... 9
3.1. Simpulan ………………………………………………................................. 9
3.2. Saran………………………………………………….................................... 9
DAFTAR PUSTAKA….………………………………………………………................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak awal abad ke-19, pemerintah belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar
untuk membiayai peperangan, bagi negri belanda sendiri (pemberontakan belgia) maupun di
indonesia (terutama perlawanan di ponogoro) sehingga negri belanda harus menanggung
hutang yang sangat besar.1 Kosongnya kas pemerintahan Belanda juga dikarenakan kebijakan
sewa tanah (land rent) yang dijalankan Raffles kurang berhasil. Keadaan ini mengakibatkan
Belanda mengalami krisis keuangan.
Untuk menyelamatkan Belanda dari bahaya kebrangkutan maka johanes van den bosch
di angkat sebagai gubernur jendral di indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal
mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang.
Untuk melaksanakan tugas yang sangat berat itu, van den bosch memutuskan kebijaksanaannya
pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan ialah
mengerahkan tenaga rakyat jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasil hasilnya
dapat laku di pasaran dunia secara paksa. Kemudian hal ini yang mendasari munculnya sistem
tanam paksa.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Sistem Tanam Paksa?
2. Bagaimana Latar Belakang Terjadinya Tanam Paksa?
3. Bagaimana Ketentuan Sistem Tanam Paksa?
4. Bagaimana Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Lapangan?
5. Bagaimana Dampak Sistem Tanam Paksa?
6. Bagiaman Reaksi Terhadap Sistem Tanam Paksa?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan pada makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Tanam Paksa
2. Untuk Mengetahui Latar Belakang Terjadinya Tanam Paksa
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Ketentuan Sistem Tanam Paksa

1
Adi Sudirman. Sejarah lengkap indonesia. (Jogyakarta: Diva Press. 2014), hlm.266

1
4. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Lapangan
5. Untuk Mengetahui Dampak Sistem Tanam Paksa
6. Untuk Mengetahui Reaksi Terhadap Sistem Tanam Paksa

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Sistem Tanam Paksa
Sistem berasal dari bahasa latin (systema) dan bahasa yunani (sustema) adalah suatu
kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang di hubungkan bersama untuk memudahkan
aliran informasi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk
menggambarkan suatu setentitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali
bisa di buat. Sistem juga merupakan kesatuan bagian yang saling berhubungan yang berbeda
dalam suatu wilayah serta memiliki item penggerak. Sedangkan Tanam Paksa adalah kegiatan
pertanian atau penanaman tanaman yang dilakukan melalui paksaan dari pemimpin atau orang
yang jabatannya lebih tinggi.
Tanam Paksa (cultuurstelsel) dari sudut pandang pemerintah Belanda merupakan
peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Johannes Van Den Bosch pada tahun 1830
yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk di tanami komoditi
ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada
pemerintah kolonial dengan harga yang sudah di ditentukan dan hasil panen diserahkan kepada
pemerintah kolonial.
2.2. Latar Belakang Terjadinya Sistem Tanam Paksa
Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris, yang berkuasa di Indonesia adalah
Pemerintahan Hindia Belanda. Pada mulanya pemerintahan ini merupakan pemerintahan
kolektif yang terdiri dari tiga orang, yaitu, Flout, Buyskess dan Van Der Capellen. Mereka
berpangkat komisaris Jendral. Masa peralihan ini hanya berlangsung dari tahun 1816 – 1819.
Pada tahun 1819, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang Gubernur Jendral Van Der
Capellen (1816-1824). Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan
kaum konservatif terus berlangsung. Sementara itu kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia
semakin memburuk. Oleh karena itulah usulan Van Den Bosch untuk melaksanakan Cultuur
Stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik, karena dianggap dapat memberikan
keuntungan yang besar bagi negeri induk. Secara umum sistem tanam paksa dilatarbelakangi
oleh:
1. Di Eropa Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan
Napoleon, sehingga menghabiskan biaya yang besar.
2. Terjadinya Perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari
Belanda pada tahun 1830.

3
3. Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan
termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya kurang lebih
20.000.000 Gulden.
4. Kas negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.
5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.
6. Kegagalan usaha mempraktekkan gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi
tanah jajahan untuk memberikan keuntungan besar terhadap negeri induk.
7. Sistem Landrent (pajak tanah) yang diterpakan pada masa Raffles tidak berjalan sesuai
harapan.
2.3. Ketentuan Sistem Tanam Paksa
Menurut Poesponegoro (2008: 354-355) bahwa ketentuang-ketentuan pokok Sistem
Tanam Paksa yang tertera dalam Standsblad (Lembaran Negara) tahun 1834, No. 22 beberapa
tahun setelah tanam paksa mulai dijalankan di Pulau Jawa, berbunyi sebagai berikut:
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan
sebagian tanah milik mereka untuk penanaman tanaman dagangan yang dapat dijual di
pasar Eropa.
2. Bagian tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak boleh melebihi
seperlima tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi
pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari
pembayaran pajak tanah.
5. Tanaman dagangan yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan wajib diserahkan
kepada pemerintah Hindia Belanda jika nilai hasil-hasil tanaman dagangan yang
ditaksir itu melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, selisih positifnya harus
diserahkan kepada rakyat.
6. Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikit-
sedikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan dari
pihak rakyat.
7. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka di bawah pengawasan kepala-kepala
mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan
apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan
baik dan tepat pada waktunya.

4
Pokok-pokok kebijakan cultuurstelsel (Tanam Paksa) menurut Nyoman Dekker (1992: 72)
adalah sebagai berikut.
1. Akan dibuat dengan rakyat perjanjian tentang pemberian sebagian dari tanah
pertaniannya (sawah) untuk ditanami dengan tumbuh-tumbuhan yang berguna untuk
pasar Eropa.
2. Tanah yang diberikan itu meliputi 1/5 dari semua tanah pertanian suatu desa.
3. Tenaga yang dipergunakan untuk menanam tumbuh-tumbuhan itu, tidak akan melebihi
tenaga yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Tanah yang diberikan itu akan dibebaskan dari landrent.
5. Hasil dari tanaman itu akan diserahkan kepada pemerintah dan jika harganya (yang
ditaksir) melebihi pembayaran landrent, maka kelebihannya itu akan diberikan kepada
penduduk.
6. Salah tumbuh akan ditanggung oleh pemerintah, jika hal itu terjadi bukan karena
kesalahan rakyat disebabkan kurang rajin mengerjakannya.
2.4. Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Lapangan
Peraturan-peraturan tersebut jika dilihat dari ketentuan atau aturannya, maka tidak
kelihatan membebankan rakyat. Peraturan tersebut seperti memberi beban yang ringan.
Namun, yang terpenting bukanlah peraturannya melainkan pelaksanaan cultuurstelsel itu
sendiri. Seringkali terjadi banyak penyimpangan, sehingga rakyat banyak dirugikan.
Pelaksanaan culturstelsel di lapangan:
1. Perjanjian dengan rakyat mengenai tanah tidak ditepati. Di dalam perjanjian ini yang
seharusnya ada unsur sukarela, di dalam pelaksanaanya mengandung paksaan. Letak
dan luasnya tanah ditentukan dengan sewenang-wenang oleh penguasa, membuat
istilah perjanjian tidak berarti lagi.
2. Di dalam perjanjian, luas tanah itu adalah 1/5 dari tanah pertanian. Tenyata diambil
mencapai 1/3 dan bahkan hinga semua tanah desa diambil. Hal tersebut karena
pemerintah atau penguasa memerlukan suatu kompleks tanah yang berdampingan
antara satu dengan lainnya agar mudah mengadakan pengawasan, mudah mengadakan
pengairan, dan sebagainya.
3. Landrent (Pajak tanah) akhirnya hampir dipungut di seluruh jawa. Jadi sama sekali
tidak sesuai dengan pokok peraturan terdahulu, bahwa tanah itu dibebaskan dari pajak
karena menanam tanaman tertentu yang telah diwajibkan. Namun kenyataannya meski
telah bekerja untuk pemerintah, pajak tanah juga tetap dipungut.

5
4. Berdasarkan pokok peraturan, untuk menanam tanaman-tanaman itu, tenaga yang
dipergunakan tidak akan melebihi tenaga untuk menanam padi. Teorinya demikian,
tetapi di dalam prakteknya berlainan. Misalnya seperti nila, dikerjakan dalam jangka
waktu bulanan dan sering juga tempat mengerjakannya jauh dari desanya. Pekerja
membawa makanan sendiri dan pertaniannya sendiri terbengkalai.
5. Contoh lainnya misalnya gula, yang memerlukan banyak jenis pekerjaan. Dalam teori,
rakyat hanya bertugas menanam. Tetapi dalam kenyataannya tugas itu bertambah luas,
seperti memotong, mengangkut tebu, membuat batu bata untuk pabrik gula, membuat
genteng dan sebagainya.
Jenis-jenis tumbuhan yang diwajibkan oleh pemerintah untuk ditanam ialah tebu, nila,
teh, tembakau, kayu manis, kapas, merica, cat, lak. Tanaman-tanaman sejenis ini menjadikan
Indonesia produksi ekspor (Dekker, 1992: 74).
Dibanding dengan penyerahan wajib (contingengenteringen) yang dipaksakan VOC
kepada penduduk, maka Sistem Tanam Paksa menaruh beban yang lebih berat di atas pundak
rakyat. Pada masa VOC, pelaksanaan penyerahan wajib diserahkan kepada para kepala rakyat
sendiri, namun selama Sistem Tanam Paksa para pegawai Eropa dan pemerintahan kolonial
lengsung melaksanakan dan mengawasi penanaman paksa tersebut. Hal ini dianggap sebagai
peningkatan “efisiensi” dari Sistem Tanam Paksa, dalam arti kata bahwa hasil produksi
tanaman dagangan dapat ditingkatkan berkat pengawasan dan campur tangan langsung dari
pegawai Belanda tersebut. Efisiensi tersebut sebenarnya dapat diartikan sebagai penambahan
beban yang dipikul oleh rakyat.
Para pegawai Belanda dan para pegawai rakyat memperoleh persentase dari hasil
penjualan tanaman dagangan (cultuurprocenten) sehingga makin tinggi ekspor tanaman
dagangan yang diwajibkan itu makin tinggi jumlah pendapatan yang mereka peroleh sehingga
menimbulkan penyelewengan dan penyimpangan terhadap Sistem Tanam Paksa itu sendiri.
2.5. Dampak Sistem Tanam Paksa
Karena adanya berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan tanam paksa, rakyat
mengalami dampak tanam paksa yang sangat menyengsarakan bagi kehidupan mereka.
Dampak dari tanam paksa di Indonesia akibat eksploitasi luar biasa pada sumber alam adalah
sebagai berikut:
1. Sawah dan ladang milik rakyat tidak terurus dengan baik sehingga tidak menghasilkan
panen yang layak, karena rakyat wajib kerja rodi berkepanjangan sehingga penghasilan
sehari – hari sangat menurun.

6
2. Beban hidup rakyat semakin berat dan sulit karena harus menyerahkan sebagian dari
tanah milik serta hasil panen, termasuk membayar pajak, kerja paksa dan turut
menanggung resiko kegagalan panen.
3. Rakyat mengalami tekanan secara fisik dan mental yang berkepanjangan karena
berbagai kebijakan pemerintah Belanda yang membebani kehidupannya.
4. Karena kerap mengalami kegagalan panen dan tidak bisa mencari nafkah, kemiskinan
merajalela dan timbul dimana – mana sehingga rakyat semakin sengsara.
5. Muncul masalah wabah penyakit dan kelaparan dimana – mana sehingga angka
kematian meningkat tajam. Misalnya di Cirebon pada tahun 1843 sebagai dampak dari
tanam paksa berupa pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, di Demak pada
1848, Grobogan tahun 1849 hingga 1850 karena kegagalan panen. Semua itu
menyebabkan jumlah penduduk Indonesia menurun.
Akibat tanam paksa yang paling kelihatan adalah kemiskinan, hal ini dikarenakan
rakyat sangat sengsara harus mengikuti aturan main Belanda. Mulai dari harus menanam
tanaman yang sudah ditentukan, kemudian menjual hanya kepada Belanda, hingga pajak yang
dibebankan juga kepada rakyat. Hal ini membuat banyak petani tidak mempunyai waktu untuk
mengurus sawahnya sendiri. Akibatnya mereka kesulitan mencari nafkah dan terjadilah
kemiskinan. Dan dampak dari kemiskinan ini membuat banyak masyarakat Indonesia
Indonesia meninggal.
Namun disisi lain cultuurstelsel juga menimbulkan dampak positif bagi Indonesia yaitu,
petani Indonesia bisa mengenal banyak jenis tanaman-tanaman baru seperti kopi, nila, teh.
Yang tentunya tanaman-tanaman ini banyak laku dipasaran dunia. Dampak bagi Belanda
sendiri tanam paksa membuat keuangan Belanda yang tadinya mengalami minus menjadi
surplus dan Belanda mendapatkan keuntungan yang besar.
2.6. Reaksi Terhadap Sistem Tanam Paksa
Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda.
Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena
ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Penderitaan
rakyat Indonesia akibat tanam paksa ini menimbulkan berbagai reaksi, kecaman keras, dan
perlawanan, baik dari bangsa Indonesia maupun dari bangsa Belanda sendiri. bangsa Indonesia
melakukan perlawanan dimana- mana,terutama oleh para tenaga kerja yang bekerja di
perkebunan- perkebunan. Mereka menentang perintah- perintah Belanda. Mereka membakari
kebun- kebun kopi, tembakau, dan teh sampai musnah. Akibat penyimpangan yang terjadi dari

7
diberlakukannya sistem tanam paksa, maka timbul berbagai kritik dari tokoh- tokoh yang
menetang sistem Tanam Paksa. Berikut golongan yang menentang sistem tanam paksa adalah
1. Rakyat Indonesia
Rakyat Indonesia yang menderita akibat Sistem Tanam Paksa mengadakan
perlawanan denga sporadis. Pada tahun 1833, perlawanan dan huru-hara terjadi di
perkebunan tebu di Pasuruan. Perlawanan semacam ini sering terjadi di Pulau Jawa. Setelah
perang Padri selesai, di Sumatra Barat pun dikenakan tanam paksa dan di sinipun terjadi
perlawanan (tahun 1941), di Padang (1844) yang dipimpin oleh kaum ulama. Pada tahun
1846, terjadi perlawanan di kebun tembakau dengan dibakarnya tujuh kebun.
2. Kaum humanis Belanda
Baron Hoevel mengutuk sistem tanam paksa karena mendatangkan penderitaan
bagi rakyat Indonesia. Menurutnya hal itu tidak berperikemanusiaan dan bertentangan
dengan moral etika agama (Kristen). Douwes Dekker mantan asisten residen Belanda di
Banten, mengecam keras sistem tanam paksa karena banyak mendatangkan kerugian bagi
rakyat Indonesia, sebaliknya hanya menguntungkan Belanda secara sepihak. Kecaman
Douwes Dekker ini dicantumkan dalam sebuah buku yang berjudul Max Havelaar dengan
nama samaran Multatuli. Buku ini menggemparkan rakyat Belanda karena pada pokoknya
buku ini berisi penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksadan kecaman Douwes
Dekker terhadap pemerintah Belanda.
3. Kaum Kapitalis Belanda
Kaum kapitalis Belanda menyerang segala macam kekolotan tanam paksa atas
dasar filsafat liberal. Kapitalisme menjadi kekuatan pendorong pada jamannya, berhasil
mendobrak penghalang-penghalang di tanah jajahan Indonesia, dengan kemenangan yang
ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang pokok Agraria Kolonial (1870), yang
mendasari penghapusan tanam paksa. Namun tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal
tidak hanya terbatas pada penghapusan Tanam Paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih
lanjut, yaitu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi.
Akibat hal itu kemudian di jawa, penanaman paksa untuk berbagai tanaman dagangan
setelah tahun 1860 lambat laun mulai dihapuskan. Penanaman paksa untuk lada dihapuskan
tahun 1860 dan penanaman paksa untuk teh dan nila dihapuskan dalam tahun 1865.
Penghapusan Sistem Tanam Paksa akhirnya tidak terelakkan karena sejak 1840 sudah terbukti
tidak begitu menguntungkan. Selain itu, gerakan liberalisme di negeri Belanda yang semakin
kuat juga memegang peran pokok dalam usaha penghapusan Sistem Tanam Paksa sekitar tahun
1870.

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Sistem Tanam Paksa merupakan sistem yang dicetuskan oleh van den Bosch yang
bertujuan menanggulangi masalah keuangan Belanda. Dalam ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh Belanda tidak memberi beban yang berat pada rakyat. Namun dalam
kenyataannya, Sistem Tanam Paksa sangat membebani rakyat karena banyak penyimpangan
yang terjadi dalam pelaksanaannya.
Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa memberi keuntungan yang besar terhadap
Belanda, terutama pada awal pelaksanaannya. Selain itu, sebenarnya juga membuat kemajuan
ekonomi di desa-desa karena tingginya tingkat produksi dan ekspor tanaman-tanaman
perdagangan.
Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa banyak mengalami terjadi penyimpangan
dalam pelaksanaannya. Misalnya saja di dalam perjanjian tanam paksa, luas tanah itu adalah
1/5 dari tanah pertanian. Tenyata diambil mencapai 1/3 dan bahkan hinga semua tanah desa
diambil.
Hal ini menimbulkan kemiskinan dan kesengsaraan terhadap masyarakat Indonesia. Yang
kemudian menimbulkan berbagi macam reaksi terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa yang
dinilai sangat menyengsarakan rakyat.
3.2. Saran
Penulis berharap semoga para pembaca terutama mahasiswa sejarah dapat lebih
memahami mengenai Sistem Tanam Paksa, baik dalam penerapannya, sekaligus dampak yang
ditimbulkan berupa kemajuan ekonomi dan kemiskinan. Penulis juga menyadari makalah ini
masih banyak kesalahan dan kekurangan maka dari pada itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan makalah yang akan datang akan lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Avantara. Universitas Negeri Surabaya. Vol. 1. Nomor. 1, Januari 2013: 64-70. “Tanam
Paksa Sebagai Tindakan Eksploitasi”. Surabaya, 2013
Marwati, Poesponegoro, Notosusantu. 1990. “Sejarah Nasional Indonesia”. Jakarta: Balai
Pustaka.
Notosusanto dkk. 1993. “Sejarah Nasional Indonesia 2”. Jakarta : Balai Pustaka.
Soejono, R.P., & Leirissa, R.Z. 2008. “Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan
Penjajahan di Indonesia”. Jakarta: Balai Pustaka.

10

Anda mungkin juga menyukai