MAKALAH
Disusun untuk menenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “Sejarah Perburuhan” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan didalamnya. Tidak lupa
pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Fenny Fatriany S.H., M. Hum. yang telah
membimbing dan memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan
edukasi mengenai bagaimana sejarah perburuhan baik dari awal munculnya di Eropa sampai
masuk ke Indonesia. Selain itu, makalah ini juga untuk memenuhi salah satu tugas yang telah
diberikan kepada kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk kemudian makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Kami
juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna dan masih membutuhkan kritik
serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah ini lebih baik ke depannya.
Kelompok 1
2|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis lahirnya hukum perburuhan di dunia terkait erat dengan revolusi
industri yang terjadi di eropa, kususnya di inggris pada abad ke 19. Revolusi industri yang
ditandai dengan penemuan mesin uap telah mengubah secara permanen hubungan buruh --
majikan. Penemuan mesin juga telah mempermudah secara permanen hubungan buruh dan
majikan. Penemuan mesin juga telah mempermudah proses produksi. Revolusi industri.
Munculnya zaman mekanisasi yang tidak di kenal sebelumnya zaman mekanisasi ini adalah
hilangnya industri kecil, jumlah buruh yang bekerja di pabrik meningkat, anak-anak dan
perempuan ikut terjuan ke pabrik dalam jumlah massal, kondisi kerja yang berbahaya dan
tidak sehat,jam kerja panjang, upah sangat rendah dan perumahan yang sangat buruk.
Hukum perburuhan dan ketenagakerjaan di Indonesia sudah ada sebelum masa
kemerdekaan. Hanya saja, pihak yang mengeluarkan hukum tersebut bukan Pemerintah
Indonesia, tapi penjajah Belanda. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan,
hukum terkait ketenagakerjaan dikeluarkan oleh pemerintah.
Dalam perjalanannya, hukum perburuhan dan ketenagakerjaan di Indonesia
mengalami berbagai perubahan. Perubahan itu dimulai dari era penjajahan Belanda yang
memberlakukan hukum perbudakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Hukum Perburuhan ?
2. Bagaimana Sejarah Perburuhan di Indonesia Sebelum Kemerdekaan
1945 ?
3. Bagaimana Sejarah Perburuhan di Indonesia Setelah Kemerdekaan
1945 ?
C. Tujuan Penulisan
Untuk lebih memahami materi tentang bagaimana sejarah hukum perburuhan dilihat
dari awal munculnya di Eropa dan sampai masuk ke Indonesia yang dimulai dari sebelum
Kemerdekaan RI 1945. Selain itu juga untuk memenuhi tugas terstruktur yang telah diberikan
oleh Dosen Mata Kuliah Hukum Ketenagakerjaan kami.
4|Page
BAB II
PEMBAHASAN
1
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. XI, Djambatan, Jakarta, hlm. 1-2
2
Agusmidah dkk, Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm.2
5|Page
Mereka terpaksa menerima kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh
kelompok kecil majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga
dan anak-anak kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang. Kondisi kerja yang
ada juga mengancam kesehatan mereka semua. Gerakan sosialis yang kemudian muncul,
namun juga kritikan dari pemerintah, gereja dan militer, kemudian berhasil mendorong
diterimanya legislasi perburuhan yang pertama. Di banyak Negara Eropa, buruh anak
dihapuskan. Tidak berapa lama berselang penghapusan ini diikuti oleh kebijakan-kebijakan
lain berkenaan dengan jam kerja buruh perempuan di bidang industri. Baru kemudian aturan
yang sama muncul untuk buruh laki-laki.3
Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi legislasi mereka
perihal kontrak atau perjannjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep
dari Hukum Romawi. Satu prinsip baru diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah
pihak yang lebih lemah dan sebab itu memerlukan perlindungan hukum. Buruh mulai
mengorganisir diri mereka sendiri dalam serikat-serikat pekerja (trade unions). Secara
kolektif mereka dapat bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan
dengan demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep perjanjian/kesepakatan
kerja bersama (collective agreement).4
Hugo Sinzheimer, guru besar hukum dari Jerman adalah yang pertama kali
mengembangkan konsep kesepakatan kerja bersama dan mendorong legalisasinya. Konsep
yang ia kembangkan di Jerman pada era Weimar dicakupkan ke dalam perundang-undangan
dan langkah ini menginspirasi banyak Negara lain untuk mengadopsi konsep yang sama.
Di Jerman pula diperkenalkan pertama kali konsep dewan kerja (works council) yang
juga menyebar ke banyak Negara di Eropa pada abad ke-20. Asuransi/jaminan sosial sudah
berkembang di Jerman pada akhir abad ke-19 dan menyebar ke seluruh Eropa sejak awal
abad ke-20. Pada tataran berbeda, juga dikembangkan kesepakatan-kesepakatan internasional
yang dibuat dengan tujuan mencegah persaingan antar negara dengan dampak buruk
(penurunan standard perlindungan buruh; race to the bottom). Pada akhir Perang Dunia
Pertama, revolusi sosial di Russia dan Jerman menyadarkan banyak pemerintah bahwa
diperlukan pengembangan kebijakan sosial yang bersifat khusus. Dalam perjanjian
perdamaian (pengakhiran perang dunia pertama; the Peace Treaty of Versailles) pada 1919
dibentuklah the International Labour Organisation (ILO).5
3
Whimbo Pitoyo, Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan, Visi media, Jakarta, 2010, hlm. 3.
4
Agusmidah dkk, Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm.2
5
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. XI, Djambatan, Jakarta, hlm.4.
6|Page
Pendirian Organisasi Perburuhan Internasional ini dilandaskan kepercayaan bahwa
perdamaian yang lebih langgeng harus dibangun berdasarkan keadilan sosial.
Berkembangnya legislasi bidang perburuhan di banyak negara juga terdorong oleh krisis
ekonomi (malaise, 1930-an) dan pengabaian hukum secara massif oleh pemerintahan Nazi-
Jerman. Presiden Amerika Serikat, Roosevelt, pada akhir Perang Dunia ke-2
mendeklarasikan four freedoms (empat kebebasan) yang terkenal, dalam hal mana kebebasan
ke-empat, freedom from want (kebebasan dari kemiskinan) merujuk pada keadilan sosial.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Rights; 1948) dengan tegas menyatakan bahwa hak-hak
sosial adalah bagian dari hak asasi manusia. Negara-negara Eropa mengembangkan Negara
kesejahteraan di mana warga-negara dilindungi oleh pemerintah dari sejak lahir sampai mati
(from the cradle to the grave).6
Di Eropa kontinen, undang-undang perburuhan dibuat untuk mencakup semua aspek
yang berkaitan dengan kerja. Prancis dan Negara-negara Eropa Timur memberlakukan
kodifikasi dalam bidang hukum perburuhan. Di Inggris, karya Otto Kahn-Freund, yang
memperkenalkan dan memajukan pengembangan hubungan industrial dan perbandingan
hukum di dalam bidang hukum perburuhan, memberikan landasan teoretik bagi
pengembangan bidang hukum ini. ILO terus menambah jumlah konvensi dan
mengembangkan satu International Labour Code yang mencakup semua persoalan yang
terkait dengan perburuhan. Sekalipun demikian, selama dan pasca krisis minyak bumi di
1970-an, hukum perburuhan dan jaminan sosial tampaknya telah mencapai puncak
perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya sisi lain dari perkembangan hukum
perburuhan: perlindungan yang terlalu ketat kiranya menyebabkan berkurangnya daya saing
industri dan kelesuan pekerja. Di Eropa kontinen, undang-undang perburuhan dibuat untuk
mencakup semua aspek yang berkaitan dengan kerja.
Prancis dan Negara-negara Eropa Timur memberlakukan kodifikasi dalam bidang
hukum perburuhan. Di Inggris, karya Otto Kahn-Freund, yang memperkenalkan dan
memajukan pengembangan hubungan industrial dan perbandingan hukum di dalam bidang
hukum perburuhan, memberikan landasan teoretik bagi pengembangan bidang hukum ini.
ILO terus menambah jumlah konvensi dan mengembangkan satu International Labour Code
yang mencakup semua persoalan yang terkait dengan perburuhan. Sekalipun demikian,
selama dan pasca krisis minyak bumi di 1970-an, hukum perburuhan dan jaminan sosial
6
Agusmidah dkk, Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm.4[ CITATION
Agu12 \l 1057 ][ CITATION Ima03 \l 1057 ][ CITATION Whi10 \l 1057 ]
7|Page
tampaknya telah mencapai puncak perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya
sisi lain dari perkembangan hukum perburuhan: perlindungan yang terlalu ketat kiranya
menyebabkan berkurangnya daya saing industri dan kelesuan pekerja.7
Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran eksperimen sosialis di Negara-negara Eropa
Timur mendorong gerakan liberalisasi. Dalam konteks menanggapi tuntutan globalisasi
dikembangkanlah Hukum Perburuhan Eropa. ILO memperbaharui konvensi-konvensi yang
ada dan menekankan pentingnya sejumlah hak-hak buruh yang terpenting (core labour
rights). Sekalipun hukum perburuhan Eropa merupakan satu contoh nyata yang mencerahkan
bagi banyak Negara berkembang, ihtiar perbaikan atau pemajuan standard sosial di Negara-
negara tersebut masih berjalan sangat lambat. Sejak 1970-an, Bank Dunia maupun PBB lebih
memperhatikan pemajuan hak-hak sosial. ILO mendorong dan mendukung perkembangan
sosial di Negara-negara berkembang.8
1. Zaman Perbudakan
Zaman perbudakan adalah zaman dimana orang melakukan pekerjaan di
bawah pimpinan orang lain. Ciri yang menonjol adalah buruh/tenaga kerja tidak
7
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. XI, Djambatan, Jakarta, hlm.6
8
Ibid, hlm 7
9
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Djambatan, 1987, hlm. 10
10
Ibid, hal. 16.
8|Page
mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya juga ditentukan oleh tuannya.
Yang dipunyai hanya kewajiban bekerja dan mengikuti perintah dan petunjuk
tuannya. Yang sangat menyedihkan pada saat itu adalah belum ada peraturan dari
pemerintah yang menetapkan bahwa pemeliharaan budak menjadi kewajiban
pemiliknya. Baru pada Tahun 1817 Pemerintah Hindia Belanda mengatur mengenai
perbudakan dengan menetapkan peraturan-peraturan sebagai berikut :
11
Muhamad Azar, Buku Ajar “Hukum Ketenagakerjaan”, (Semarang : UNDIP), hal 15-16
9|Page
jumlah uang yang dipandang sebagai hutang (pinjaman) dari (mantan) budak kepada
(mantan) pemiliknya, dengan pelunasan sekaligus atau berangsur-angsur menurut
aturan tertentu. Menurut laporan koloni tahun 1922, Indonesia baru dapat dikatakan
bebas dari perbudakan setelah 1922.12
2. Zaman Rodi
Mula-mula bentuknya adalah melakukan pekerjaan secara bersama-sama
antara budak-budak atau anggota masyarakat desa. Namun karena berbagai alasan dan
keadaan, kerja bersama tersebut berubah menjadi kerja paksa untuk kepentingan
seseorang dengan menerima upah. Kemudian kepentingan tersebut beralih lagi yakni
untuk Gubernemen. Pekerjaan yang dilakukan para budak tersebut merupakan kerja
paksa atau rodi. Misalnya, pekerjaan untuk mendirikan benteng, pabrik gula, jalan
raya (Anyer sampai Panarukan yang biasa disebut jalan Daendels).
Guna melakukan kepentingan tersebut banyak pekerja yang mati. Pada Tahun
1813 Raffles berusaha menghapuskan rodi namun usahanya menemui kegagalan.
Setelah Indonesia dikembalikan pada Nederlands, kerja rodi bahkan makin diperhebat
dan digolongkan menjadi beberapa kelompok yakni :
a. Rodi Gubernemen : budak yang bekerja pada pemerintah Hindia Belanda
tanpa bayaran.
b. Rodi perorangan, yang bekerja pada pembesar-pembesar Belanda / Raja-raja
di Indonesia.
c. Rodi Desa untuk pekerjaan di Desa
Proses hapusnya rodi ini memakan waktu yang lama dan pada Tahun 1938
rodi baru dapat dihapuskan.13
10 | P a g e
menghubungi kepala desa yang bersangkutan. Pekerja dipekerjakan pada tanah yang
disewakan. Mereka dikontrak selama 5 tahun dengan kontrak kerja secara tertulis.
Perjanjian kontrak tersebut memuat tentang :
a. Besarnya upah.
b. Besarnya uang makan.
c. Perumahan.
d. Macamnya pekerjaan.
e. Penetapan hari kerja.
f. Penetapan hari kerja tersebut diatur gunanya supaya orang yang dipekerjakan
pada tanah-tanah swasta mempunyai kesempatan untuk mengerjakan
sawahnya.
g. Pada tahun 1870 lahirlah Agarische Wet yang hal ini mendorong tumbuhnya
perkebunan-perkebunan besar seperti perkebunan karet, tembakau, cengkeh
dan sebagainya. Sehubungan dengan tumbuhnya perkebunan-perkebunan tadi,
masalah perburuhan menjadi semakin penting, karena semakin banyak buruh
yang dipekerjakan. Namun juga ada yang menolak untuk dikirim ke
perkebunan di Sumatra Timur yang ditanami tembakau. Orang yang menolak
untuk dipekerjakan diperkebunan dipidana dengan hukuman badan yang
disebut dengan poenale sanksi.
h. Kejadian tersebut mendapat pertentangan dari Parlemen Belanda di Nederland
dengan pernyataannya sebagai berikut: “kalau buruh di Indonesia menyalahi
perjanjian/melakukan kesalahan maka tidak seharusnya dipidana dengan
pidana yang mengarah pada hukuman badan, khususnya di daerah Sumatra
Timur”.
i. Pernyataan ini kemudian diwujudkan dengan dikeluarkannya “Koeli
Ordonantie” pada tahun 1880, yaitu peraturan yang digunakan untuk buruh
jangan sampai diberi pidana yang mengarah pada pidana badan.14
14
Abdul Jalil, Teologi Buruh, (Yogyakarta: LKiS). Cet I, hal 41
11 | P a g e
pada tahun 1930 yang bertujuan mengatasi masalah kerja paksa di koloni-koloni dan
wilayah-wilayah terjajah.15
12 | P a g e
Pemerintah Nomor 3 Tahun 1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah perburuhan di
Indonesia dengan nama Kementrian Perburuhan. Pada masa Soekarno, kekuatan buruh
dalam keterlibatan dibidang politik sangat tinggi dan sangat memberikan pengaruh yang
kuat.17 Kementrian Perburuhan ini terbentuk hanya untuk megurusi buruh-buruh yang ada
di dalam negara pada masa itu. Adapun fasenya ituterdiri dari: Presiden Soekarno, Presiden
B.J Habibie, Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Megawati Seokarno Putri, dan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
1. Masa Presiden Soekarno
Pada masa Presiden Soekarno Pemerintahan Soekarno Pasca Proklamasi (1945-
1958) peraturan ketenagakerjaan yang ada pada masa ini cenderung memberi
jaminan sosial dan perlindungan kepada buruh, dapat dilihat dari beberapa
peraturan di bidang perburuhan yang diundangkan pada masa ini. Beberapa
Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan dimasa pemerintahan Soekarno dari
tahun 1945 sampai dengantahun 1958. Antara lain peraturan yang keluar
adalah:
a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1948 Tentang Kerja Buruh,
b. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan Kerja,
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan Perburuhan,
d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan
antara Serikat Buruh dan Majikan,
e. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial,
f. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan Konvensi
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) No. 98 mengenai Dasar-dasar
dari Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama,
g. Permenaker Nomor 90 Tahun 1955 Tentang Pendaftaran Serikat.18
13 | P a g e
alihan perusahaan Belanda oleh buruh. Gerak politis dan ekonomi buruh juga
ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 4
Tahun 1960 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out) di
perusahaan-perusahaan, jawatan-jawatan dan badan-badan vital. Perbaikan nasib
buruh terjadi karena ada gerakan buruh yang gencar melalui Serikat-serikat Buruh
seperti PERBUM, SBSKK,SBPI, SBRI, SARBUFIS, SBIMM,SBIRBA.19
19
Ibid, hlm. 13.
20
Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali,
(Jakarta: Refika Aditama Press, 2012), hlm. 21
14 | P a g e
diperbolehkan bekerja melalui Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1999. Rencana
Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang
salah satunya diwujudkan dengan pengundangan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perp-pu) Nomor 1 tahun 1999 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.21
21
Ibid, hlm. 14
22
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), hlm. 87
23
Damansyah, Masalah Ketanagakerjaan di Era Megawati Sukarno Putri, Makalah yang disampaikan pada
acara Kuliah Umum di Universitas Langlang Buana, Tanggal 15 April 2004, hlm. 3.
15 | P a g e
Presiden Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perbaikan iklim Investasi, salah satunya
adalah agenda untuk merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, mendapat
tentangan pekerja atau buruh. Pengalihan jam kerja ke hari sabtu dan minggu
demi efisiensi pasokan listrik di Jabodetabek.24 Penetapan kenaikan upah harus
memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas
perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin (tenaga) uap di
Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi barang/jasa dalam skala besar.
Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti
24
Ana Sabhana Azmy, Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaah Kebijakan Perlindungan Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), hlm.
47
16 | P a g e
sistem feodalistik, pekerja atau buruh mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi
diri mereka dari hasil olahan ladang yang mereka kerjakan sendiri.
Sejarah perburuhan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia berada di dalam sistem
perbudakan, jauh sebelum Indonesia merdeka. Upah yang mereka terima biasanya berwujud
makanan, pakaian, dan perumahan. Mereka hampir tidak pernah menerima upah dalam
bentuk uang. Orang atau badan hukum merupakan majikan yang berkuasa penuh dan mutlak
atas nasib para budaknya, dan berkuasa atas hidup-mati mereka. Pada masa sebelum
kemerdekaan ini, dibagi menjadi 3 zaman, yaitu
1. Zaman Perbudakan
2. Zaman Rodi
3. Zaman Poenale Sanksi
Kemudian pada awal-awal kemerdekaan bangsa Indonesia keadaan hukum
perburuhan tidaklah begitu berarti. Hal ini dapat diketahui karena orientasi pemerintah dan
rakyat waktu itu ditujukan kepada usaha untuk mempertahankan kemerdekaan. Negara
Indonesia yang ingin direbut kembali oleh pemerintah Belanda, sehingga tidak ada sama
sekali peraturan-peraturan yang dapat dikeluarkan untuk mengubah keadaan perburuhan,
dengan demikian berdasarkan pertimbangan pertimbangan untuk mencegah kekosongan
hukum masih diberlakukan ketentuan ketentuan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda.
Namun tidak lama pemerintah mulai membuat sarana yang mendukung kebijakan di bidang
ketenagakerjaan, yaitu dengan :
1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2. Pembentukan Instansi yang Bertanggung Jawab di Bidang Ketenagakerjaan
Melalui pembentukan peraturan dan pembentukan instansi dilakukan selama periode orde
orde berbeda setelah kemerdekaan seperti orde lama, baru, dan reformasi. Dan dibawahi oleh
pemimpin yang berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA
17 | P a g e
Pitoyo, W. (2010). Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Visi Media.
Soepomo, I. (2003). Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan.
18 | P a g e