Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HAK ATAS TANAH

NAMA KELOMPOK II
ILHAM YOGA KARUNIAWAN, A.Md.S.I
LIA AKMALIA, A.Md
NANA TARYANA, AMK
NINING SURYANI, Am.Keb

PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


REGIONAL BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kelompok kami bisa
menyelesaikan makalah “Hak Atas Tanah”. Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas kelompok Pendidikan dan Pelatihan Dasar CPNS PPSDM
Regional Bandung 2021.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan


hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
dengan baik.

Tasikmalaya, April 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terluas di dunia, Indonesia


juga biasa di sebut Negara maritime yang memiliki pulau-pulau dan kekayaan laut
yang luas pula. Selain itu, Indonesia biasa disebut Negara agraris, karena
banyaknya penggunaan lahan pertanian. Berbagai macam penggunaan lahan ada
di Indonesia, dan dari situ dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki tanah yang subur
yang lahanya bisa digunakan untuk apapun oleh bangsanya. Namun jika tidak
dikelola dengan baik maka akan terjadi masalah lingkungan dan sosial, misalnya
ketidak teraturan penggunaan lahan yang berakibat bencana alam maupun
bencana sosial. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan untuk
kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya sertadikelola agar mampu
menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang.

Tanah/lahan merupakan sumber daya alam yang penting dalam menopang


setiap aktivitas kehidupan manusia baik sebagai sumber daya yang dapat diolah
maupun sebagai tempat tinggal. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis
bagi pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,
seperti sector pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan
transportasi. Lahan telah menjadi faktor penting dalam kelangsungan hidup
manusia, karena segala kebutuhan hidup manusia bersumber dari lahan.Lahan
juga berfungsi sebagai tempat beraktivitasnya manusia di seluruh dunia. Lahan
dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan mulai dari pertanian, pemukiman,
industri, ekonomi, pertambangan dan sebaginya. (Menurut Rafi’I, 1982) lahan
merupakan permukaan daratan dengan kekayaan benda-benda padat, cair dan
bahkan benda gas.
Hak milik atas tanah menurut Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria
menyatakan “Hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6.” Hak
milik turun-temurun artinya dapat diwarisi oleh ahli waris yang mempunyai tanah.
Hal ini berarti hak milik tidak ditentukan jangka waktunya seperti misalnya, hak
guna bangunan dan hak Guna Usaha. Hak milik tidak hanya akan berlangsung
selama hidup orang yang mempunyainya, melainkan kepemilikannya akan dilanjuti
oleh ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. Tanah yang menjadi obyek hak
milik (hubungan hukumnya) itu pun tetap, artinya tanah yang dipunyai dengan hak
milik tidak bergantiganti (tetap sama).

Pada akhir tahun 1999, Menteri Agraria/ Kepala BPN menerbitkan Peraturan
Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Pedoman Penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat hukum adat. Dalam
permen tersebut disebutkan antara lain keberadaan hak ulayat berkenaan dengan
subyek, obyek dan kewenangannya.7 Pasal 2 Peraturan Menteri tersebut
menyebutkan tentang kriteria penentu keberadaan hak ulayat yang terdiri dari tiga
unsur, yakni: adanya masyarakat hukum adat tertentu, adanya hak ulayat tertentu
yang menjadi lingkungan hidup dan tempat mengambil keperluan hidup
masyarakat hukum adat itu, dan adanya tatanan hukum adat mengenai
pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah yang berlaku dan ditaati oleh
masyarakat hukum adat.

B. Rumusah Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan


permasalahan yang merupakan analisis ha katas tanah yakni:

1. Bagaimana permasalahan mengenai hak penguasaan atas tanah dalam


hukum adat di Indonesia?
2. Bagaimana solusi yang dapat dilakukan Pemerintah dalam menghadapi
masalah hilangnya tanah adat ?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah yang sudah dijelaskan maka tujuan dari
analisis makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui permasalahan mengenai hak penguasaan atas tanah
dalam hukum adat di Indonesia.
2. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan Pemerintah dalam menghadapi
masalah hilangnya tanah adat di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tanah Dan Hak Atas Tanah

Tanah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia.


Tanah merupakan salah satu hak milik yang sangat berharga bagi umat manusia,
demikian pula bangsa Indonesia, konsep yang ideal menggambarkan hubungan
manusia dengan tanah, manusia dengan sang pencipta Tuhan Yang Maha Esa
telah menjadi landasan filosofis kehidupan manusia untuk hidup di bumi.
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari tanah karena merupakan satu
sumber kehidupan dalam tatanan kehidupan sejak zaman tradisional sampai
zaman modern.

Dalam kehidupan masyarakat hukum adat, tanah dipahami sebagai suatu


kesatuan geografis dan sosial yang secara turun-temurun dihuni, dikuasai dan
dikelola masyarakat adat baik sebagai penyangga sumber-sumber penghidupan
maupun sebagai penanda atas identitas sosial yang diwarisi dari leluhur mereka,
atau yang diperoleh melalui pemberian dan kesepakatan dengan masyarakat adat
lainnya. Identitas budaya dan wilayah inilah yang menjadi sumber hak kolektif bagi
masyarakat hukum adat dan hak-hak ini merupakan hak konstitusional yang
dinyatakan dalam UUD 1945 dan amandemennya.

Hak atas tanah merupakan hak yang memberikan wewenang untuk


mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-
undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 Ayat 2
UUPA).
Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu;

• Hak atas tanah yang bersifat primer. Hak atas tanah ini berasal dari tanah
negara, yang meliputi; hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah
negara dan hak pakai atas tanah negara.

• Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yakni hak atas tanah yang berasal dari
tanah pihak lain yang meliputi hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan,
hak guna bangunan atas tanah hak milik, hak pakai atas tanah hak pengelolaan,
hak pakai atas tanah hak milik, hak sewa untuk bangunan, hak gadai, hak usaha
bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian (Urip Santoso, 2007:
89).

B. Pengertian Masyarakat Hukum Adat

Tanah Adat atau tanah ulayat dalam masyarakat hukum adat disebut
dengan berbagai istilah. Hal ini disesuaikan dengan letak geografis dan kebiasaan
adat setempat, tanah ulayat mempunyai batas-batas sesuai dengan situasi alam
sekitarnya, seperti puncak bukit atau sungai. Istilah Tanah Ulayat diberbagai
daerah antara lain : patuanan (ambon), panyampeto dan pawatasan (kalimantan),
wewengkon (jawa), prabumian dan payar (bali), totabuan (bolaang mongondow),
torluk (angkola), limpo ( sulawesi selatan), nuru (buru), paer (lombok), ulayat
(minangkabau), lingko (Manggarai) Bzn. Ter Haar (1999:63).

Sementara itu Imam Sudiyat (2002:1), berpendapat Tanah ulayat juga dapat
di artikan tanah wilayah masyarakat hukum adat tertentu. Hak Ulayat menurut
Pasal 1 ayat (1) PMA/Ka.BPN No.5 tahun 1999 adalah: ”Kewenangan yang
menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil
manfaat dari sumber daya alam termasuk tanah dalam wilayah tersebut bagi
kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah
dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat
tersebut yang bersangkutan”. Selanjutnya Hak Ulayat sebagai istilah teknis yuridis
yaitu hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat,
berupa wewenang / kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan
daya laku kedalam maupun keluar.

Masyarakat hukum adat sebagai sekelompok orang yang terikat oleh


tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Masyarakat Hukum Adat
bisa juga disebut kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya
hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria


(UUPA) memberikan landasan hukum bahwa masyarakat hukum adat dapat
melakukan pengelolaan terhadap sumber daya hutan maupun sumber daya alam
lainnya yang berada di wilayah adat. Hal itu dapat dilihat di Pasal 2 ayat 4 UUPA
yang menyatakan: “Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya
dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat
hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah”. Ketentuan ini
dapat dipahami bahwa hak masyarakat hukum adat terhadap sumberdaya hutan
maupun sumber daya alam lainnya yang berada di wilayah adat adalah hak yang
bersumber dari pendelegasian hak menguasai negara. Pemberlakuan Pasal 2 ayat
4 ini juga memberikan persyaratan bagi masyarakat hukum adat dan dalam hal ini
negara dapat menghilangkan hak- hak masyarakat hukum adat.

C. Permasalahan Atas Hak Tanah Adat Di Indonesia

Konflik sebagai akibat adanya pemindahan hak atas tanah dapat terjadi
terhadap tanah-tanah yang awalnya dikuasai menurut hukum adat dan kemudian
dikonversi menurut UUPA. Tentang pengakuan terhadap keberadaan hak ulayat,
UUPA tidak memberikan kriterianya. Boedi Harsono menyebutkan alasan para
perancang dan pembentuk UUPA untuk tidak mengatur tentang hak ulayat adalah
karena pengaturan hak ulayat, baik dalam penentuan kriteria eksistensi maupun
pendaftarannya, akan melestarikan keberadaan hak ulayat, sedangkan secara
alamiah terdapat kecenderungan hak.

Permasalahan tentang tanah adat mempunyai implikasi yang cukup luas


karena menyangkut eksistensi dari sekelompok masyarakat yang menamakan
dirinya masyarakat hukum adat yang merasa paling berhak atas tanah dimaksud.
Permasalahan hukum penyebab konflik atau potensi konflik di daerah Hak Guna
Usaha (HGU). Permasalahan tanah adat dengan pendekatan yuridis formal
semata tidak akan mencapai hasil yang efektif. Hukum semata tidak adat
diharapkan mengatasi masalah tanah yang begitu komplek dan terlalu
berhubungan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang ada. Hal ini
diperlukan dukungan dengan berbagai upaya untuk menjamin terpenuhinya hak
ekonomi masyarakat, agar paling tidak tuntutan-tuntutan serupa dapat
diminimalisir di masa yang akan datang. Selain itu juga diperlukan sinergisitas
hukum positip di bidang pertanahan dengan hukum adat yang ada dimasyarakat,
yaitu (1) diperlukan adanya pemahaman yang obyektif terhadap tanah Negara,
tanah ulayat dan tanah hak dalam kontek hukum adat dan hukum positip. (2)
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan persuasif-edukatif dan bukan
memaksakan kehendak sepihak. (3) perlu adanya pendekatan cultural
keagamaan, yang dapat dilaksanakan melalui tiga (3) unsur pimpinan yaitu
pimpinan adat, pimpinan agama, dan pimpinan formal yang benar-benar
memahami hukum adat dan hukum positif ( UUPA dan Peraturan pelaksananya).

D. Analisis Strategi Pemecahan Masalah

Masalah tanah adalah masalah yang sangat menyentuh keadilan karena


sifat tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap
manusia, tidak selalu mudah untuk merancang suatu kebijakan pertanahan yang
menciptakan keadilan bagi semua pihak. Suatu kebijakan yang memberikan
kelonggaran yang lebih besar kepada sebagian kecil masyarakat dapat dibenarkan
apabila diimbangi dengan kebijakan serupa yang ditujukan kepada kelompok lain
yang lebih besar.

Dari perbagai konflik pertanahan yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa


konflik pertanahan menurut bentuk atau sifatnya dapat diklasifikasikan dalam dua
hal. Pertama, konflik vertikal (struktural), yakni konflik pertanahan yang melibatkan
antara penguasa dan rakyat. Dalam sejarahnya, konflik semacam ini lebih banyak
diakhiri dengan kekerasan dan rakyat berada dalam pihak yang selalu kalah.
Kedua, konflik horizontal, yakni konflik pertanahan yang melibatkan antar anggota
masyarakat, baik antara satu orang dengan satu orang yang lain, satu orang
berhadapan dengan kelompok masyarakat atau antar kelompok masyarakat
dengan kelompok masyarakat lainnya.

Perlu dilakukan strategi fishbone yang didalam nya terdapat sebuah metode
yang digunakan untuk membantu memecahkan masalah yang ada dengan
melakukan analisis sebab dan akibat dari suatu keadaan dalam sebuah diagram
yang terlihat seperti tulang ikan. Berikut ada strategi pemecahan Masalah Hak
Atas Tanah menggunakan Metode Fishbone yang terlihat seperti tulang ikan.
Berikut ada strategi pemecahan Masalah Hak Atas Tanah menggunakan Metode
Fishbone.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis pada permasalahan hak atas tanah adat, maka
diperoleh strategi rekomendasi terkait permasalahan tersebut sebagai berikut;

1. Belum terdapat prosedur untuk pemberian sertifikat komunal dari


pemerintah
2. Masyarakat bersatu memperjuangkan hak-hak penuh atas wilayahnya
3. Penolakan masyarakat adat atas ekspansi perkebunan dan pertambangan
di wilayahnya secara besar-besaran.
4. Pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat adat
5. Memberikan penyuluhan / sosialisasi atas hak-hak masyarakat adat.
6. Menciptakan Undang-undang mengenai hak-hak masyarakat adat.
DAFTAR PUSTAKA

Haba, John. Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 12 No. 2 Tahun 2010.

http://e-journal.uajy.ac.id/8875/3/2MIH02207.pdf Masyarakat Hukum Adat


(diakses pada April 2021 pukul 11.30 )

https://youtu.be/qCDSxF-Ky7A (diakses 26 April 2021 pukul 09.00 )


https://iainsalatiga.ac.id/web/mengenal-hak-atas-tanah-dan-konflik-
pertanahan-di-indonesia/ ( diakses pada 26 April 2021 pukul 11.00 )
http://eprints.undip.ac.id/59472/5/Bab2.pdf. ( diakses pada 26 April 2021
pukul 13.00 )

Anda mungkin juga menyukai