Dosen Pembimbing :
Undang Prasetya U,SH. MH.
Disusun Oleh :
Herman (1974201129)
B.Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi dalam bentuk Pemberian dan Penerimaan Suap
A.Tindak pidana korupsi (penerimaan gratifkasi ) mantan bupati kutai kartanegara Rita
Widyasari
Beberapa proyek dan perizinan yang terkait dengan penerimaan gratifkasi misalnya
penerbitan SKKL dan izin lingkungan penerbitan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal)
pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Pemkab Kukar. Rita menerima gratifikasi bersama-sama
dengan staf khususnya, Khairudin. Menurut hakim, Rita menugaskan Khairudin untuk
mengkondisikan penerimaan uang terkait perizinan dan proyek-proyek di lingkungan.
Menindaklanjuti permintaan itu, Khairudin menyampaikan kepada para kepala dinas agar
meminta uang kepada para pemohon perizinan dan rekanan.
Rita Widyasari terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari. Direktur Utama PT Sawit Golden
Prima Hery Susanto Gun alias Abun Uang itu diberikan terkait pemberian izin lokasi perkebunan
kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara
kepada PT Sawit Golden Prima. Abun memberikan uang kepada Rita yang seluruhnya berjumlah
Rp 6 miliar. Adapun rinciannya, Rp 1 miliar pada 22 Juli 2010 dan Rp 5 miliar pada 5 Agustus
2010.
Serta menerima uang atas penjualan PT Gerak Kesatuan Bersama yang diberikan izin
pertambangan seluas 2.000 hektare,Dalam rentang waktu bulan Juni 2010 sampai Agustus 2017,
Terdakwa I Rita Widyasari secara langsung maupun melalui Terdakwa II Khairudin telah
menerima uang Rp 469,4 miliar lebih selama Rita Widyasari menjadi bupati di Kutai
Kartanegara,Kalimantan Timur.
Rita terbukti melanggar Pasal 12 B dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat1 KUHP. Rita Widyasari juga sudah
divonis bersalah dan divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rita terbukti menerima uang gratifikasi Rp 110 miliar terkait perizinan proyek pada dinas
Pemkab Kukar.
Sementara pemberi suap yaitu Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun
alias Abun Pada 18 Mei 2018, Abun dihukum 3,5 tahun penjara dan dikuatkan oleh Pengadilan
Tinggi (PT) Jakarta. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 3 tahun dan 6 bulan ditambah
denda Rp200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan
selama 4 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Sugiyanto di pengadilan tindak pidana
korupsi (Tipikor) Jakarta. Vonis itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 huruf b UU No 31
tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu staf khusus sang bupati yaitu Khairudin dalam kasus ini didakwa telah
melanggar pasal 12 huruf B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto
pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.. Menjatuhkan pidana kepada
terdakwa Khairudin oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp 300 juta
dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3
bulan," amar putusan.
Mantan walikota Edy Rumpoko menerima suap dari pengusaha Philipus Djab Direktur
PT.Dailbana Prima berupa mobil Toyota Alphard senilai Rp. 1,6 milyar Hakim kasasi MA
menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan serta
pidana denda sebesar Rp200 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3
bulan. kepada Eddy Rumpoko berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik
selama 3 tahun sejak Eddy selesai menjalani pidana pokoknya.
Selanjutnya, Pengadilan Tinggi Jawa Timur pada tanggal 16 Agustus 2018 juga
memperberat vonis menjadi 3,5 tahun penjara.Namun, baik vonis di tingkat pertama, banding,
maupun kasasi, masih lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta
agar Eddy Rumpoko divonis 8 tahun penjara dengan denda senilai Rp600 juta subsidair 6
bulan.
Sementara pemberi suap Filipus Djab Direktur PT.Dailbana Prima, terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi Suap yang berkelanjutan, sebagaimana
diatur dan dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
“Mengadili; Menyatakan terdakwa Filipus Djab terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana
Korupsi Suap yang berkelanjutan sebagaimana diatur dalam pasal pirmer. Menjatuhkan
hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta subside 2 bulan
kurungan,” ucap Hakim Rochmat.
Sementara Leni Marlena Mantan Ketua Unit Layanan Pengadaan Bakamla dan Juli Maruf
Mantan koordinator Unit Layanan Pengadaan Bakaml,Hakim menyatakan keduanya terbukti
secara sah berasalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primair
Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana jo
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. "Menjatuhkan pidana untuk terdakwa dengan pidana penjara
selama 2 tahun dan denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan
maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Susanti saat membacakan amar
putusan.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (26/7) lalu, yakni pidana penjara selama 4 tahun.
Namun, mejelis hakim tetap mengabulkan tuntutan pidana uang pengganti jaksa KPK terhadap
keduanya. Juli dan Leni masing-masing harus membayar Rp4 juta dan Rp3 juta. Dalam perkara
itu, Leni bertindak sebagai Ketua Unit Layanan Pengaduan (ULP) Badan Keamanan Laut
(Bakamla), sedangkan Juli adalah anggota atau koordinator ULP Bakamla. Hakim menyatakan
keduanya telah memperkaya orang lain dalam pengadaan BCSS di Bakamla.
Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno divonis pidana penjara selama 9
tahun dikurangi selama masa penahanan yang dijalani
Terpidana dibebankan untuk membayar pidana denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata
Ali.Rahardjo juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp15.014.122.595,00 selambat-
lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, harta bendanya
disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak
mempunyai harta benda yang mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," kata
Ali menjelaskan.
Putusan kasasi tersebut menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang
menjatuhkan vonis sama dengan kasasi.Sebelumnya, di tingkat Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rahardjo divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta
subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp15,014 miliar
subsider 3 tahun penjara.Putusan uang pengganti itu jauh lebih rendah daripada tuntutan JPU
KPK yang meminta agar Rahardjo membayar uang pengganti Rp60,32 miliar. Atas perbuatannya
itu, Rahardjo dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KESIMPULAN
Setelah reformasi tahun 1998 telah banyak peraturan perundang-undangan yang dibentuk yang
mana peraturan-peraturan perundang-undangan tersebut atas dasar dalam semangat
pembangunan,pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan sumber daya alam,pengelolaaan
dan pemberdayaan birokrasi yang menyeluruh baik di daerah maupun di pemerintah pusat.
Maka semangat itu pulalah yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan
seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan Undang Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi serta peraturan perundang-undang lainnya,Khusus undang-undang TIPIKOR
tersebut cukup efektif dalam pemberantasan tindak pidana ordinary crime tersebut di negeri
ini.
Namun kembali lagi sebaik apapun suatu aturan belum tentu di taati dikarenakan para
pejabat hari ini baik di instansi pemerintahan sipil,kepolisian,kejaksaan,hakim dan TNI,tetap
saja mereka melakukan tindak pidana korupsi,bahkan banyak contoh kasus yang telah
divonis dengan hukuman pidana dan denda yang berat,akan tetapi masih saja banyak
pejabat negara maupun para pemangku kepentinganyang melakukan tindak pidana
ordinary crime tersebut,salah satu seperti penulis kemukan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/428227/hakim-vonis-dua-terdakwa-
korupsi-bcss-bakamla-2-tahun
Baca artikel detiknews, "2 Eks Pegawai Bakamla Dituntut 4 Tahun Bui di Kasus Proyek BCSS"
selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-5657549/2-eks-pegawai-bakamla-dituntut-4-tahun-
bui-di-kasus-proyek-bcss.
Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/137429/pejabat-tni-bakamla-divonis-
lebih-berat.html
Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/137429/pejabat-tni-bakamla-divonis-
lebih-berat.html
"MA Tetap Vonis Penyuap Bupati Rita Selama 3,5 Tahun Penjara"
selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-4492060/ma-tetap-vonis-penyuap-bupati-rita-
selama-35-tahun-penjara
https://nasional.tempo.co/read/1173267/ma-perberat-hukuman-eddy-rumpoko-jadi-55-tahun-
penjara#