Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa
Kolonial yang diampu oleh:
Disusun oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Allah SWT yang telah melimpahka rahmat serta hidayah-Nya. Sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Latar Belakang dan Makna Tanam
Paksa”. Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada junjungan kita, Nabi
Agung Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi kita. Ucapan terima kasih
juga kami sampaikan kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu selama
proses penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
Makalah ini sendiri berisi mengenai latar belakang dan makna sistem
tanam paksa yang diberlakukan di Indonesia pada kolonialisme. Tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Sejarah Indonesia Masa Kolonial yang diampu oleh Prof. Dr. Aman, M.Pd., dan
Asyhar Bashari, M.Pd.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran singkat mengenai tanam paksa?
2. Bagaimana latar belakang munculnya kebijakan tanam
paksa di Indonesia?
3. Siapa saja tokoh di balik tanam paksa?
4. Bagaimana aturan yang diterapkan saat tanam paksa?
C. Tujuan
1. Menjelaskan gambaran singkat mengenai tanam paksa.
2. Menjelaskan latar belakang munculnya kebijakan tanam paksa di
Indonesia.
3. Menjelaskan tokoh di balik tanam paksa.
4. Menjelaskan aturan yang diterapkan saat tanam paksa
1
Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan Di Indonesia; Kajian Sosial Ekonomi,
Aditya Media, Yogyakarta, hlm. 5
D. Manfaat
1. Pembaca dapat mengetahui gambaran singkat mengenai
tanam paksa.
2. Pembaca dapat mengetahui latar belakang munculnya
kebijakan tanam paksa di Indonesia.
3. Pembaca dapat mengetahui tokoh di balik tanam paksa.
4. Pembaca dapat mengetahui aturan yang diterapkan saat
tanam paksa.
BAB II PEMBAHASAN
Pada pergantian tahun 1799 ke 1800, VOC dibubarkan karena komisi yang
menyelidiki kebangkrutan VOC dan mengeluarkan kesimpulan bahwa VOC sulit
untuk dipertahankan kembali. Penyebab bangkrutnya VOC dapat diketahui
dengan terjadinya perang antara Belanda dengan Inggris yang mengakibatkan
kompeni mengalami krisis keuangan yang signifikan. Hak Oktroi yang dimiliki
VOC diperpanjang yang sebelumya hanya sampai tahun 1798, kemudian sampai
31 Desember 1800. Hal tersebut mengakibatkan Indonesia berada dalam
kekuasaan pemerintah Hindia Belanda dimulai pada 1 Januari 1800.
Selepas Syarikat Hindia Timur Belanda (SHTB) menjadi mufis pada akhir
abad ke-18 dan selepas penguasaan United Kingdom yang singkat di bawah
Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih pemilikan SHTB
pada tahun 1816.2 Pada tahun 1830 situasi di negeri Belanda serta jajahannya
sengat buruk, begitu juga dengan semakin besarnya beban hutang yang dimiliki.
Pengeluaran Belanda digunakan untuk membiayai keperluan militer sebagai
akibat dari Perang Belgia (1830) di negeri Belanda dan Perang Jawa atau Perang
Diponegoro (1825-1830) di Indonesia.3 Guna menyelamatkan keadaan tersebut,
pemerintah Belanda mengangkat Van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal di
Indonesia dengan tugas mencari siasat bagaimana caranya mengisi kekosongan
kas negara Belanda. Sebelum diangkat menjadi Gubernur Jendral, Van den Bosch
menyampaikan beberapa gagasan kepada Raja Belanda yang nantinya dikenal
dengan cultuur stelsel. Sistem cultuur stelsel memaksa para penduduk untuk
menanam berbagai hasil perkebunan yang menjadi permintaan komoditas pasar
dunia, seperti kopi, teh, gula. Hasil pertanian kemudian diekspor ke luar negeri
dengan harga murah supaya dapat bersaing dengan produk serupa dari negara lain.
Munculnya sistem tanam paksa (cultuur stelsel) bermula dari kebijakan sistem
pajak tanah yang dijalankan oleh Thomas Stamford Raffles yang kemudian
dilanjutkan oleh Komisaris Jenderal Van der Capellen serta Gubernur Jenderal De
Gisignies yang mengalami kegagalan akibat ketidakmampuan pemerintah dalam
memajukan petani untuk dapat meningkatkan hasil tanaman perdagangan untuk
diekspor. Sistem tanam paksa (cultuur stelsel) yang digagas oleh Van den Bosch
ini memiliki strategi untuk meningkatkan hasil tanaman ekspor dengan upaya
melangsungkan kerja sama denga para pejabat daerah yang memiliki hubungan
dekat dengan rakyat, terutama dengan petani. Sistem tanam paksa (cultuur stelsel)
dapat dikatakan sebagai pembaharuan sistem pajak tanah yang mana penduduk
2
AMAN, INDONESIA: DARI KOLONIALISME SAMPAI NASIONALISME. (Yogyakarta:
Pujangga Press, 2014), hlm. 1.
3
Zulkarnain Z, “SERBA-SERBI TANAM PAKSA”. (ISTORIA: Jurnal Pendidikan Dan Sejarah,
Vol. VIII, No. 1, September 2010), hlm. 30.
pribumi diharuskan membayar pajak bukan berupa uang, tetapi berupa tanaman
ekspor yang mereka tanam. Pada dasarnya, sistem tanam paksa (cultuur stelsel)
merupakan gabungan dari sistem penyerahan wajib pajak dan sistem pajak tanah.4
Gubernur Jenderal Van den Bosch mewajibkan setiap desa harus menyisihkan
sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor. Sedangkan penduduk
desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada
kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.5
Tanam paksa (cultuur stelsel) adalah era paling eksploitatif dalam praktik
ekonomi Hindia Belanda.6 Sistem tanam paksa lebih keras dibandingkan dengan
sistem monopoli VOC. Kejamnya sistem tanam paksa dipicu oleh adanya tuntutan
pemasukan penerimaan negara yang dibutuhkan oleh pemerintah. Akan tetapi,
sistem tanam paksa (cultuur stelsel) lebih sistematis dan melibatkan beberapa
unsur pokok, seperti birokrasi pemerintahan kolonial, organisasi desa, serta tanah
dan tenaga rakyat yang membedakan dengan sistem monopoli VOC. Keburukan
dari sistem tanam paksa ialah apabila petani mengalami gagal panen tanaman
wajib, maka itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab petani dan apabila petani
memberikan hasil panen melebihi ketentuan dari jumlah pajak yang seharusnya,
pemerintah tidak akan mengembalikan kepada rakyat.
4
Aprilia, A. T., Irawan, H., Budi, Y. “Meninjau Praktik Kebijakan Tanam Paksa di Hindia
Belanda 1830-1870”. (Estoria: Journal of Social Science and Humanities, Vol. 1, No. 2, April
2021), hlm. 124.
5
AMAN, op.cit., hlm. 22.
6
Ibid
ternyata memunculkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat sebab bagi siapapun
yang melanggar dan tidak ikut aturan tersebut akan langsung mendapat hukuman
fisik.
7
Zulkarnain Z, op.cit., hlm. 32.
8
Ibid.
Gambar 2: Eduard Douwess Dekker
(https://id.wikipedia.org/wiki/Eduard_Douwes_Dekker)
Isaac Dignas Francen van de Putte, sosok negarawan liberal yang lahir
pada 22 Maret 1822. Francen van de Putte dikenal sebagai politikus liberal
yang memiliki peran penting di Belanda hingga akhir abad ke-19. Francen van
de Putte menulis buku Suiker Contracten yang membahas tentang upaya untuk
menentang kebijakan tanam paksa (cultuur stelsel) yang dilaksanakan oleh
pemerintah Belanda. Francen van de Putte berhasil menghapuskan aturan-
aturan yang tidak sesuai dengan zaman, untuk kemudian dikeluarkan
peraturan-peraturan baru.9
9
A Kardiyat Wirhayanto, “KEBIJAKAN EKONOMI KOLONIAL TAHUN 1830-1910”.
D. Aturan dalam Sistem Tanam Paksa
10
CNN Indonesia, “Sistem Tanam Paksa Belanda di Masa Penjajahan, Sejarah dan Aturannya”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220711110107-31-819882/sistem-tanam-paksa-
belanda-di-masa-penjajahan-sejarah-dan-aturannya (2022) , diakses pada 4 Oktober 2022.
selama seperlima tahun atau 66 hari.11 Pada pelaksanaannya, terdapat banyak
penyimpangan dalam aturan-aturan tersebut, diantaranya:
1. Luas tanah yang seharusnya hanya seperlima yang digunakan untuk tanaman
cultuurstelsel menjadi lebih dari seperlima total luas tanah bahkan seluruh
tanah dengan alasan agar pemerintah Belanda mudah dalam mengawasinya
dan para petani juga lebih mudah dalam pengerjaan dan pengairannya.
2. Tanaman ekspor untuk kepentingan cultuurstelsel ini harus lebih
dipriotitaskan sehingga tanaman pribadi milik rakyat menjadi terbengkalai.
3. Pembayaran pajak tetap harus dibayarkan untuk tanaman cultuurstelsel.
4. Kelebihan hasil panen tidak dikembalikan pada petani.
5. Gagal panen dengan alasan apapun menjadi tanggung jawab petani.12
11
Verelladevanka Adrymarthanio, “Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan
Dampak”, https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/02/122535879/sistem-tanam-paksa-latar-
belakang-aturan-kritik-dan-dampak? (2021) , diakses pada 4 Oktober 2022.
12
Rifan Aditya, “Sejarah Tanam Paksa, dari Latar Belakang, Peraturan, hingga Penyimpangan”,
https://www.suara.com/news/2021/08/26/132241/sejarah-tanam-paksa-dari-latar-belakang-
peraturan-hingga-penyimpangan? (2021), diakses pada 4 Oktober 2022.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tanam paksa (cultuur stelsel) pada mulanya diberlakukan
untuk menutupi kekosongan kas Belanda. Digagas oleh seorang
bernama Van Den Bosch , gubernur jenderal Hindia Belanda ke-43,
tanam paksa mulai dilakukan sejak 1830 hingga akhir abad 19.
Kebijakan ini merupakan strategi yang diterapkan Belanda untuk
meningkatkan hasil tanaman ekspor dengan upaya melangsungkan
kerja sama denga para pejabat daerah yang memiliki hubungan dekat
dengan rakyat, terutama dengan petani. Dalam kebijakannya 20%
tanah desa harus disiapkan untuk ditanami komoditi ekspor dan bagi
penduduk yang tidak memiliki lahan akan dipekerjakan selama 75 hari
pada kebun-kebun milik pemerintah.