Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PERBURUHAN

MAKALAH
Disusun untuk menenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan

Dosen Pengampu : Fenny Fatriany S.H., M. Hum.

Disusun oleh : (Kelompok 1)


Nadia Pritifolia 1183050099
Nenk Sri Indah Lestari 1183050101
Sahrul Ghoffar Ramadhan 1183050119
Salma Salsabil 1183050120
Tryana Nurfitriani 1183050136
Yustika Putriani Ogja 1183050144

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “Sejarah Perburuhan” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan didalamnya. Tidak lupa
pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Fenny Fatriany S.H., M. Hum. yang telah
membimbing dan memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan
edukasi mengenai bagaimana sejarah perburuhan baik dari awal munculnya di Eropa sampai
masuk ke Indonesia. Selain itu, makalah ini juga untuk memenuhi salah satu tugas yang telah
diberikan kepada kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk kemudian makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Kami
juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna dan masih membutuhkan kritik
serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah ini lebih baik ke depannya.

Bandung, 12 Oktober 2020

Kelompok 1

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................4


B. Rumusan Masalah....................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Hukum Perburuhan.....................................................................................5


B. Sejarah Perburuhan Sebelum Kemerdekaan 1945...................................................8
C. Sejarah Perburuhan Setelah Kemerdekaan 1945.....................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara historis lahirnya hukum perburuhan di dunia terkait erat dengan revolusi
industri yang terjadi di eropa, kususnya di inggris pada abad ke 19. Revolusi industri yang
ditandai dengan penemuan mesin uap telah mengubah secara permanen hubungan buruh --
majikan. Penemuan mesin juga telah mempermudah secara permanen hubungan buruh dan
majikan. Penemuan mesin juga telah mempermudah proses produksi. Revolusi industri.
Munculnya zaman mekanisasi yang tidak di kenal sebelumnya zaman mekanisasi ini adalah
hilangnya industri kecil, jumlah buruh yang bekerja di pabrik meningkat, anak-anak dan
perempuan ikut terjuan ke pabrik dalam jumlah massal, kondisi kerja yang berbahaya dan
tidak sehat,jam kerja panjang, upah sangat rendah dan perumahan yang sangat buruk.
Hukum perburuhan dan ketenagakerjaan di Indonesia sudah ada sebelum masa
kemerdekaan. Hanya saja, pihak yang mengeluarkan hukum tersebut bukan Pemerintah
Indonesia, tapi penjajah Belanda. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan,
hukum terkait ketenagakerjaan dikeluarkan oleh pemerintah.
Dalam perjalanannya, hukum perburuhan dan ketenagakerjaan di Indonesia
mengalami berbagai perubahan. Perubahan itu dimulai dari era penjajahan Belanda yang
memberlakukan hukum perbudakan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Hukum Perburuhan ?
2. Bagaimana Sejarah Perburuhan di Indonesia Sebelum Kemerdekaan
1945 ?
3. Bagaimana Sejarah Perburuhan di Indonesia Setelah Kemerdekaan
1945 ?

C. Tujuan Penulisan
Untuk lebih memahami materi tentang bagaimana sejarah hukum perburuhan dilihat
dari awal munculnya di Eropa dan sampai masuk ke Indonesia yang dimulai dari sebelum
Kemerdekaan RI 1945. Selain itu juga untuk memenuhi tugas terstruktur yang telah diberikan
oleh Dosen Mata Kuliah Hukum Ketenagakerjaan kami.

4|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Hukum Perburuhan


Hukum Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas
perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin (tenaga) uap di
Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi barang/jasa dalam skala besar.
Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti
sistem feodalistik, pekerja atau buruh mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi
diri mereka dari hasil olahan ladang yang mereka kerjakan sendiri. Sejak abad pertengahan,
di perkotaan, kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil dan diselenggarakan oleh kelompok-
kelompok pekerja dengan keahlian tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam
bidang-bidang pekerjaan tertentu. Sekalipun demikian, kelas wirausaha (entrepreneur) baru
yang bermunculan menuntut kebebasan dalam rangka memperluas cakupan dan jangkauan
aktivits mereka.1
Revolusi Prancis (1795) menjadi simbol tuntutan dari kelompok baru masyarakat
modern yang mulai muncul: diproklamirkan keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga
Negara dan kebebasan berdagang (bergiat dalam lalulintas perdagangan). Hukum pada
tataran Negara-bangsa dikodifikasikan ke dalam kitab undangundang yang dilandaskan pada
prinsip-prinsip baru seperti kebebasan berkontrak dan kemutlakan hak milik atas kebendaan.
Perserikatan kerja yang dianggap merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-
gilda dihapuskan.
Napoleon menyebarkan ide baru tentang hukum demikian ke seluruh benua Eropa.
Meskipun demikian, selama kurun abad ke-19 tampaknya kebebasan-kebebasan baru tersebut
di atas hanya dapat dinikmati sekelompok kecil masyarakat elite yang kemudian muncul.
Mayoritas masyarakat pekerja/buruh kasar tidak lagi dapat menikmati cara hidup tradisional
mereka (yang dahulu berbasis agrikultur) dan terpaksa mencari penghidupan sebagai buruh
pabrik. Kebebasankebebasan di atas (berkenaan dengan kebebasan berkontrak dan hak milik
absolut) secara dramatis memaksakan gaya hidup yang sama sekali berbeda pada mayoritas
masyarakat pencari kerja (usia produktif).2

1
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. XI, Djambatan, Jakarta, hlm. 1-2
2
Agusmidah dkk, Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm.2

5|Page
Mereka terpaksa menerima kondisi kerja yang ditetapkan secara sepihak oleh
kelompok kecil majikan penyedia kerja. Kemiskinan memaksa mereka, termasuk keluarga
dan anak-anak kecil, bekerja dengan waktu kerja yang sangat panjang. Kondisi kerja yang
ada juga mengancam kesehatan mereka semua. Gerakan sosialis yang kemudian muncul,
namun juga kritikan dari pemerintah, gereja dan militer, kemudian berhasil mendorong
diterimanya legislasi perburuhan yang pertama. Di banyak Negara Eropa, buruh anak
dihapuskan. Tidak berapa lama berselang penghapusan ini diikuti oleh kebijakan-kebijakan
lain berkenaan dengan jam kerja buruh perempuan di bidang industri. Baru kemudian aturan
yang sama muncul untuk buruh laki-laki.3
Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi legislasi mereka
perihal kontrak atau perjannjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan pada konsep-konsep
dari Hukum Romawi. Satu prinsip baru diperkenalkan, yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah
pihak yang lebih lemah dan sebab itu memerlukan perlindungan hukum. Buruh mulai
mengorganisir diri mereka sendiri dalam serikat-serikat pekerja (trade unions). Secara
kolektif mereka dapat bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan
dengan demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep perjanjian/kesepakatan
kerja bersama (collective agreement).4
Hugo Sinzheimer, guru besar hukum dari Jerman adalah yang pertama kali
mengembangkan konsep kesepakatan kerja bersama dan mendorong legalisasinya. Konsep
yang ia kembangkan di Jerman pada era Weimar dicakupkan ke dalam perundang-undangan
dan langkah ini menginspirasi banyak Negara lain untuk mengadopsi konsep yang sama.
Di Jerman pula diperkenalkan pertama kali konsep dewan kerja (works council) yang
juga menyebar ke banyak Negara di Eropa pada abad ke-20. Asuransi/jaminan sosial sudah
berkembang di Jerman pada akhir abad ke-19 dan menyebar ke seluruh Eropa sejak awal
abad ke-20. Pada tataran berbeda, juga dikembangkan kesepakatan-kesepakatan internasional
yang dibuat dengan tujuan mencegah persaingan antar negara dengan dampak buruk
(penurunan standard perlindungan buruh; race to the bottom). Pada akhir Perang Dunia
Pertama, revolusi sosial di Russia dan Jerman menyadarkan banyak pemerintah bahwa
diperlukan pengembangan kebijakan sosial yang bersifat khusus. Dalam perjanjian
perdamaian (pengakhiran perang dunia pertama; the Peace Treaty of Versailles) pada 1919
dibentuklah the International Labour Organisation (ILO).5

3
Whimbo Pitoyo, Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan, Visi media, Jakarta, 2010, hlm. 3.
4
Agusmidah dkk, Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm.2
5
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. XI, Djambatan, Jakarta, hlm.4.

6|Page
Pendirian Organisasi Perburuhan Internasional ini dilandaskan kepercayaan bahwa
perdamaian yang lebih langgeng harus dibangun berdasarkan keadilan sosial.
Berkembangnya legislasi bidang perburuhan di banyak negara juga terdorong oleh krisis
ekonomi (malaise, 1930-an) dan pengabaian hukum secara massif oleh pemerintahan Nazi-
Jerman. Presiden Amerika Serikat, Roosevelt, pada akhir Perang Dunia ke-2
mendeklarasikan four freedoms (empat kebebasan) yang terkenal, dalam hal mana kebebasan
ke-empat, freedom from want (kebebasan dari kemiskinan) merujuk pada keadilan sosial.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Rights; 1948) dengan tegas menyatakan bahwa hak-hak
sosial adalah bagian dari hak asasi manusia. Negara-negara Eropa mengembangkan Negara
kesejahteraan di mana warga-negara dilindungi oleh pemerintah dari sejak lahir sampai mati
(from the cradle to the grave).6
Di Eropa kontinen, undang-undang perburuhan dibuat untuk mencakup semua aspek
yang berkaitan dengan kerja. Prancis dan Negara-negara Eropa Timur memberlakukan
kodifikasi dalam bidang hukum perburuhan. Di Inggris, karya Otto Kahn-Freund, yang
memperkenalkan dan memajukan pengembangan hubungan industrial dan perbandingan
hukum di dalam bidang hukum perburuhan, memberikan landasan teoretik bagi
pengembangan bidang hukum ini. ILO terus menambah jumlah konvensi dan
mengembangkan satu International Labour Code yang mencakup semua persoalan yang
terkait dengan perburuhan. Sekalipun demikian, selama dan pasca krisis minyak bumi di
1970-an, hukum perburuhan dan jaminan sosial tampaknya telah mencapai puncak
perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya sisi lain dari perkembangan hukum
perburuhan: perlindungan yang terlalu ketat kiranya menyebabkan berkurangnya daya saing
industri dan kelesuan pekerja. Di Eropa kontinen, undang-undang perburuhan dibuat untuk
mencakup semua aspek yang berkaitan dengan kerja.
Prancis dan Negara-negara Eropa Timur memberlakukan kodifikasi dalam bidang
hukum perburuhan. Di Inggris, karya Otto Kahn-Freund, yang memperkenalkan dan
memajukan pengembangan hubungan industrial dan perbandingan hukum di dalam bidang
hukum perburuhan, memberikan landasan teoretik bagi pengembangan bidang hukum ini.
ILO terus menambah jumlah konvensi dan mengembangkan satu International Labour Code
yang mencakup semua persoalan yang terkait dengan perburuhan. Sekalipun demikian,
selama dan pasca krisis minyak bumi di 1970-an, hukum perburuhan dan jaminan sosial

6
Agusmidah dkk, Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar, hlm.4[ CITATION
Agu12 \l 1057 ][ CITATION Ima03 \l 1057 ][ CITATION Whi10 \l 1057 ]

7|Page
tampaknya telah mencapai puncak perkembangannya. Pada masa itu pula ditengarai adanya
sisi lain dari perkembangan hukum perburuhan: perlindungan yang terlalu ketat kiranya
menyebabkan berkurangnya daya saing industri dan kelesuan pekerja.7
Pada 1990-an, kejatuhan dan kehancuran eksperimen sosialis di Negara-negara Eropa
Timur mendorong gerakan liberalisasi. Dalam konteks menanggapi tuntutan globalisasi
dikembangkanlah Hukum Perburuhan Eropa. ILO memperbaharui konvensi-konvensi yang
ada dan menekankan pentingnya sejumlah hak-hak buruh yang terpenting (core labour
rights). Sekalipun hukum perburuhan Eropa merupakan satu contoh nyata yang mencerahkan
bagi banyak Negara berkembang, ihtiar perbaikan atau pemajuan standard sosial di Negara-
negara tersebut masih berjalan sangat lambat. Sejak 1970-an, Bank Dunia maupun PBB lebih
memperhatikan pemajuan hak-hak sosial. ILO mendorong dan mendukung perkembangan
sosial di Negara-negara berkembang.8

B. Sejarah Perburuhan di Indonesia Sebelum Kemerdekaan 1945


Sejarah perburuhan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia berada di dalam sistem
perbudakan, jauh sebelum Indonesia merdeka. Upah yang mereka terima biasanya berwujud
makanan, pakaian, dan perumahan. Mereka hampir tidak pernah menerima upah dalam
bentuk uang. Orang atau badan hukum merupakan majikan yang berkuasa penuh dan mutlak
atas nasib para budaknya, dan berkuasa atas hidup-mati mereka9
Pada tahun 1817, pemerintah Hindia Belanda mengadakan larangan memasukkan
budak ke pulau Jawa. Untuk meringankan beban para budak, pemerintah membuat peraturan
perbudakan dan perdangan budak, yang pada pokoknya menetapkan bahwa setiap budak
harus membatasi bertambahnya jumlah budak lain dari kelahiran; melarang perdagangan
budak dan melarang mendatangkannya dari luar; menjaga agar anggota keluarga para budak
bertempat tinggal secara bersama-sama.10 Pada masa sebelum kemerdekaan ini, dibagi
menjadi 3 zaman, yaitu :

1. Zaman Perbudakan
Zaman perbudakan adalah zaman dimana orang melakukan pekerjaan di
bawah pimpinan orang lain. Ciri yang menonjol adalah buruh/tenaga kerja tidak

7
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. XI, Djambatan, Jakarta, hlm.6
8
Ibid, hlm 7
9
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Djambatan, 1987, hlm. 10
10
Ibid, hal. 16.

8|Page
mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya juga ditentukan oleh tuannya.
Yang dipunyai hanya kewajiban bekerja dan mengikuti perintah dan petunjuk
tuannya. Yang sangat menyedihkan pada saat itu adalah belum ada peraturan dari
pemerintah yang menetapkan bahwa pemeliharaan budak menjadi kewajiban
pemiliknya. Baru pada Tahun 1817 Pemerintah Hindia Belanda mengatur mengenai
perbudakan dengan menetapkan peraturan-peraturan sebagai berikut :

a. Mengadakan larangan memasukkan budak-budak ke pulau Jawa.


b. Harus diadakan pendaftaran budak.
c. Mengadakan pajak atas pemilikan budak.
d. Melarang pengangkutan budak yang masih anak-anak.
e. Mengadakan peraturan tentang pendaftaran anak budak.

Kenyataannya, kelima peraturan tersebut diatas belum dapat merubah nasib


para budak. Pada tahun 1825 diadakan perbaikan peraturan yang diharapkan dapat
merubah nasib para budak tersbut yang intinya adalah : “bahwa hubungan pemilik
dan budak tidak terletak pada baik buruknya perlakuan pemilik budak, tetapi terletak
pada hekekat hukum perburuhan itu sendiri, yaitu mendudukan mereka pada
kedudukan yang merdeka secara yuridis, sosiologis dan ekonomis”.
Secara Yuridis berarti : “budak menjalankan kewajiban dan diberi haknya
sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada”. Sedangkan secara sosiologis berarti :
“hak dan kewajiban yang diterapkan tersebut diakui dalam masyarakat”. Secara
ekonomis berarti : “hak yang diberikan pada budak tersebut mendapatkan imbalan
yang cukup baginya.”11
Baru pada 1854, Regeringsreglement tahun 1854 (Pasal 115-117 yang
kemudian menjadi pasal 169-171) dan Indische Staartsregeling tahun 1826 dengan
tegas menghendaki penghapusan perbudakan. Paling lambat 1 Januari 1860
perbudakan di seluruh Indonesia harus dihapuskan, namun tidak dalam prakteknya. Di
luar Jawa, penghapusan perbudakan baru dimulai pada 1872 dan dilakukan secara
bertahap.
Pemerintah Hindia Belanda juga menghapuskan perbudakan dengan cara
mengubah perbudakan menjadi perhambaan (pandelingschap) dengan menetapkan

11
Muhamad Azar, Buku Ajar “Hukum Ketenagakerjaan”, (Semarang : UNDIP), hal 15-16

9|Page
jumlah uang yang dipandang sebagai hutang (pinjaman) dari (mantan) budak kepada
(mantan) pemiliknya, dengan pelunasan sekaligus atau berangsur-angsur menurut
aturan tertentu. Menurut laporan koloni tahun 1922, Indonesia baru dapat dikatakan
bebas dari perbudakan setelah 1922.12

2. Zaman Rodi
Mula-mula bentuknya adalah melakukan pekerjaan secara bersama-sama
antara budak-budak atau anggota masyarakat desa. Namun karena berbagai alasan dan
keadaan, kerja bersama tersebut berubah menjadi kerja paksa untuk kepentingan
seseorang dengan menerima upah. Kemudian kepentingan tersebut beralih lagi yakni
untuk Gubernemen. Pekerjaan yang dilakukan para budak tersebut merupakan kerja
paksa atau rodi. Misalnya, pekerjaan untuk mendirikan benteng, pabrik gula, jalan
raya (Anyer sampai Panarukan yang biasa disebut jalan Daendels).
Guna melakukan kepentingan tersebut banyak pekerja yang mati. Pada Tahun
1813 Raffles berusaha menghapuskan rodi namun usahanya menemui kegagalan.
Setelah Indonesia dikembalikan pada Nederlands, kerja rodi bahkan makin diperhebat
dan digolongkan menjadi beberapa kelompok yakni :
a. Rodi Gubernemen : budak yang bekerja pada pemerintah Hindia Belanda
tanpa bayaran.
b. Rodi perorangan, yang bekerja pada pembesar-pembesar Belanda / Raja-raja
di Indonesia.
c. Rodi Desa untuk pekerjaan di Desa
Proses hapusnya rodi ini memakan waktu yang lama dan pada Tahun 1938
rodi baru dapat dihapuskan.13

3. Zaman Poenale Sanksi


Zaman ini merupakan perkembangan kerja rodi untuk Gubervemen.
Gubervemen adalah penguasa pemerintah Hindia Belanda yang menyewakan tanah
pada orang-orang swasta (bukan orang Indonesia asli). Guna menggarap tanah yang
disewakan tersebut Gubervemen mengambil pekerjanya dari rodi desa dengan
12
Abdul Jalil, Teologi Buruh, (Yogyakarta: LKiS). Cet I, hal 38.
13
Muhamad Azar, Buku Ajar “Hukum Ketenagakerjaan”, (Semarang : UNDIP), hal 18

10 | P a g e
menghubungi kepala desa yang bersangkutan. Pekerja dipekerjakan pada tanah yang
disewakan. Mereka dikontrak selama 5 tahun dengan kontrak kerja secara tertulis.
Perjanjian kontrak tersebut memuat tentang :
a. Besarnya upah.
b. Besarnya uang makan.
c. Perumahan.
d. Macamnya pekerjaan.
e. Penetapan hari kerja.
f. Penetapan hari kerja tersebut diatur gunanya supaya orang yang dipekerjakan
pada tanah-tanah swasta mempunyai kesempatan untuk mengerjakan
sawahnya.
g. Pada tahun 1870 lahirlah Agarische Wet yang hal ini mendorong tumbuhnya
perkebunan-perkebunan besar seperti perkebunan karet, tembakau, cengkeh
dan sebagainya. Sehubungan dengan tumbuhnya perkebunan-perkebunan tadi,
masalah perburuhan menjadi semakin penting, karena semakin banyak buruh
yang dipekerjakan. Namun juga ada yang menolak untuk dikirim ke
perkebunan di Sumatra Timur yang ditanami tembakau. Orang yang menolak
untuk dipekerjakan diperkebunan dipidana dengan hukuman badan yang
disebut dengan poenale sanksi.
h. Kejadian tersebut mendapat pertentangan dari Parlemen Belanda di Nederland
dengan pernyataannya sebagai berikut: “kalau buruh di Indonesia menyalahi
perjanjian/melakukan kesalahan maka tidak seharusnya dipidana dengan
pidana yang mengarah pada hukuman badan, khususnya di daerah Sumatra
Timur”.
i. Pernyataan ini kemudian diwujudkan dengan dikeluarkannya “Koeli
Ordonantie” pada tahun 1880, yaitu peraturan yang digunakan untuk buruh
jangan sampai diberi pidana yang mengarah pada pidana badan.14

Begitupun pada tataran global, sejarah hukum perburuhan tidak bisa


dilepaskan dari upaya mencegah perbudakan, bebas dari kerja paksa dan kerja wajib.
ILO mengadopsi instrumen pertamanya, yaitu Konvensi tentang Kerja Pasaka (No.29)

14
Abdul Jalil, Teologi Buruh, (Yogyakarta: LKiS). Cet I, hal 41

11 | P a g e
pada tahun 1930 yang bertujuan mengatasi masalah kerja paksa di koloni-koloni dan
wilayah-wilayah terjajah.15

C. Sejarah Hukum Perburuhan Setelah Kemerdekan 1945


Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia, masalah perburuhan lebih diperhatikan
yaitu dengan adanya “PANCA KRIDA HUKUM PERBURUHAN” yang menurut Prof. Iman
Soepomo meliputi hal-hal sebagai berikut : 16
1. Membebaskan manusia Indonesia dari perbudakan dan perhambaan.
2. Membebaskan penduduk Indonesia dari rodi atau kerja paksa.
3. Membebaskan buruh Indonesia dari Poenale Sanksi.
4. Membebaskan buruh Indonesia dari rasa ketakutan akan kehilangan pekerjaan secara
semena-mena.
5. Memberikan kedudukan hukum yang seimbang (bukan sama) kepada buruh dan
memberi penghidupan yang layak bagi buruh.
Pada awal-awal kemerdekaan bangsa Indonesia keadaan hukum perburuhan tidaklah
begitu berarti. Hal ini dapat diketahui karena orientasi pemerintah dan rakyat waktu itu
ditujukan kepada usaha untuk mempertahankan kemerdekaan. Negara Indonesia yang ingin
direbut kembali oleh pemerintah Belanda, sehingga tidak ada sama sekali peraturan-peraturan
yang dapat dikeluarkan untuk mengubah keadaan perburuhan, dengan demikian berdasarkan
pertimbangan pertimbangan untuk mencegah kekosongan hukum masih diberlakukan
ketentuan ketentuan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda.
Kemudian daripada itu, Indonesia tentu saja telah mulai dalam kedudukannya sebagai
negara berkembang. Indonesia sebagai kelompok negara-negara yang sedang berkembang
tentu saja akan giat melaksanakan pembangunan untuk melepaskan diri dari berbagai
kesulitan, baik di bidang ekonomi maupun di bidang lainnya. Dalam pembangunan ini untuk
mengatasi berbagai masalah yang sedang dihadapi, pemerintah mengambil prioritas
kebijakan di bidang ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah berusaha dengan sekuat tenaga
untuk membangun berbagai sarana dan prasarana guna mendukung kebijakan di bidang
ekonomi tersebut. Salah satu sarana yang mendapat perhatian adalah pembangunan sarana
industri, yang tentu saja meliputi masalah ketenagakerjann
Memasuki kemerdekaan Indonesia, orde lama, merupakan sejarah awal bagi
Lembaga Kementrian perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan
15
Krzysztof Drzewicki, Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan, diterbitkan dalam Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya. Inggris: Raol Wallenberg Institute dan SIDA, 2001, hal. 243.
16
Dina Susiani, Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan diIndonesia, CV Pustaka Abadi:, 2020. hlm 11

12 | P a g e
Pemerintah Nomor 3 Tahun 1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah perburuhan di
Indonesia dengan nama Kementrian Perburuhan. Pada masa Soekarno, kekuatan buruh
dalam keterlibatan dibidang politik sangat tinggi dan sangat memberikan pengaruh yang
kuat.17 Kementrian Perburuhan ini terbentuk hanya untuk megurusi buruh-buruh yang ada
di dalam negara pada masa itu. Adapun fasenya ituterdiri dari: Presiden Soekarno, Presiden
B.J Habibie, Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Megawati Seokarno Putri, dan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
1. Masa Presiden Soekarno
Pada masa Presiden Soekarno Pemerintahan Soekarno Pasca Proklamasi (1945-
1958) peraturan ketenagakerjaan yang ada pada masa ini cenderung memberi
jaminan sosial dan perlindungan kepada buruh, dapat dilihat dari beberapa
peraturan di bidang perburuhan yang diundangkan pada masa ini. Beberapa
Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan dimasa pemerintahan Soekarno dari
tahun 1945 sampai dengantahun 1958. Antara lain peraturan yang keluar
adalah:
a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1948 Tentang Kerja Buruh,
b. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan Kerja,
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 Tentang Pengawasan Perburuhan,
d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan
antara Serikat Buruh dan Majikan,
e. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial,
f. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 Tentang Persetujuan Konvensi
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) No. 98 mengenai Dasar-dasar
dari Hak Untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama,
g. Permenaker Nomor 90 Tahun 1955 Tentang Pendaftaran Serikat.18

Pada masa Pemerintahan Soekarno, Masa Orde Lama (1959-1966) pada


masa ini kondisi perburuhan dapat dikatakan kurang diuntungkan dengan sistem
yang ada. Buruh dikendalikan oleh tentara antara lain dengan dibentukny
Dewan Perusahaan diperusahaan-perusahaan yang diambil alih dari Belanda
dalam rangka program nasionalisasi, untuk mencegah meningkatnya pengambil
17
A. Hamid S Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan (Hukum
Tata Pengaturan),Pidato Purna Bakti Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia tanggal 20
Desember 1993, hlm. 5
18
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), hlm. 12

13 | P a g e
alihan perusahaan Belanda oleh buruh. Gerak politis dan ekonomi buruh juga
ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 4
Tahun 1960 Tentang Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (lock out) di
perusahaan-perusahaan, jawatan-jawatan dan badan-badan vital. Perbaikan nasib
buruh terjadi karena ada gerakan buruh yang gencar melalui Serikat-serikat Buruh
seperti PERBUM, SBSKK,SBPI, SBRI, SARBUFIS, SBIMM,SBIRBA.19

2. Masa Presiden Soeharto


Pemerintahan Soeharto di Masa Orde Baru, pada masa ini kebijakan
industrialisasi yang dijalankan pemerintah Orde Baru juga mengimbangi
kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional sebagai tujuan dengan
menjalankan industrial peace khususnya sejak awal Pelita III (1979-1983),
menggunakan sarana yang diistilahkan dengan HPP (Hubungan Perburuhan
Pancasila). Serikat Pekerja ditunggalkan dalam SPSI. Merujuk pada Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang ratifikasi Konvensi ILO Nomor 98
Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar daripada Hak Untuk Berorganisasi dan
Berunding Bersama, serta Peraturan Menakertranskop Nomor 8/EDRN/1974 dan
Nomor 1/MEN/1975 perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di Perusahaan
Swasta dan Pendaftaran Organisasi Buruh, terlihat bahwa pada masa ini
kebebasan berserikat tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah. Peran
Militer dalam prakteknya sangat besar20 misal dalam penyelesaian perselisihan
perburuhan.

3. Masa Presiden B.J Habibie


Pemerintahan B.J Habibie (1998-1999). Pada masa ini pada 5 Juni
dikeluarkan Keputusan Presiden nomor 83 Tahun 1998 yang mengesahkan
Konvensi ILO nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (Concerning Freedom of Association and
Protection of the Right to Organise) berlaku di Indonesia. Meratifikasi KILO
tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age
for Admission to Employment (Konvensi Nomor 138 tahun 1973) yang memberi
perlindungan terhadap hak asasi anak dengan membuat batasan usia untuk

19
Ibid, hlm. 13.
20
Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali,
(Jakarta: Refika Aditama Press, 2012), hlm. 21

14 | P a g e
diperbolehkan bekerja melalui Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1999. Rencana
Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang
salah satunya diwujudkan dengan pengundangan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perp-pu) Nomor 1 tahun 1999 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.21

4. Masa Abdurrahman Wahid


Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001), bisa dilihat dari peraturan
ketenagakerjaan yang dihasilkan, pemerintahan Abdurrahman Wahid ini dinilai
sangat melindungi kaum pekerja atau buruh dan memperbaiki iklim demokrasi
dengan Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh yang dikeluarkannya yaitu
Undang-Undang nomor 21 Tahun 2000.22

5. Masa Megawati Soekarno Putri


Pemerintahan Megawati Soekarno Putri (2001-2004), di masa ini peraturan
perundangan ketenagakerjaan dihasilkan, di antaranya yang sangat fundamental
adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang
menggantikan sebanyak 15 (limabelas) peraturan ketenagakerjaan, sehingga
Undang-Undang ini merupakan payung bagi peraturan lainnya Undang-Undang
yang juga sangat fundamental lainnya adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang disahkan pada
14 Januari 2004 dan Undang-Undang Nomor 39 Tentang Perlindungan dan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.23

6. Masa Susilo Bambang Yudhoyono


Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, di masa pemerintahan ini
beberapa usaha dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi, menuntaskan
masalah pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan di
bidang ketenagakerjaan sehubungan dengan hal di atas, kurang mendapat
dukungan kalangan pekerja/buruh. Beberapa aturan anatara lainnya Intruksi

21
Ibid, hlm. 14
22
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), hlm. 87
23
Damansyah, Masalah Ketanagakerjaan di Era Megawati Sukarno Putri, Makalah yang disampaikan pada
acara Kuliah Umum di Universitas Langlang Buana, Tanggal 15 April 2004, hlm. 3.

15 | P a g e
Presiden Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perbaikan iklim Investasi, salah satunya
adalah agenda untuk merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, mendapat
tentangan pekerja atau buruh. Pengalihan jam kerja ke hari sabtu dan minggu
demi efisiensi pasokan listrik di Jabodetabek.24 Penetapan kenaikan upah harus
memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai reaksi atas
perubahan-perubahan yang dimunculkan Revolusi Industri. Penemuan mesin (tenaga) uap di
Inggris sekitar 1750, membuka peluang untuk memproduksi barang/jasa dalam skala besar.
Sebelum itu, secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti

24
Ana Sabhana Azmy, Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaah Kebijakan Perlindungan Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), hlm.
47

16 | P a g e
sistem feodalistik, pekerja atau buruh mengerjakan tanah milik tuan tanah dan menghidupi
diri mereka dari hasil olahan ladang yang mereka kerjakan sendiri.
Sejarah perburuhan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia berada di dalam sistem
perbudakan, jauh sebelum Indonesia merdeka. Upah yang mereka terima biasanya berwujud
makanan, pakaian, dan perumahan. Mereka hampir tidak pernah menerima upah dalam
bentuk uang. Orang atau badan hukum merupakan majikan yang berkuasa penuh dan mutlak
atas nasib para budaknya, dan berkuasa atas hidup-mati mereka. Pada masa sebelum
kemerdekaan ini, dibagi menjadi 3 zaman, yaitu
1. Zaman Perbudakan
2. Zaman Rodi
3. Zaman Poenale Sanksi
Kemudian pada awal-awal kemerdekaan bangsa Indonesia keadaan hukum
perburuhan tidaklah begitu berarti. Hal ini dapat diketahui karena orientasi pemerintah dan
rakyat waktu itu ditujukan kepada usaha untuk mempertahankan kemerdekaan. Negara
Indonesia yang ingin direbut kembali oleh pemerintah Belanda, sehingga tidak ada sama
sekali peraturan-peraturan yang dapat dikeluarkan untuk mengubah keadaan perburuhan,
dengan demikian berdasarkan pertimbangan pertimbangan untuk mencegah kekosongan
hukum masih diberlakukan ketentuan ketentuan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda.
Namun tidak lama pemerintah mulai membuat sarana yang mendukung kebijakan di bidang
ketenagakerjaan, yaitu dengan :
1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
2. Pembentukan Instansi yang Bertanggung Jawab di Bidang Ketenagakerjaan
Melalui pembentukan peraturan dan pembentukan instansi dilakukan selama periode orde
orde berbeda setelah kemerdekaan seperti orde lama, baru, dan reformasi. Dan dibawahi oleh
pemimpin yang berbeda pula.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Buku dan Jurnal :


Agusmidah, d. (2012). Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia. Denpasar: Pustaka
Larasan.

17 | P a g e
Pitoyo, W. (2010). Panduan Praktis Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Visi Media.
Soepomo, I. (2003). Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan.

Soepomo, I (1987) Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Djambatan


Azar,M,. Buku Ajar “Hukum Ketenagakerjaan”, (Semarang : UNDIP)
Jalil, Abdul , Teologi Buruh Cet :1, (Yogyakarta: LKiS).
Drzewicki, Krzysztof, (2001) Hak untuk Bekerja dan Hak dalam Pekerjaan, diterbitkan
dalam Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Inggris: Raol Wallenberg Institute dan SIDA
Susiani, Dina, (2020) Perkembangan Hukum Ketenagakerjaan diIndonesia, CV Pustaka
Abadi
Attamimi, A. Hamid S, (1993) , Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan
Peraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengaturan), Pidato Purna Bakti Guru Besar Tetap
Fakultas Hukum Universitas Indonesia tanggal 20 Desember 1993
Husni, Lalu, (2003), Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press)
Otje Salman dan Anton F Susanto, (2012) Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan
Membuka Kembali, (Jakarta: Refika Aditama Press)
Mertokusumo, Sudikno, (2012) Teori Hukum, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka)
Damansyah, Masalah Ketanagakerjaan di Era Megawati Sukarno Putri, Makalah yang
disampaikan pada acara Kuliah Umum di Universitas Langlang Buana, Tanggal 15 April
2004
Azmy, Ana Sabhana , (2012) Negara dan Buruh Migran Perempuan: Menelaah
Kebijakan Perlindungan Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010,
(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia)

18 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai