Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERSIFAT

MURNI, PEMBERIAN DAN PENERIMAAN SUAP, SERTA YANG MELIBATKAN TNI


PADA MATA KULIAH HUKUM ACARA PIDANA II

Dosen Pembimbing :
Undang Prasetya U,SH. MH.

Disusun Oleh :
Herman (1974201129)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


TAHUN 2021
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat parah dan begitu
mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun
semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi
kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek
masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana
tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara pada umumnya. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi
mengenal batas-batas siapa,mengapa,dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan
kepentingan saja yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor publik maupun privat,
tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan pemberantasannya
masih sangat lamban. Romli Atmasasmita menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah
merupakan virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan sejak tahun 1960-an
langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat sampai sekarang. Selanjutnya,
dikatakan bahwa korupsi berkaitan pula dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu
penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan
kroninya. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan
biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Hal ini
dikarenakan, metode konvensional yang selama ini yang digunakan, terbukti tidak bisa
menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat.
Dalam penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa (extra-ordinary).
Sementara itu, penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa
kondisi, yakni masih lemahnya upaya penegakkan hukum tindak pidana korupsi, kualitas SDM
aparat penegak hukum yang masih rendah, lemahnya koordinasi penegakkan hukum tindak
pidana korupsi, serta masih sering terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus
korupsi. Pada era reformasi sekarang ini, terwujudnya good governance antara lain harus
didukung dengan penegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Hal ini selaras dengan
tujuan yang diamanatkan oleh UUD 1945 maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Selanjutnya, beberapa peraturan perundang-undangan dibentuk dalam upaya memberantas
korupsi tersebut, yaitu: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan Undang Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
Lord Action, “Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”. Artinya
korupsi muncul bilamana terjadi penyalahgunaan kekuasaan, terlebih apabila kekuasaan bersifat
absolut atau mutlak, maka korupsi semakin menjadi-jadi. Bukan hanya dalam bentuk uang
pelicin dan terjadi di kalangan birokrat kecil, tetapi sudah menjadi usaha mengakumulasi modal,
antara pejabat tinggi dan pengusaha besar Namun demikian, pada kenyataannya dalam
penjatuhan hukuman kepada pelakunya sangat ringan dibanding dengan ancaman pidananya,
sehingga menimbulkan anggapan bahwa meningkatnya kejahatan dikarenakan para Hakim
memberikan hukuman ringan atas pelaku koruptor.
PEMBAHASAN
A. Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi yang bersifat Murni
Tindak pidana korupsi murni adalah perbuatan-perbuatan yang merupakan murni
perbuatan korupsi,perbuatan tersebut dalam Bab II pasal 2 sampai pasal 21 Undang-undang
Nomor 31 Tahun1999 Tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi,bisa kita lihat dan telaah
bunyi didalam salah satu pasal 2 ayat 1 :
“ Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara,dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) “.
Di bunyi pasal diatas bisa kita simpulkan bahwa setiap orang atau badan pemerintahan
atau badan korporasi baik BUMN,BUMD serta koprorasi swasta yang melakukan perbuatan
memperkaya diri atau bersama-sama yang merugikan keuangan negara serta perekonomian
dapat di pidana dan di denda secara khusus karena ini adalah salah satu tindak pidana extra
ordinary crime,karena tindak pidana korupsi itu menyebabkan kesengsaraan bagi masyarakat
luas,berikut kami berikan contoh tindak pidana korupsi para pejabat negara yang telah divonis
beserta pasal yang dikenakan serta vonis putusannya :
Dadan Darmansyah sebagai ASN sebagai Ketua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di
Badan Pengelola, Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BP2KAD) Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Lampung Timur dan Aditya Karjanto selaku Direktur PT Topcars Indonesia terbukti
secara sah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan kendaraan dinas Bupati dan Wakil
Bupati Lampung Timur tahun 2016
Majelis Hakim menyatakan, kedua terdakwa  terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan secara bersama-sama tindak pidana koruspsi. Ini sesuai Pasal 3 Juncto Pasal 18 Ayat
1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan subsider.
Dadan menerima vonis dari Majelis Hakim selama 15 bulan kurungan penjara. diwajibkan
membayar denda Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara apabila tidak
dibayarkan,Sedangkan terdakwa kedua Aditya Karjanto Direktur PT Topcars Indonesia yang
merupakan rekanan pengadaan barang tersebut divonis satu tahun penjara. Selanjutnya, Aditya
Karjanto dijatuhi vonis denda sebesar Rp 50 juta, apabila tidak dikembalikan maka diganti
subsider tiga bulan kurungan penjara.Kemudian, Aditya Karjanto juga diwajibkan membayar
uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 394 juta, apabila tidak dibayarkan maka diganti
hukuman enam bulan pidana penjara.

B.Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi dalam bentuk Pemberian dan Penerimaan Suap
A.Tindak pidana korupsi (penerimaan gratifkasi ) mantan bupati kutai kartanegara Rita
Widyasari
Beberapa proyek dan perizinan yang terkait dengan penerimaan gratifkasi misalnya
penerbitan SKKL dan izin lingkungan penerbitan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal)
pada Badan Lingkungan Hidup Daerah Pemkab Kukar. Rita menerima gratifikasi bersama-sama
dengan staf khususnya, Khairudin. Menurut hakim, Rita menugaskan Khairudin untuk
mengkondisikan penerimaan uang terkait perizinan dan proyek-proyek di lingkungan.
Menindaklanjuti permintaan itu, Khairudin menyampaikan kepada para kepala dinas agar
meminta uang kepada para pemohon perizinan dan rekanan.
Rita Widyasari terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari. Direktur Utama PT Sawit Golden
Prima Hery Susanto Gun alias Abun Uang itu diberikan terkait pemberian izin lokasi perkebunan
kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara
kepada PT Sawit Golden Prima. Abun memberikan uang kepada Rita yang seluruhnya berjumlah
Rp 6 miliar. Adapun rinciannya, Rp 1 miliar pada 22 Juli 2010 dan Rp 5 miliar pada 5 Agustus
2010.
Serta menerima uang atas penjualan PT Gerak Kesatuan Bersama yang diberikan izin
pertambangan seluas 2.000 hektare,Dalam rentang waktu bulan Juni 2010 sampai Agustus 2017,
Terdakwa I Rita Widyasari secara langsung maupun melalui Terdakwa II Khairudin telah
menerima uang Rp 469,4 miliar lebih selama Rita Widyasari menjadi bupati di Kutai
Kartanegara,Kalimantan Timur.
Rita terbukti melanggar Pasal 12 B dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat1 KUHP. Rita Widyasari juga sudah
divonis bersalah dan divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rita terbukti menerima uang gratifikasi Rp 110 miliar terkait perizinan proyek pada dinas
Pemkab Kukar.
Sementara pemberi suap yaitu Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun
alias Abun Pada 18 Mei 2018, Abun dihukum 3,5 tahun penjara dan dikuatkan oleh Pengadilan
Tinggi (PT) Jakarta. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 3 tahun dan 6 bulan ditambah
denda Rp200 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan
selama 4 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Sugiyanto di pengadilan tindak pidana
korupsi (Tipikor) Jakarta. Vonis itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 huruf b UU No 31
tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu staf khusus sang bupati yaitu Khairudin dalam kasus ini didakwa telah
melanggar pasal 12 huruf B Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto
pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.. Menjatuhkan pidana kepada
terdakwa Khairudin oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp 300 juta
dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3
bulan," amar putusan.

 B.Tindak Pidana.Mantan Walikota Batu Edy Rumpoko

Mantan walikota Edy Rumpoko menerima suap dari pengusaha Philipus Djab Direktur
PT.Dailbana Prima berupa mobil Toyota Alphard senilai Rp. 1,6 milyar Hakim kasasi MA
menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan serta
pidana denda sebesar Rp200 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3
bulan. kepada Eddy Rumpoko berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik
selama 3 tahun sejak Eddy selesai menjalani pidana pokoknya.

Eddy terbukti menerima suap berdasarkan dakwaan primer Pasal 11 Undang-Undang


Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah
dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1)
KUHP.Putusan tersebut diputuskan dalam rapat permusyawaratan MA pada 29 Januari 2019
oleh Hakim Agung Surya Jaya, Mohamad Askin, dan Leopold Luhut Hutagalung. Vonis kasasi
itu lebih berat dibanding vonis di tingkat pertama. Sebelumnya, pada 27 April 2018, majelis
hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya memvonis Eddy
Rumpoko selama 3 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan
berdasarkan dakwaan subsider dari Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU
No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Selanjutnya, Pengadilan Tinggi Jawa Timur pada tanggal 16 Agustus 2018 juga
memperberat vonis  menjadi 3,5 tahun penjara.Namun, baik vonis di tingkat pertama, banding,
maupun kasasi, masih lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta
agar Eddy Rumpoko divonis 8 tahun penjara dengan denda senilai Rp600 juta subsidair 6
bulan.

Sementara pemberi suap Filipus Djab Direktur PT.Dailbana Prima, terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi Suap yang berkelanjutan, sebagaimana
diatur dan dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
“Mengadili; Menyatakan terdakwa Filipus Djab terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana
Korupsi Suap yang berkelanjutan sebagaimana diatur dalam pasal pirmer. Menjatuhkan
hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta subside 2 bulan
kurungan,” ucap Hakim Rochmat.

C.Contoh Kasus Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan TNI


Laksmana Pertama korupsi proyek satelit pemantau di Bakamla RI
Pengadilan Tinggi Militer Jakarta memutuskan Laksamana Pertama (Laksma) TNI Bambang
Udoyo bersalah dalam kasus suap terkait dengan proyek satelit pemantau senilai Rp222 miliar di
Badan Keamanan Laut (Bakamla). Mantan Direktur Data dan Informasi Bakamla itu dijatuhi
vonis pidana pokok penjara 4 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana
korupsi bersama-sama dan berlanjut," ucap hakim ketua Brigjen TNI Deddy Suryanto dalam
persidangan dengan agenda putusan, kemarin. Putusan tersebut lebih berat jika dibandingkan
dengan tuntutan dari oditur atau jaksa pada TNI yang menuntut Bambang dengan pidana
kurungan 4 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurangan. Pidana tambahan
dipecat dari dinas militer TNI-AL juga diberikan majelis hakim kepada Bambang. Hakim
menilai pleidoi yang dibacakan pada persidangan sebelumnya bahwa Bambang hanya
menjalankan perintah atasan tidak dapat diterima. Menurut hakim, Bambang seharusnya dapat
menyampaikan kepada atasannya bahwa pengadaan satelit pemantau harus sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku.
Membuat masalah Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai hukuman pidana
Bambang harus diperberat karena posisinya sebagai prajurit TNI berpangkat perwira tinggi. Ia
seharusnya memberikan solusi dari masalah-masalah di Bakamla, bukan justru sebaliknya.
Sebagai prajurit, Bambang dinilai tidak melaksanakan perintah Panglima TNI dalam
pemberantasan korupsi. Karena itu, apabila ia tidak dipecat dari dinas militer, itu akan
menyulitkan pembinaan personel militer.Vonis yang diberikan tersebut dikatakan majelis hakim
sesuai dengan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31/1999 yang diubah dengan UU No
20/2001 tentang tipikor.

Sementara Leni Marlena Mantan Ketua Unit Layanan Pengadaan Bakamla dan Juli Maruf
Mantan koordinator Unit Layanan Pengadaan Bakaml,Hakim menyatakan keduanya terbukti
secara sah berasalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primair
Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana jo
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. "Menjatuhkan pidana untuk terdakwa dengan pidana penjara
selama 2 tahun dan denda sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan
maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Susanti saat membacakan amar
putusan.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (26/7) lalu, yakni pidana penjara selama 4 tahun.
Namun, mejelis hakim tetap mengabulkan tuntutan pidana uang pengganti jaksa KPK terhadap
keduanya. Juli dan Leni masing-masing harus membayar Rp4 juta dan Rp3 juta. Dalam perkara
itu, Leni bertindak sebagai Ketua Unit Layanan Pengaduan (ULP) Badan Keamanan Laut
(Bakamla), sedangkan Juli adalah anggota atau koordinator ULP Bakamla. Hakim menyatakan
keduanya telah memperkaya orang lain dalam pengadaan BCSS di Bakamla.
Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno divonis pidana penjara selama 9
tahun dikurangi selama masa penahanan yang dijalani
Terpidana dibebankan untuk membayar pidana denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata
Ali.Rahardjo juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp15.014.122.595,00 selambat-
lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

"Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, harta bendanya
disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak
mempunyai harta benda yang mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," kata
Ali menjelaskan.

Putusan kasasi tersebut menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang
menjatuhkan vonis sama dengan kasasi.Sebelumnya, di tingkat Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rahardjo divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta
subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp15,014 miliar
subsider 3 tahun penjara.Putusan uang pengganti itu jauh lebih rendah daripada tuntutan JPU
KPK yang meminta agar Rahardjo membayar uang pengganti Rp60,32 miliar. Atas perbuatannya
itu, Rahardjo dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KESIMPULAN
Setelah reformasi tahun 1998 telah banyak peraturan perundang-undangan yang dibentuk yang
mana peraturan-peraturan perundang-undangan tersebut atas dasar dalam semangat
pembangunan,pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan sumber daya alam,pengelolaaan
dan pemberdayaan birokrasi yang menyeluruh baik di daerah maupun di pemerintah pusat.
Maka semangat itu pulalah yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan
seperti Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan Undang Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi serta peraturan perundang-undang lainnya,Khusus undang-undang TIPIKOR
tersebut cukup efektif dalam pemberantasan tindak pidana ordinary crime tersebut di negeri
ini.
Namun kembali lagi sebaik apapun suatu aturan belum tentu di taati dikarenakan para
pejabat hari ini baik di instansi pemerintahan sipil,kepolisian,kejaksaan,hakim dan TNI,tetap
saja mereka melakukan tindak pidana korupsi,bahkan banyak contoh kasus yang telah
divonis dengan hukuman pidana dan denda yang berat,akan tetapi masih saja banyak
pejabat negara maupun para pemangku kepentinganyang melakukan tindak pidana
ordinary crime tersebut,salah satu seperti penulis kemukan di atas.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/428227/hakim-vonis-dua-terdakwa-
korupsi-bcss-bakamla-2-tahun

Baca artikel detiknews, "2 Eks Pegawai Bakamla Dituntut 4 Tahun Bui di Kasus Proyek BCSS"
selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-5657549/2-eks-pegawai-bakamla-dituntut-4-tahun-
bui-di-kasus-proyek-bcss.

Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/137429/pejabat-tni-bakamla-divonis-
lebih-berat.html
Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/137429/pejabat-tni-bakamla-divonis-
lebih-berat.html
"MA Tetap Vonis Penyuap Bupati Rita Selama 3,5 Tahun Penjara"
selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-4492060/ma-tetap-vonis-penyuap-bupati-rita-
selama-35-tahun-penjara
https://nasional.tempo.co/read/1173267/ma-perberat-hukuman-eddy-rumpoko-jadi-55-tahun-
penjara#

Anda mungkin juga menyukai