Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan Rahmat taufik
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga maklah ini dapat digunakan sebagai
salah satu acuan petunjuk maupuun pedoman bagi pembaca.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi mengingat kemampuan yang dimiliki penulis . Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
makalah ini .
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak banyak berterimakasih kepada semua
pihak pihak yang telah membantu penulisan makalah ini .
Meulaboh agustus 2023
Tertanda
LATAR BELAKANG
Negeri kita yang terkenal dengan nama Indonesia ini, juga dikenal dengan sebutan
Kepulauan Nusantara, sementara kaum kolonial Barat menyebutnya dengan tanah
Hindia. Sejarah telah mencatat bahwa kekayaan Kepulauan Nusantara begitu luar biasa.
Kekayaan bumi Nusantara ini dapat diibaratkan sebagai “ mutiara dari timur”. Oleh
karena itu, tidak mengherankan kalau Kepulauan Nusantara atau Indonesia ini menarik
perhatian kongsi-kongsi Eropa untuk menguasainya. Terjadilah perebutan hegemoni di
antara mereka bangsa-bangsa Eropa yang ingin menjajah Indonesia.
Akibat penjajahan dan dominasi asing telah membuat jati diri dan budaya bangsa
terancam dan menjadi rapuh. Begitu juga kehidupan sosial ekonomi menjadi tersendat.
Kalau kita renungkan masalah-masalah tersebut bisa jadi berakar dari berkembangnya
kultur kolonialisme dan imperialisme Barat di Indonesia sejak abad ke-17. Mulai saat itu
kita tidak memiliki kemandirian dan kedaulatan baik secara ekonomi, sosial, politik,
maupun budaya.
Realitas kehidupan semacam itu perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Dalam kenyataan sekarang ini masih dapat dirasakan adanya pengaruh asing yang begitu
kuat di dalam dinamika kehidupan perekonomian di Indonesia. Utang luar negeri yang
juga semakin menumpuk, di samping penyakit korupsi yang belum dapat diberantas.
Kalau begitu apakah benar kehidupan sekarang ini juga ada warisan yang berasal dari
zaman penjajahan, zaman dominasi kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.
Bila mengingat prinsip sebab akibat dan konsep perubahan dan keberlanjutan,
sangat mungkin kehidupan kita sekarang ini juga dipengaruhi oleh kultur di zaman
penjajahan kolonialisme dan imperialisme di Indonesia. Bagaimana sebenarnya
perkembangan dominasi kolonialisme dan imperialisme di Indonesia yang sudah muncul
sejak abad ke-16.
Daftar isi

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................1
LATAR BELAKANG .............................................................................................................................2
Daftar isi ..................................................................................................................................................3
1 .Massa kekuasaan belanda yang ke II..................................................................................................4
A. Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) 1830-1870......................................................5
1.) Latar Belakang Sistem Tanam Paksa ......................................................................5
2.) Aturan-Aturan Tanam Paksa .....................................................................................................6
3.) Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia .........................................................................7
B. politik pintu terbuka .........................................................................................................................8
1.) Latar belakang .......................................................................................................................8
2.) Penerapan politik pintu terbuka .................................................................................................8
3.) Dampak politik pintu terbuka.....................................................................................................9
Dampak positif, yaitu :......................................................................................................................9
Dampak negatif, yaitu : .....................................................................................................................9
4.) Reaksi terhadap kebijakan pintu terbuka .....................................................................................10
C. POLITIK ETIS 1901 ..............................................................................................................................10
KESIMPULAN .....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSAKA ..............................................................................................................................13
KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT
1 .Massa kekuasaan belanda yang ke II

Pada tahun 1814 Louis Napoleon (prancis) mengalami kekalahan pada perang
koalisi di eropa. Pada tahun yang sama ,setelah selesainya perang koalisi tersebut ,
hubungan Belanda dan Inggris membaik yang sebelumnya bermusuhan .

Belanda dan inggris mengadakan suatu pertemuan yang menghasilkan konvesi London
1814 (convetion of London 1814). Dari hasil perundingan ini, inggris menyerahkan
wilayah Hindia-Belanda (Indonesia) kepada pemerintah belanda.

Dengan demikian pemerintah atas hindia belanda Kembali di pegang oleh belanda
Kembali dipegang oleh belanda. Setelah sebelumnya Hindia Belanda dikuasai oleh
Gubernur Stamford Raffles (atas nam kerajaan inggris pada tahun 1811-1816).

Pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif yang terdiri atas tiga orang, yaitu
Flout, Buyskess, dan van der Capellen. Mereka berpangkat komisaris jenderal.
Pemerintahan kolektif itu bertugas menormalisasikan keadaan lama (Inggris) kea lam
baru (Belanda). Masa peralihan itu hanya berlangsung dari tahun 1816-1819. Pada
tahun 1919, kepala pemerintahan mulai dipegang oleh seorang gubernur jenderal, yaitu
van der Capellen (1816-1824).

Dalam menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-


langkah sebagai berikut

1. Sistem residen tetap dipertahankan,

2. Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan,

3. Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan,

4. Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya
dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi,

5. Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing


untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum
konservatif terus berlangsung. Persoalan pokoknya tentang sistem yang dapat
memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negeri induk. Kaum liberal
berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi keuntungan besar bagi negeri induk
apabila urusan eksploitasi ekonomi diserahkan kepada orang-orang swasta Barat.
Pemerintah hanya mengawasi jalannya pemerintahan dan memungut pajak. Kaum
konservatif berpendapat sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil bumi oleh
pemerintah secara langsung akan menguntungkan negeri induknya. Kaum konservatif
meragukan sistem liberal karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.

Para komisaris jenderal kemudian mengambil jalan tengah. Di satu pihak, pemerintah
tetap berusaha menangani penggalian kekayaan tanah jajahan bagi keuntungan negeri
induknya. Di lain pihak, mencari jalan melaksanakan dasar-dasar kebebasan. Pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen juga dilaksanakan sistem politik
yang dualistis. Pada satu pihak melindungi hak-hak kaum pribumi, di lain pihak
memberi kebebasan kepada pengusaha-pengusaha swasta Barat untuk membuka
usahanya di Indonesia selama tidak mengancam kehidupan penduduk.

Berbagai jalan tengah telah diupayakan, tetapi ternyata kurang memberikan keuntungan
bagi negeri induk. Sementara itu, kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin
memburuk. Oleh karena itu, usulan van den Bosch untuk melaksanakan cultuur stelsel
(tanam paksa) diterima dengan baik karena dianggap dapat memberikan keuntungan
yang besar bagi negeri induk.

A. Penerapan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) 1830-1870

Pelaksanaan 'cultuur stelsel' dalam prakteknya memberatkan kehidupan rakyat pribumi,


karena tidak sesuai dengan ketentuan 'staatblad'.

Istilah cultuur stelsel sebenarnya berarti sistem tanaman. Terjemahannya dalam bahasa
inggris adalah culture system atau cultivation system. Pengertian daricultuur stelsel
sebenarnya adalah kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku
dijual di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkancultuur stelsel dengan sebutan tanam
paksa. Hal itu disebabkan pelaksanaan proyek penanaman dilakukan dengan cara-cara
paksa. Pelanggarnya dapat dikenakan hukuman fisik yang amat berat. Jenis-jenis
tanaman yang wajib ditanam, yaitu tebu, nila, teh, tembakau, kayu manis, kapas, merica
(lada), dan kopi.

Menurut van den Bosch, cultuur stelsel didasarkan atas hokum adat yang menyatakan
bahwa barang siapa berkuasa di suatu daerah, ia memiliki tanah dan penduduknya.
Karena raja-raja di Indonesia sudah takluk kepada Belanda, pemerintah Belanda
menganggap dirinya sebagai pengganti raja-raja tersebut. Oleh karena itu, penduduk
harus menyerahkan sebagian hasil tanahnya kepada pemerintah Belanda.

1.) Latar Belakang Sistem Tanam Paksa


Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kebijakan tanam paksa diantaranya:
•Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan
Napoleon Bonaparte sehingga menghabiskan biaya yang amat besar.

•Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari
Belanda pada tahun 1830.

•Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan


termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya sekitar 20.000.000
gulden.

•Kas Negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.

•Pemasukkan uang dari penanaman kopi tidak banyak.

•Gagal mempraktikkan gagasan liberal (1816-1830) berarti gagal juga


mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar pada
Belanda.

2.) Aturan-Aturan Tanam Paksa

Ketentuan-ketentuan pokok sistem tanam paksa terdapat dalam Staatsblad(lembaran


Negara) tahun 1834 No.22, beberapa tahun setelah tanam paksa dijalankan di Pulau
Jawa. Bunyi dari ketentuan tersebut adalah sebagai berikut.

•Persetujuan-persetujuan agar penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk


penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di Eropa.

•Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh
melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki.

•Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tidak boleh melebihi pekerjaan
untuk menanam padi.

•Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah.

•Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Jika
harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan itu
diberikan kepada penduduk.

•Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan
pemerintah.

•Bagi yang tidak memiliki tanhan akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-
pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.

•Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-


pegawai Eropaa bertindak sebagai pengawas secara umum.
Ketentuan-ketentuan tersebut dalam praktiknya banyak menyimpang sehingga rakyat
banyak dirugikan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain berikut ini.

•Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan sukarela, tetapi dalam


pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara yang sangat memaksa.

•Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Sering kali
juga semua tanah rakyat digunakan untuk tanam paksa.

•Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor sering kali jauh melebihi pengerjaan padi.

•Kelebihan hasil panen sering kali tidak dikembalikan kepada petani.

•Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.

•Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.

•Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah malah dijadikan tenaga paksaan.

3.) Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat Indonesia

Pelaksanaan system tanam paksa memberikan dampak bagi rakyat Indonesia, baik
positif maupun negatif.

I) Dampak Positif

•Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.

•Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi impor.

II) Dampak Negatif

•Kemiskinan serta penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.

•Beban pajak yang berat.

•Pertanian, khususnya padi, banyak mengalami kegagalan panen.

•Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat, seperti di Cirebon (1843) sebagai
akibat dari pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, serta di Demak (1848)
dan di Grobogan (1849-1850) sebagai akibat kegagalan panen.

•Jumlah penduduk Indonesia menurun dengan sangat drastis.


B. politik pintu terbuka

Politik pintu terbuka adalah pelaksanaan politik colonial liberal di Indonesia, di


mana golongan liberal belanda berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia
harus ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah cukup berperan mengawasi
saja.

1.) Latar belakang

1. Pelaksanaan tanam paksa memberi keuntungan yang besar kepada belanda tetapi
menimbulkan penderitaan rakyat pribumi.
2. Berkembangnya paham liberialisme di eropa.
3. Kemenangan partai liberal dalam parlemen belanda mendesak pemerintah
belanda menerapkan system ekonomi liberal di Indonesia.Tujuannya agar para
pengusaha belanda sebagai pendukung partai liberal dapat menanamkan modalnya
di Indonesia.
4. Adanya traktar sumatera 1871 yang memberikan kebebasan bagi belanda untuk
meluaskan wilayahnya ke Aceh.

2.) Penerapan politik pintu terbuka

•Indische Comptabiliteit Wet (1867), berisi tentang perbendaharaan negara Hindia


Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja Hindia
Belanda harus diterapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh Parlemen
Belanda.

•Suiker Wet (Undang-Undang Gula), yang menetapkan bahwa tanaman tebu adalah
monopoli pemerintah yang secara berangsur-angsur akan dialihkan kepada pihak
swasta.

•Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870.

•Agrarische Besluit (1870). Jika Agrarische Wet diterapkan dengan persetujuan


parlemen. Maka Agrarische Besluit diterapkan oleh persetujuan Raja Belanda.
Agrarische Wet hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang agrarian,
sedangkan Agraria Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci, khususnya tentang hak
kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah oleh pihak swasta.
Adapun isi dari Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) 1870 adalah:

•Tanah di Indonesia dibedakan atas tanah rakyat dan tanah pemerintah.

•Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa tidak
bebas.

•Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.

•Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain.

•Tanah pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta hingga 75 tahun.

3.) Dampak politik pintu terbuka

Dampak positif, yaitu :

1. Sistem tanam paksa yang memberatkan bagi rakyat pribumi, dihapuskan


2. Banyak modal swasta asing yang mulai masuk dan ditanam di Indonesia
3. Rakyat pribumi di daerah pedesan mulai mengenal uang
4. Indonesia menjadi negara produsen hasil - hasil perkebunan yang penting
5. Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun proyek - proyek prasarana untuk
mendukung dan memperlancar ekspor hasil - hasil dari perkebunan di Indonesia.

Dampak negatif, yaitu :

1. Tingkat kesejahteraan penduduk menurun.


2. Terjadi krisis perkebunan pada tahun 1855 karena jatuhnya harga kopi dan gula
3. Menurunnya konsumsi bahan makanan pokok, yaitu beras, sedangkan pertumbuhan
penduduk di Pulau JaAwa meningkat cukup pesat
4. Usaha kerajinan rakyat di Indonesia mengalami penurunan, dikarenakan kalah saing
dengan banyaknya barang - barang dari pedagang Eropa
5. Penggunaan kereta sebagai alat transportasi mengakibatkan alat angkut gerobak
mengalami penurunan penghasilan
6. Rakyat menderita karena sistem kerja Rodi
7. Terjadi perubahan sistem kepemilikan tanah dan tenaga kerja
8. Timbul krisis kelaparan, karena jumlah penduduk semakin bertambah dan lahan
pertanian semakin berkuran, karena disewakan untuk perkebunan.

4.) Reaksi terhadap kebijakan pintu terbuka


- Kata ”politik” menunjukkan bahwa kebijakan itu lebih merupakan alat baru
pemerintah colonial untuk mengeksploitasi rakyat dan kekayaan alam Indonesia
bukan sarana menyejahterakan rakyat indonesia
- Rakyat Indonesia hanya sebagai sarana pemerintah belanda untuk mencapai
kemakmuran negerinya
- Praktik ekspolitasi membuat kaum humanis bersuara lantang
- Mereka mendesak pemerintah belanda untuk memperbaiki Nasib rakyat
Indonesia
- Menurut mereka belanda sudah menerima banyak dari kekayaan alam
Indonesia selama penjajahannya berabad abad dan sudah seharusnya belanda
memajukan bangsa Indonesia dan bukannya malah menyengsarakannya

C. POLITIK ETIS 1901

Politik Etis atau Politik Balas Budi ialah satu pemikiran yang mengatakan jika
pemerintah kolonial menggenggam tanggung jawab kepribadian buat kesejahteraan
bumiputera. Pemikiran ini adalah masukan pada politik tanam paksa. Timbulnya
golongan Etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief)
serta C.Th. van Deventer (orang politik) nyatanya membuka mata pemerintah kolonial
untuk lebih memerhatikan nasib beberapa bumiputera yang terbelakang.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menyatakan dalam
pidato pembukaan Parlemen Belanda, jika pemerintah Belanda memiliki panggilan
moral serta hutang budi (een eerschuld) pada bangsa bumiputera di Hindia Belanda.
Ratu Wilhelmina tuangkan panggilan kepribadian itu ke kebijakan politik etis, yang
terangkum dalam program Trias Van deventer. Berikut ini isi politik etis, meliputi :

1. Irigasi (pengairan), membangun serta melakukan perbaikan pengairan-pengairan


serta bendungan untuk kepentingan pertanian.

2. Imigrasi yaitu mengajak masyarakat untuk bertransmigrasi.

3. Edukasi yaitu memperluas dalam bagian pengajaran serta pendidikan.


4. Banyak pihak menghubungkan peraturan baru politik Belanda ini dengan pemikiran
serta tulisan-tulisan Van Deventer yang diedarkan

5. Sekian waktu awal mulanya, hingga Van Deventer lalu diketahui menjadi pencetus
politik etis ini.

Kebijakan pertama serta ke-2 disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan bangun
irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda serta emigrasi dikerjakan dengan
mengalihkan masyarakat ke daerah perkebunan Belanda untuk jadikan pekerja rodi.
Cuma pendidikan yang bermakna buat bangsa Indonesia.

Dampak politik etis dalam bidang pengajaran serta pendidikan begitu bertindak dalam
peningkatan serta pelebaran dunia pendidikan serta pengajaran di Hindia Belanda.
Salah seseorang dari grup etis yang begitu berjasa dalam bagian ini ialah Mr. J.H.
Abendanon (1852-1925), seseorang Menteri Kebudayaan, Agama, serta Kerajinan saat
lima tahun (1900-1905). Semenjak tahun 1900 berikut berdiri sekolah-sekolah, baik
untuk golongan priyayi ataupun rakyat biasa yang hampir rata di beberapa daerah.

Selain itu, dalam penduduk terjadi seperti transisi mental pada beberapa orang Belanda
serta beberapa orang bumiputera. Kelompok simpatisan politik etis terasa prihatin pada
bumiputera yang memperoleh diskriminasi sosial-budaya. Untuk sampai arah itu,
mereka berupaya menyadarkan golongan bumiputera supaya melepas diri dari belenggu
feodal serta meningkatkan diri menurut mode Barat, yang meliputi proses emansipasi
serta menuntut pendidikan mengarah swadaya.Politik Etis atau Politik Balas Budi ialah
satu pemikiran yang mengatakan jika pemerintah kolonial menggenggam tanggung
jawab kepribadian buat kesejahteraan bumiputera. Pemikiran ini adalah masukan pada
politik tanam paksa. Timbulnya golongan Etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft
(wartawan Koran De Locomotief) serta C.Th. van Deventer (orang politik) nyatanya
membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memerhatikan nasib beberapa
bumiputera yang terbelakang
KESIMPULAN
Sejak abad ke -13, rempah-rempah memang merupakan bahan dagang yang
sangat menguntungkan. Hal ini mendorong orang-orang Eropa berusaha mencari harta
kekayaan ini sekalipun menjelajah samudera. Keinginan ini diperkuat dengan adnya
jiwa penjelajah. Bangsa Eropa dikenal sebagai bangsa penjelajah, terutama untuk
menemukan daerah-daerah baru. Mereka berlomba-lomba meninggalkan Eropa.
Mereka yakin bahwa jika berlayar ke satu arah, maka mereka akan Kembali ke tempat
semula. Selain itu, orang-orang Eropa terutama Portugis dan Spanyol yakin bahwa
diluar Eropa ada prestor john (Kerajaan dan penduduknya beragama Kristen). Oleh
karena itu, mereka berani berlayar jauh. Mereka yakin akan bertemu dengan orang-
orang seagama.
Pada awalnya, tujuan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia hanya untuk
membeli rempah-rempah dari para petani Indonesia. Namun, dengan semakin
meningkatnya kebutuhan industry di Eropa akan rempah-rempah, mereka kemudian
mengklaim daerah-daerah yang mereka kunjungi sebagai daerah kekuasaannya.
Ditempat-tempat ini, bangsa Eropa memonopoli perdagangan rempah-rempah dan
mengaruk kekayaan alam sebanyak mungkin.
Dengan memonopoli perdagangan rempah-rempah, bangsa Eropa menjadi satu-
satunya pembeli bahan-bahan ini. Akibatnya, harga bahan-bahn inipun sangat
ditentukan oleh mereka. Untuk memperolah hak memonopoli perdagangan ini, bangsa
Eropa tidak jarang melakukan pemaksaan. Penguasaan sering dilakukan terhadap para
penguasa setempat melalui suatu perjanjian yang umumnya menguntungkan bangsa
Eropa. Selain itu, mereka selalu turut campur dalam urusan politik suatu daerah.
Bangsa Eropa tidak jarang mengadu domba kelompok Masyarakat dan kemudian
mendukung salah satunya. Dengan cara seperti ini, mereka dengan mudah dapat
mempengaruhi penguasa untuk memberikan hak-hak istimewa dalam berdagang.
DAFTAR PUSAKA
Abdullah, Taufik dkk. 1978. Manusia dalam Kemelut Sejarah. Jakarta: LP3ES.

Margana, Sri dan Widya Fitrianingsih (ed. ). 2010. Sejarah Indonesia: Perspektif Lokal
dan Global. Yogyakarta: Ombak.

Maryoto, Andreas. 2009. Jejak Pangan: Sejarah, Silang Budaya, dan Masa Depan.
Jakarta: Kompas.

Nasution. 1995. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Reis, Ronald A. 2013. Christopher Columbus and the Age of Exploration for Kids with
21 Activities. Chicago: Chicago Review Press.
Ricklefs, M.C. dan Kusriyantinah. 1996. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Surabaya:
Kendang Sari.

Anda mungkin juga menyukai