Oleh
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia serta nikmat sehat, sehingga kami dapat meneyelesaikan
dan menyusun Makalah Kejahatan Narkotika dengan judul “Pembinaan Narapidana Dalam
Makalah Kejahatan Narkotika ini kami laksanakan dan sampaikan sebagai salah satu
syarat tugas sebagai mahasiswa Prodi Magister Hukum UNJA dalam mata kuliah Kejahatan
Narkotika yang diberikan oleh dosen pengajar, Bapak Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., LL,M.
Dalam pelaksanaan Pembuatan makalah ini berhasil kami selesaikan tidak terlepas
dari bimbingan, bantuan, dukungan, dorongan dan peranan dari berbagai pihak baik pikiran,
tenaga mupun moril, untuk itu pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Akhirnya kami berharap Makalah Kejahatan Narkotika ini dapat bermanfaat
Penyusun
i
DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR i
2. DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 4
C. Metode Penulisan 4
DAFTAR PUSTAKA
24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Permasalahan penyalahgunaan narkotika sudah lama masuk dan dikenal
penyalahgunaan Narkotika.
Lambat laun penyalahgunaan narkotika menjadi masalah yang serius,
maka dari itu pada zaman Orde Baru pemerintah mengeluarkan regulasi berupa
yang luar biasa, maka diperlukan upaya-upaya yang luar biasa pula, tidak cukup
hukum saja, tapi juga harus didukung peran serta dari seluruh elemen
masyarakat.
Kenyataan itulah yang menjadi latar belakang berdirinya Badan
dan represif untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari narkoba tahun 2015
peredaran gelap narkotika. Tetapi itu tidak cukup, karena diperlukan pula upaya
yang baru, mengingat kata pepatah yang mengatakan, “lebih baik mencegah
1
daripada mengobati”. Pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika saat ini
tidak hanya ada pada kalangan yang cukup umur saja, bahkan pada kalangan
yang belum cukup umur. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan
generasi muda.
Dapat dilihat permasalahan yang timbul adalah dari segi penanganan
Tentang Narkotika,
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
obat yang sangat penting untuk keperluan pengobatan, tetapi justru akan
dan teknologi.
Di samping itu, Pasal 1 angka 15 UU No. 35 Tahun 2009,
secara tanpa hak dan melawan hukum. Orang yang menggunakan narkotika
2
secara tanpa hak dan melawan hukum di sini dapat diklasifikasikan sebagai
narkotika.
Undang-undang pun sudah memberikan penjelasan yang sangat
jelas. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 itu pada dasarnya mempunyai 2 (dua)
sisi, yaitu sisi humanis kepada para pecandu narkotika, dan sisi yang keras dan
tegas kepada bandar, sindikat, dan pengedar narkotika. Sisi humanis itu dapat
kemudian hal itu berujung vonis pidana penjara oleh Pengadilan (Hakim) kepada
narkotika untuk menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, hal itu
3
Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk memenuhi hak pecandu
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Apa yang dimaksud dalam PP No. 25
Tahun 2011 ini pun semestinya dijalankan pula oleh para aparat penegak hukum
yang ada. Untuk dapat mencapai hal yang demikian, maka penulis memerlukan
juga memerlukaan metode-metode tertentu. Metode yang akan diterapkan ini harus
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
Narkotika adalah bahan atau zat yang dapat memengaruhi kondisi
35/2009, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
5
Pemakaian narkotika yang berlebihan dari yang dianjurkan oleh seorang
dokter akan membawa pengaruh terhadap si pemakai atau pecandu, sebagai reaksi
semua, maka akan timbul korban penyalahgunaan narkotika, untuk itu perlu
rehabilitasi. Selain itu juga diperlukan kerjasama antara orang tua, penegak hukum,
Hal ini sangat mempri hati nkan karena korban penyalahgunaan narkotika di
Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan mencakup tidak hanya
kalangan masyarakat yang kurang mampu dan melibatkan anak-anak atau remaja
muda usia, suatu hal yang agak merisaukan mengi ngat mereka sebenarnya adalah
generasi yang menjadi harapan kita untuk meneruskan kelangsungan hidup bangsa
secara terhormat. 1
bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara mantap, rapi dan sangat
1
Jeanne Mandagi, Masalah Narkotika dan Penanggulannganya, Jakarta, Pramuka Saka Bhayangkara,
1995, hal.11
6
rahasia. Di samping itu, kejahatan Narkotika yang bersifat transnasional dilakukan
narkotika tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat
manusia. 2
narkotika ini bukan lagi sebagai mode (gengsi) tetapi motivasinya sudah dijadikan
menjadi kendala di kota-kota besar tetapi mulai meramba ke desa-desa. Selama ini
Bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat
muda. Selain itu Indonesia yang beberapa waktu lalu menjadi tempat transit dan
pasar bagi peredaran narkotika, saat ini sudah berkembang menjadi produsen
narkotika.
2
Hadiman, Menguak Misteri Maraknya Narkoba, Jakarta, Yayasan Sosial Usaha Bersama, 1999, hal.39
3
Ibid, hal 40
7
Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap ketahahan masyarakat dan
kehidupan bangsa dan negara khususnya generasi muda, karena generasi muda
adalah penerus cita-cita bangsa dan negara pada masa mendatang. Oleh karena itu,
semua potensi bangsa harus serius mencurahkan perhatian untuk berpartisipasi aktif
B. Kerangka Teoritis
Narkotika, maka terlebih dahulu akan dijelaskan perbedaan istilah hukuman dan
pidana. Dalam sistem hukum, bahwa hukuman atau pidana yang dijatuhkan adalah
dahulu telah tercantum dalam undang-undang pidana, artinya, jika tidak ada undang-
Di dalam Bab I Pasal 1 Ayat (1) KUHP ada asas yang disebut “nullum
delicttum nulla poena sine praevia lege poenale”, yang pada Intinya menyatakan
bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali sudah ada ketentuan
hukum dan pidana. Artinya adalah bahwa pidana harus berdasarkan ketentuan
yang dikemukakan para ahli hukum mengenai pidana, hukum, dan hukum pidana,
diantaranya:
8
Pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
Indonesia menyebutkan:
tertentu. 5
a. Hukum pidana adalah hukum sanksi. Definisi ini diberikan berdasarkan ciri
yang melekat pada hukum pidana yang membedakan dengan lapangan hukum
lain.
c. Hukum pidana adalah keseluruhan aturan mengenai (i) perbuatan yang dilarang
yang disertai ancaman berupa pidana bagi pelanggarnya, (ii) dalam keadaan
apa terhadap pelanggarnya dapat dijatuhi hukuman, dan (iii) bagaimana cara
Dari pendapat atau definisi di atas, bahwa hukum pidana dapat dilihat
melalui pendekatan dua unsur, yaitu norma dan sanksi, selain itu, bahwa antara
hukum dan pidana juga mempunyai persamaan, keduanya berlatar belakang tata nilai
(value) seperti ketentuan yang membolehkan dan larangan berbuat sesuatu dan
4
Sudarto. Hukum Pidana, Jilid IA, 1975, hal 7.
5
Simorangkir, Pelajaran Hukum Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, cet. XI, 1962 hal 6.
9
seterusnya. Dengan demikian, bahwa norma dan sanksi sama-sama merujuk kepada
tata nilai, seperti norma dalam kehidupan kelompok manusia ada ketentuan yang
harus ditaati dalam pergaulan yang menjamin ketertiban hukum dalam masyarakat.
yang dianggap suatu nilai dapat ditaati. Jadi pidana ini berkaitan erat dengan hukum
pidana. Dan hukum pidana merupakan suatu bagian dari tata hukum, karena sifatnya
yang mengandung sanksi. Oleh karena itu, seorang yang dijatuhi pidana ialah orang
yang bersalah melanggar suatu peraturan hukum pidana atau melakukan tindak
kejahatan.
hukuman kepada pelaku kejahatan, ada 3 (tiga) teori dalam hukum pidana.
1. Teori Absolut
Menurut Teori Absolut, bahwa dasar hukum dari pidana ialah yang dilakukan oleh
orang itu sendiri. Ini berarti bahwa, dengan telah melakukan kejahatan itu sudah
cukup alasan untuk menjatuhkan pidana, dan ini berarti juga bahwa pidana
mencapai tujuan praktis dan juga untuk menimbulkan nestapa bagi orang tersebut.
10
b. Pembalasan objektif, ialah pembalasan terhadap akibat yang ditimbulkan oleh
Meskipun ada 2 (dua) macam pembalasan, tetapi itu bukan berarti satu
tidak mengenai sasaran. Menurut pembalasan subjektif jika B kena atau tidak kena
orang melakukan kejahatan itu berarti ia menyangkal adanya hukum atau hal itu
itu harus dilenyapkan dengan ketidakadilan pula, yaitu dengan dijatuhkan pidana
menimbulkan rasa tidak puas pada masyarakat. Dalam hal terjadinya kejahatan,
maka masyarakat itu harus diberikan kepuasan dengan cara menjatuhkan pidana,
2. Teori Relatif
menegakkan tata tertib masyarakat, di mana tata tertib masyarakat itu adalah
11
pidana. Ini berarti bahwa pidana merupakan alat untuk mencapai tujuan, yaitu
Menurut teori ini, pidana merupakan alat pencegahan, adapun pencegahan itu
pencegahan umum dari pidana itu terletak pada cara melaksanakannya, yaitu
dibinaskan. 8
a. menakut-nakuti;
b. memperbaiki; dan
7
Bambang Purnomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, 1985, hal 29
8
Ibid, hal 28.
12
c. membuat ia tidak berdaya lagi.
3. Teori Gabungan
membuat ia tidak berdaya lagi. Untuk itu, ada batasannya terhadap kejahatan
ringan haruslah diberi pidana yang layak dan kelayakan ini diukur dengan
Vos berpendapat:
“Bahwa daya menakuti-nakuti itu terletak pada pencegahan umum dan ini
9
Ibid, hal 28.
13
“Hal ini sesungguhnya sudah tidak layak lagi dalam arti sesungguhnya,
yang berfaedah, yaitu si terpidana menjadi tahu dan segan terhadap tertib
tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
Hukum Pidana” atau KUHP yaitu yang terdapat pada buku II dan buku III yang
memuat perincian berbagai jenis tindak pidana. Tujuannya adalah guna melindungi
kepentingan hukum yang dilanggar, kepentingan hukum pada dasarnya dapat dirinci
10
Ibid, hal 28.
14
1. Kepentingan hukum perorangan;
2. Kepentingan hukum masyarakat.
3. Kepentingan hukum negara.
Dalam sistematika KUHP perlu diperjelas tentang perbedaan antara
kejahatan (misdrijven) Pasal 104 s.d 488 dengan pelanggaran (overtredingen) Pasal
498 s.d. 569. “Kejahatan Menunjuk pada suatu perbuatan, yang menurut nilai-nilai
Rechtsdelicten.
Sedangkan pelanggaran Menunjuk pada perbuatan yang oleh masyarakat
Memahami rumusan hukum dari setiap tindak kejahatan dan pelanggaran, perlu
diketahui asas-asas hukum pidana, beberapa asas penting adalah sebagai berikut:
1. Tindak pidana mempunyai 2 (dua)
a. Formil
Dalam tindak pidana ini yang diancam dengan hukuman oleh undang-undang
adalah perbuatannya. b. Materiil Jenis tindak pidana ini yang diancam dengan
11
Chaerudin, Op cit, hal 11.
15
c. Geprivilegeerd, hanya dicantumkan nama kejahatannya yang disertai unsur
peringanan.
B. Sanksi-Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Narkotika
Sanksi hukum berupa pidana, diancamkan kepada pembuat
perbedaan hukum pidana dengan jenis hukum yang lain. Sanksi pidana
dalam rancangan KUHP Tahun 1982, yang disusun oleh Tim Pengkajian Bidang
narkotika, hal ini sesuai menurut ketentuan Pasal 102 Undang-Undang No.
12
Aruan Sakidjo, Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, penerbit Ghalia
Indonesia. 1988. hal 70.
16
22 Tahun 1997, pada intinya mengemukakan bahwa masih tetap
Sanksi terhadap tindak pidana narkotika yang disebutkan dalam Bab XII
Pasal 99 adalah tindak kejahatan, kecuali tersebut dalam Pasal 100 adalah
merupakan pelanggaran.
Di dalam pasal-pasal tersebut jelas sanksi yang diatur oleh Pasal
pasal kemudian.
Jika ditinjau melalui pendekatan filosofis kemanusiaan bahwa
perkara pidana.
C. Pembinaan Narapidana
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
17
dengan Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional,
warga masyarakat yang baik. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat wajib
berdaya guna, tepat guna dan berhasil guna, petugas harus memiliki kemampuan
dasarnya arah pelayanan pembinaan dan bimbingan yang perlu dilakukan oleh
tujuan pembinaan dapat dicapai. Pada dasarnya ruang lingkup pembinaan dapat
18
d. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan
teknologi tinggi.
Secara formal, peran masyarakat dalam ikut serta membina
secara moral peran serta dalam membina narapidana atau bekas narapidana
secara penuh dan mampu melaksanakan perubahan diri ke arah yang lebih baik
dan lebih positif. Kesadaran semacam ini merupakan hal yang patut diketahui
oleh narapidana agar dapat memahami arti dan makna kesadaran secara benar
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
narkotika yang merupakan korban pada akhirnya banyak divonis pidana penjara
dan ditempatkan dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yang mana dalam lapas
tersebut para pecandu narkotika disatukan dengan para bandar, sindikat, dan
lapas juga marak. Itu artinya, vonis pidana penjara dan penempatan para pecandu
13
Ibid hal. 71.
19
Narkotika di dalam lapas tidaklah efektif, belum tentu pula menimbukan efek
jera. Yang terjadi, para pecandu tersebut akan semakin kecanduan dan makin
mudah memakai barang haram tersebut karena berbaur dengan para bandar,
narkotika merupakan kejahatan yang luar biasa, maka diperlukan penanganan yang
luar biasa pula. Sebagaimana yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional,
Gelap Narkotika (P4GN), yang diperkuat lagi oleh Instruksi Presiden No.11 Tahun
2011 Tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional P4GN. Selain itu
terdapat juga program dekriminalisasi dan depenalisasi terhadap para pecandu dan
Lapor yang ditunjuk oleh Pemerintah yang kemudian para pecandu dan korban
rehabilitasi sosial.
B. Saran
dalam hal penanganan para penyalahguna narkotika. Dalam hal persamaan persepsi
antar para penegak hukum, sudah terbit Peraturan Bersama antara Mahkamah
20
Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Badan
Narkotika Nasional. Yang ditandangani oleh Ketua MA, Menteri Hukum & HAM,
Jaksa Agung, Menkes, Mensos, dan Kepala BNN pada 11 Maret 2014.
Peraturan bersama ini merupakan langkah konkret bagi pemerintah dalam menekan
Menkumham, Menkes, Mensos, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNN dimana
disepakati berupa pidana rehabilitasi. Hakim mempunyai peran yang sangat penting
tersebut terdiri dari tim dokter dan tim hukum yang bertugas: melaksanakan analisis
serta membuat rencana jangka waktu rehabilitasi yang diperlukan. Hasil asessmen
21
tersebut kemudian menjadi pendukung dalam hal pembuktian bagi pelaku tindak
Dalam hal pelaksanaan rehabilitasi dan wajib lapor kepada para pecandu dan
penyalahguna narkotika diperlukan upaya yang luar biasa, yakni peran serta dari
seluruh elemen masyarakat untuk ikut menyosialisasikan dan mendorong agar para
sebagaimana amanat dari Pasal 55 UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan
DAFTAR PUSTAKA
syafi‟iyah, 1996
_______________, Victimologi, Beberapa Aspek Korban Kejahatan, Fakultas Hukum
22
Darma, Made Weda, SH, MS, Kriminologi PT. Raja Grafindo Persada Diktat Akpol, Sisdil
2005
EY, Kanter. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHM-
1999
23